Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 65/PMK.04/2021

Kategori : PPN, Lainnya

Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 Tentang Kawasan Berikat


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 65/PMK.04/2021

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 131/PMK.04/2018 TENTANG KAWASAN BERIKAT

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai kawasan berikat telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat;
  2. bahwa untuk lebih meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan menjaga iklim investasi serta sebagai bentuk implementasi penciptaan lapangan kerja dan pemulihan ekonomi nasional, perlu melakukan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat;

Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263);
  4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264);
  5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
  7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768);
  10. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1367);
  12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 131/PMK.04/2018 TENTANG KAWASAN BERIKAT.


Pasal I


Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1367), diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan huruf c, huruf d, huruf f, huruf g, dan huruf k Pasal 15 diubah, sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15


Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib:
  1. memasang tanda nama perusahaan sebagai Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum;
  2. menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data secara elektronik untuk Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang diawasi oleh Kantor Pabean yang menerapkan sistem pertukaran data elektronik untuk Kawasan Berikat;
  3. mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT inventory) yang merupakan subsistem dari sistem informasi akuntansi yang akan menghasilkan informasi laporan keuangan dan dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan dan/atau pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak;
  4. mendayagunakan closed circuit television (cctv) untuk pengawasan pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat diakses secara langsung (realtime) dan daring (online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak serta memiliki data rekaman closed circuit television (cctv) paling sedikit 7 (tujuh) hari terakhir.
  5. mengajukan permohonan perubahan izin Pengusaha Kawasan Berikat ataü PDKB kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama apabila terdapat perubahan data yang tercantum dalam izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB;
  6. melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang-barang yang mendapat fasilitas kepabeanan, Cukai, dan perpajakan, dengan pengawasan dari Kantor Pabean yang mengawasi, paling sedikit 1 (satu) kali dalam waktu 1 (satu) tahun, serta menyampaikan laporan hasil pencacahan (stock opname) paling lambat 2 (dua) bulan setelah pelaksanaan pencacahan (stock opname), kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat SPT Masa PPN dilaporkan;
  7. menyimpan dan memelihara dengan baik buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya;
  8. menyelenggarakan pembukuan mengenai pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Berikat serta pemindahan barang dalam Kawasan Berikat berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
  9. menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Kawasan Berikat apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  10. menyampaikan laporan keuangan perusahaan dan/atau laporan tahunan perusahaan kepada Kepala Kantor Pabean; dan
  11. menyampaikan laporan atas dampak ekonomi dari pemberian fasilitas Kawasan Berikat yang paling sedikit memuat informasi mengenai nilai fasilitas fiskal yang diberikan, nilai investasi, jumlah tenaga kerja, dan nilai penjualan hasil produksi kepada Kepala Kantor Pabean paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.
   
2. Ketentuan ayat (4) Pasal 20 diubah, dan diantara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 20 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (3a) dan ayat (3b), sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 20


(1) Barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean ke Kawasan Berikat:
  1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
  2. diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
  3. tidak dipungut PDRI.
(2) Barang yang berasal dari luar daerah pabean yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Bebas, kawasan ekonomi khusus, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah ke Kawasan Berikat:
  1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
  2. diberikan pembebasan Cukai;
  3. tidak dipungut PDRI; dan/atau
  4. tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
  1. barang yang dipergunakan sebagai Bahan Baku, Bahan Penolong, pengemas dan alat bantu pengemas, barang contoh, Barang Modal, bahan bakar, peralatan perkantoran, dan/atau untuk keperluan penelitian dan pengembangan perusahaan pada Kawasan Berikat;
  2. barang jadi maupun setengah jadi untuk digabungkan dengan Hasil Produksi;
  3. barang yang dimasukkan kembali dari kegiatan pengeluaran sementara;
  4. Hasil Produksi yang dimasukkan kembali; dan/atau
  5. Hasil Produksi Kawasan Berikat lain.
(3a) Barang yang mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) termasuk Bahan Baku, Bahan Penolong, dan/atau pengemas dan alat bantu pengemas milik subjek pajak luar negeri yang ditujukan untuk diekspor dengan cara diolah atau digabung terlebih dahulu di Kawasan Berikat, sepanjang barang tetap berada dalam Kawasan Berikat sampai dengan dilakukannya ekspor.
(3b) Terhadap barang tetap berada dalam Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) merupakan barang tidak dikeluarkan dari Kawasan Berikat kecuali untuk proses pengiriman antar Kawasan Berikat dan/atau pengeluaran sementara.
(4) Dalam hal pemasukan barang ke Kawasan Berikat bukan merupakan penyerahan barang kena pajak, atas pemasukan tersebut tidak terutang PPN atau PPN dan PPnBM dan tidak dibuatkan faktur pajak.
(5) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
  1. bukan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat; dan
  2. berkaitan dengan kegiatan produksi.
   
