Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1147/KMK.01/1992

Kategori : PPh, PPN

Tata Cara Penagihan Piutang Bea Masuk/Bea Masuk Tambahan, Cukai Serta Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Dalam Rangka Impor Yang Tidak Atau Kurang Dibayar


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1147/KMK.01/1992

TENTANG

TATA CARA PENAGIHAN PIUTANG BEA MASUK/BEA MASUK TAMBAHAN, CUKAI SERTA PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI, PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22 DALAM RANGKA
IMPOR YANG TIDAK ATAU KURANG DIBAYAR

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :


bahwa dalam rangka pengamanan penerimaan negara serta upaya memperlancar pemasukannya ke kas negara, dipandang perlu untuk mengatur tata cara penagihan/penyelesaian piutang Bea Masuk/Bea Masuk Tambahan (BM/BMT), Cukai, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dalam rangka impor yang tidak atau kurang dibayar ;


Mengingat :

 

  1. Indische Tariefwet ( Stbl. 1873 Nomor 35 ), sebagaimana telah diubah dan ditambah;
  2. Rechten Ordonantie (Stbl. 1931 Nomor 471), sebagaimana telah diubah dan ditambah;
  3. Indische Comptabiliteitswet (Stbl. 1925 Nomor 448), sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 53);
  4. Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara;
  5. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262);
  6. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263 ) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3459);
  7. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan Atas Impor (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 7) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1973 (Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 4 );
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 ( Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3287) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3464);
  10. Keputusan Presiden RI Nomor 29 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
  11. Keputusan Presiden RI Nomor 64/M Tahun 1988;
  12. Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 1991 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi;
  13. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 271/MK/7/4/1971 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Penyerahan Piutang Negara yang Telah Dinyatakan Macet Kepada Panitia Urusan Piutang Negara;
  14. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 338/KMK.01/1985 sebagaimana disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 323/KMK.01/1989 tentang Penyetoran Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Penghasilan Pasal 22 Dalam Rangka Impor dan Penyetoran Cukai;
  15. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 382/KMK.04/1989 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Dasar Pemungutan, Tarif, serta Tata Cara Pelaksanaannya;
  16. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 538/KMK.04/1990 tentang Pemungutan dan atau Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang mewah dan Pajak Penghasilan Pasal 22 Dalam Rangka Impor;
  17. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 679/KMK.04/1991 tentang Tata Cara Pembayaran dan Sanksi Administrasi yang Terutang Sesuai Hasil Pemeriksaan dan Pembayaran Bunga dan Denda;



MEMUTUSKAN :


Menetapkan :


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENAGIHAN PIUTANG BEA MASUK/BEA MASUK TAMBAHAN (BM/BMT), CUKAI SERTA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN), PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn.BM), PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22 DALAM RANGKA IMPOR YANG TIDAK ATAU KURANG DIBAYAR.



Pasal 1


(1)

Penagihan piutang Bea Masuk/Bea Masuk Tambahan, Cukai serta PPN, PPn.BM, PPh Pasal 22 dalam rangka impor yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Bayar/Importir pada waktunya, termasuk sanksi administrasi, dilakukan penagihannya oleh Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat pemasukan barang.

(2)

Penagihan piutang negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran (SPKP) Bea Masuk/Bea Masuk Tambahan, Cukai, PPN, PPn.BM dan PPh Pasal 22 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ditempat pemasukan barang kepada Wajib Bayar/Importir sesuai dengan contoh formulir dalam lampiran I Keputusan ini.



Pasal 2


(1)

Terhadap piutang negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2), Wajib Bayar/Importir wajib melunasinya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya SPKP, dan memberitahukan pelunasannya kepada Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menerbitkan SPKP.

(2)

Apabila setelah lewat jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud ayat (1), Wajib Bayar/Importir belum melunasi kewajibannya, Kepala Kantor Inspeksi Jenderal Bea dan Cukai segera menerbitkan Surat Teguran sesuai dengan contoh formulir dalam Lampiran II Keputusan ini.

(3)

Apabila dalam batas waktu 14 (empat belas) hari sejak dikeluarkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Wajib Bayar/Importir belum melunasi kewajibannya, Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai segera menyampaikan:

  1. Surat Penyerahan Penagihan Piutang Bea Masuk dan Cukai sesuai dengan contoh formulir dalam Lampiran III Keputusan ini, kepada Kepala Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara di wilayah Wajib Bayar/Importir berdomisili, untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor sesuai dengan contoh formulir dalam Lampiran IV Keputusan ini, kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di wilayah Wajib Bayar/Importir berdomisili, untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.



Pasal 3


Kepala Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (3) di atas, menyampaikan laporan pelaksanaan serta perkembangan pengurusan penagihan piutang Negara tersebut secara periodik kepada instansi penyerah piutang selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah tahap pengurusan diselesaikan.



Pasal 4


(1)

Terhadap penetapan kembali tarif dan atau jumlah dan atau jenis dan atau harga impor yang menjadi dasar penerbitan SPKP dapat diajukan keberatan oleh Wajib Bayar/Importir kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam batas waktu sebelum jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berakhir.

(2)

Terhadap keberatan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib memberikan keputusan dengan disertai alasan-alasannya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak surat keberatan diterima secara lengkap. Bilamana setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterima, surat keberatan tidak ada keputusan, keberatan yang diajukan Wajib Bayar/Importir dianggap diterima.

(3)

Terhadap keputusan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat diajukan banding kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan Surat Keputusan.

(4)

Terhadap permohonan banding yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Direktur Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan Surat Keputusan dengan disertai alasan-alasannya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan banding diterima secara lengkap.

(5)

Keputusan terhadap permohonan banding yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) bersifat final dan mengikat.

(6)

Pengajuan keberatan atau banding sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (5) tidak menunda kewajiban membayar piutang negara sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam SPKP.



Pasal 5


Keberatan yang diajukan oleh Wajib Bayar/Importir akan diproses oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, bilamana Wajib Bayar/Importir sudah melunasi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).



Pasal 6


Pembayaran Bea Masuk/Bea Masuk Tambahan, Cukai dan atau Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan dengan Menggunakan Surat Setoran Bea Cukai (SSBC) sepanjang mengenai Bea Masuk/Bea Masuk Tambahan dan Cukai, menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) sepanjang mengenai Pajak.



Pasal 7


(1)

Apabila dari hasil pemeriksaan kemudian (Post Audit) ditemukan :

  1. Jumlah Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, dan Cukai yang tidak atau kurang dibayar, kepada Wajib Bayar/Importir yang bersangkutan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pungutan yang terhutang sejak tanggal PIUD diregistrasi.
  2. Jumlah PPN, PPn.BM yang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)

Apabila ditemukan jumlah Bea Masuk/Bea Masuk Tambahan, Cukai, PPN, PPn.BM, PPh Pasal 22 dalam rangka impor yang tidak atau kurang dibayar sebagai akibat dari tindak pemalsuan bukti pembayaran akan diproses lebih lanjut sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3)

Apabila ditemukan PPh Pasal 22 dalam rangka impor yang tidak atau kurang dibayar setelah lewat tahun berjalan maka Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan datanya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di Wilayah Wajib Bayar/Importir berdomisili, untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dengan menggunakan contoh formulir dalam Lampiran IV Keputusan ini.



Pasal 8


Ketentuan teknis yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Jenderal Pajak, dan Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri.



Pasal 9


Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di JAKARTA
Pada tanggal 28 Oktober 1992
MENTERI KEUANGAN

ttd.

J.B. SUMARLIN.