Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 4/BC/2019

Kategori : PPN, Lainnya

Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 160/PMK.04/2018 Tentang Pembebasan Bea Masuk Dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 4/BC/2019

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 160/PMK.04/2018 TENTANG PEMBEBASAN BEA
MASUK DAN TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS
IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG
PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN
UNTUK DIEKSPOR

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 50 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2018 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 160/PMK.04/2018 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor; 

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.010/2018 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk; dan
  5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 160/PMK.04/2018 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor.


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.04/2018 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
2. Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
3. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan, yang selanjutnya disebut KITE Pembebasan, adalah pembebasan Bea Masuk, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor atau pemasukan Barang dan Bahan yang berasal dari luar daerah pabean untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
4. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian, yang selanjutnya disebut KITE Pengembalian adalah pengembalian Bea Masuk yang telah dibayar atas impor atau pemasukan Barang dan Bahan yang berasal dari luar daerah pabean untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
5. Bea Masuk adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor
6. Bea Masuk Tambahan adalah tambahan atas Bea Masuk seperti Bea Masuk antidumping, Bea Masuk imbalan, Bea Masuk tindakan pengamanan, dan Bea Masuk pembalasan.
7. Perusahaan KITE Pembebasan adalah badan usaha yang ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan.
8. Perusahaan KITE Pengembalian adalah badan usaha yang ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pengembalian.
9. Barang dan Bahan adalah barang dan bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas yang:
  1. diimpor; atau
  2. dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Bebas dan/atau kawasan ekonomi khusus yang berasal dari luar daerah pabean,
dengan fasilitas KITE Pembebasan, untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain untuk menjadi barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
10. Barang dan Bahan Rusak adalah Barang dan Bahan yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan mutu dan tidak dapat diproses atau apabila diproses akan menghasilkan barang Hasil Produksi yang tidak memenuhi kualitas/standar.
11. Barang Contoh adalah barang yang digunakan sebagai contoh untuk menunjang kegiatan proses produksi yang barang Hasil Produksinya untuk tujuan diekspor.
12. Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Barang dan Bahan.
13. Hasil Produksi Rusak adalah Hasil Produksi yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan kualitas/standar mutu.
14. Diolah adalah dilakukan pengolahan untuk menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
15. Dirakit adalah dilakukan perakitan dan/atau penyatuan sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
16. Dipasang adalah dilakukan pemasangan, pelekatan dan/atau penggabungan dengan barang lain sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
17. Konversi adalah suatu pernyataan dari Perusahaaan KITE Pembebasan mengenai komposisi pemakaian Barang dan Bahan untuk setiap satuan Hasil Produksi.
18. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
19. Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
20. Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
21. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam daerah pabean untuk dipamerkan.
22. Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
23. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Cukai.
24. Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah importir dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan.
25. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
26. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
27. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
28. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
29. Kantor Pelayanan Utama yang selanjutnya disingkat KPU adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
30. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
31. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Wilayah, KPU, dan Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.


BAB II
PENETAPAN SEBAGAI PERUSAHAAN KITE PEMBEBASAN,
KEWAJIBAN PERUSAHAAN KITE PEMBEBASAN, DAN
PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PENETAPAN SEBAGAI
PERUSAHAAN KITE PEMBEBASAN

Bagian Pertama
Penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan

Pasal 2


(1) Untuk mendapatkan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, badan usaha yang telah memenuhi kriteria dan persyaratan dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha dengan mengisi daftar isian berupa:
  1. Nomor Induk Berusaha;
  2. nomor, tanggal, dan nama instansi penerbit izin usaha industri;
  3. jenis, nomor, dan tanggal bukti kepemilikan atau bukti penguasaan lokasi;
  4. daftar Barang dan Bahan, daftar Hasil Produksi, dan daftar penerima subkontrak, dalam hal terdapat proses produksi yang akan disubkontrakkan;
  5. data jumlah investasi, jumlah tenaga kerja, serta jumlah aset, utang, dan permodalan;
  6. data indikator kinerja utama (keg performance indicator) yang ditargetkan oleh badan usaha untuk mengukur manfaat ekonomi yang ditimbulkan dari pemanfaatan fasilitas KITE Pembebasan, seperti peningkatan pajak penghasilan badan, peningkatan investasi, dan peningkatan tenaga kerja; dan
  7. waktu kesiapan pemeriksaan lokasi serta pemaparan mengenai proses bisnis dan pemenuhan kriteria.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Sistem Indonesia National Single Window dalam kerangka Online Single Submission.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada:
  1. kepala Kantor Wilayah melalui kepala Kantor Pabean; atau
  2. kepala KPU,
yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha perusahaan.


