Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 854/KMK.01/1993

Kategori : PPh, PPN, Lainnya

Tatalaksana Pabean Mengenai Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Berikat (Bonded Zone)


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 854/KMK.01/1993

TENTANG

TATALAKSANA PABEAN MENGENAI PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG
KE DAN DARI KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : dst

Mengingat : dst



MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATALAKSANA PABEAN MENGENAI PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE).



Pasal 1


Atas barang impor yang ditujukan untuk dimasukkan ke Kawasan Berikat tidak dilakukan pemeriksaan pra pengapalan.



Pasal 2

(1) Atas barang impor yang akan dimasukkan ke Kawasan Berikat tidak dilakukan pemeriksaan pabean, kecuali atas instruksi Menteri Keuangan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan Nota Intelijen karena adanya kecurigaan akan atau telah terjadinya pelanggaran.
(2)
 
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
  1. Jumlah barang;
  2. Jenis barang;
  3. Tipe barang.



Pasal 3

(1)

Pemindahan barang dari pelabuhan bongkar ke Kawasan Berikat menggunakan Formulir KB-1 sebagaimana contoh dalam Lampiran 1.  

(2)

Formulir KB-1 diisi secara lengkap dan benar oleh Perusahaan Pengolahan di Kawasan Berikat (PPDKB) dalam rangkap 4 (empat), diketahui oleh Pengusaha/Pengelola Kawasan Berikat (PKB), untuk selanjutnya diajukan kepada Pejabat Hanggar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Pejabat Hanggar) di pelabuhan bongkar, dengan dilengkapi Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB) dan Invoice.  

(3)

Pejabat Hanggar di pelabuhan bongkar berdasarkan Formulir KB-1 mencocokkan nomor peti kemas/ kemasan.  

(4)

 

Dalam hal hasil pencocokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) sesuai, Pejabat Hanggar di pelabuhan bongkar, menerakan segel pada peti kemas/kemasan dan mencatat nomor/jenis segel serta memberikan persetujuan pengeluaran barang pada Formulir KB-1, dan mendistribusikannya untuk :
  1. Dokumen pelindung pengangkutan;
  2. Pejabat Hanggar di pelabuhan bongkar;
  3. PKB;
  4. PPDKB yang bersangkutan.  

(5)

Dalam hal hasil pencocokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak sesuai, Pejabat Hanggar di pelabuhan bongkar mengembalikan Formulir KB-1 kepada PPDKB untuk dibetulkan.  



Pasal 4

(1)

Berdasarkan Formulir KB-1 yang telah diberikan persetujuan pengeluaran barang oleh Pejabat Hanggar di pelabuhan bongkar, Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat melakukan pencocokan dan penelitian keutuhan segel serta keadaan peti kemas/kemasan sebelum barang dimasukkan ke Kawasan Berikat.

(2)

Dalam hal hasil pencocokan dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai, Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat memberikan persetujuan masuk ke Kawasan Berikat pada Formulir KB-1.

(3)

Dalam hal hasil pencocokan dan penelitian terdapat ketidaksesuaian, dilakukan penyelidikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan yang berlaku.



Pasal 5

Dalam hal terhadap barang yang akan dimasukkan ke Kawasan Berikat dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), hasil pemeriksaan dituangkan dalam Formulir KB-2 sebagaimana contoh dalam Lampiran II.



Pasal 6

(1)

Pemasukkan barang dan/atau bahan dari daerah pabean Indonesia lainnya ke Kawasan Berikat, menggunakan Formulir KB-3 sebagaimana contoh dalam Lampiran III.

(2)

Atas pemasukkan Barang Kena Pajak (BKP) dari daerah pabean Indonesia lainnya ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang terutang tidak dipungut.

(3)

Formulir KB-3 diisi secara lengkap dan benar oleh PPDKB dalam rangkap 3 (tiga), serta diketahui oleh PKB, untuk selanjutnya diajukan kepada Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat.

(4)

 

Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat berdasarkan Formulir KB-3 memberikan persetujuan masuk kedalam Kawasan Berikat pada Formulir KB-3, dan mendistribusikannya untuk :
  1. Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat;
  2. PKB;
  3. PPDKB.



Pasal 7

Atas impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi dalam Kawasan Berikat tidak dipungut Bea Masuk (BM), Bea Masuk Tambahan (BMT), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, PPN dan PPn BM.



Pasal 8

PPDKB wajib melaksanakan ketentuan sebagai berikut :

a.

Melaksanakan pembukuan sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia;  

b.

