Peraturan Pemerintah Nomor : 85 TAHUN 2015

Kategori : Bea Meterai

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Tempat Penimbunan Berikat


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 85 TAHUN 2015

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :


  1. bahwa ketentuan mengenai Tempat Penimbunan Berikat telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat;
  2. bahwa seiring dengan berkembangnya praktik-praktik perdagangan internasional dipandang perlu untuk melakukan penyesuaian atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat, sehingga dapat menjadikan Indonesia sebagai pusat distribusi logistik nasional dan/atau internasional yang bertujuan untuk mendukung distribusi logistik yang murah dan efisien, serta mendukung pertumbuhan industri dalam negeri;
  3. bahwa ketentuan Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan mendelegasikan kewenangan pengaturan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara pendirian penyelenggaraan, pengusahaan, dan perubahan bentuk Tempat Penimbunan Berikat dalam Peraturan Pemerintah;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat;

Mengingat :


  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5066);
  4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775);

 

 

MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT.


Pasal I


Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998), diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1


Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
  1. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
  2. Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  3. Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
  4. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan.
  5. Toko Bebas Bea adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang tertentu.
  6. Tempat Lelang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu untuk dijual secara lelang.
  7. Kawasan Daur Ulang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan daur ulang limbah asal impor dan/atau asal Daerah Pabean sehingga menjadi produk yang mempunyai nilai tambah serta nilai ekonomi yang lebih tinggi.
  8. Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  9. Dokumen Lingkungan Hidup adalah dokumen yang berisi upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang terdiri dari dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
  10. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang tentang Kepabeanan.
  11. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  13. Pajak Dalam Rangka Impor adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22.
  14. Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK, adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
  15. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Cukai.
   
2. Ketentuan ayat (1) Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2


(1) Tempat Penimbunan Berikat dapat berbentuk:
  1. Gudang Berikat;
  2. Kawasan Berikat;
  3. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;
  4. Toko Bebas Bea;
  5. Tempat Lelang Berikat;
  6. Kawasan Daur Ulang Berikat; atau
  7. Pusat Logistik Berikat.
(2) Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
   
3. Ketentuan ayat (1) Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3


(1) Pemasukan barang ke Tempat Penimbunan Berikat dapat berasal dari:
  1. luar Daerah Pabean;
  2. Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
  3. tempat lain dalam daerah pabean;
  4. KEK;
  5. Kawasan Bebas; dan/atau
  6. Kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan.
(2) Penyerahan jasa kena pajak dalam, ke, atau dari Tempat Penimbunan Berikat dikenakan dan dipungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean di Tempat Penimbunan Berikat dikenakan dan dipungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
   
4. Ketentuan ayat (1) Pasal 4 diubah, serta ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (7) sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4


(1) Barang dari Tempat Penimbunan Berikat dapat dikeluarkan ke:
  1. luar Daerah Pabean;
  2. Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
  3. tempat lain dalam daerah pabean;
  4. KEK;
  5. Kawasan Bebas; dan/atau
  6. Kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan.
(2) Pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
(3) Atas penyerahan barang kena pajak dari Tempat Penimbunan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(4) Atas penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dibuatkan faktur pajak oleh pengusaha.
(5) Pengeluaran barang asal impor dari Tempat Penimbunan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berlaku ketentuan kepabeanan di bidang impor.
(6) Atas pengeluaran barang asal impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean impor yang disampaikan oleh pengusaha Tempat Penimbunan Berikat dan/atau importir.
(7) Pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan ke KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dan Kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diatur lebih lanjut oleh Menteri.
   
5. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 7 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7


(1) Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Gudang Berikat:
  1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
  2. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
  3. diberikan pembebasan Cukai.
(2) Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat ke Gudang Berikat yang merupakan barang retur dan/atau rijek:
  1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
  2. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
  3. diberikan pembebasan Cukai.
(3) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) asal impor dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, pengusaha Gudang Berikat atau pengusaha di Gudang Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor.
(4) Atas penyerahan barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, pengusaha Gudang Berikat dan pengusaha di Gudang Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(5) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Gudang Berikat yang bersangkutan.
   
6. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11


Barang impor yang ditimbun di Gudang Berikat dapat dikeluarkan untuk:
  1. mendukung kegiatan industri di Kawasan Berikat, KEK, Kawasan Bebas, Kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dan/atau tempat lain dalam daerah pabean;
  2. dimasukkan ke Gudang Berikat lainnya dan/atau Toko Bebas Bea;
  3. diekspor; dan/atau
  4. mendukung kegiatan industri yang mendapat fasilitas pembebasan Bea Masuk, tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor, dan/atau pengembalian Bea Masuk berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang Kepabeanan.
   
7. Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (8) Pasal 14 diubah, di antara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan satu ayat yaitu ayat (4a), sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14


(1) Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Berikat:
  1. diberikan penangguhan bea masuk;
  2. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
  3. diberikan pembebasan cukai.
(2) Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Berikat berupa:
  1. barang asal luar daerah pabean:
    1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
    2. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor;
    3. diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
    4. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang Mewah;
  2. barang asal tempat lain dalam daerah pabean, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(3) Terhadap pemasukan barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Berikat, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut.
(4) Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(4a) Barang yang dimasukkan dari KEK, Kawasan Bebas, atau Kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan ke Kawasan Berikat berupa:
  1. barang asal luar daerah pabean:
    1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
    2. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor;
    3. diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
    4. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang Mewah;
  2. barang asal tempat lain dalam daerah pabean, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(5) Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat, pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut.
(6) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) asal impor dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor.
(7) Atas penyerahan barang dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(8) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (4a), bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat yang bersangkutan.
   
8. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 24 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24


(1) Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat:
  1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
  2. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
  3. diberikan pembebasan cukai.
(2) Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat:
  1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
  2. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
  3. diberikan pembebasan cukai.
(3) Terhadap pemasukan barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut.
(4) Barang kena pajak berupa barang pameran yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(5) Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat, pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut.
(6) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikeluarkan kembali kepada pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean, pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat atau pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat wajib membuat faktur pajak dan atas penyerahan barang tersebut dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(7) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) asal impor dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat atau pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat, wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor.
(8) Atas penyerahan barang dari Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, pengusaha Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat atau pengusaha di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(9) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat yang bersangkutan.
   
9. Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 29


Toko Bebas Bea dapat berlokasi di:
  1. terminal keberangkatan bandar udara internasional di kawasan pabean;
  2. pelabuhan utama di kawasan pabean;
  3. tempat transit pada terminal keberangkatan bandar udara internasional yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di kawasan pabean;
  4. pelabuhan utama yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di kawasan pabean;
  5. dalam kota; atau
  6. terminal kedatangan bandar udara internasional di kawasan pabean.
   
10. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 30 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 30


(1) Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Toko Bebas Bea:
  1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
  2. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
  3. diberikan pembebasan cukai.
(2) Barang yang dimasukkan dari Gudang Berikat ke Toko Bebas Bea:
  1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
  2. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
  3. diberikan pembebasan cukai.
(3) Terhadap pemasukan barang dari Gudang Berikat ke Toko Bebas Bea, pengusaha Gudang Berikat atau pengusaha di Gudang Berikat wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut.
(4) Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke Toko Bebas Bea tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(5) Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Toko Bebas Bea, pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut.
(6) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Toko Bebas Bea yang bersangkutan.
   
11. Ketentuan ayat (2) Pasal 32 diubah, dan ditambahkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (3), sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 32


(1) Orang yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yang berlokasi di kawasan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a sampai dengan huruf d dengan tidak dipungut Bea Masuk dan tidak di pungut Pajak Dalam Rangka Impor adalah:
  1. orang yang bepergian ke luar negeri; atau
  2. penumpang yang sedang transit di kawasan pabean.
(2) Orang yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yang berlokasi di dalam kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf e dengan mendapatkan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor adalah:
  1. anggota korps diplomatik yang bertugas di Indonesia beserta keluarganya yang berdomisili di Indonesia berikut lembaga diplomatik;
  2. pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada Badan Internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik beserta keluarganya; dan
  3. orang yang akan keluar dari Daerah Pabean.
(3) Orang yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yang berlokasi di terminal kedatangan bandar udara internasional di kawasan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf f dengan mendapatkan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor dengan nilai atau jumlah tertentu adalah orang yang tiba dari luar daerah pabean.
   
