Undang-Undang Nomor : 17 TAHUN 1997

Kategori : Lainnya

Badan Penyelesaian Sengketa Pajak


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 1997

TENTANG

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



Menimbang :


  1. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tenteram dan tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat;

  2. bahwa untuk mencapai tujuan dimaksud, pembangunan nasional yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air memerlukan biaya besar yang harus digali terutama dari sumber kemampuan sendiri;

  3. bahwa dalam rangka kemandirian dimaksud, penerimaan pajak sebagai sumber utama pembiayaan negara dan pembangunan nasional memerlukan peningkatan peran masyarakat dalam memenuhi kewajiban kenegaraan;

  4. bahwa peningkatan kesadaran, pemahaman, dan penghayatan di bidang perpajakan, telah menjangkau segenap lapisan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, menyebabkan jumlah pembayar pajak terus meningkat;

  5. bahwa dengan meningkatnya jumlah pembayar pajak dan pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan, tidak dapat dihindarkan timbulnya sengketa pajak yang memerlukan penyelesaian yang adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana;

  6. bahwa Majelis Pertimbangan Pajak yang dibentuk berdasarkan Regeling van het Beroep in Belastingzaken (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 29) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1748), yang berfungsi sebagai lembaga penyelesaian banding di bidang perpajakan, sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dalam menyelesaikan sengketa pajak;

  7. bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dipandang perlu membentuk badan peradilan pajak dengan nama Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dengan undang-undang;


Mengingat :


  1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);



Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Bagian Pertama
Pengertian


Pasal 1


Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

  1. Pejabat yang berwenang adalah Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati atau Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II, atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan;

  2. Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;

  3. Peraturan perundang-undangan perpajakan adalah semua peraturan di bidang perpajakan;

  4. Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan dan dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan;

  5. Sengketa pajak adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan dapat diajukan banding atau gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak;

  6. Banding adalah upaya hukum terhadap suatu keputusan pejabat yang berwenang sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan;

  7. Gugatan adalah upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan;

  8. Surat uraian banding adalah surat terbanding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding;

  9. Surat tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang berisi jawaban atas alasan gugatan yang diajukan oleh penggugat;

  10. Surat bantahan adalah surat dari pemohon banding atau penggugat kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang berisi bantahan atas surat uraian banding atau surat tanggapan;

  11. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat atau keputusan atau putusan disampaikan secara langsung;

  12. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat atau keputusan atau putusan diterima secara langsung;

  13. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota adalah Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak;

  14. Anggota Tunggal adalah Anggota yang ditunjuk oleh Ketua untuk memeriksa dan memutus sengketa pajak dengan acara cepat;

  15. Anggota Sidang adalah Anggota Tunggal atau Anggota dalam suatu Majelis termasuk Ketua Sidang;

  16. Ketua Sidang adalah Anggota Sidang yang ditunjuk oleh Ketua untuk memimpin sidang;

  17. Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti adalah Sekretaris , Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak;

  18. Sekretaris Sidang adalah Sekretaris, Wakil Sekretaris, atau Sekretaris Pengganti yang bertugas melaksanakan pelayanan di bidang administrasi penyelesaian sengketa pajak dalam suatu persidangan;

  19. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.



Bagian Kedua
Kedudukan


Pasal 2


Badan Penyelesaian Sengketa Pajak adalah badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994.



Bagian Ketiga
Tempat Kedudukan


Pasal 3


(1)

Dengan Undang-undang ini dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang berkedudukan di ibu kota negara dan apabila dipandang perlu dapat dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang tingkatnya sama di tempat lain.

(2)

Pelaksanaan pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.



Pasal 4


Sidang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dilakukan di tempat kedudukan atau di tempat lain dalam daerah hukumnya.



Bagian Keempat
Pembinaan


Pasal 5


(1)

Pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dilakukan oleh Departemen Keuangan.

(2)

Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan Anggota dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak.



BAB II
SUSUNAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK


Bagian Pertama
Umum


Pasal 6


Susunan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terdiri dari Pimpinan, Anggota, dan Sekretaris.


Pasal 7


Pimpinan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terdiri dari seorang Ketua dan satu atau lebih Wakil Ketua.


Pasal 8


Untuk dapat diangkat menjadi Anggota, setiap calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. warga negara Indonesia yang berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun;

  2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

  3. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

  4. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya atau bukan seorang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam "Gerakan Kontra Revolusi G.30.S/PKI" atau organisasi terlarang lainnya;

  5. mempunyai keahlian di bidang perpajakan dan berijazah sarjana hukum atau sarjana lain;

  6. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;

  7. tidak pernah melakukan tindak pidana perpajakan.



Bagian Kedua
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota


Pasal 9


(1)

Anggota diangkat oleh Presiden dari daftar nama calon yang diusulkan oleh Menteri;

(2)

Ketua dan Wakil Ketua diangkat oleh Presiden dari para Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan usul Menteri.



Pasal 10


Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota diangkat untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan.



Pasal 11


(1)

Sebelum memangku jabatan, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya yang berbunyi sebagai berikut :

"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga."

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian."

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan-peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia."

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, saksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Ketua, Wakil Ketua, Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan."

(2)

Ketua dan Wakil Ketua mengucapkan sumpah atau janji di hadapan Ketua Mahkamah Agung.

(3)

Anggota diambil sumpah atau janji oleh Ketua.



Pasal 12


(1)

Ketua melakukan pembinaan terhadap Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan perilaku Wakil Ketua, Anggota, dan Sekretaris.

(2)

Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua melakukan pengawasan terhadap jalannya penyelesaian sengketa pajak dan menjaga agar penyelenggaraannya dilaksanakan dengan saksama dan wajar.

(3)

Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Ketua dapat memberikan petunjuk, teguran, dan peringatan yang dipandang perlu serta menyampaikan usul kepada yang berwenang untuk diambil tindakan.

(4)

Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak boleh mengurangi kebebasan Anggota dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak.



Pasal 13


(1) Anggota tidak boleh merangkap menjadi :
  1. pelaksana putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak;
  2. wali, pengampu, atau pejabat yang berkaitan dengan suatu sengketa pajak yang akan atau sedang diperiksa olehnya;
  3. penasihat hukum;
  4. konsultan pajak;
  5. akuntan publik; atau
  6. pengusaha.
(2)

Selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jabatan lain yang tidak boleh dirangkap oleh Anggota, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.



Pasal 14


(1)

Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri karena :

  1. permintaan sendiri;
  2. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
  3. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun; atau
  4. ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas.
(2)

Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota yang berakhir masa jabatannya atau yang meninggal dunia, dengan sendirinya berhenti dengan hormat dari jabatannya.



