Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 640/KMK.04/1994

Kategori : PPh

Kredit Pajak Luar Negeri


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 640/KMK.04/1994

TENTANG

KREDIT PAJAK LUAR NEGERI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :

 

  1. bahwa sesuai dengan Pasal 24 ayat (6) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas penghasilan dari luar negeri ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
  2. bahwa pengkreditan pajak atas penghasilan dari luar negeri dimaksudkan untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dari luar negeri;
  3. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan mengenai kredit pajak luar negeri dengan Keputusan Menteri Keuangan;

 

Mengingat :

 

  1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
  2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3459), dan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
  3. Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI;

 

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan :

 

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KREDIT PAJAK LUAR NEGERI.

 

 

Pasal 1

 

  1. Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau oleh diperoleh dari luar negeri.
  2. Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut : 
    1. untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut;
    2. untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut;
    3. untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
  1. Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.

 

 

Pasal 2

 

  1. Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak terdapat Penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka Pajak Penghasilan Yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia.
  2. Pengkreditan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2).
  3. jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setinggi-tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan antar penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, setinggi-tingginya sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
  4. Apabila Penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk masing-masing negara.

 

 

Pasal 3

 

Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan sebagaimana di maksud dalam Pasal 2, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.

 

 

Pasal 4

 

  1. Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri :
    1. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri;
    2. Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri;
    3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
  2. Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanbersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

 

 

Pasal 5

 

Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran sebagaimana di maksud dalam Pasal 4 karena alasan - alasan di luar kekuasaan Wajib Pajak.

 

 

Pasal 6

 

  1. Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
  2. Apabila karena pembetulan tersebut pada ayat (1) menyebabkan Pajak Penghasilan kurang dibayar,maka atas kekurangan tersebut tidak dikenakan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.
  3. Apabila karena pembetulan tersebut pada ayat (1) menyebabkan Pajak Penghasilan lebih dibayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

 

 

Pasal 7

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Keputusan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

 

 

Pasal 8

 

Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 217/KMK.04/1986 tanggal 3 April 1986, dinyatakan tidak berlaku.

 

 

Pasal 9

 

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 1997
MENTERI KEUANGAN

ttd

MAR'IE MUHAMMAD

 

 

 


PENJELASAN
ATAS

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 640/KMK.04/1994

TENTANG

KREDIT PAJAK LUAR NEGERI

 

UMUM

 

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 menentukan bahwa Wajib Pajak dalam Negeri dikenakan Pajak Penghasilan atas seluruh penghasilan di manapun penghasilan tersebut diterima atau diperoleh, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Dengan pengenaan pajak atas seluruh penghasilan tersebut, maka dapat terjadi pengenaan pajak ganda terhadap penghasilan yang berasal dari luar Indonesia, yaitu di negara sumber penghasilan itu dan di Indonesia. Untuk menghindari pengenaan pajak ganda tersebut maka sesuai dengan ketentuan Pasal 24, pajak yang dibayar atau yang terutang di luar negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia, tetapi tidak melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. Metode kredit pajak yang demikian disebut metode pengkreditan terbatas ("ordinary credit method").

 

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

Ayat (1)

Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan seluruh penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh Wajib Pajak, baik penghasilan tersebut berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam menghitung Pajak Penghasilan, maka seluruh penghasilan tersebut digabungkan.

 

Ayat (2)

Contoh : PT. A di Jakarta dalam tahun pajak 1995 menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber luar negeri sebagai berikut :

  1. Hasil usaha di Singapura dalam tahun pajak 1995 sebesar Rp 800.000.000,00;
  2. Dividen atas pemilikan saham pada "X Ltd." di Australia sebesar Rp 200.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan tahun 1992 yang ditetapkan dalam rapat pemegang saham tahun 1994 dan baru dibayar dalam tahun 1995;
  3. Dividen atas penyertaan saham sebanyak 70% pada "Y" Corporation di Hongkong yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp 75.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan saham 1994 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh tahun 1995;
  4. Bunga kwartal IV tahun 1995 sebesar Rp 100.000.000,00 dari "Z" Sdn Bhd di Kuala lumpur yang baru akan diterima bulan Mei 1996. Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan dalam negeri dalam tahun pajak 1995 adalah penghasilan pada huruf a, b, dan c, sedangkan penghasilan pada huruf d digabungkan dengan penghasilan dalam negeri dalam tahun pajak 1996.