12. Ketentuan ayat (1) Pasal 35 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 35


(1) Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Tempat Lelang Berikat:
  1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
  2. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
  3. diberikan pembebasan cukai.
(2) Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Lelang Berikat tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(3) Terhadap pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Lelang Berikat, pengusaha di tempat lain dalam daerah pabean wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut.
(4) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, pengusaha Tempat Lelang Berikat wajib melunasi Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor.
(5) Atas penyerahan barang lelang dari Tempat Lelang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, pengusaha Tempat Lelang Berikat wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Tempat Lelang Berikat yang bersangkutan.
   
13. Di antara Bab VII dan Bab VIII disisipkan 1 (satu) Bab, yakni Bab VIIA, yang terdiri dari 6 (enam) Bagian, sehingga di antara Pasal 42 dan Pasal 43 disisipkan 6 (enam) Pasal 42A, Pasal 42B, Pasal 42C, Pasal 42D, Pasal 42E, dan Pasal 42F yang berbunyi sebagai berikut:

BAB VIIA
PUSAT LOGISTIK BERIKAT

Bagian Kesatu
Penyelenggaraan dan Pengusahaan

Pasal 42A


(1) Di dalam Pusat Logistik Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Pusat Logistik Berikat.
(2) Penyelenggaraan Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara Pusat Logistik Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(3) Penyelenggara Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Pusat Logistik Berikat.
(4) Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Pusat Logistik Berikat dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Pusat Logistik Berikat.
(5) Pengusahaan Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
  1. pengusaha Pusat Logistik Berikat; atau
  2. pengusaha di Pusat Logistik Berikat merangkap sebagai penyelenggara di Pusat Logistik Berikat.
(6) Pengusaha Pusat Logistik Berikat dan pengusaha di Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melakukan kegiatan menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean dalam jangka waktu tertentu.
(7) Kegiatan menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
(8) Pengusaha di Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b harus berbentuk badan usaha.
(9) Terhadap badan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Bagian Kedua
Perlakuan Kepabeanan dan Perpajakan

Pasal 42B


(1) Barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Pusat Logistik Berikat:
  1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
  2. tidak dipungut PDRI; dan/atau
  3. diberikan pembebasan cukai.
(2) Barang yang dimasukkan dari Pusat Logistik Berikat lainnya ke Pusat Logistik Berikat:
  1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
  2. tidak dipungut PDRI;
  3. diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
  4. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(3) Barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat selain Pusat Logistik Berikat ke Pusat Logistik Berikat, berupa:
  1. barang asal luar daerah pabean:
    1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
    2. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor;
    3. diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
    4. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  2. barang asal tempat lain dalam daerah pabean, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(4) Barang yang dimasukkan dari KEK, Kawasan Bebas, atau Kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan, ke Pusat Logistik Berikat, berupa:
  1. barang asal luar daerah pabean:
    1) diberikan penangguhan Bea Masuk;
    2) tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor;
    3) diberikan pembebasan cukai; dan/atau
    4) tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang Mewah.
  2. barang asal tempat lain dalam daerah pabean, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(5) Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke Pusat Logistik Berikat yang ditujukan untuk ekspor dalam rangka konsolidasi ekspor atau penyediaan barang ekspor, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(6) Barang asal luar daerah pabean yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean oleh pihak yang mendapat fasilitas ke Pusat Logistik Berikat yang ditujukan untuk tujuan tertentu:
  1. diberikan penangguhan Bea Masuk;
  2. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor;
  3. diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
  4. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(7) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) asal luar daerah pabean yang dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai:
  1. dilunasi Bea Masuk;
  2. dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
  3. dilunasi cukainya untuk Barang Kena Cukai.
(8) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) asal luar daerah pabean yang dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan kepada pihak yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan diberikan fasilitas sesuai dengan ketentuan fasilitas dimaksud.
(9) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4), bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Pusat Logistik Berikat yang bersangkutan.

Bagian Ketiga
Penyelenggara Pusat Logistik Berikat

Pasal 42C


(1) Penetapan tempat sebagai Pusat Logistik Berikat dan pemberian izin penyelenggara Pusat Logistik Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2) Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai Pusat Logistik Berikat dan izin penyelenggara Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi penyelenggara Pusat Logistik Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu kawasan, tempat, atau bangunan yang mempunyai batas-batas yang jelas, berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Pusat Logistik Berikat;
  2. memiliki Surat Izin Tempat Usaha, Dokumen Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait; dan
  3. telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.