Pasal 15


Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri dengan alasan :

  1. di pidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;

  2. melakukan perbuatan tercela;

  3. mengabaikan kewajiban dalam menjalankan tugas;

  4. melanggar sumpah atau janji; atau

  5. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.


Pasal 16


Usul pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf d dan usul pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, diajukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.



Pasal 17


Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ditetapkan oleh Menteri.



Pasal 18


(1)

Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dapat dibebas tugaskan dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Kehormatan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

(2)

Terhadap usul pembebas tugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan kesempatan membela diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.



Pasal 19


(1)

Apabila terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota dikeluarkan perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan, Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota dimaksud dibebas tugaskan dari jabatannya oleh Menteri.

(2)

Apabila Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana tanpa ditahan, Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota dimaksud dapat dibebas tugaskan dari jabatannya oleh Menteri.



Pasal 20


(1)

Apabila dalam pemeriksaan terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota yang telah ditangkap dan ditahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) ternyata tidak terbukti melakukan tindak pidana, Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota dimaksud dapat dikembalikan ke jabatan semula.

(2)

Apabila tuntutan pidana terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) tidak terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota dimaksud dapat dikembalikan ke jabatan semula.



Pasal 21


(1)

Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota dapat ditangkap dan/atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Menteri, kecuali dalam hal :

  1. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau
  2. berdasarkan bukti permulaan yang cukup, disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
(2)

Pelaksanaan penangkapan atau penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam harus dilaporkan kepada Menteri.



Pasal 22


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembebas tugasan, pemberhentian dengan hormat, dan pemberhentian tidak dengan hormat, serta hak-hak Ketua, Wakil ketua, atau Anggota yang dibebas tugaskan atau diberhentikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.



Bagian Ketiga
Sekretaris


Pasal 23


(1)

Sekretaris memimpin sekretariat yang mempunyai tugas pelayanan di bidang administrasi penyelesaian sengketa pajak dan administrasi umum dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris.

(2)

Dalam melaksanakan tugas pelayanan di bidang administrasi penyelesaian sengketa pajak, Sekretaris dibantu oleh satu atau lebih Sekretaris Pengganti.



Pasal 24


Sebelum memangku jabatan, Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti, wajib diambil sumpah atau janji oleh Ketua menurut agama atau kepercayaannya yang berbunyi sebagai berikut :

"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun".

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia dan taat kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, dasar dan ideologi negara, Undang-undang Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia".

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab".

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat Sekretaris atau Wakil Sekretaris atau Sekretaris Pengganti Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang atau golongan".

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian".

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan".

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, saksama dan dengan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, dalam menegakkan hukum dan keadilan".



Pasal 25


(1)

Sekretaris, Wakil Sekretaris, Sekretaris Pengganti, dan pegawai sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Pajak adalah pegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen Keuangan.

(2)

Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti harus mempunyai keahlian di bidang perpajakan dan berijazah sarjana hukum atau sarjana lain.



Pasal 26


Tugas dan tanggung jawab serta susunan organisasi sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ditetapkan dengan Keputusan Presiden.



Pasal 27


Tata kerja sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ditetapkan oleh Ketua.



BAB III
KEKUASAAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK


Pasal 28


(1)

Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak.

(2)

Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di luar tugas dan wewenang Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara.



Pasal 29


Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak



Pasal 30


Untuk keperluan penyelesaian sengketa pajak, Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dapat memanggil atau meminta data atau keterangan yang berkaitan dengan sengketa pajak dari pihak ketiga sesuai dengan undang-undang yang berlaku.



BAB IV
HUKUM ACARA


Bagian Pertama
Kuasa Hukum


Pasal 31


(1)

Para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan kuasa tertulis.

(2)

Untuk dapat menjadi kuasa hukum harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. warga negara Indonesia;
  2. mempunyai keahlian di bidang perpajakan; dan
  3. persyaratan lain yang ditetapkan oleh Ketua.
(3)

Dalam hal yang mendampingi atau mewakili pemohon banding atau penggugat adalah keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua, pengurus, pegawai, atau pengampu, persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan.



Bagian Kedua
Banding


Pasal 32


(1)

Banding diajukan dengan surat banding dalam bahasa Indonesia kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang daerah hukumnya meliputi wilayah kerja pejabat yang menerbitkan keputusan yang dibanding.

(2)

Banding diajukan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, dan dalam hal jangka waktu yang dimaksud tidak diatur, banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima keputusan yang dibanding.

(3)

Jangka waktu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) tidak mengikat apabila menurut Badan Penyelesaian Sengketa Pajak jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon banding.



Pasal 33


(1)

Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding.

(2)

Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan mencantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding.

(3)

Pada surat banding dilampirkan salinan keputusan yang dibanding.



Pasal 34


Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dalam hal banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, banding hanya dapat diajukan apabila jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar lunas.



Pasal 35


(1)

Banding diajukan sendiri oleh pembayar pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya.

(2)

Apabila selama proses banding, pemohon banding meninggal dunia, banding dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal pemohon banding pailit.

(3)

Apabila selama proses banding, pemohon banding melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan atau pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggung jawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan atau pemekaran usaha, atau karena likuidasi dimaksud.



Pasal 36


Pemohon banding dapat melengkapi bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2).



Pasal 37


(1)

Terhadap banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

(2)

Banding yang dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihapus dari daftar sengketa melalui pemeriksaan dengan acara cepat.



Bagian Ketiga
Gugatan


Pasal 38


(1)

Gugatan diajukan dengan surat gugatan dalam bahasa Indonesia kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang daerah hukumnya meliputi wilayah kerja pejabat yang menerbitkan keputusan yang digugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat.

(2)

Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengikat apabila menurut Badan Penyelesaian Sengketa Pajak jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.



Pasal 39


(1)

Gugatan diajukan sendiri oleh penggugat dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima keputusan yang digugat serta dilampiri salinan dokumen yang pelaksanaannya digugat.

(2)

Apabila selama proses gugatan, penggugat meninggal dunia, gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal penggugat pailit.



Pasal 40


(1)

Terhadap gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

(2)

Gugatan yang dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihapus dari daftar sengketa melalui pemeriksaan dengan acara cepat.



Pasal 41


(1)

Penggugat harus melunasi biaya pendaftaran sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(2)

Perubahan besarnya biaya pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.



Pasal 42


Biaya Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) disetor ke Kas Negara sebelum gugatan diajukan dan bukti setoran harus dilampirkan pada surat gugatan.



Bagian Keempat
Persiapan Persidangan


Pasal 43


(1)

Badan Penyelesaian Sengketa Pajak meminta surat uraian banding atau surat tanggapan atas surat banding atau surat gugatan kepada terbanding atau tergugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima surat banding atau surat gugatan.

(2)

Dalam hal pemohon banding mengirimkan surat atau dokumen susulan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.