3. Diantara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 21 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (3a) dan ayat (3b), ketentuan huruf a ayat (5) dan ayat (6) diubah, dan ditambahkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), sehingga Pasal 21 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 21


(1) Barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang dimasukkan ke Kawasan Berikat dari:
  1. tempat lain dalam daerah pabean;
  2. Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
  3. Kawasan Bebas;
  4. kawasan ekonomi khusus; dan/atau
  5. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah,
diberikan pembebasan Cukai dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
(2) Dalam hal pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. berasal dari bukan pengusaha kena pajak; dan/atau
  2. bukan termasuk penyerahan barang kena pajak,
terhadap barang dimaksud tidak terutang PPN atau PPN dan PPnBM, dan tidak diterbitkan faktur pajak.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. barang yang dipergunakan sebagai Bahan Baku, Bahan Penolong, pengemas dan alat bantu pengemas, barang contoh, Barang Modal, bahan bakar, peralatan perkantoran, dan/atau untuk keperluan penelitian dan pengembangan perusahaan pada Kawasan Berikat;
  2. barang jadi maupun setengah jadi untuk digabungkan dengan Hasil Produksi;
  3. barang yang dimasukkan kembali dari kegiatan pengeluaran sementara;
  4. Hasil Produksi yang dimasukkan kembali; dan/atau
  5. Hasil Produksi Kawasan Berikat lain.
(3a) Barang yang mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk Bahan Baku, Bahan Penolong, dan/atau pengemas dan alat bantu pengemas milik subjek pajak luar negeri yang ditujukan untuk diekspor dengan cara diolah atau digabung terlebih dahulu di Kawasan Berikat, sepanjang barang tetap berada dalam Kawasan Berikat sampai dengan dilakukannya ekspor.
(3b) Terhadap barang tetap berada dalam Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) merupakan barang tidak dikeluarkan dari Kawasan Berikat kecuali untuk proses pengiriman antar Kawasan Berikat dan/atau pengeluaran sementara.
(4) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. bukan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat; dan
  2. berkaitan dengan kegiatan produksi.
(5) Terhadap pemasukan barang ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak:
  1. wajib membuat faktur pajak, yang dibuktikan dengan dokumen persetujuan pemasukan barang ke Kawasan Berikat yang dimiliki oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebelum menerbitkan faktur pajak;
  2. tidak dapat menggunakan faktur pajak gabungan; dan
  3. menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang terkait dengan pemasukan barang ke Kawasan Berikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a harus diberikan keterangan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Tempat Penimbunan Berikat.
(7) Ketentuan mengenai perlakuan PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipenuhi oleh setiap Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB.
(8) PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB dengan menggunakan faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(9) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) tidak dipenuhi oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB, atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM yang seharusnya tidak dipungut, tidak dapat dikreditkan.
   
4. Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) Pasal 24 diubah, diantara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 24 disisipkan 4 (empat) ayat, yakni ayat (1a), ayat (1b), ayat (1c), dan ayat (1d), diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a), dan diantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 4 (empat) ayat, yakni ayat (4a), ayat (4b), ayat (4c), dan ayat (4d), sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24


(1) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) berasal dari luar daerah pabean dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib melunasi Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukan diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2).
(1a) Dalam hal barang milik subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3a) termasuk hasil pengolahan dan penggabungannya dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang mengeluarkan barang wajib melunasi Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukan diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2).
(1b) PDRI dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) terutang pada saat pengeluaran barang.
(1c) Kewajiban pelunasan Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) harus sudah dilunasi pada saat pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean pengeluaran barang.
(1d) Dalam hal pelunasan PDRI dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) dilakukan setelah saat terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1b), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dikenakan sanksi keterlambatan penyetoran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) PDRI yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilampiri dengan dokumen kepabeanan, dapat dikreditkan pada Masa Pajak dilakukannya pengeluaran barang dari Kawasan Berikat.
(2a) PDRI dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) tidak dapat dikreditkan.
(3) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) yang ditujukan kepada Orang yang memperoleh fasilitas penangguhan atau pembebasan Bea Masuk dan pembebasan Cukai, diberikan penangguhan atau pembebasan Bea Masuk dan pembebasan Cukai.
(4) Atas penyerahan barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4a) Atas penyerahan barang kena pajak dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4), terutang PPN atau PPN dan PPnBM pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat.
(4b) Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3a) termasuk hasil pengolahan dan penggabungannya dari subjek pajak luar negeri kepada Orang yang berada di tempat lain dalam daerah pabean, terutang PPN atau PPN dan PPnBM pada saat pengeluaran barang.
(4c) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (4b) yang terutang harus dipungut dan disetor ke kas negara oleh Orang yang menerima barang sebelum pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean pengeluaran barang, dengan menggunakan surat setoran pajak.
(4d) Surat setoran pajak yang telah disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (4c) yang dilampiri dengan pemberitahuan pabean dapat dikreditkan.
(5) Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bukan merupakan penyerahan barang kena pajak, tidak terutang PPN atau PPN dan PPnBM dan tidak dibuatkan faktur pajak.
(6) Pembebasan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, dan/atau tidak dipungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor, diberikan atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat termasuk Hasil Produksi kepada pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas.
(7) Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean berupa sisa pengemas dan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf j, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dikecualikan dari kewajiban membayar Bea Masuk, Cukai dan/atau PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
   