Bagian Keempat
Pengusaha Pusat Logistik Berikat

Pasal 42D


(1) Pemberian izin pengusaha Pusat Logistik Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2) Untuk mendapatkan izin pengusaha Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi pengusaha Pusat Logistik Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, atau bangunan yang mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah;
  2. memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait; dan
  3. telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.

Bagian Kelima
Pengusaha di Pusat Logistik Berikat

Pasal 42E


(1) Pemberian izin pengusaha di Pusat Logistik Berikat dan penetapan penyelenggara di Pusat Logistik Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2) Untuk mendapatkan izin pengusaha di Pusat Logistik Berikat dan penetapan penyelenggara di Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi pengusaha di Pusat Logistik Berikat merangkap sebagai penyelenggara di Pusat Logistik Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, atau bangunan yang mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah;
  2. memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;
  3. telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan; dan
  4. mendapat rekomendasi dari penyelenggara Pusat Logistik Berikat.
(3) Dalam hal pihak yang akan menjadi pengusaha di Pusat Logistik Berikat merangkap sebagai penyelenggara di Pusat Logistik Berikat merupakan Bentuk Usaha Tetap, dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.

Bagian Keenam
Pengeluaran Barang dari Pusat Logistik Berikat

Pasal 42F


(1) Barang asal luar daerah pabean yang ditimbun di Pusat Logistik Berikat dapat dikeluarkan untuk:
  1. mendukung kegiatan industri di Kawasan Berikat, KEK, Kawasan Bebas, Kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan;
  2. mendukung kegiatan industri di tempat lain dalam daerah pabean;
  3. dimasukkan ke Pusat Logistik Berikat lainnya, Gudang Berikat dan/atau Toko Bebas Bea;
  4. diekspor;
  5. mendukung kegiatan industri yang mendapat fasilitas pembebasan Bea Masuk, tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor, dan/atau pengembalian Bea Masuk berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang Kepabeanan; dan/atau
  6. mendukung kegiatan industri yang mendapat fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah.
(2) Barang asal tempat lain dalam daerah pabean yang ditimbun di Pusat Logistik Berikat dapat dikeluarkan untuk tujuan diekspor atau tertentu.
(3) Barang asal tempat lain dalam daerah pabean yang ditimbun di Pusat Logistik Berikat dalam hal tertentu dapat dikeluarkan kembali ke tempat lain dalam daerah pabean.
   
14. Di antara Bab VIII dan Bab IX disisipkan 1 (satu) Bab, yakni Bab VIIIA, sehingga di antara Pasal 46 dan Pasal 47 disisipkan 2 (dua) Pasal yakni Pasal 46A dan Pasal 46B, yang berbunyi sebagai berikut:

BAB VIIIA
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 46A


Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat wajib melakukan pencatatan atas pemasukan dan pengeluaran barang dengan menggunakan sistem informasi persediaan berbasis komputer.

Pasal 46B


(1) Pemasukan barang asal luar daerah pabean ke Tempat Penimbunan Berikat belum diberlakukan ketentuan pembatasan di bidang impor kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengeluaran barang asal luar daerah pabean untuk diimpor untuk dipakai dari Tempat Penimbunan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean berlaku ketentuan pembatasan di bidang impor, kecuali sudah dipenuhi pada saat pemasukannya.
(3) Pengeluaran hasil produksi dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean untuk diimpor untuk dipakai, tidak diberlakukan ketentuan pembatasan di bidang impor kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal II


Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


 


  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 November 2015
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 November 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 279



 


PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 85 TAHUN 2015

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT


I. UMUM

Dalam era globalisasi perdagangan dunia saat ini, persaingan untuk mendapatkan pasar sedemikian ketat, belum lagi biaya logistik yang mahal akan menyebabkan pengusaha kesulitan untuk dapat merebut pangsa pasar luar negeri. Oleh karena itu daya saing produk ekspor Indonesia perlu ditingkatkan antara lain dengan jalan efisiensi proses produksi, efisiensi distribusi barang, peningkatan mutu/kualitas barang, memperlancar arus keluar masuknya barang ke dan dari Indonesia serta tersedianya sarana promosi dalam mendukung pemasarannya. Peningkatan mutu barang dan efisiensi proses produksi tersebut dapat lebih dipacu apabila persediaan bahan baku bagi kebutuhan industri dalam negeri tersedia cepat dan tepat waktu serta produk yang dihasilkan belum dibebani dengan kewajiban kepabeanan, cukai, dan perpajakan.