Pasal 44


(1)

Terbanding atau tergugat menyerahkan surat uraian banding atau surat tanggapan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan surat uraian banding atau surat tanggapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43.

(2)

Salinan surat uraian banding atau surat tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dikirim kepada pemohon banding atau penggugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima.

(3)

Pemohon banding atau penggugat dapat menyerahkan surat bantahan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan surat uraian banding atau surat tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4)

Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon banding atau penggugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3), Badan Penyelesaian Sengketa Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan banding atau gugatan



Pasal 45


Pemohon banding atau penggugat dapat memberitahukan kepada Ketua untuk hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan lisan.



Pasal 46


(1)

Ketua menunjuk Majelis yang terdiri dari 3 (tiga) orang Anggota, atau Anggota Tunggal untuk memeriksa dan memutus sengketa pajak.

(2)

Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, Ketua menunjuk salah seorang Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai Ketua Sidang yang memimpin pemeriksaan sengketa pajak.

(3)

Apabila terdapat lebih dari satu sengketa pajak untuk tahun pajak yang sama diajukan oleh pemohon banding yang sama, Ketua menunjuk Majelis atau Anggota Tunggal yang sama untuk memeriksa dan memutus sengketa dimaksud.

(4)

Majelis atau Anggota Tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersidang pada hari yang ditentukan dan memberitahukan hari sidang dimaksud kepada pihak yang bersengketa.



Pasal 47


Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sudah mulai bersidang dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal diterima surat banding atau surat gugatan.



Bagian Kelima
Pemeriksaan Dengan Acara Biasa


Pasal 48


Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh Majelis.


Pasal 49


(1)

Untuk keperluan pemeriksaan, Ketua Sidang membuka sidang dan menyatakan tertutup untuk umum.

(2)

Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Majelis melakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan dan/atau kejelasan banding atau gugatan.

(3)

Apabila banding atau gugatan tidak lengkap dan/atau tidak jelas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepanjang bukan merupakan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34, Pasal 38 ayat (1), atau Pasal 41 ayat (1), kelengkapan atau kejelasan dimaksud dapat diberikan dalam persidangan.



Pasal 50


(1)

Seorang Anggota Sidang atau Sekretaris Sidang wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan salah seorang Anggota Sidang atau Sekretaris Sidang pada Majelis yang sama.

(2)

Seorang Anggota Sidang atau Sekretaris Sidang wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan pemohon banding atau penggugat atau kuasa hukum.

(3)

Anggota Sidang atau Sekretaris Sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus diganti, dan apabila tidak diganti atau tidak mengundurkan diri sedangkan sengketa telah diputus, putusan dimaksud tidak sah dan Ketua memerintahkan sengketa dimaksud segera di sidang kembali dengan susunan Majelis dan/atau Sekretaris Sidang yang berbeda, kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun.

(4)

Dalam hal hubungan sedarah, semenda, atau hubungan suami istri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diketahui sebelum melewati jangka waktu 1 (satu) tahun setelah sengketa diputus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sengketa dimaksud disidangkan kembali dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya hubungan dimaksud.



Pasal 51


(1)

Seorang Anggota Sidang atau Sekretaris Sidang wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila ia berkepentingan langsung atau tidak langsung atas suatu sengketa yang ditanganinya.

(2)

Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas permintaan salah satu atau pihak-pihak yang bersengketa.

(3)

Ketua berwenang menetapkan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat.

(4)

Anggota Sidang atau Sekretaris Sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) harus diganti dan apabila tidak diganti atau tidak mengundurkan diri sedangkan sengketa telah diputus, putusan dimaksud tidak sah dan Ketua memerintahkan sengketa dimaksud segera disidangkan kembali dengan susunan Majelis dan Sekretaris Sidang yang berbeda, kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun.

(5)

Dalam hal kepentingan langsung atau tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui sebelum melewati jangka waktu 1 (satu) tahun setelah sengketa diputus sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sengketa dimaksud disidangkan kembali dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kepentingan dimaksud.



Pasal 52


(1)

Ketua sidang memanggil terbanding atau tergugat dan dapat memanggil pemohon banding atau penggugat untuk memberikan keterangan lisan.

(2)

Dalam hal pemohon banding atau penggugat memberitahukan akan hadir dalam persidangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, Ketua Sidang memberitahukan tanggal dan hari sidang kepada pemohon banding atau penggugat.



Pasal 53


(1)

Ketua Sidang menjelaskan masalah yang disengketakan.

(2)

Majelis menanyakan kepada terbanding atau tergugat mengenai hal-hal yang dikemukakan pemohon banding atau penggugat dalam surat banding atau surat gugatan dan dalam surat bantahan.

(3)

Apabila Majelis memandang perlu dan dalam hal pemohon banding atau penggugat hadir dalam persidangan, Ketua Sidang dapat meminta pemohon banding atau penggugat untuk memberikan keterangan yang diperlukan dalam penyelesaian sengketa pajak.



Pasal 54


(1)

Atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa, atau karena jabatan, Ketua Sidang dapat memerintahkan saksi untuk didengar keterangannya dalam persidangan.

(2)

Saksi yang diperintahkan oleh Ketua Sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib datang sendiri di persidangan.

(3)

Dalam hal saksi tidak datang meskipun telah dipanggil dengan patut, dan Majelis dapat mengambil putusan tanpa mendengarkan keterangan saksi, Ketua Sidang melanjutkan persidangan.

(4)

Apabila saksi tidak datang tanpa alasan yang dapat di pertanggung jawabkan meskipun telah dipanggil dengan patut, dan Majelis mempunyai alasan yang cukup untuk menyangka bahwa saksi sengaja tidak datang, serta Majelis tidak dapat mengambil putusan tanpa keterangan dari saksi dimaksud, Ketua Sidang dapat meminta bantuan Polisi untuk membawa saksi ke persidangan.



Pasal 55


(1)

Saksi dipanggil ke persidangan seorang demi seorang.

(2)

Ketua Sidang menanyakan kepada saksi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kewarganegaraan, tempat tinggal, agama, pekerjaan, derajat hubungan keluarga, dan hubungan kerja dengan penggugat atau tergugat.

(3)

Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya.



Pasal 56


(1)

Yang tidak boleh didengar keterangannya sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 adalah :

 
  1. keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari salah satu pihak yang bersengketa;
  2. istri atau suami dari pemohon banding atau penggugat meskipun sudah bercerai;
  3. anak yang belum berusia 17 (tujuh belas) tahun ; atau
  4. orang sakit ingatan.
(2)

Apabila dipandang perlu, Ketua Sidang dapat meminta pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c untuk didengar keterangannya.



Pasal 57


Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) dapat menolak permintaan Ketua Sidang untuk memberikan keterangan.