Pasal 3


(1) Dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), SKP melakukan validasi terhadap isian data yang diajukan oleh badan usaha.
(2) Dalam hal data tidak valid, SKP memberikan respon penolakan disertai dengan alasan penolakan.
(3) Dalam hal data valid, SKP memberikan respon kepada kepala KPU atau kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha untuk:
  1. melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan
  2. menerbitkan berita acara pemeriksaan.
(4) Dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), kepala KPU atau kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha:
  1. melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan
  2. menerbitkan berita acara pemeriksaan.
(5) Pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan ayat (4) huruf a meliputi:
  1. validasi Nomor Induk Berusaha, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis;
  2. validasi atas izin usaha industri atau sejenisnya;
  3. pemeriksaan data isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan dokumen pembuktian kriteria dan persyaratan yang menjadi dasar pengisian; dan
  4. pemeriksaan terhadap pemenuhan kriteria dan persyaratan meliputi:
    1. pemeriksaan jenis usaha (nature of business):
      1. jenis kegiatan produksi dan uraian proses produksi, jenis barang dan bahan serta hasil produksi;
      2. keterkaitan jenis barang dan bahan yang akan diimpor dengan fasilitas KITE dengan bidang usaha badan usaha dan hasil produksi yang akan diekspor;
    2. pemeriksaan bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi kegiatan usaha;
      1. untuk kegiatan produksi, tempat penimbunan Barang dan Bahan serta Hasil Produksi paling singkat 3 (tiga) tahun sejak permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan diajukan;
      2. untuk tempat penimbunan Bahan Baku dan tempat penimbunan Hasil Produksi paling singkat 6 (enam) bulan sejak penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan diajukan, dalam hal tempat penimbunan terpisah dari lokasi untuk kegiatan produksi;
    3. penilaian sistem pengendalian internal;
    4. pemeriksaan pemenuhan kriteria pendayagunaan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT inventory) sesuai Peraturan Direktur Jenderal mengenai penerapan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT inventory) pada perusahaan pengguna fasilitas KITE Pembebasan;
    5. pemeriksaan lokasi kegiatan usaha, tempat penyimpanan, pembongkaran; dan
    6. pemeriksaan terhadap badan usaha penerima subkontrak berdasarkan manajemen risiko.
(6) Dalam hal diperlukan, kepala Kantor Wilayah, kepala KPU, dan kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha dapat meminta asli dokumen pembuktian kriteria dan persyaratan.
(7) Pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah waktu kesiapan pemeriksaan lokasi dalam permohonan.
(8) Kepala Kantor Pabean menyampaikan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada kepala Kantor Wilayah.


Pasal 4


(1) Badan usaha yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, harus melakukan pemaparan mengenai proses bisnis dan pemenuhan kriteria dan persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU.
(2) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh wakil anggota direksi perusahaan.
(3) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau ayat (4).
(4) Berdasarkan pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk membuat berita acara yang ditandatangani pihak badan usaha dan Kantor Wilayah atau KPU, yang paling kurang mencantumkan hasil pemaparan serta waktu selesai pemaparan sebagai dasar janji layanan penerbitan persetujuan atau penolakan atas permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.
(5) Dalam hal terdapat hal yang belum dipaparkan dan/atau hal yang perlu dilengkapi oleh badan usaha, pemaparan dinyatakan belum selesai dan dilakukan penjadwalan ulang.
(6) Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk membuat berita acara tentang tidak dilakukannya pemaparan sesuai waktu yang ditentukan.