5. Diantara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 25 disisipkan 4 (empat) ayat, yakni ayat (1a), ayat (1b), ayat (1c), dan ayat (1d), diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a), diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a), diantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (4a), ayat (4b), dan ayat (4c), ketentuan ayat (3) dan ayat (5) diubah, dan ketentuan ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) dihapus, sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 25


(1) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) berasal dari tempat lain dalam daerah pabean dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dan merupakan penyerahan barang kena pajak, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib melunasi PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukannya tidak dipungut.
(1a) Dalam hal barang milik subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3a) termasuk hasil pengolahan dan penggabungannya dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang mengeluarkan barang wajib melunasi Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukan diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2).
(1b) Kewajiban pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat.
(1c) Kewajiban Pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) terutang pada saat pemasukan barang.
(1d) Dalam hal:
  1. pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah saat terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1b); atau
  2. pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) dilakukan setelah saat terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1c),
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dikenakan sanksi keterlambatan penyetoran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai surat setoran pajak.
(2a) Pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai surat setoran pajak.
(3) PPN atau PPN dan PPnBM yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilampiri dengan dokumen kepabeanan, dapat dikreditkan pada Masa Pajak dilakukannya pengeluaran barang dari Kawasan Berikat.
(3a) PPN atau PPN dan PPnBM yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) tidak dapat dikreditkan.
(4) Atas penyerahan barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4a) Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3a) termasuk hasil pengolahan dan penggabungannya dari subjek pajak luar negeri kepada Orang yang berada di tempat lain dalam daerah pabean, terutang PPN atau PPN dan PPnBM pada saat pengeluaran.
(4b) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (4a) yang terutang harus dipungut dan disetor ke kas negara oleh Orang yang menerima barang sebelum pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean pengeluaran barang, dengan menggunakan surat setoran pajak.
(4c) Surat setoran pajak yang telah disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (4b) yang dilampiri dengan pemberitahuan pabean dapat dikreditkan.
(5) Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bukan merupakan penyerahan barang kena pajak, tidak terutang PPN atau PPN dan PPnBM dan tidak dibuatkan faktur pajak.
(6) Dihapus.
(7) Dihapus.
(8) Dihapus.
(9) Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean berupa sisa pengemas dan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf j, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB dikecualikan dari kewajiban melunasi PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
   
6. Diantara Pasal 29 dan Pasal 30 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 29A, Pasal 29B, dan Pasal 29C sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 29A


Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Cukai dan PPN atau PPN dan PPnBM atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) yaitu sebagai berikut:
  1. Cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai; dan
  2. PPN atau PPN dan PPnBM dihitung berdasarkan harga jual yang berlaku dan tarif pada saat barang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.


Pasal 29B


Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan PPN atau PPN dan PPnBM atas pengeluaran barang milik subjek pajak luar negeri dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1a) dan Pasal 25 ayat (1a) yaitu sebagai berikut:
  1. Bea Masuk dihitung berdasarkan:
    1. nilai pabean sesuai dengan harga jual pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean;
    2. klasifikasi barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean; dan
    3. pembebanan pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan;
  2. Cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai;
  3. PDRI dihitung berdasarkan harga jual dan tarif pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean; dan
  4. PPN atau PPN dan PPnBM dihitung berdasarkan harga jual dan tarif pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.