Pasal 58


Setiap orang yang karena pekerjaan atau jabatannya wajib merahasiakan segala sesuatu hubungan dengan pekerjaan atau jabatannya, untuk keperluan persidangan kewajiban merahasiakan dimaksud ditiadakan.



Pasal 59


(1)

Pertanyaan yang diajukan kepada saksi oleh salah satu pihak disampaikan melalui Ketua Sidang.

(2)

Apabila pertanyaan dimaksud menurut pertimbangan Ketua Sidang tidak ada kaitannya dengan sengketa, pertanyaan itu ditolak.



Pasal 60


(1)

Apabila pemohon banding atau penggugat atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, Ketua Sidang menunjuk ahli alih bahasa.

(2)

Sebelum melaksanakan tugas mengalih bahasakan yang dipahami oleh pemohon banding atau penggugat atau saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam Bahasa Indonesia dan sebaliknya dengan sebaik-baiknya, ahli alih bahasa dimaksud diambil sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya.

(3)

Orang yang menjadi saksi dalam sengketa tidak boleh ditunjuk sebagai ahli alih bahasa dalam sengketa dimaksud.



Pasal 61


(1)

Dalam hal pemohon banding atau penggugat atau saksi, ternyata bisu dan/atau tuli serta tidak dapat menulis, Ketua Sidang menunjuk orang yang pandai bergaul dengan pemohon banding atau penggugat atau saksi, sebagai ahli alih bahasa.

(2)

Sebelum melaksanakan tugasnya, ahli alih bahasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diambil sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya.

(3)

Dalam hal pemohon banding atau penggugat atau saksi, ternyata bisu dan/atau tuli tetapi dapat menulis, Ketua Sidang dapat memerintahkan Sekretaris Sidang menuliskan pertanyaan atau teguran kepada pemohon banding atau penggugat atau saksi, dan memerintahkan menyampaikan tulisan itu kepada pemohon banding atau penggugat atau saksi dimaksud, agar ia menuliskan jawabannya, kemudian segala pertanyaan dan jawaban harus dibacakan.



Pasal 62


(1)

Saksi diambil sumpah atau janji dan didengar keterangannya dalam persidangan dengan dihadiri oleh terbanding atau tergugat.

(2)

Apabila terbanding atau tergugat telah dipanggil secara patut, tetapi tidak dapat datang tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, saksi diambil sumpah atau janji dan didengar keterangannya tanpa dihadiri oleh terbanding atau tergugat.

(3)

Dalam hal saksi yang akan didengar tidak dapat hadir di persidangan karena halangan yang dapat dibenarkan oleh hukum, Majelis dapat datang ke tempat tinggal saksi untuk mengambil sumpah atau janji dan mendengar keterangan saksi dimaksud tanpa dihadiri oleh terbanding atau tergugat.



Pasal 63


(1)

Apabila suatu sengketa tidak dapat diselesaikan pada suatu hari persidangan, pemeriksaan dilanjutkan pada hari persidangan berikutnya yang ditetapkan.

(2)

Hari persidangan berikutnya diberitahukan kepada terbanding atau tergugat dan dapat diberitahukan kepada pemohon banding atau penggugat.

(3)

Dalam hal terbanding atau tergugat tidak hadir pada persidangan tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, sekalipun ia telah diberitahu secara patut, persidangan dapat dilanjutkan tanpa dihadiri oleh terbanding atau tergugat.

(4)

Seorang saksi yang tidak bertempat tinggal di daerah hukum Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang memeriksa dan memutus sengketa pajak, dapat memberikan kesaksiannya melalui Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal saksi.



Bagian Keenam
Pemeriksaan Dengan Acara Cepat


Pasal 64


Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh Majelis atau oleh Anggota Tunggal



Pasal 65


(1)

Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap :

  1. sengketa pajak tertentu;
  2. sengketa pajak yang putusannya tidak diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1);
  3. tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) atau kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, dalam putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak;
  4. surat pernyataan pencabutan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1);
  5. surat pernyataan pencabutan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1);
  6. sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
(2)

Sengketa pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah:

  1. sengketa pajak yang banding atau gugatannya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), Pasal 32 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34, Pasal 38 ayat (1), dan/atau Pasal 41 ayat (1);
  2. banding dengan jumlah pajak yang disengketakan tidak melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(3)

Perubahan besarnya jumlah pajak yang disengketakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh Menteri



Pasal 66


Pemeriksaan dengan acara cepat terhadap sengketa pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, dan Pasal 65 ayat (2) huruf a dilakukan tanpa surat uraian banding atau surat tanggapan dan tanpa surat bantahan, sedangkan terhadap sengketa pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) huruf b dilakukan tanpa surat bantahan.



Pasal 67


Semua ketentuan mengenai pemeriksaan dengan acara biasa berlaku juga untuk pemeriksaan dengan acara cepat.

 

 

Bagian Ketujuh
Pembuktian


Pasal 68


(1)

Alat bukti dapat berupa :

  1. surat atau tulisan;
  2. pengakuan para pihak;
  3. keterangan saksi;
  4. keterangan ahli;
  5. pengetahuan Anggota.
(2)

Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.



Pasal 69


Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari :
  1. surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang;
  2. surat-surat lain atau tulisan yang ada kaitannya dengan banding atau gugatan.


Pasal 70


Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Anggota Sidang.



Pasal 71


Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh saksi.



Pasal 72


(1)

Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah, dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.

(2)

Seorang yang tidak boleh didengar sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) tidak boleh memberikan keterangan ahli.



Pasal 73


(1)

Atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya, Ketua Sidang atau Anggota Tunggal dapat menunjuk seorang atau beberapa orang ahli.

(2)

Seorang ahli dalam persidangan harus memberi keterangan baik tertulis maupun lisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji mengenai hal sebenarnya menurut pengalaman dan pengetahuannya.



Pasal 74


Pengetahuan Anggota Sidang adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya.



Pasal 75


Anggota Sidang menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1).



Bagian Kedelapan
Putusan


Pasal 76


Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap dan bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.



Pasal 77


Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan Anggota Sidang.



Pasal 78


Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Ketua Sidang dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak.



Pasal 79


(1)

Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dapat berupa :

  1. menolak;
  2. mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
  3. menambah pajak yang harus dibayar;
  4. tidak dapat diterima;
  5. membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung.
(2)

Terhadap putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat lagi diajukan banding atau gugatan.



Pasal 80


(1)

Putusan pemeriksaan dengan acara biasa diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak banding atau gugatan diterima.

(2)

Apabila banding atau gugatan tidak diputus dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mengambil putusan berupa mengabulkan seluruh banding atau gugatan melalui pemeriksaan dengan acara cepat, dalam jangka 30 (tiga puluh) hari sejak jangka waktu 12 (dua belas) bulan dimaksud dilampaui.