Pasal 5


(1) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri memberikan:
  1. persetujuan dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan; atau
  2. penolakan dengan menerbitkan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan,
berdasarkan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau ayat (4), serta berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) dan Pasal 4 ayat (6).
(2) Dalam hal dilakukan pemaparan, Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 1 (satu) jam setelah pemaparan selesai dilakukan.
(3) Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b pada hari kerja berikutnya.
(4) Format dokumen yang digunakan oleh badan usaha dalam permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, serta format yang digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam proses penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kedua
Kewajiban Perusahaan KITE Pembebasan

Pasal 6


(1) Dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) yang didayagunakan Perusahaan KITE Pembebasan, wajib dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara daring.
(2) Badan usaha yang telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan wajib memasang papan nama yang paling kurang mencantumkan nama Perusahaan KITE Pembebasan dan status sebagai perusahaan penerima fasilitas KITE Pembebasan pada setiap lokasi pabrik, lokasi penimbunan, dan lokasi kegiatan usaha.
(3) Perusahaan KITE Pembebasan wajib melakukan penatausahaan barang asal fasilitas KITE Pembebasan sehingga dalam pencatatan dan/atau pembukuan dapat dibedakan dengan barang yang bukan asal fasilitas KITE Pembebasan.
(4) Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan pengawasan untuk memastikan dipenuhinya kewajiban pemenuhan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT inventory) yang dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara daring dan kewajiban pemasangan papan nama melalui mekanisme monitoring dan evaluasi.
(5) Kegiatan pengawasan untuk memastikan dipenuhinya kewajiban pemenuhan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT inventory) yang dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara daring dilakukan sesuai tata cara dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

  

Pasal 7


(1) Perusahaan KITE Pembebasan wajib menyampaikan:
  1. laporan keuangan tahunan; dan
  2. laporan mengenai dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE Pembebasan, capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) yang telah ditargetkan, serta target indikator kinerja utama (key performance indicator) periode berikutnya.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan paling lambat pada akhir bulan ke-4 (empat) setelah akhir tahun pajak.
(3) Atas laporan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. melakukan pendataan atas penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
  2. melakukan pencatatan dan pengelolaan data keuangan, data mengenai dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE Pembebasan, dan data capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) Perusahaan KITE Pembebasan.
(4) Data keuangan dan data capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) Perusahaan KITE Pembebasan digunakan sebagai salah satu sumber data dalam pelaksanaan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemberian fasilitas KITE Pembebasan.
(5) Laporan mengenai dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE Pembebasan, capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) yang telah ditargetkan, serta target indikator kinerja utama (key performance indicator) periode berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Pencatatan data laporan keuangan, data mengenai dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE Pembebasan, dan laporan capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Ketiga
Perubahan atas Keputusan Penetapan sebagai Perusahaan
KITE Pembebasan

Pasal 8


(1) Dalam hal terdapat perubahan data dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, Perusahaan KITE Pembebasan yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan untuk diterbitkan perubahan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan alasan perubahan dan melampirkan dokumen pendukung dalam bentuk salinan digital (soft copy).
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU.
(5) Terhadap permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. menerima berkas permohonan beserta lampirannya;
  2. meneliti kelengkapan dan kesesuaian permohonan beserta lampirannya; dan
  3. melakukan pemeriksaan lapangan dalam hal diperlukan.
(6) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan koordinasi dengan Kepala Kantor Wilayah atau KPU lain, atau dengan Kepala Kantor Pabean terdekat dalam melakukan pemeriksaan lapangan.
(7) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat meminta asli dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal terdapat dokumen dalam bentuk soft copy yang kurang jelas dan/atau memerlukan penjelasan lebih lanjut.
(8) Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan sesuai, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan keputusan tentang perubahan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan dan melakukan pemutakhiran data.
(9) Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak sesuai, kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(10) Persetujuan atau penolakan perubahan data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan diberikan paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik dan tidak dilakukan pemeriksaan lapangan; atau
b. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal:
1) permohonan disampaikan secara elektronik dan dilakukan pemeriksaan lapangan; atau
2) permohonan disampaikan secara tertulis.
(11) Dalam hal terdapat perubahan data keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang elemen data perubahannya telah disetujui oleh instansi terkait, dan elemen data tersebut tersedia dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Perusahaan KITE Pembebasan menyampaikan pemberitahuan perubahan data dimaksud kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan untuk diterbitkan keputusan perubahan.
(12) Keputusan tentang perubahan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(13) Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    