Pasal 29C


(1) Dalam hal pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang melaksanakan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM secara terpusat pada satu tempat pemusatan PPN terutang, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib melunasi Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukannya tidak dipungut.
(2) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengeluaran barang dari pusat ke cabang, dari cabang ke pusat, dan/atau antar cabang.
(3) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3a) dan Pasal 21 ayat (3a) serta hasil pengolahan dan penggabungannya dari subjek pajak luar negeri kepada Orang yang berada di tempat lain dalam daerah pabean.
(4) Kewajiban pelunasan Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang pada saat pengeluaran barang.
(5) PDRI dan/atau PPN yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilampiri dengan dokumen kepabeanan, dapat dikreditkan pada Masa Pajak dilakukannya pengeluaran barang dari Kawasan Berikat.
(6) Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29.
(7) Penghitungan besarnya PPN atau PPN dan PPnBM atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan nilai yang berlaku pada saat barang dimasukkan ke Kawasan Berikat.
(8) Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terutang PPN atau PPN dan PPnBM dan tidak dibuatkan faktur pajak.
(9) Atas pemasukan barang ke Kawasan Berikat dari pusat ke cabang, dari cabang ke pusat, dan/atau antar cabang yang dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang melaksanakan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM secara terpusat pada satu tempat pemusatan PPN terutang, tidak terutang PPN atau PPN dan PPnBM dan tidak dibuatkan faktur pajak.
(10) Ketentuan mengenai pemusatan PPN terutang bagi penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan PDKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemusatan PPN terutang.
   
7. Diantara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 30 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a), sehingga Pasal 30 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 30


(1) Atas pengeluaran Barang Modal yang berasal dari impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, dibebaskan dari kewajiban membayar Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dalam hal Barang Modal telah dimasukkan ke Kawasan Berikat selama lebih dari 4 (empat) tahun.
(1a) Atas pengeluaran Barang Modal yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dikecualikan dari kewajiban melunasi PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukannya tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), dalam hal Barang Modal telah dimasukkan ke Kawasan Berikat selama lebih dari 4 (empat) tahun.
(2) Terhadap Barang Modal yang berasal dari impor yang pada saat pemasukan ke Kawasan Berikat mendapat fasilitas pembebasan Bea Masuk untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal, pengeluaran ke tempat lain dalam daerah pabean dan penyelesaian kewajiban pabeannya dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
(3) Terhadap pengeluaran Barang Modal ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dibebaskan dari kewajiban pembayaran Bea Masuk yang terutang dalam hal Barang Modal dimasukkan ke Kawasan Berikat selama lebih dari 4 (empat) tahun atau telah diimpor selama lebih dari 5 (lima) tahun.
   
8. Ketentuan ayat (1) Pasal 42 diubah, diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a), dan diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a), sehingga Pasal 42 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 42


(1) Izin sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, dibekukan oleh Kepala Kantor Pabean yang menerima pelimpahan kewenangan atas nama Menteri dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB:
  1. melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, berupa:
    1. memasukkan Bahan Baku yang tidak sesuai dengan yang digunakan untuk produksinya;
    2. memasukkan barang yang tidak berhubungan dengan izin Kawasan Berikat yang telah diberikan;
    3. memproduksi barang yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan;
    4. tidak melakukan Kegiatan Pengolahan;
    5. tidak memenuhi perlakuan tertentu yang tercantum dalam izin Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2);
    6. melakukan pemasukan barang sebelum mendapatkan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai atau SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;
    7. melakukan pengeluaran barang sebelum mendapatkan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai atau SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27; dan/atau
    8. melakukan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,
  2. menunjukkan ketidakmampuan dalam menyelenggarakan dan/atau mengusahakan Kawasan Berikat, berupa:
    1. tidak menyelenggarakan pembukuan dalami kegiatannya;
    2. tidak melakukan kegiatan dalam waktu 6 (enam) bulan berturut-turut;
    3. tidak melunasi hutang kepabeanan dan Cukai dalam batas waktu yang ditentukan;
    4. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan/atau Pasal 15;
    5. memasukkan barang yang dilarang untuk diimpor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a;
    6. mengekspor barang yang dilarang ekspornya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b;
    7. tidak memenuhi ketentuan batasan pengeluaran Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4); dan/atau
    8. selama 3 (tiga) periode penilaian berturut-turut, Kawasan Berikat memiliki profil risiko layanan tinggi.
(1a) Pembekuan izin sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
  1. hasil penelitian, pemeriksaan, dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam hai Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan dan/atau menunjukkan ketidakmampuan dalam menyelenggarakan dan/atau mengusahakan Kawasan Berikat; atau
  2. rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB melakukan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
(2) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara otomasi dan/atau secara manual.
(2a) Surat keputusan pembekuan Izin sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak terdaftar secara otomasi melalui SKP atau secara manual dan dapat disampaikan dengan memanfaatkan teknologi informasi.
(3) Selama pembekuan, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB:
  1. tidak diperbolehkan untuk memasukkan barang ke Kawasan Berikat dengan mendapatkan fasilitas penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PDRI, dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM; dan
  2. tidak dapat melakukan kegiatan yang terkait dengan pengolahan barang kena Cukai, dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB melakukan Kegiatan Pengolahan dan/atau memproduksi barang kena Cukai.
(4) Dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat dibekukan:
  1. Pengusaha Kawasan Berikat dibekukan; dan
  2. PDKB di dalam Kawasan Berikat dibekukan dalam hal waktu pembekuan Penyelenggara Kawasan Berikat melebihi 3 (tiga) bulan.
   