(3)

Anggota Sidang yang lalai tidak mengambil putusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehingga mengakibatkan banding atau gugatan dikabulkan seluruhnya, dapat dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).



Pasal 81


(1)

Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap sengketa pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) huruf a, berupa tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu sebagai berikut :

  1. 30 (tiga puluh) hari sejak batas waktu pengajuan banding atau gugatan dilampaui;
  2. 30 (tiga puluh) hari sejak banding atau gugatan diterima dalam hal diajukan setelah batas waktu pengajuan dilampaui.
(2)

Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap kekeliruan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c, berupa membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak kekeliruan dimaksud diketahui atau sejak permohonan salah satu pihak diterima.

(3)

Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap banding yang dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf d dan terhadap gugatan yang dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf e, berupa tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak surat pernyataan pencabutan banding atau gugatan diterima.

(4)

Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf f, berupa tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak surat banding atau surat gugatan diterima.

(5)

Dalam hal putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak diambil terhadap sengketa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemohon banding atau penggugat dapat mengajukan gugatan kepada peradilan yang berwenang.



Pasal 82


Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap banding dengan jumlah pajak yang disengketakan tidak melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) huruf b, diambil dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak surat banding diterima.



Pasal 83


Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2), atau Pasal 81, atau Pasal 82, Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum mengambil putusan, putusan yang akan diambil terhadap sengketa pajak dimaksud adalah sebagai berikut :

  1. mengabulkan seluruh permohonan, terhadap sengketa pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) dan Pasal 82;
  2. tidak dapat diterima, terhadap sengketa pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4);
  3. membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, terhadap kekeliruan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (2).


Pasal 84


(1)

Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

(2)

Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum dan karena itu putusan dimaksud harus diucapkan kembali dalam sidang terbuka untuk umum.



Pasal 85


(1)

Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak harus memuat :

  1. kepala putusan yang berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";
  2. nama, tempat tinggal atau tempat kediaman, dan/atau identitas lainnya dari pemohon banding atau penggugat;
  3. nama jabatan dan alamat terbanding atau tergugat;
  4. hari, tanggal diterima banding atau gugatan;
  5. ringkasan banding atau gugatan, dan ringkasan surat uraian banding atau surat tanggapan, atau surat bantahan, yang jelas;
  6. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
  7. alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
  8. amar putusan tentang sengketa;
  9. hari, tanggal putusan, nama Anggota Sidang yang memutus, nama Sekretaris Sidang, dan keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
(2)

Ringkasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tidak diperlukan dalam hal putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak diambil terhadap sengketa pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan Pasal 65 ayat (2) huruf a.

(3)

Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak harus ditandatangani oleh Anggota Sidang yang memutus dan Sekretaris Sidang.

(4)

Apabila Ketua Sidang atau Anggota Tunggal yang menyidangkan berhalangan menandatangani, putusan ditandatangani oleh Ketua dengan menyatakan berhalangannya Ketua Sidang atau Anggota Tunggal.

(5)

Apabila Anggota Sidang berhalangan menandatangani, putusan ditandatangani oleh Ketua Sidang dengan menyatakan berhalangannya Anggota Sidang dimaksud.



Pasal 86


(1)

Pada setiap pemeriksaan, Sekretaris Sidang harus membuat Berita Acara Sidang yang memuat segala sesuatu yang terjadi dalam persidangan.

(2)

Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Ketua Sidang atau Anggota Tunggal dan Sekretaris Sidang, dan apabila salah seorang dari mereka berhalangan, hal itu dinyatakan dalam Berita Acara Sidang.

(3)

Apabila Ketua Sidang atau Anggota Tunggal dan Sekretaris Sidang berhalangan menandatangani, Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Ketua dengan menyatakan Ketua Sidang atau Anggota Tunggal dan Sekretaris Sidang berhalangan.



Bagian Kesembilan
Pelaksanaan Putusan


Pasal 87


Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak langsung dapat dilaksanakan dan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang, kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain.



Pasal 88


Apabila putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh banding, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan.



Pasal 89


(1)

Salinan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dikirim kepada para pihak dengan surat oleh Sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak diucapkan.

(2)

Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak harus dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima putusan.

(3)

Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang berlaku.



BAB V
KETENTUAN LAIN


Pasal 90


Ketentuan tentang tunjangan dan lain-lain bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota ditetapkan dengan Keputusan Menteri.



BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 91


(1)

Banding yang diajukan kepada Majelis Pertimbangan Pajak atau Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai sebelum tanggal 1 Januari 1998 yang belum diputus, diperlakukan sebagai banding yang diajukan berdasarkan undang-undang ini.

(2)

Banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diputus dalam jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan sejak berlakunya Undang-undang ini.

(3)

Gugatan terhadap pelaksanaan undang-undang perpajakan yang telah diajukan ke Peradilan Umum atau Peradilan Tata Usaha Negara sebelum tanggal 1 Januari 1998 tetap diperiksa dan diputus oleh peradilan yang dimaksud.




BAB VII
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 92


Dengan berlakunya Undang-undang ini, Regeling van het Beroep in Belastingzaken (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 29) sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1748) dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 93


Undang-undang ini dinamakan Undang-undang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.



Pasal 94


Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1998.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



  Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Mei 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

SOEHARTO


Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Mei 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

MOERDIONO



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 40






PENJELASAN
ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 1997

TENTANG

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK



UMUM


Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban warganya, dan dalam rangka kegotong-royongan nasional sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional, menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu kewajiban kenegaraan.

Dalam perkembangannya, pembiayaan pembangunan nasional memerlukan dana yang semakin besar dan oleh karena itu pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian.

Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat untuk memenuhi kewajiban kenegaraannya di bidang perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sesuai fungsi dan karakteristik pajak sebagai sumber utama penerimaan negara dan kewajiban kenegaraan bagi warga masyarakat pembayar pajak, dan meningkatnya jumlah pembayar pajak serta pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan, mengakibatkan peningkatan potensi sengketa pajak.

Majelis Pertimbangan Pajak yang dibentuk berdasarkan Regeling van het Berope in Belastingzaken Staatsblad Tahun 1927 Nomor 29 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1959, sudah tidak memadai lagi dengan kebutuhan dalam menyelesaikan sengketa pajak. Demikian pula Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995tentang Cukai, sudah tidak diperlukan lagi.

Sejalan dengan perkembangan perekonomian sebagai hasil pembangunan nasional dan untuk lebih memberikan pelayanan kepada warga masyarakat sebagai pembayar pajak, maka diperlukan lembaga peradilan di bidang perpajakan yang lebih komprehensif yang dibentuk dengan undang-undang, yang menjamin hak dan kewajiban pembayar pajak sesuai dengan Undang-undang perpajakan dan dapat memberikan putusan hukum atas sengketa pajak dengan proses yang sederhana, cepat, dan murah.

