Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 191/KMK.04/1995

Kategori : PPh, PPN

Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Deng


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 191/KMK.04/1995

TENTANG

PELAKSANAAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG BEA MASUK,
BEA MASUK TAMBAHAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH,
DAN PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH
YANG DIBIAYAI DENGAN DANA PINJAMAN LUAR NEGERI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :

 

bahwa dengan telah ditetapkannya Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana Pinjaman Luar Negeri, dipandang perlu diatur pelaksanaan lebih lanjut Keppres dimaksud dengan Keputusan Menteri Keuangan;

 

Mengingat :

 

  1. Indische Tariefwet (Staatsblad 1873 Nomor 35) sebagaimana telah diubah dan ditambah;
  2. Rechten Ordonnantie (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471) sebagaimana telah diubah dan ditambah;
  3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3566);
  4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3459) dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3567);
  5. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3568);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan Atas Impor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 7) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1988 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3384);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1994 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3579);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3581);
  9. Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1988 tentang Penunjukan Badan-badan Tertentu dan Bendaharawan Untuk Memungut dan Menyetor Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
  10. Keputusan Presiden Nomor 96/M/1993 Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI.
  11. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1994 tentang Pemeriksaan Pabean Atas Barang Yang Diimpor Dalam Rangka Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Bantuan Luar Negeri;
  12. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
  13. Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana Pinjaman Luar Negeri.
  14. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 599/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat Dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya.

 

 

MEMUTUSKAN :

 

Mencabut :

 

  1. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 402/KMK.04/1985 tanggal 24 April 1985 tentang Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Yang Terhutang Oleh Kontraktor Sehubungan Dengan Pelaksanaan Proyek Pembangunan Milik Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana Pinjaman Luar Negeri Atau Hibah;

  2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 620/KMK.04/1986 tanggal 18 Juli 1986 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1986 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Yang Terhutang Sehubungan Dengan Pelaksanaan Proyek Pembangunan Milik Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana Pinjaman Atau Hibah Luar Negeri;

  3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 678/KMK.01/1985 tanggal 26 Juli 1985 tentang Tata Laksana Impor Barang-barang Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pembangunan Milik Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana Bantuan/Pinjaman Luar Negeri;

  4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 848/KMK.01/1987 tanggal 23 Desember 1987 tentang Tatacara Pemberian Fasilitas Bea Masuk Dan Perpajakan Bagi Barang, Bahan, dan Peralatan Konstruksi Atas Impor Yang Dipergunakan Untuk Memenuhi Kebutuhan Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana Pinjaman Luar Negeri.

 

Menetapkan :

 

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG BEA MASUK, BEA MASUK TAMBAHAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, DAN PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN DANA PINJAMAN LUAR NEGERI.

 

 

Pasal 1

 

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

(1) Proyek Pemerintah adalah proyek-proyek yang tercantum dalam Daftar Isian Proyek (DIP) atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP.
(2) Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Termasuk dalam pengertian Pinjaman Luar Negeri adalah Hibah Luar Negeri yaitu setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali.
(3) Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah Pabean yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri.
(4) Penyerahan barang dan/atau jasa adalah penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemerintah yang dilakukan oleh kontraktor, supplier, konsultan, dan tenaga ahli yang mengerjakan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri.
(5) Dokumen yang dipersamakan dengan DIP adalah dokumen rencana anggaran tahunan dari suatu kegiatan yang ditampung dalam Anggaran Bagian Pembiayaan Perhitungan Pembangunan yang disahkan oleh Departemen Keuangan dan Bappenas.
(6) Perjanjian Penerusan Pinjaman atau Subsidiary Loan Agreement (PPP atau SLA) adalah dokumen perjanjian penerusan pinjaman antara Pemerintah RI cq. Departemen Keuangan dengan BUMN/ BUMD/PEMDA sehubungan dengan proyek yang dilaksanakan oleh BUMN/BUMD/PEMDA dan dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri yang diterus-pinjamkan (two step loan).