9. Ketentuan huruf c ayat (5) Pasal 45 diubah, dan diantara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5a), sehingga Pasal 45 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 45


(1) Penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat, izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau izin PDKB, dicabut dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
  1. tidak melakukan kegiatan dalam waktu 12 (dua belas) bulan secara terus menerus;
  2. menggunakan izin usaha industri yang sudah tidak berlaku;
  3. dinyatakan pailit;
  4. bertindak tidak jujur dalam usahanya, antara lain menyalahgunakan fasilitas Kawasan Berikat dan/atau melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai;
  5. tidak memenuhi checklist persyaratan dalam batas waktu yang telah ditentukan; atau
  6. mengajukan permohonan pencabutan.
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kewenangannya menjadi dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri.
(3) Dalam hal telah dilakukan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan izin, wajib melunasi semua Bea Masuk dan/atau Cukai, dan PDRI yang terutang, yang meliputi utang yang berasal dari hasil temuan audit dan/atau utang yang terjadi karena pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
(4) Penyelesaian atas barang yang berasal dari luar daerah pabean yang masih terutang atau masih menjadi tanggung jawab Kawasan Berikat yang telah dicabut izinnya, berupa:
  1. diekspor kembali;
  2. diselesaikan kewajiban pabean dengan membayar Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI sepanjang telah memenuhi ketentuan kepabeanan di bidang impor dan Cukai; dan/atau
  3. dipindahtangankan ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan izin.
(5) Penyelesaian atas barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang masih tersisa pada Kawasan Berikat yang telah dicabut izinnya, berupa:
  1. diekspor;
  2. dipindahtangankan ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya; dan/atau
  3. dilunasi PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukannya tidak dipungut, dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan izin.
(5a) Penghitungan besarnya pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dilakukan berdasarkan nilai persediaan yang masih tersisa pada saat pencabutan izin dikurangi dengan nilai persediaan atas barang yang telah diekspor dan/atau dipindahtangankan ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya.
(6) Terhadap penyelesaian atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan ayat (5) huruf c, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB wajib memungut PPN atau PPN dan PPnBM serta membuat faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) terlampaui, atas barang yang berada di Kawasan Berikat dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.
(8) Penyelesaian atas barang yang dinyatakan sebagai barang yang tidak dikuasai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai barang tidak dikuasai.
(9) Penyelesaian atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (8), menggunakan dokumen pemberitahuan pabean atas nama Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang telah dicabut izinnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dokumen pemberitahuan pabean.
   
10. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 51


(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dengan profil risiko rendah dapat menggunakan jaminan perusahaan (corporate guarantee) sebagai jaminan yang diserahkan untuk pemenuhan Peraturan Menteri yang mengatur tentang Kawasan Berikat.
(2) Untuk dapat menggunakan jaminan perusahaan (corporate guarantee), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan disertai alasan penolakan dengan terlebih dahulu melakukan penelitian atas profil risiko dan laporan keuangan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
(4) Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean, atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan monitoring terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang telah mendapatkan izin penggunaan jaminan perusahaan (corporate guarantee).
(5) Dalam hal berdasarkan hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditemukan bahwa Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB tidak memenuhi ketentuan penggunaan jaminan perusahaan (corporate guarantee):
  1. Kepala Kantor Pelayanan Utama melakukan pencabutan izin penggunaan jaminan perusahaan (corporate guarantee); dan
  2. Kepala Kantor Pabean merekomendasikan kepada Kepala Kantor Wilayah untuk melakukan pencabutan izin penggunaan jaminan perusahaan (corporate guarantee).


Pasal II


1. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
  1. terhadap izin penggunaan jaminan perusahaan (corporate guarantee) yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan izin penggunaan jaminan perusahaan (corporate guarantee) dimaksud dicabut.
  2. terhadap permohonan izin penggunaan jaminan perusahaan (corporate guarantee) yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini namun belum mendapatkan izin, harus menyesuaikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
2. Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juni 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Juni 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 668