Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 599/KMK.04/1994

Kategori : PPh

Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat Dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran Dan Pelaporannya


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 599/KMK.04/1994

TENTANG

PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN
 SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang:


bahwa dalam rangka memberikan kemudahan dan menciptakan ketertiban pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, dipandang perlu mengatur kembali penunjukan pemungut pajak, sifat dan besarnya pungutan serta tata cara penyetoran dan pelaporannya dengan Keputusan Menteri Keuangan;


Mengingat:


  1. Indische Tariefwet (Stbl, 1873 Nomor 35), sebagaimana telah diubah dan ditambah;
  2. Rechten Ordonantie (Stbl, 1931 Nomor 471), sebagaimana telah diubah dan ditambah;
  3. Indische Comptabiliteitswet (Stbl, 1925 Nomor 448), sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 53);
  4. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
  5. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3459) dan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 7) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1973 (Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 4);
  7. Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI;
  8. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
  9. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 5/KMK.01/1993 tanggal 5 Januari 1993 tentang Penunjukan Bank sebagai Bank Persepsi dalam rangka Pengelolaan Setoran Penerimaan Negara;

 


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :



KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA



Pasal 1


Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, yang selanjutnya disebut Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah :
  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang.
  2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negara dan/atau belanja daerah;
  3. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
  4. Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil produksinya kepada para penyalur dan/atau agennya;
  5. Badan Urusan Logistik (Bulog), atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu kepada para penyalur dan/atau agennya.


Pasal 2


(1)

Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut : 

  1. Atas impor :
    1) yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor.
    2) yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor.
    3) yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
  2. Atas pembelian barang yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian;
  3. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf c, huruf d dan huruf e, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2)

Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor. 



Pasal 3


(1)

Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 : 

  1. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
  2. Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk yang dilakukan :
    1)

    ke dalam Kawasan Berikat dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

    2)

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1973;

    3)

    sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 133 Tahun 1953 tentang Pembebasan Bea Masuk atas kiriman-kiriman hadiah;

    4)

    untuk tujuan keilmuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sub b Undang-undang Tarif Indonesia, Stbl.1873 Nomor 35.

  3. Dalam hal diberikan Penangguhan Bea Masuk berdasarkan Pasal 23 Ordonansi Bea, yaitu atas impor barang untuk pameran atau keperluan lainnya yang dipergunakan di Indonesia bersifat sementara, dan setelah keperluan tersebut barang dimaksud di ekspor kembali;
  4. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
  5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos dan telepon.
(2)

Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 

(3)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dan huruf c dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 



Pasal 4


(1)

Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor terutang dan dilunasi bersama dengan saat pembayaran Bea Masuk. 

(2)

Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD). 

(3)

Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b terutang dan dipungut pada setiap dilakukan pembayaran. 

(4)

Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf c dipungut pada saat penjualan. 

(5)

Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf d dan huruf e dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang ("delivery order"). 



Pasal 5


(1)

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor oleh pemungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a dilaksanakan dengan cara : 

  1. pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang disetor oleh importir ke Bank Devisa;
  2. dipungut dan disetor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam hal impor dilakukan tanpa menggunakan Laporan Kebenaran Pemeriksaan (LKP).
(2)

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penyerahan barang oleh pemungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b dilaksanakan dengan cara pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, dan disetor oleh pemungut pajak atas nama Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro. 

(3)

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf c dilaksanakan dengan cara dipungut dan disetor oleh badan usaha dimaksud ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro. 

(4)

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf d dan huruf e dilaksanakan dengan cara pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang disetor oleh penyalur dan/atau agen ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro. 

(5)
  1. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (3) dilakukan secara kolektif dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak.
  2. Pemungut pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib menerbitkan bukti pemungutan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu :
    - lembar pertama untuk pembeli;
    - lembar kedua disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
    - lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
(6)

Pelaksanaan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir dan/atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ayat (2) dan ayat (4) menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak. 



Pasal 6


Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penyerahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf d dan huruf e bersifat final.



Pasal 7


Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan keputusan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan di instansi terkait lainnya baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.



Pasal 8


Pimpinan badan/instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 atau Pejabat yang ditunjuknya berkewajiban melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemungutan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22.



Pasal 9


Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 382/KMK.04/1989 dan Nomor : 538/KMK.04/1994 yang berkenaan dengan Pajak Penghasilan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 10


Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 1994
MENTERI KEUANGAN

ttd

MARIE MUHAMMAD