 

 

Pasal 2

 

Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan yang terhutang atas impor barang serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang terhutang atas impor barang dan/atau penyerahan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang seluruh atau sebagian dananya dibiayai dengan pinjaman luar negeri ditetapkan sebagai berikut :

(a) Dalam hal proyek Pemerintah yang pembiayaannya dilaksanakan oleh Departemen, Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, atau Lembaga Pemerintah Non Departemen dan seluruh dananya dibiayai dengan pinjaman luar negeri sepanjang ditampung dalam DIP atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP diberikan pembebasan Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan, serta tidak dipungut PPN dan PPn BM.
(b) Dalam hal proyek Pemerintah yang pembiayaannya dilaksanakan oleh Departemen, Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau PEMDA dan sebagian dananya dibiayai dengan pinjaman luar negeri sepanjang ditampung dalam DIP atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP, diberikan pembebasan Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan serta tidak dipungut PPN dan PPn BM hanya atas bagian dari proyek Pemerintah yang dananya dibiayai dengan pinjaman luar negeri tersebut.
(c) Dalam hal proyek Pemerintah yang pembiayaannya dilaksanakan oleh BUMN/BUMD/PEMDA dan seluruh atau sebagian dananya dibiayai dengan Pinjaman Luar Negeri yang diterus-pinjamkan (Subsidiary Loan Agreement/SLA), tetap ditagih Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan serta dipungut PPN dan PPn BM dan dibayar dari dana yang disediakan oleh BUMN/BUMD/PEMDA yang melaksanakan proyek Pemerintah tersebut.

 

 

Pasal 3

 

Pajak Penghasilan terutang yang dikenakan, dipungut atau dipotong sehubungan dengan proyek Pemerintah yang dananya dibiayai seluruhnya atau sebagian dengan pinjaman luar negeri yang kontraknya ditandatangani sejak tanggal 1 April 1995, dibayar oleh importir, kontraktor, supplier, konsultan, dan tenaga ahli yang bersangkutan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994.

 

 

Pasal 4

 

(1)

Pada saat mengajukan permintaan pembayaran kepada Kantor Bayar, Bendaharawan bersangkutan wajib melampirkan bukti pembayaran PPN dan PPn BM sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf (c) serta PPh terhutang sebagaimana dimaksud Pasal 3 pada Surat Permintaan Pembayaran (SPP) berkenaan.

(2)

PPh yang dimaksud pada ayat (1) untuk Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah PPh Pasal 25 :

  1. sebesar 1,5% dari jumlah yang diterimanya untuk transaksi penyerahan barang dan jasa konstruksi/ pemborong bangunan;
  2. sebesar 6% dari jumlah yang diterimanya untuk transaksi jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, jasa perancang bangunan, jasa perancang interior, jasa perancang pertamanan, jasa tenaga ahli orang pribadi.
(3)

PPh yang dimaksud pada ayat (2) huruf b untuk Wajib Pajak Luar Negeri adalah PPh Pasal 26 sebesar 20% dari nilai transaksi.

(4)

Dalam hal rekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berstatus sebagai penduduk negara yang ada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan Republik Indonesia, maka perlakuan perpajakannya tunduk pada ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda negara yang bersangkutan.

(5)

Setiap perubahan besarnya tarif PPh Pasal 25 dimaksud dalam ayat (2) huruf b mengacu kepada Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur tentang tarif tersebut.

 

 

Pasal 5

 

(1) Dalam kontrak pelaksanaan proyek Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf (a) dan(b) selain memuat asal dana pinjaman, tanggal dan nomor Naskah Pinjaman Luar Negeri (NPLN), juga supaya dicantumkan bahwa atas kontrak tersebut diberikan pembebasan Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan dan tidak dipungut PPN dan PPn BM (sebagian atau seluruhnya) sesuai dengan DIP atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP yang berkenaan.
(2) Dalam kontrak pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana PPP/SLA sebagaimana dimaksud Pasal 2 huruf (c), selain memuat asal dana pinjaman dan nomor Naskah Pinjaman Luar Negeri (NPLN), tanggal dan nomor PPP/SLA, juga harus memuat pernyataan kewajiban menyetor BM, BMT serta PPN dan PPn BM.
(3) Daftar barang yang akan diimpor (masterlist) dibuat sesuai dengan kontrak oleh Pemimpin Proyek dan disahkan oleh Pejabat Eselon I yang membawahi proyek bersangkutan.
(4) 1 (satu) eksemplar kontrak sebagaimana dimaksud ayat (1) beserta Masterlist sebagaimana . dimaksud dalam ayat (3) disampaikan oleh Pimpro kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
(5) 1 (satu) eksemplar kontrak dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat dimana kontraktor, supplier, konsultan, dan tenaga ahli terdaftar sebagai Wajib Pajak. Apabila belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka kontrak tersebut disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing.