Putusan lembaga peradilan pajak dimaksud dapat menjadi pedoman dan acuan dalam melaksanakan undang-undang perpajakan, sehingga undang-undang perpajakan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994, memuat ketentuan-ketentuan pokok mengenai badan peradilan pajak, mengamanatkan penyusunan undang-undang yang memuat susunan, kekuasaan, dan acara badan peradilan pajak.

Dengan berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan pokok yang telah digariskan dalam undang-undang dimaksud di atas, untuk memperoleh kepastian hukum dan keadilan serta untuk mewujudkan peradilan pajak dengan proses yang sederhana, cepat, dan murah, maka dengan Undang-undang ini dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang arah dan tujuan pembentukannya adalah sebagai berikut :

  1. Badan Penyelesaian Sengketa Pajak adalah badan peradilan pajak yang mempunyai tugas memeriksa dan memutus sengketa pajak berupa :

    1. banding terhadap keputusan pejabat yang berwenang;
    2. gugatan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan di bidang penagihan.
  2. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dengan kepala putusan diberi kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".

  3. Pengajuan banding atau gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak merupakan upaya hukum terakhir bagi pembayar pajak dan putusannya tidak dapat digugat ke Peradilan Umum atau Peradilan Tata Usaha Negara.

  4. Dengan Undang-undang ini untuk pertama kali dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang berkedudukan di ibu kota negara, dan dengan kuasa Undang-undang ini dapat dibentuk lagi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang tingkatnya sama di ibu kota negara dan di tempat lain yang pelaksanaan pembentukannya diatur dengan Keputusan Presiden.

  5. Pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dilakukan oleh Departemen Keuangan.

  6. Untuk memberikan pelayanan yang baik dan kepastian hukum kepada pemohon banding atau penggugat, maka pengajuan banding atau gugatan, serta pemeriksaan sampai dengan pelaksanaan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ditetapkan jangka waktunya. Apabila putusan tidak diambil dalam jangka waktu yang ditetapkan, banding atau gugatan dikabulkan, sedangkan apabila syarat-syarat formal pengajuan banding atau gugatan tidak dipenuhi, banding atau gugatan tidak dapat diterima.

  7. Salah satu persyaratan formal pengajuan banding adalah jumlah pajak yang disengketakan dalam keputusan yang dibanding harus dilunasi, dan apabila banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kepada pemohon banding diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan atas kelebihan pembayaran pajak.

  8. Salah satu persyaratan pengajuan gugatan adalah melunasi biaya pendaftaran.

  9. Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Pajak adalah tenaga profesional, yaitu sarjana yang mempunyai keahlian di bidang perpajakan yang dalam melaksanakan persidangan dibantu oleh Sekretaris Sidang.

  10. Pemeriksaan dengan acara cepat dapat dilakukan oleh Majelis atau oleh Anggota Tunggal.

  11. Berdasarkan pada sifat kerahasiaan perpajakan, pemeriksaan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dilakukan dalam sidang tertutup, sedangkan putusan diucapkan dalam sidang terbuka.

  12. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak langsung dapat dilaksanakan tanpa memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang, kecuali undang-undang mengatur lain.


Dalam pembentukan Undang-undang ini diperhatikan kaitannya dengan beberapa undang-undang lain, yaitu :

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);

  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3269), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568);

  3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569);

  4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3313);

  5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);

  6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613)



PASAL DEMI PASAL


Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang berkedudukan di ibu kota negara untuk pertama kali dibentuk dengan Undang-undang ini.

Ayat (2)

Dengan kuasa Undang-undang ini Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang tingkatnya sama dengan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk lagi di ibu kota negara dan di tempat lain dengan Keputusan Presiden.

Pasal 4

Pada hakekatnya tempat sidang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dilakukan di tempat kedudukan, namun demikian dengan pertimbangan untuk memperlancar dan mempercepat penanganan banding atau gugatan, Ketua dapat menentukan tempat sidang di tempat lain dalam daerah hukumnya.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Keperluan Wakil Ketua lebih dari satu didasarkan pada volume sengketa pajak yang harus diselesaikan. Apabila volume sengketa pajak sudah tidak dapat ditangani oleh seorang Wakil Ketua, maka diperlukan lebih dari satu Wakil Ketua. Dalam hal Wakil Ketua lebih dari satu, tugas masing-masing Wakil Ketua dapat disesuaikan dengan jenis pajak dan volume sengketa pajak.

Pasal 8

Batas usia yang disyaratkan dalam pasal ini dimaksudkan Anggota dimaksud telah mempunyai pengalaman cukup dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, akuntansi, perdagangan, atau perpajakan.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Ketua, Wakil Ketua diangkat dari Anggota sehingga baik Ketua, Wakil Ketua, maupun Anggota bertugas di Badan Penyelesaian Sengketa Pajak untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama 5 (lima) tahun. Dengan demikian, seluruh Anggota baik menjabat Ketua, Wakil Ketua, maupun Anggota hanya dapat bertugas di Badan Penyelesaian Sengketa pajak paling lama 10 (sepuluh) tahun.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pembinaan adalah peningkatan profesionalisme Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, terutama peningkatan pengetahuan di bidang perpajakan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan saksama dan wajar, antara lain, bahwa proses penyelesaian sengketa pajak harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta dengan memperhatikan objektivitas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan yang berwenang adalah atasan yang mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Yang dimaksud pelaksanaan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana pada huruf a adalah pejabat yang berwenang. Dalam pengertian Anggota termasuk Ketua dan Wakil Ketua.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan sakit jasmani atau rohani terus-menerus adalah sakit yang menyebabkan penderita ternyata tidak mampu lagi melakukan tugasnya dengan baik.

Yang dimaksud dengan lalai atau tidak cakap, misalnya, bahwa yang bersangkutan melakukan kesalahan dalam menjalankan tugas karena tidak sengaja atau kurang mampu.
Yang dimaksud dengan tugas adalah semua tugas yang dibebankan kepada yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 15

Yang dimaksud dengan di pidana ialah di pidana penjara sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan.
Yang dimaksudkan dengan melakukan perbuatan tercela ialah apabila yang bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan tindakannya baik di dalam maupun di luar Badan Penyelesaian Sengketa Pajak merendahkan martabat Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atau Anggota.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Untuk seluruh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak hanya terdapat satu Majelis Kehormatan.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan administrasi penyelesaian sengketa pajak adalah administrasi yang berkenaan dengan sengketa pajak sejak penyampaiannya ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak hingga putusan.