Dalam rangka meningkatkan daya saing nasional, menurunkan biaya logistik, dan mengurangi beban penimbunan, serta menurunkan dwelling time di pelabuhan, sesuai amanat Pasal 44 ayat (1a) Undang-Undang Kepabeanan, pemerintah mengembangkan bentuk lain Tempat Penimbunan Berikat, yaitu Pusat Logistik Berikat (PLB) yang diharapkan mampu menjawab kebutuhan pelaku usaha dan kebutuhan pemerintah dalam menciptakan kondisi perekonomian yang kondusif dengan cara sebagai berikut:
  1. mendekatkan jarak antara pelaku usaha dengan bahan baku di dalam negeri sehingga dapat mendorong penurunan harga bahan baku dan menurunkan harga produksi pabrik. Pelaku usaha di dalam negeri juga akan diuntungkan oleh kondisi tersebut karena mereka dapat memperoleh bahan baku dengan harga yang lebih murah, dalam waktu yang lebih cepat, sehingga hasil produksinya pun dapat bersaing di pasar internasional;
  2. menarik investasi, dengan adanya PLB diharapkan perusahaan-perusahaan asing dapat mendirikan perusahaan atau membuka perwakilan perusahaannya di Indonesia sehingga ada potensi penerimaan negara dari sektor perpajakan; dan
  3. mengurangi beban penimbunan dan menurunkan dwelling time di Pelabuhan. Dengan adanya PLB, diharapkan pelaku usaha dapat memanfaatkan fasilitas tersebut untuk menimbun barang sehingga tidak menumpuk barang di pelabuhan. Dengan berkurangnya penumpukan barang di pelabuhan dapat juga mengurangi dwelling time karena barang dapat langsung keluar pelabuhan ke PLB dan barang tidak perlu di timbun dengan jangka waktu yang lama di pelabuhan.
Selain terobosan pembentukan PLB sebagai suatu bentuk Tempat Penimbunan Berikat yang baru, pemerintah juga senantiasa melakukan pengembangan dan penyempurnaan ketentuan terkait pemberian insentif fiskal dalam rangka lebih mendorong minat investasi, antara lain sebagai berikut:
  1. melakukan harmonisasi insentif fiskal (perlakuan perpajakan Kepabeanan dan/atau Cukai) yang diberikan melalui skema-skema fasilitas yang sudah ada, seperti pembebasan Cukai di Tempat Penimbunan Berikat dan belum dikenakan PPN penyerahan atas barang yang dikeluarkan dari PLB ke perusahaan penerima fasilitas. Tujuan dilakukannya penyelarasan fasilitas fiskal tersebut adalah untuk menurunkan harga produksi pabrik yang tinggi di Indonesia serta untuk memperlancar arus barang secara efektif dan efisien untuk menjamin kebutuhan bahan baku bagi industri dalam negeri sehingga dapat meningkatkan daya saing produk nasional di pasar domestik, regional, dan global.
  2. menambahkan tempat asal pemasukan dan tempat tujuan pengeluaran barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat sehingga barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat juga dapat berasal dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan/atau Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Kawasan Bebas), dan barang-barang tersebut juga dapat dikeluarkan dengan tujuan ke KEK dan/atau Kawasan Bebas. Hal tersebut dilakukan dalam rangka harmonisasi antar fasilitas yang diberikan kepada stakeholder, sehingga dapat memberikan kemudahan terhadap perusahaan pengguna fasilitas dalam melakukan pengadaan/penyediaan barang-barang untuk kebutuhan industrinya (supply chain).
  3. menambahkan lokasi Toko Bebas Bea (Duty Free Shops) di terminal kedatangan bandar udara internasional di Kawasan Pabean. Penambahan tersebut ditujukan untuk memberikan kemudahan kepada orang tertentu yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea dalam memperoleh barang impor dengan tujuan untuk dikonsumsi serta diharapkan juga dapat menjadi bagian upaya pemerintah untuk meningkatkan perekenomian melalui sektor pariwisata.
Dengan berbagai latar belakang dan tujuan pemerintah sebagaimana tersebut di atas, dilakukan perubahan ketentuan mengenai Tempat Penimbunan Berikat sebagai salah satu bagian paket kebijakan yang diterbitkan pemerintah untuk menciptakan kondisi perekonomian yang kondusif.
   