Mengatur tempat ruangan bagi barang-barang sesuai dengan tujuan pemasukannya;  

c.

Menyimpan, mengatur dan menatausahakan barang-barang secara tertib, baik mengenai pemasukkannya maupun pengeluarannya ke dalam dan dari Kawasan Berikat;  

d.

 

 

 

Menyampaikan laporan setiap 3 (tiga) bulan kepada Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat, mengenai :
1) Persediaan bahan baku dan/atau bahan penolong dengan menggunakan Formulir KB-4A sebagaimana contoh dalam Lampiran IV-A.
2) Persediaan bahan baku dan/atau bahan penolong dalam proses dengan menggunakan Formulir KB-4B sebagaimana contoh dalam Lampiran IV-B.
3) Persediaan barang jadi dengan menggunakan Formulir KB-4C sebagaimana contoh dalam Lampiran IV-C.  



Pasal 9

Pengeluaran barang dan/atau bahan dari Kawasan Berikat dilakukan dengan tujuan :

  1. Ekspor; dan/atau
  2. Reekspor; dan/atau
  3. Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE); dan/atau
  4. Kawasan Berikat lainnya; dan/atau
  5. Daerah Pabean Indonesia lainnya.

 


Pasal 10

(1)

 

Ekspor barang hasil pengolahan di Kawasan Berikat dilaksanakan dengan menggunakan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dilampiri Formulir KB-5 sebagaimana contoh dalam Lampiran V dalam rangkap 5 (lima), masing-masing untuk :
  1. dokumen pelindung pengangkutan;
  2. Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat;
  3. Pejabat Hanggar di pelabuhan muat;
  4. PKB;
  5. PPDKB.
 

(2)

Atas barang impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilakukan pemeriksaan pabean kecuali atas instruksi Menteri Keuangan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan Nota Intelijen karena adanya kecurigaan akan atau telah terjadinya pelanggaran.  

(3)

Dalam hal terhadap barang ekspor dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), hasil pemeriksaan dituangkan dalam Formulir KB-2.  

(4)

Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat melakukan peneraan segel terhadap peti kemas/kemasan barang, dan mencatat nomor/jenis segel pada Formulir KB-6 serta memberikan persetujuan muat pada PEB.  

(5)

Berdasarkan Formulir KB-5 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pejabat Hanggar di pelabuhan muat melakukan pencocokan dan penelitian keutuhan segel serta keadaan peti kemas/kemasan.  

(6)

Dalam hal hasil pencocokan dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) sesuai, petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan pengawasan pemuatan barang ke alat angkut.  

(7)

Dalam hal hasil pencocokan dan penelitian terdapat ketidaksesuaian, dilakukan penyelidikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan yang berlaku.  



Pasal 11

(1)

Reekspor barang asal impor yang tidak diolah di Kawasan Berikat dilakukan dengan menggunakan Formulir KB-5 tanpa menggunakan PEB.

(2)

Reekspor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 10.



Pasal 12

(1)

 

Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke EPTE dilakukan dengan menggunakan Formulir KB-6 sebagaimana contoh dalam Lampiran VI dalam rangkap 6 (enam), masing-masing untuk :
  1. Dokumen pelindung pengangkutan;
  2. Pejabat Hanggar di EPTE;
  3. Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat;
  4. Pengusaha EPTE;
  5. PKB;
  6. PPDKB.

(2)

 

Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya (antar Kawasan Berikat) dilakukan dengan menggunakan Formulir KB-7 sebagaimana contoh dalam Lampiran VII dalam rangkap 7 (tujuh), masing-masing untuk :
  1. Dokumen pelindung pengangkutan;
  2. Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat tujuan;
  3. Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat asal;
  4. PKB asal;
  5. PPDKB asal;
  6. PKB tujuan;
  7. PPDKB tujuan.

(3)

Pengeluaran BKP dari Kawasan Berikat dengan tujuan dimasukkan ke EPTE atau Kawasan Berikat lainnya, PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut.

(4)

 

 

Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ayat (2) hanya dapat dilakukan dengan syarat :
a.

Barang tersebut untuk diolah lebih lanjut atau untuk pengemas hasil produksi;

b.

Pengiriman tersebut merupakan realisasi dari transaksi yang dilakukan berdasarkan kontrak.

(5)

Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dilakukan pemeriksaan pabean kecuali atas instruksi Menteri Keuangan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan Nota Intelijen karena adanya kecurigaan akan atau telah terjadinya pelanggaran.



Pasal 13

Penyerahan BKP dari PPDKB kepada PPDKB lainnya di dalam satu Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut, PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut.