 

 

Pasal 6

 

(1) Dengan pembebasan Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan serta tidak dipungut PPN dan PPn BM atas impor barang (sebagian atau seluruhnya) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf (a) dan (b), importir, kontraktor, supplier, konsultan dan tenaga ahli tidak perlu membuat Surat Setoran Bea Cukai untuk Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan dan Surat Setoran Pajak untuk PPN dan PPn BM.
(2) Dengan tidak dipungutnya PPN dan PPn BM atas penyerahan barang dan jasa (sebagian atau seluruhnya) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf (a) dan (b), kontraktor, supplier, konsultan, dan tenaga ahli tidak perlu membuat Surat Setoran Pajak untuk PPN dan PPn BM.
(3) Kontraktor, supplier, konsultan, dan tenaga ahli yang melakukan penyerahan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4) wajib membuat Faktur Pajak.

 

 

Pasal 7

 

(1) Atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di dalam negeri oleh kontraktor, supplier, konsultan, dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tetap dikenakan PPN dan PPn BM oleh Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut.
(2) PPN yang telah dibayar oleh kontraktor, supplier, konsultan dan tenaga ahli sehubungan dengan perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran.

 

 

Pasal 8

 

(1) Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan yang terhutang atas impor barang, serta PPN dan PPn BM yang terutang atas impor barang dan/atau penyerahan barang dan/atau jasa, atas sisa nilai kontrak pelaksanaan proyek Pemerintah dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri yang tidak diterus-pinjamkan kepada BUMN/BUMD/PEMDA yang ditandatangani sebelum tanggal 1 April 1995 tetap ditanggung Pemerintah, dalam pelaksanaannya dibebaskan/tidak dipungut hingga berakhirnya masa kontrak berkenaan.
(2) Pajak Penghasilan yang terhutang atas sisa nilai kontrak pelaksanaan proyek Pemerintah dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri yang tidak diterus-pinjamkan kepada BUMN/BUMD/ PEMDA yang ditandatangani sebelum tanggal 1 April 1995 tetap ditanggung Pemerintah, dalam pelaksanaannya tidak dipungut/ tidak disetor hingga berakhirnya masa kontrak berkenaan.
(3) Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan yang terhutang atas impor barang, serta PPN dan PPn BM yang terhutang atas impor barang dan/atau penyerahan barang dan/atau jasa, serta Pajak Penghasilan yang terhutang atas sisa nilai kontrak pelaksanaan proyek Pemerintah dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri yang diterus-pinjamkan kepada BUMN/BUMD/PEMDA dan kontraknya ditandatangani sebelum tanggal 1 April 1995 dan tercantum dalam DIP atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP, yang semula telah ditanggung oleh Pemerintah, tetap ditanggung Pemerintah, dalam pelaksanaannya dibebaskan/tidak dipungut hingga berakhirnya masa kontrak berkenaan.
(4) Dalam pelaksanaan ketentuan ayat (1) dan (3), jumlah BM, BMT serta PPN dan PPn BM atas sisa nilai kontrak dimaksud agar dihapuskan dari unsur biaya dengan cara addendum kontrak.

 

 

Pasal 9

 

Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak, dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, baik secara bersama maupun sendiri-sendiri.

 

 

Pasal 10

 

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1995.





Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Mei 1995
MENTERI KEUANGAN,

ttd

Drs. MAR'IE MUHAMMAD