BAB III
IMPOR DAN/ATAU PEMASUKAN, JAMINAN, PEMERIKSAAN
PABEAN, PENGOLAHAN, PERAKITAN, DAN/ATAU
PEMASANGAN, KONVERSI, SUBKONTRAK, SERTA PERIODE
KITE PEMBEBASAN

Bagian Pertama
Impor dan/atau Pemasukan

Pasal 9


(1) Barang dan Bahan dan Barang Contoh dapat diimpor dan/atau dimasukkan dari:
  1. luar daerah pabean;
  2. Pusat Logistik Berikat;
  3. Gudang Berikat;
  4. Kawasan Berikat;
  5. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;
  6. Kawasan Bebas;
  7. kawasan ekonomi khusus; dan/atau
  8. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Perusahaan KITE Pembebasan melakukan impor dan/atau pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan:
  1. pelaksanaan impor dan/atau pemasukan Barang dan Bahan dan Barang Contoh menggunakan dokumen pemberitahuan pabean impor sesuai dengan asal Barang dan Bahan dan Barang Contoh;
  2. jenis Barang dan Bahan yang diimpor dan/atau dimasukkan harus sesuai dengan jenis yang tercantum dalam lampiran keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan; dan
  3. menyerahkan jaminan paling sedikit sebesar nilai Bea Masuk serta pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah atas barang dan bahan sebagaimana diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan.
(3) Atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. menggunakan dokumen pemberitahuan pabean impor;
  2. mengisi pilihan “KITE Pembebasan” dan mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan pada kolom 33 Keterangan Fasilitas dan Persyaratan;
  3. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas;
  4. mencantumkan nilai bea masuk yang dibebaskan, PPN dan PPnBM pada kolom yang ditentukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemberitahuan pabean impor;
  5. menyampaikan PIB yang telah diisi dengan lengkap dan benar kepada Kantor Pabean bongkar; dan
  6. tata cara penyampaian pemberitahuan pabean impor mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai impor barang untuk dipakai.
(4) Atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. menggunakan dokumen pemberitahuan impor barang dari Pusat Logistik Berikat;
  2. mengisi pilihan “KITE Pembebasan” dan mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan pada kolom 37 Keterangan Fasilitas dan Persyaratan;
  3. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas;
  4. mencantumkan nilai bea masuk yang dibebaskan, PPN dan PPnBM pada kolom yang ditentukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor Dari Pusat Logistik Berikat Untuk Diimpor Untuk Dipakai;
  5. menyampaikan dokumen pemberitahuan impor barang dari Pusat Logistik Berikat yang telah diisi dengan lengkap dan benar kepada Kantor Pabean bongkar; dan
  6. tata cara penyampaian dokumen pemberitahuan impor barang dari Pusat Logistik Berikat mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor Dari Pusat Logistik Berikat Untuk Diimpor Untuk Dipakai.
(5) Atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat melakukan hal-hal sebagai berikut:
    1. mengisi dokumen pemberitahuan impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat untuk diimpor untuk dipakai;
    2. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan pada kolom “Penerima Barang”;
    3. mengisi pilihan kode 03 untuk fasilitas KITE pada kolom 17 Fasilitas Impor;
    4. mencantumkan nilai bea masuk pada kolom “Dibebaskan” dan pajak dalam rangka impor pada kolom “Dibayar”;
    5. melakukan pelunasan atas tagihan pajak dalam rangka impor;
    6. menyerahkan dokumen pemberitahuan impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat untuk diimpor untuk dipakai kepada Perusahaan KITE Pembebasan untuk proses penyerahan jaminan;
    7. menyampaikan dokumen pemberitahuan impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat untuk diimpor untuk dipakai yang telah diterbitkan Surat Tanda Terima Jaminan dan dilunasi tagihan pajak dalam rangka impornya kepada Kantor Pabean yang mengawasi Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya Kantor Pabean akan melakukan konfirmasi Surat Tanda Terima Jaminan; dan
    8. melakukan pengeluaran barang setelah mendapat persetujuan pengeluaran barang dari Kantor Pabean yang mengawasi Tempat Penimbunan Berikat;
  2. Perusahaan KITE Pembebasan melakukan hal-hal sebagai berikut:
    1. menyerahkan jaminan atas dokumen pemberitahuan impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat untuk diimpor untuk dipakai ke Kantor Wilayah atau KPU penerbit keputusan penetapan Fasilitas KITE Pembebasan atau Kantor Pabean untuk mendapatkan Surat Tanda Terima Jaminan; dan
    2. mengirimkan kembali dokumen pemberitahuan impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat yang telah dilengkapi dengan fotokopi Surat Tanda Terima Jaminan dan fotokopi jaminan kepada perusahaan Tempat Penimbunan Berikat;
  3. Tata cara penyampaian dokumen pemberitahuan impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat dan pengeluaran barang mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor dari Tempat Penimbunan Berikat Untuk Diimpor Untuk Dipakai.
(6) Atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Pengusaha di Kawasan Bebas melakukan hal-hal sebagai berikut:
    1. mengisi dokumen Pemberitahuan Pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean;
    2. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan pada kolom “Dokumen Pelengkap Pabean” pada baris “Lainnya”;
    3. mencantumkan nilai Bea Masuk pada kolom “Dibebaskan” dan pajak dalam rangka impor dalam kolom “Dibayar”;
    4. melakukan pelunasan atas tagihan pajak dalam rangka impor;
    5. menyerahkan dokumen Pemberitahuan Pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean kepada Perusahaan KITE Pembebasan untuk proses penyerahan jaminan;
    6. menyampaikan dokumen pemberitahuan impor barang dari Kawasan Bebas untuk diimpor untuk dipakai yang telah diterbitkan Surat Tanda Terima Jaminan dan dilunasi tagihan pajak dalam rangka impornya kepada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Bebas yang selanjutnya Kantor Pabean akan melakukan konfirmasi Surat Tanda Terima Jaminan; dan
    7. melakukan pengeluaran barang setelah mendapat persetujuan pengeluaran barang dari Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Bebas;
  2. Perusahaan KITE Pembebasan melakukan hal-hal sebagai berikut:
    1. menyerahkan jaminan atas dokumen pemberitahuan impor barang dari Kawasan Bebas untuk diimpor untuk dipakai ke Kantor Wilayah atau KPU penerbit keputusan penetapan Fasilitas KITE Pembebasan atau Kantor Pabean untuk mendapatkan Surat Tanda Terima Jaminan; dan
    2. mengirimkan kembali dokumen Pemberitahuan Pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean kepada Pengusaha di Kawasan Bebas yang telah dilengkapi dengan fotokopi Surat Tanda Terima Jaminan dan fotokopi jaminan untuk proses pengeluaran barang;
  3. tata cara penyampaian dokumen pemberitahuan impor barang dari Kawasan Bebas dan pengeluaran barang mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata laksana pengeluaran barang impor dari Kawasan Bebas untuk diimpor untuk dipakai.