Pasal 14

(1)

PPDKB dapat mensubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahannya kepada perusahaan industri yang berada di dalam daerah pabean Indonesia lainnya, kecuali pekerjaan perakitan, pengetesan, sortasi, dan pengepakan.

(2)

Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi seluruh jenis produk dan harus diselesaikan selama-lamanya 60 (enam puluh) hari sejak dikeluarkannya barang dan/atau bahan dari Kawasan Berikat.

(3)

 

 

 

Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan melalui kontrak yang sekurang-kurangnya memuat jangka waktu, jumlah barang dan/atau bahan yang diterima dari PPDKB, dan jumlah hasil pekerjaan yang dikembalikan ke PPDKB dengan jaminan yang diserahkan kepada Bendaharawan Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat, berupa :

a.

Jaminan Bank; atau

b.

Surety Bond atau Customs Bond yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi yang disetujui Menteri Keuangan; atau

c.

Surat Sanggup Bayar (SSB) yang diendorse oleh Bank yang disetujui oleh Menteri Keuangan.

(4)

Atas penyerahan barang dan/atau bahan dari PPDKB kepada perusahaan industri pelaksana subkontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut.

(5)

Penyerahan barang dan atau bahan dari PPDKB kepada perusahaan industri pelaksana subkontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Formulir KB-8A sebagaimana contoh dalam Lampiran VIII-A.

(6)

PPDKB mengajukan Formulir KB-8A yang telah diisi secara lengkap dan benar kepada Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat, untuk selanjutnya berdasarkan Formulir KB-8A Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat melakukan pemeriksaan terhadap barang dan/atau bahan yang akan diserahkan kepada pelaksana subkontrak.

(7)

 

Dalam hal hasil pemeriksaan kedapatan sesuai, Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat memberikan persetujuan pengeluaran pada Formulir KB-8A, dan mendistribusikannya untuk :

  1. Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat;
  2. PPDKB.

(8)

Atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan Subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) subkontraktor di daerah pabean Indonesia lainnya kepada PPDKB, PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut.

(9)

Penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) subkontraktor kepada PPDKB dilakukan dengan menggunakan KB-8B dalam rangkap 3 (tiga).

(10)

PPDKB mengajukan Formulir KB-8B yang telah diisi secara lengkap dan benar kepada Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat, untuk selanjutnya berdasarkan Formulir KB-8B Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat melakukan pemeriksaan terhadap barang yang akan dimasukkan kembali kedalam Kawasan Berikat.

(11)

Dalam hal hasil pemeriksaan kedapatan sesuai, Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat memberikan
persetujuan masuk pada Formulir KB-8B, dan mendistribusikannya untuk :

  1. Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat;
  2. PKB;
  3. PPDKB.



Pasal 15

(1)

Pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik dari Kawasan Berikat ke dalam daerah pabean Indonesia lainnya dengan tujuan reparasi dilakukan dengan menggunakan Formulir KB-9 sebagaimana contoh dalam Lampiran IX dalam rangkap 3 (tiga), masing-masing untuk :
  1. Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat;
  2. PKB;
  3. PPDKB.

(2)

Pengeluaran mesin dan atau peralatan pabrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), BM, BMT, PPh Pasal 22 serta PPN dan PPn BM ditangguhkan dengan menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) kepada Bendaharawan Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi kawasan Berikat.

(3)

Reparasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di ijinkan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak mesin dan/atau peralatan pabrik dikeluarkan dari Kawasan Berikat.

(4)

Pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik dari Kawasan Berikat ke dalam daerah pabeanIndonesia lainnya dan pemasukannya kembali ke Kawasan Berikat, dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(5)

Pengeluaran mesin dan peralatan pabrik dari Kawasan Berikat ke luar negeri dengan tujuan reparasi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.



Pasal 16

(1)

Pengeluaran barang yang telah diolah di Kawasan Berikat ke dalam daerah pabean Indonesia lainnya, hanya dapat dilakukan setelah ada realisasi ekspor.

(2)

Barang yang akan dikeluarkan ke dalam daerah pabean Indonesia lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sebanyak-banyaknya berjumlah 25% (dua puluh lima persen) dari realisasi ekspor.

(3)

Pengaturan jumlah pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku terhadap pengiriman barang yang telah diolah di Kawasan Berikat ke EPTE dan/atau Kawasan Berikat lainnya.

(4)

Atas barang asal impor yang telah diolah di Kawasan Berikat yang akan dikeluarkan ke dalam daerah pabean Indonesia lainnya dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(5)

Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilakukan dengan dokumen pabean sesuai dengan tata laksana pabean di bidang impor yang berlaku.