II.

PASAL DEMI PASAL

Pasal I

Angka 1


Pasal 1


Cukup jelas.


Angka 2


Pasal 2


Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Yang dimaksud dengan 'pengawasan' adalah pengawasan atas keluar masuknya barang dari dan ke Tempat Penimbunan Berikat, untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atas fasilitas yang diberikan.
Pengawasan dilakukan dengan tetap menjamin kelancaran arus barang.


Angka 3


Pasal 3


Cukup jelas.


Angka 4


Pasal 4


Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.

Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Yang dimaksud dengan "ketentuan kepabeanan di bidang impor" adalah mengenai ketentuan kepabeanan serta ketentuan larangan dan pembatasan.


Ayat (6)


Cukup jelas.


Ayat (7)


Cukup jelas.


Angka 5


Pasal 7


Cukup jelas.


Angka 6


Pasal 11


Cukup jelas.


Angka 7


Pasal 14


Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Yang dimaksud dengan "cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut" adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (4a)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Yang dimaksud dengan "cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut" adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.


Ayat (6)


Cukup jelas.


Ayat (7)


Yang dimaksud dengan "barang" termasuk sisa hasil produksi dari proses produksi di Kawasan Berikat.


Ayat (8)


Cukup jelas.


Angka 8


Pasal 24


Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Yang dimaksud dengan "cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut" adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Yang dimaksud dengan "cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut" adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.


Ayat (6)


Cukup jelas.


Ayat (7)


Cukup jelas.


Ayat (8)


Cukup jelas.


Ayat (9)


Cukup jelas.


Angka 9


Pasal 29


Cukup jelas.


Angka 10


Pasal 30


Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Yang dimaksud dengan "cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut" adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Yang dimaksud dengan "cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut" adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.


Ayat (6)


Cukup jelas.


Angka 11


Pasal 32


Cukup jelas.


Angka 12


Pasal 35


Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Yang dimaksud dengan "cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut" adalah stempel yang bertuliskan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut eksekusi dari Peraturan Pemerintah ini.


Ayat (4)


Cukup jelas.

Ayat (5)


Cukup jelas.


Ayat (6)

Cukup jelas.


Angka 13


Pasal 42A


Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Huruf a


Pengusahaan Pusat Logistik Berikat dilakukan oleh pengusaha Pusat Logistik Berikat apabila pengusahaan Pusat Logistik Berikat dilakukan oleh 1 (satu) badan hukum yang merupakan penyelenggara Pusat Logistik Berikat.


Huruf b


Pengusahaan Pusat Logistik Berikat dilakukan oleh pengusaha di Pusat Logistik Berikat merangkap sebagai penyelenggara di Pusat Logistik Berikat apabila pengusahaan Pusat Logistik Berikat dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) badan usaha.


Ayat (6)


Cukup jelas.


Ayat (7)


Cukup jelas.


Ayat (8)


Yang dimaksud dengan "badan usaha' meliputi antara lain bentuk usaha tetap yang merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:

  1. tempat kedudukan manajemen;
  2. cabang perusahaan;
  3. kantor perwakilan;
  4. gedung kantor;
  5. pabrik;
  6. bengkel;
  7. gudang;
  8. ruang untuk promosi dan penjualan;
  9. pertambangan dan penggalian sumber alam;
  10. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
  11. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
  12. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
  13. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
  14. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
  15. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
  16. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Ayat (9)


Cukup jelas.


Pasal 42B


Cukup jelas.


Pasal 42C


Cukup jelas.


Pasal 42D


Cukup jelas.


Pasal 42E


Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Yang dimaksud dengan "izin lainnya" antara lain izin mendirikan bangunan, akta pendirian usaha, dan kartu identitas pemohon izin.


Huruf c


Cukup jelas.


Huruf d


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Pasal 42F


Cukup jelas.


Angka 14


Pasal 46A


Cukup jelas.


Pasal 46B


Cukup jelas.


Pasal II

Cukup jelas.




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5768