Bagian Kedua
Jaminan

Pasal 10


(1) Atas impor dan/atau pemasukan Barang dan Bahan dengan fasilitas KITE Pembebasan, Perusahaan KITE Pembebasan harus menyerahkan jaminan kepada:
  1. Kantor Wilayah atau KPU penerbit keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan; atau
  2. Kantor Pabean tempat pemberitahuan pabean disampaikan,
pada saat pemberitahuan pabean diajukan.
(2) Jaminan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit sebesar Bea Masuk serta pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah atas Barang dan Bahan sebagaimana diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan.
(3) Jangka waktu jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling singkat selama penjumlahan waktu:
  1. periode KITE Pembebasan; dan
  2. tiga bulan sesuai jangka waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban, penelitian laporan pertanggungjawaban, dan penyelesaian jaminan.
(4) Dalam hal terdapat perpanjangan periode KITE Pembebasan, Perusahaan KITE Pembebasan wajib melakukan perpanjangan jangka waktu jaminan.
(5) Dalam hal jangka waktu jaminan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), laporan pertanggungjawaban tidak dapat diproses.
(6) Perusahaan KITE Pembebasan dapat menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk jaminan perusahaan (corporate guarantee) dengan ketentuan:
  1. Perusahaan KITE Pembebasan telah mendapatkan pengakuan sebagai operator ekonomi bersertifikat (authorized economic operator);
  2. Perusahaan KITE Pembebasan merupakan importir yang telah ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan; atau
  3. Perusahaan KITE Pembebasan dengan kategori risiko rendah,
yang memiliki kondisi keuangan yang baik, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan.
(7) Bentuk, waktu, dan tata cara penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta penetapan Perusahaan untuk dapat menyerahkan jaminan dalam bentuk jaminan perusahaan (corporate guarantee) sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan.