Ayat (3)

Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia. Contoh : PT. D di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 1995 sebagai berikut :

  1. di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 1.000.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar 40% (Rp. 400.000.000,00);
  2. di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 3.000.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar 25% (Rp 750.000.000,00);
  3. di negara Z, menderita kerugian Rp. 2.500.000.000,00;
  4. Penghasilan usaha di dalam negeri Rp. 4.000.000.000,00.

Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut :

 
1. Penghasilan Luar negeri :  
  a. laba di negara X = Rp. 1.000.000.000,00
  b. laba di negara Y = Rp. 3.000.000.000,00
  c. laba di negara Z = Rp. -                        
    ------------------------------ (+)
  Jumlah penghasilan luar negeri = Rp. 4.000.000.000,00
2. Penghasilan dalam negeri = Rp. 4.000.000.000,00
3. Jumlah penghasilan neto adalah Rp. 8.000.000.000,00 yaitu :
  Rp. 4.000.000.000,00 + Rp. 4.000.000.000,00
4. PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) = Rp. 2.391.250.000,00
5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri untuk masing-masing negara adalah :
 
  1. untuk negara X =
    Rp. 1.000.000.000,00
    ------------------------------- x Rp. 2.391.250.000,00 = Rp. 298.906.250,00
    Rp. 8.000.000.000,00
    Pajak yang terutang di negara X Rp 400.000.000,00, namun maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan = Rp. 298.906.250,00
  2. untuk negara Y =
    Rp. 3.000.000.000,00
    ------------------------------- x Rp. 2.391.250.000,00 = Rp. 896.718.750,00
    Rp. 8.000.000.000,00
    Pajak yang terutang di negara Y sebesar Rp. 750.000.000,00, maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp. 750.000.000,00.
  Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah :
Rp. 298.906.250,00 + Rp. 750.000.000,00 = Rp. 1.048.906.250,00
Dari contoh di atas jelas bahwa dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita di luar negeri yaitu (di negara Z sebesar Rp. 2.500.000.000,00) tidak dikompensasikan.

 

Pasal 2

Ayat (1)

Pajak atas Penghasilan di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak adalah pajak atas penghasilan yang terutang atau dibayar di luar negeri.Yang dimaksud dengan pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri adalah pajak atas penghasilan berkenaan dengan usaha atau pekerjaan di luar negeri, sedangkan yang dimaksud dengan pajak yang dibayar di luar negeri adalah pajak atas penghasilan dari modal dan penghasilannya lainnya di luar negeri misalnya bunga, dividen, dan, royalti.

 

 

Ayat (2)

Contoh :
PT "A" di Jakarta dalam tahun 1995 menerima dividen dari "B" Ltd di Belanda sebesar Rp. 100.000.000,00 yang berasal dari keuntungan tahun 1994. Atas dividen tersebut telah dipotong Pajak Penghasilan oleh Pemerintah Belanda sebesar 10%. Adapun penghasilan dari usaha di dalam negeri dalam tahun pajak 1995 berjumlah Rp 400.000.000,00. Pengkreditan pajak luar negeri sebesar Rp. 10.000.000,00 dilakukan pada tahun 1995, yaitu pada tahun penggabungan penghasilan dividen dari "B" Ltd, karena dividen tersebut diterima tahun 1995. Dalam hal PT "A" mempunyai penyertaan pada badan usaha yang berkedudukan dinegara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, maka pengkreditan pajaknya tidak harus pada tahun yang sama dengan tahun penggabungan penghasilan. Dengan demikian apabila dividen tersebut telah dianggap dibagikan pada tahun pajak sebelum pajak atas dividen tersebut dibayar, pajak tersebut tetap dapat dikreditkan dalam tahun pembayaran pajak atas dividen dimaksud.

 

Ayat (3)

Contoh penghitungan batas maksimum kredit pajak adalah sebagai berikut:

  1. PT A di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 1995 sebagai berikut :
    Penghasilan dalam negeri Rp. 1.000.000.000,00
    Penghasilan luar negeri Rp. 1.000.000.000,00 (dengan tarif pajak 20%)
    Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut :
    1. - Penghasilan luar negeri Rp. 1.000.000.000,00
      - Penghasilan dalam negeri Rp. 1.000.000.000,00
        ------------------------------- (+)
      Jumlah penghasilan neto Rp. 2.000.000.000,00
    2.

    Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai tarif Pasal 17, Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp. 591.250.000,00

    3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah :
      Rp. 1.000.000.000,00
      --------------------------- x Rp. 591.250.000,00 = Rp. 295.625.000,00
      Rp. 2.000.000.000,00
     

    Oleh karena batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar Rp. 295.625.000,00 lebih besar dari jumlah pajak luar negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri yaitu sebesar Rp. 200.000.000,00, maka jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar Rp. 200.000.000,00.

  2. PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 1995 sebagai berikut :
    - Penghasilan dari usaha diluar negeri Rp. 1.000.00.000,00
    - Rugi usaha di dalam negeri (Rp. 200.000.000,00)
    Pajak atas Penghasilan di luar negeri misalnya 40% = Rp.400.000.000,00 Penghitungan maksimum kredit pajak luar negeri serta pajak terutang adalah sebagai berikut :

    1. Penghasilan usaha luar negeri Rp. 1.000.000.000,00
      Rugi usaha dalam negeri (Rp. 200.000.000,00)
        ------------------------------- (-)
      Jumlah penghasilan neto Rp. 800.000.000,00
    2.

    Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai tarif Pasal 17, Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp 231.250.000,00

    3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah :
      Rp. 1.000.000.000,00
      -------------------------------- x Rp. 231.250.000,00 = Rp. 289.062.500,00
      Rp. 800.000.000,00
     

    Oleh karena pajak yang dibayar diluar negeri dan batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan masih lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, maka kredit pajak luar negeri yang diperkenankan untuk dikreditkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan adalah sebesar pajak Penghasilan yang terutang yaitu Rp. 231.250.000,00.


Ayat (4)

Apabila penghasilan luar negeri bersumber dari beberapa negara, maka jumlah maksimum kredit pajak luar negeri dihitung untuk masing-masing negara dengan menerapkan cara penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

 

Contoh :
PT C di Jakarta dalam tahun 1995 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut :

 
- Penghasilan dari dalam negeri = Rp. 2.000.000.000,00
- Penghasilan dari negara X (dengan tarif pajak 40%) = Rp. 1.000.000.000,00
- Penghasilan dari negara Y (dengan tarif pajak 30%) = Rp. 2.000.000.000,00
    ---------------------------------- (+)
- Jumlah penghasilan neto = Rp. 5.000.000.000,00

 

Apabila penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka Pajak Penghasilan terutang menurut tarif Pasal 17 sebesar Rp. 1.491.250.000,-.
Batas maksimum kredit pajak luar negeri setiap negara adalah :

  1. Untuk negara X =
    Rp. 1.000.000.000,00
    -------------------------------- x Rp. 1.491.250.000,00 = Rp. 298.250.000,00
    Rp. 5.000.000.000,00
    Pajak yang terutang diluar negeri sebesar Rp. 400.000.000,00 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang diperkenankan hanya sebesar Rp. 298.250.000,00.

  2. untuk negara Y =
    Rp. 2.000.000.000,00
    -------------------------------- x Rp. 1.491.250.000,00 = Rp. 596.500.000,00
    Rp. 5.000.000.000,00
    Pajak yang terutang diluar negeri sebesar Rp. 600.000.000,00 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah Rp. 596.500.000,00.


Pasal 3

Ketentuan ini memberi penegasan bahwa apabila terdapat sisa pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri yang tidak dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang, karena jumlahnya melebihi batas maksimum yang diperkenankan, maka sisa tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak untuk tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat diminta kembali.

 

Pasal 4

Ayat (1)

Wajib Pajak yang memperhitungkan kredit pajak luar negeri terhadap Pajak Penghasilan yang terutang dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, harus mengajukan permohonan pengkreditan pajak luar negeri. Permohonan Pengkreditan pajak luar negeri beserta dokumen-dokumen lampirannya disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sebagai lampiran dari Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

 

Ayat (2)

Cukup Jelas

 

Pasal 5

Cukup Jelas

 

Pasal 6

Ayat (1)

Wajib Pajak harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan apabila di luar negeri dilakukan koreksi fiskal atas Surat Pemberitahuan Tahunan yang disampaikan oleh Wajib Pajak di negara tersebut. Ayat (2)Dalam hal koreksi fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah koreksi yang menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di luar negeri lebih besar dari yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, sehingga pajak di luar negeri kurang dibayar, maka terdapat kemungkinan Pajak Penghasilan di Indonesia juga kurang dibayar. Sepanjang koreksi fiskal di luar negeri tersebut dilaporkan sendiri oleh Wajib Pajak melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan, maka bunga yang terutang atas pajak yang kurang dibayar tersebut tidak ditagih.