(6)

Atas barang asal daerah pabean Indonesia lainnya yang diolah di Kawasan Berikat dapat dikeluarkan ke daerah pabean Indonesia lainnya setelah diperiksa oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemasukkannya ke daerah pabean Indonesia lainnya tanpa Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD) dengan menggunakan Formulir KB-10 sebagaimana contoh dalam Lampiran X dalam rangkap 3 (tiga), masing-masing untuk :
  1. Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat;
  2. PKB;
  3. PPDKB.

(7)

Atas barang yang diolah di Kawasan Berikat dari bahan asal impor dan dari daerah pabean Indonesia lainnya, dapat dikeluarkan ke daerah pabean Indonesia lainnya setelah diperiksa oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan pemasukkannya ke daerah pabean Indonesia lainnya dilakukan dengan menggunakan PIUD.

(8)

Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikenakan BM, BMT, Cukai , PPh Pasal 22 serta PPN dan PPn BM.

(9)

 

 

 

Dasar perhitungan pungutan negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) adalah sebagai berikut :
a.

BM dan BMT berdasarkan tarif barang jadi dan harga bahan baku asal impor;

b.

Cukai berdasarkan ketentuan yang berlaku;

c.

PPh Pasal 22, PPN dan PPn BM berdasarkan harga jual barang yang bersangkutan.

(10)

Atas barang dan/atau bahan asal daerah pabean Indonesia lainnya yang dikeluarkan lagi dari Kawasan Berikat ke daerah pabean Indonesia lainnya karena salah kirim diperiksa oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemasukkannya ke daerah pabean Indonesia lainnya dengan menggunakan Formulir KB-10.



Pasal 17

Mesin dan/atau peralatan pabrik yang dipergunakan dalam kegiatan produksi di Kawasan Berikat dapat diganti dengan ketentuan bahwa mesin dan/atau peralatan pabrik yang diganti tersebut :

  1. di reekspor; dan/atau
  2. dipindahtangankan ke PPDKB lainnya atau EPTE; dan/atau
  3. dikeluarkan ke daerah pabean Indonesia lainnya dengan membayar BM, BMT, PPh Pasal 22, PPN dan PPn BM sepanjang telah memenuhi ketentuan umum yang berlaku di bidang impor; dan/atau
  4. dimusnahkan dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 


Pasal 18

Atas barang dan/atau bahan yang berada dalam Kawasan Berikat yang rusak atau busuk, PPDKB wajib :

  1. mere-ekspor; dan/atau
  2. memusnahkan di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 


Pasal 19

(1)

 

 

Barang sisa dan/atau potongan dari Kawasan Berikat dapat :

a.

dikeluarkan ke dalam daerah Pabean Indonesia lainnya dengan membayar BM, BMT, Cukai, PPh Pasal 22 serta PPN dan PPn BM, sepanjang telah memenuhi ketentuan umum yang berlaku di bidang impor; dan/atau

b.

dimusnahkan dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(2)

Pengeluaran barang sisa dan/atau potongan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dilakukan dengan menggunakan dokumen pabean.



Pasal 20

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan kemudian (post audit) atas pembukuan, catatan dan dokumen PPDKB yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Berikat, serta pencacahan terhadap persediaan setiap 6 (enam) bulan.



Pasal 21

(1)

Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 terdapat ketidak cocokan dalam jumlah dan atau jenis barang, maka atas selisih kurang dari jumlah barang dan atau bahan yang seharusnya ada, dinyatakan terutang BM, BMT, Cukai, PPh Pasal 22 serta PPN dan PPn BM.

(2)

Dalam hal diketemukan adanya selisih lebih maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

(3)

Dalam hal terjadi ketidak cocokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), PPDKB bertanggung jawab atas pelunasan BM, BMT, Cukai, PPh Pasal 22 serta PPN dan PPn BM disertai sanksi berupa denda sebesar seratus persen dari pungutan negara yang terutang.



Pasal 22

PPDKB wajib menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya, buku-buku dan catatan-catatan serta dokumen yang ditetapkan berdasarkan Keputusan ini sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.



Pasal 23

Dalam hal diperlukan pengaturan teknis lebih lanjut atas Keputusan ini, pengaturannya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dan Direktur Jenderal Pajak, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.



Pasal 24

Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 649/KMK.01/1993dan Nomor 711/KMK.01/1993 dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 25

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Oktober 1993
MENTERI KEUANGAN

ttd

MAR'IE MUHAMMAD