Pasal 11


(1) Terhadap jaminan yang diserahkan oleh Perusahaan KITE Pembebasan, selain jaminan dalam bentuk jaminan perusahaan (corporate guarantee), Pejabat Bea dan Cukai:
  1. melakukan penelitian terhadap jumlah dan jangka waktu jaminan; dan
  2. dapat melakukan konfirmasi penerbitan jaminan kepada penjamin atau surety dengan mempertimbangkan tingkat risiko Perusahaan KITE Pembebasan dan penjamin.
(2) Dalam hal hasil penelitian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat ketidaksesuaian jaminan, Pejabat Bea dan Cukai menolak jaminan dengan menerbitkan surat penolakan jaminan.
(3) Dalam hal hasil penelitian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat kesesuaian jaminan, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ).
(4) Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Ketiga
Pemeriksaan Pabean

Pasal 12


(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan pabean atas pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan yang menggunakan fasilitas KITE Pembebasan.
(2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(3) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditemukan adanya ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang antara yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan dengan hasil pemeriksaan fisik barang, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap kelebihan jumlah dan/atau ketidaksesuaian jenis barang dimaksud tidak dapat diberikan fasilitas KITE Pembebasan; dan
  2. dilakukan penelitian dan diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(5) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kedapatan bahwa jumlah barang sesuai dan jenis barang yang diimpor sesuai dengan jenis barang yang tercantum dalam lampiran keputusan KITE Pembebasan, namun ditemukan adanya ketidaksesuaian tarif dan/atau nilai pabean antara yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan dengan hasil penelitian dokumen, sehingga nilai jaminan tidak mencukupi, Perusahaan KITE Pembebasan melakukan penyesuaian jaminan.
(6) Untuk melakukan penyesuaian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menyampaikan nota pembetulan jaminan kepada:
  1. perusahaan KITE Pembebasan; dan
  2. kepala Kantor Wilayah atau KPU penerbit keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, dalam hal jaminan diserahkan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU.
(7) Berdasarkan nota pembetulan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Perusahaan KITE Pembebasan menyerahkan jaminan pengganti.
(8) Atas jaminan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (7), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau kepala Kantor Pabean menerbitkan Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ).

     

Pasal 13


(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan pabean atas kesesuaian jumlah dan jenis Barang Contoh yang diimpor berdasarkan surat persetujuan impor Barang Contoh dengan mendapatkan fasilitas pembebasan Bea Masuk serta pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah terutang tidak dipungut.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis Barang Contoh, terhadap kelebihan jumlah dan/atau ketidaksesuaian jenis Barang Contoh tidak dapat diberikan fasilitas pembebasan Bea Masuk serta pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah terutang tidak dipungut.
(3) Terhadap hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.


Pasal 14


(1) Perusahaan KITE Pembebasan wajib membongkar dan menimbun Barang dan Bahan, Barang Contoh, serta Hasil Produksi di lokasi yang tercantum dalam lampiran keputusan KITE Pembebasan.
(2) Perusahaan KITE Pembebasan dapat melakukan pembongkaran dan penimbunan Barang dan Bahan, Barang Contoh, serta Hasil Produksi di lokasi selain lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan:
  1. mengajukan permohonan dan mendapatkan persetujuan dari kepala Kantor Wilayah atau KPU; atau
  2. menyampaikan pemberitahuan penambahan atau perubahan tempat lokasi penimbunan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, bagi perusahaan KITE Pembebasan yang telah mendapatkan pengakuan sebagai operator ekonomi bersertifikat (authorized economic operator) dan/atau importir yang telah ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan secara elektronik.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan atau pemberitahuan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU.
(5) Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling lama:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan pembongkaran dan penimbunan Barang dan Bahan, Barang Contoh, dan/atau Hasil Produksi di lokasi selain yang tercantum dalam lampiran keputusan KITE Pembebasan.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(8) Persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembongkaran dan/atau penimbunan.
(9) Dalam hal lokasi pembongkaran dan/atau penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipergunakan secara tetap dan/atau berulang, Perusahaan KITE Pembebasan wajib melakukan perubahan data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.
(10) Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan membongkar dan/atau menimbun Barang dan Bahan, Barang Contoh, serta Hasil Produksi selain di lokasi penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), fasilitas KITE Pembebasan dibekukan.
(11) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayal (2) huruf a, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(12) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(13) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