Yang dimaksud dengan administrasi umum adalah administrasi berkenaan dengan penyelenggaraan sehari-hari perkantoran seperti kepegawaian, keuangan, peralatan, atau perlengkapan.
Sekretaris Badan Penyelesaian Sengketa Pajak melaksanakan tugas administrasi sengketa pajak dan administrasi umum dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris.

Termasuk tugas Sekretaris atau Wakil Sekretaris adalah melakukan pencatatan jalannya pemeriksaan sengketa pajak dan pada saat melaksanakan tugas dimaksud, Sekretaris atau Wakil Sekretaris disebut Sekretaris Sidang.

Ayat (2)

Dalam melaksanakan tugas pelayanan di bidang administrasi penyelesaian sengketa pajak termasuk tugas melakukan pencatatan jalannya pemeriksaan sengketa pajak, Sekretaris dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris dan satu atau lebih Sekretaris Pengganti.

Apabila seorang Sekretaris Pengganti bertugas melakukan pencatatan jalannya pemeriksaan sengketa pajak, Sekretaris Pengganti dimaksud disebut Sekretaris Sidang.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Yang dimaksud dengan kuasa hukum adalah seorang atau lebih yang mewakili pihak yang bersengketa yang bertindak untuk dan atas nama yang bersengketa pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

Pasal 30

Dalam hal bank bertindak sebagai pihak ketiga, permintaan keterangan atau data dimaksud dilaksanakan sesuai dengan undang-undang perbankan yang berlaku.

Pasal 31

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pengacara yang telah mendapat izin dari instansi yang berwenang dan memenuhi persyaratan ayat ini, dapat mendampingi para pihak sebagai kuasa hukum.

Apabila terdapat seorang yang telah memenuhi syarat sebagai kuasa hukum sesuai dengan ayat ini, tetapi bukan sebagai pengacara sebagaimana dimaksud di atas, maka untuk menjadi kuasa hukum, yang bersangkutan harus memperoleh izin Ketua.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 32

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pengertian jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari tanggal ke tanggal artinya perhitungan dimulai dari satu hari setelah tanggal keputusan diterima sampai dengan surat banding dikirim oleh pemohon banding.

Contoh :
keputusan yang dibanding diterima tanggal 10 Mei 1999, maka batas terakhir pengiriman surat banding adalah tanggal 9 Agustus 1999.

Ayat (3)

Jangka waktu pengajuan banding sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, dimaksudkan agar pemohon banding mempunyai waktu yang cukup memadai untuk mempersiapkan banding beserta alasan-alasannya.

Apabila ternyata jangka waktu dimaksud tidak dipenuhi oleh pemohon banding karena keadaan di luar kekuasaannya (force majeur), maka jangka waktu dimaksud dapat dipertimbangkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

Dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan pemohon banding, jangka waktu 3 (tiga) bulan dimaksud dihitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaannya.

Pasal 33

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Dalam pengertian salinan termasuk foto copy atau lembar lainnya.

Pasal 34

Yang dimaksud dengan jumlah pajak terutang termasuk bea masuk, cukai, sanksi administrasi, dan pungutan impor lainnya. Dalam hal tarif bea masuk 0% (nol persen) dan pemohon banding keberatan terhadap klasifikasi barang yang di impor, maka yang harus dilunasi oleh pemohon banding adalah pungutan impor lainnya.

Apabila terhadap keputusan pejabat tidak terdapat jumlah pajak yang harus dibayar, misalnya, keputusan dimaksud mengakui kerugian Wajib Pajak Pajak Penghasilan (WP PPh) dalam jumlah kerugian yang lebih kecil, dalam hal ini tidak terdapat jumlah pajak yang dilunasi.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Banding yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (1) dan/atau Pasal 34 yang kemudian dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) disusul dengan surat atau dokumen sehingga banding dimaksud sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka tanggal penerimaan surat banding adalah tanggal diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.

Pasal 37

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Atas banding yang disampaikan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dan belum dilakukan pemeriksaan atau sedang dilakukan pemeriksaan dapat diajukan permohonan pencabutan. 

Terhadap permohonan pencabutan dimaksud dilakukan pemeriksaan dengan acara cepat.

Atas putusan pemeriksaan dengan acara cepat dimaksud tidak dapat lagi diajukan banding.

Pasal 38

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dalam hal batas waktu tidak dapat dipenuhi oleh penggugat karena keadaan di luar kekuasaannya (force majeur), maka jangka waktu dimaksud dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang oleh Ketua.

Perpanjangan jangka waktu dimaksud adalah selama 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat.

Pasal 39

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan dokumen yang pelaksanaannya digugat adalah surat paksa, sita, atau lelang.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 40

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Atas gugatan yang disampaikan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dan belum dilakukan pemeriksaan atau sedang dilakukan pemeriksaan dapat diajukan permohonan pencabutan. 

Terhadap permohonan pencabutan dimaksud dilakukan pemeriksaan dengan acara cepat. 

Atas putusan pemeriksaan dengan acara cepat dimaksud tidak dapat lagi diajukan gugatan.

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Besarnya biaya pendaftaran dapat diubah berdasarkan pertimbangan keadaan ekonomi dan moneter.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Ayat (1)

Sidang Penyelesaian Sengketa Pajak dinyatakan tertutup untuk umum, bertujuan untuk melindungi kerahasiaan pemohon banding atau penggugat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan kelengkapan dalam ayat ini, antara lain, fotokopi putusan yang dibanding atau digugat, sedangkan yang dimaksud dengan kejelasan, antara lain, alasan banding atau gugatan.

Pasal 50

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Jangka waktu 3 (tiga) bulan diperlukan untuk memberikan waktu yang memadai bagi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak untuk mengambil putusan.

Pasal 51

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kepentingan langsung, antara lain, berkaitan dengan hukuman kepemilikan secara langsung, misalnya, seorang Anggota Sidang mempunyai saham melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari perusahaan yang mengajukan banding atau gugatan.

Yang dimaksud dengan hubungan tidak langsung dengan mengikuti contoh di atas ialah apabila saham itu dimiliki oleh anak dari Anggota Sidang dimaksud.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Apabila kepentingan langsung atau kepentingan tidak langsung diketahui setelah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun, maka putusan tetap sah.

Ayat (5)

Jangka waktu 3 (tiga) bulan diperlukan untuk memberikan waktu yang memadai bagi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak untuk mengambil putusan.

Pasal 52

Ayat (1)

Terbanding atau tergugat yang dipanggil oleh Ketua Sidang Wajib hadir dalam persidangan. 