 

Contoh :
- Penghasilan luar negeri (SPT) Rp. 1.000.000.000,00
- Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00
- Penghasilan luar negeri (setelah dikoreksi di luar negeri) Rp. 2.000.000.000,00
- Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri misalnya 40%
- PPh Pasal 25 yang dibayar Rp. 500.000.000,00
- PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah sebagai berikut :

 
SPT Pembetulan SPT
1. Penghasilan luar negeri Rp 1.000.000.000,00 1. Penghasilan luar negeri Rp 2.000.000.000,00
2. Penghasilan dalam negeri Rp 2.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri Rp 2.000.000.000,00
3. Penghasilan Kena Pajak Rp 3.000.000.000,00 3. Penghasilan Kena Pajak Rp 4.000.000.000,00
4. PPh terutang Rp 891.250.000,00 4. PPh terutang Rp 1.191.250.000,00
5. Kredit Pajak Luar Negeri :   5. Kredit Pajak Luar Negeri :  
  1.000.000.000,00
----------------------------- x Rp 891.250.000,00 = Rp 297.083.333,00
3.000.000.000,00
  2.000.000.000,00
----------------------------- x Rp 1.191.250.000,00 = Rp 595.625.000,00
4.000.000.000,00
6. Harus bayar di Indonesia Rp 594.166.667,00 6. Harus bayar di Indonesia Rp 595.625.000,00
7. PPh Pasal 25 Rp 500.000.000,00 7. PPh Pasal 25 Rp 500.000.000,00
8. PPh Pasal 29 Rp 94.166.667,00 8. PPh Pasal 29 Rp 94.166.667,00
      9. Masih harus dibayar Rp 1.458.333,00

Terhadap PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp 1.458.333,00 tidak ditagih bunga.

 

Ayat (3)

Dapat pula terjadi bahwa koreksi fiskal di luar negeri berupa koreksi yang menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan terutang diluar negeri lebih kecil dari yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih dibayar.Koreksi fiskal di luar negeri tersebut akan mengakibatkan Pajak Penghasilan terutang di Indonesia juga menjadi lebih kecil, sehingga Pajak Penghasilan menjadi lebih dibayar. Kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak yang lain.

 

Contoh :
- Penghasilan luar negeri (SPT) Rp. 1.000.000.000,00
- Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00
- Penghasilan luar negeri (setelah koreksi di luar negeri ) Rp. 500.000.000,00
- Pajak atas Penghasilan yang terutang diluar negeri misalnya 40%
- PPh Pasal 25 yang dibayar Rp. 500.000.000,00
- PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah sebagai berikut :

 

SPT

Pembetulan SPT

1. Penghasilan luar negeri Rp 1.000.000.000,00 1. Penghasilan luar negeri

Rp 500.000.000,00

2. Penghasilan dalam negeri Rp 2.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri

Rp 2.000.000.000,00

3. Penghasilan Kena Pajak Rp 3.000.000.000,00 3. Penghasilan Kena Pajak

Rp 2.500.000.000,00

4. PPh terutang Rp 891.250.000,00 4. PPh terutang

Rp 741.250.000,00

5. Kredit Pajak Luar Negeri :   5. Kredit Pajak Luar Negeri :  
  1.000.000.000,00
----------------------------- x Rp 891.250.000,00 = Rp 297.083.333,00
3.000.000.000,00
  500.000.000,00
---------------------------- x Rp 741.250.000,00 = Rp 148.250.000,00
4.000.000.000,00
6. Harus bayar di Indonesia

Rp 594.166.667,00

6.  Harus bayar di Indonesia

Rp 593.000.000,00

7. PPh Pasal 25

Rp 500.000.000,00

7. PPh Pasal 25

Rp 500.000.000,00

8. PPh Pasal 29

Rp 94.166.667,00

8. Kurang Bayar

Rp 93.000.000,00

      9. PPh Pasal 29 telah dibayar

Rp. 94.166.667

      10. Lebih Bayar Rp 1.166.667,00

Pasal 7

Cukup Jelas

 

Pasal 8

Cukup Jelas

 

Pasal 9

Cukup Jelas