Pemohon banding atau penggugat dapat dipanggil oleh Ketua Sidang dan apabila dipanggil yang bersangkutan wajib hadir dalam persidangan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Ayat (1)

Biaya untuk mendatangkan saksi ke persidangan yang diminta oleh pihak yang bersengketa menjadi beban dari pihak meminta. Apabila saksi diminta oleh Ketua Sidang karena jabatannya, biaya untuk mendatangkan saksi menjadi beban Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan saksi datang sendiri di persidangan adalah saksi tidak boleh mewakili atau menguasakan kepada orang lain.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 55

Ayat (1)

Saksi dipanggil ke dalam sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh Ketua Sidang. 

Saksi yang sudah diperiksa tetap di dalam ruang sidang, kecuali atas permintaan sendiri, atau atas permintaan saksi lain, atau atas permintaan pihak yang bersengketa, yang bersangkutan dapat meninggalkan sidang dengan izin Ketua Sidang.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Keterangan tersebut diperlukan untuk menambah pengetahuan dan keyakinan Anggota Sidang yang bersangkutan, dan pihak-pihak yang diminta keterangannya tidak perlu diambil sumpah atau janji.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Khusus untuk bank, kewajiban merahasiakan di tiadakan atas perintah tertulis dari Menteri sesuai dengan Undang-undang tentang perbankan.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61

Cukup jelas.

Pasal 62

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan halangan yang dapat dibenarkan oleh hukum, misalnya, saksi yang sudah sangat tua, atau menderita penyakit yang tidak memungkinkannya hadir di persidangan. 

Majelis dapat menugaskan salah seorang Anggota Sidang untuk mengambil sumpah atau janji.

Pasal 63

Cukup jelas.

Pasal 64

Ketua berwenang menetapkan pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh Majelis atau Anggota Tunggal.

Pasal 65

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan sengketa yang bukan merupakan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf f, misalnya, gugatan pihak ketiga terhadap pelaksanaan sita berdasarkan pengakuan hak milik atas barang yang disita.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan sengketa pajak tertentu ialah sengketa pajak yang diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang banding atau gugatannya tidak memenuhi syarat formal, atau berkaitan dengan sengketa pajak dengan jumlah yang disengketakan tidak melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Ayat (3)

Besarnya jumlah pajak yang disengketakan dapat diubah oleh Menteri berdasarkan pertimbangan keadaan ekonomi dan moneter.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Ketentuan pemeriksaan dengan acara biasa berlaku juga untuk pemeriksaan dengan cara cepat, yang ketentuan mengenai pembukaan sidang, pengunduran diri dan penggantian Anggota Sidang dan Sekretaris Sidang, ketentuan yang berkaitan dengan saksi, kerahasiaan, dan ahli alih bahasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, dan Pasal 63.

Pasal 68

Ayat (1)

Badan Penyelesaian Sengketa Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Anggota Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti yang lain.

Ayat (2)

Keadaan yang diketahui oleh umum, misalnya :

  1. Derajat akte otentik lebih tinggi tingkatnya daripada akte di bawah tangan;
  2. Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau Paspor merupakan salah satu identitas.

Pasal 69

Bukti berupa surat atau tulisan tidak terikat pada bentuknya. Surat atau tulisan dapat berupa foto copy, rekaman, film, disket, kaset, faksimile, teleks, keluaran cetak (print out), atau tanda terima.

Pasal 70

Cukup jelas.

Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72

Cukup jelas.

Pasal 73

Cukup jelas.

Pasal 74

Cukup jelas.

Pasal 75

Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam undang-undang perpajakan.

Oleh karena itu, Anggota Sidang berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.

Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal baru, yang dalam banding atau gugatan, surat uraian banding, atau bantahan, atau tanggapan, belum diungkapkan.

Pemohon banding atau penggugat tidak harus hadir dalam sidang, karena itu fakta atau hal-hal baru yang dikemukakan terbanding atau tergugat harus diberitahukan kepada pemohon banding atau penggugat untuk diberikan jawaban.

Pasal 76

Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak merupakan putusan akhir yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Banding atau gugatan yang diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak merupakan upaya hukum terakhir.
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara, karena itu terhadap putusan dimaksud tidak dapat diajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara.

Pasal 77

Keyakinan Anggota Sidang didasarkan pada penelitian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pasal 78

Cukup jelas.

Pasal 79

Pasal ini menentukan jenis putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dan tidak mengenal jenis putusan berupa penetapan atau putusan sela. 

Terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak tidak dapat lagi diajukan gugatan ke Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, atau Badan Penyelesaian Sengketa Pajak lain, kecuali putusan berupa "tidak dapat diterima" yang menyangkut kewenangan (kompetensi).

Pasal 80

Ayat (1)

Penghitungan jangka waktu 12 (dua belas) bulan dalam pengambilan putusan dapat diberikan contoh sebagai berikut : banding diterima tanggal 5 April 1999, putusan harus diambil selambat-lambatnya tanggal 4 April 2000. Apabila setelah lewat tanggal 4 April 2000 Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum mengambil putusan, maka sengketa dimaksud diperiksa dengan Acara Cepat dengan putusan mengabulkan seluruh permohonan banding.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 81

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Batas waktu membetulkan kekeliruan dimaksud hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak putusan diambil.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 82

Cukup jelas.

Pasal 83

Cukup jelas.

Pasal 84

Cukup jelas.

Pasal 85

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan identitas lainnya, antara lain, Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Kartu Tanda Penduduk, atau Paspor.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 86

Cukup jelas.

Pasal 87

Pada dasarnya putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak langsung dapat dilaksanakan, kecuali putusan dimaksud menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. 

Misalnya, putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak menyebabkan pajak lebih dibayar, dalam hal ini Kepala kantor Pelayanan Pajak masih harus menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang diperlukan pembayar pajak untuk dapat memperoleh kelebihan dimaksud.

Pasal 88

Pengajuan banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak disyaratkan utang pajak dilunasi terlebih dahulu, karena itu selayaknya diberikan imbalan bunga dalam hal putusan banding menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Dengan mempertimbangkan ketentuan imbalan bunga pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, imbalan bunga diberikan untuk kelebihan pembayaran pajak :

  1. yang permohonan bandingnya diajukan ke Majelis Pertimbangan Pajak mengenai Tahun Pajak 1995 dan selanjutnya.
  2. Yang permohonan bandingnya diajukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak berikut bunganya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 89

Cukup jelas.

Pasal 90

Cukup jelas.

Pasal 91

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dengan terbentuknya Badan Penyelesaian Sengketa Pajak untuk pertama kali pada tanggal berlakunya Undang-undang ini, berdasarkan peraturan peralihan ini dinyatakan bahwa banding yang diajukan oleh Wajib Pajak kepada Majelis Pertimbangan Pajak atau Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai yang belum diputus sampai dengan tanggal berlakunya Undang-undang ini dilimpahkan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam Berita Acara untuk diselesaikan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 92

Cukup jelas.

Pasal 93

Cukup jelas.

Pasal 94

Cukup jelas.




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3684