          

Bagian Keempat
Pengolahan, Perakitan, dan/atau Pemasangan Barang dan
Bahan, Konversi, dan Subkontrak

Pasal 15


(1) Barang dan Bahan wajib Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain untuk menghasilkan barang Hasil Produksi dengan tujuan diekspor.
(2) Terhadap Barang dan Bahan yang Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pembebasan wajib menyerahkan Konversi kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan dalam hal Konversi belum direkam dalam SKP.
(3) Penyerahan konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sebelum proses produksi dimulai.
(4) Dalam hal terdapat perubahan Konversi atas Hasil Produksi sebelumnya, Perusahaan KITE Pembebasan harus mengajukan perubahan Konversi kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, dengan menyerahkan Konversi baru.
(5) Perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus diajukan paling lama sebelum tanggal pemberitahuan pabean ekspor.
(6) Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan menyerahkan Konversi melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau mengajukan perubahan Konversi melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), laporan pertanggungjawaban atas Barang dan Bahan yang merujuk pada Konversi tersebut ditolak.
(7) Perubahan Konversi setelah tanggal pemberitahuan pabean ekspor dapat dilakukan dalam hal:
  1. kesalahan penulisan kode satuan;
  2. kesalahan penulisan karakter pada kode Barang dan Bahan dan/atau kode Hasil Produksi, seperti karakter “1”, tertulis “I”; dan/atau
  3. kesalahan penulisan koefisien karena ekuivalensi, seperti “100 cm”, tertulis “1 m”.
(8) Perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan dengan menambahkan kode baru Hasil Produksi dan/atau kode Barang dan Bahan setelah seri terakhir kode Hasil Produksi dan/atau kode Barang dan Bahan pada nomor Konversi yang telah ada dalam database SKP fasilitas KITE Pembebasan.
(9) Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan tidak menyerahkan Konversi, laporan pertanggungjawaban tidak diterima.


Pasal 16


(1) Konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) atau perubahan Konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) diserahkan dengan cara:
  1. dikirim secara daring melalui pertukaran data elektronik ke dalam SKP fasilitas KITE Pembebasan; atau
  2. diserahkan dengan surat permohonan pengunggahan (loading) Konversi kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU.
(2) Terhadap Konversi dan perubahan Konversi yang diserahkan secara daring melalui pertukaran data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, proses penerimaan dan penyampaian tanda terima loading Konversi dilakukan menggunakan SKP fasilitas KITE Pembebasan.
(3) Terhadap Konversi dan perubahan Konversi yang diserahkan dengan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejabat Bea dan Cukai:
  1. menerima surat permohonan pengunggahan (loading) Konversi dan data Konversi yang akan diunggah;
  2. melakukan pengunggahan (loading) data Konversi ke dalam SKP fasilitas KITE Pembebasan; dan
  3. menyampaikan tanda terima loading Konversi kepada Perusahaan KITE Pembebasan.
(4) Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(5) Konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 17


(1) Perusahaan KITE Pembebasan dapat mensubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Barang dan Bahan kepada penerima subkontrak yang tercantum dalam data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.
(2) Perusahaan KITE Pembebasan dapat mensubkontrakkan seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan atas kelebihan kontrak yang tidak dapat dikerjakan karena keterbatasan kapasitas produksi kepada penerima subkontrak yang tercantum dalam data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, dengan ketentuan Perusahaan KITE Pembebasan:
  1. berstatus perusahaan terbuka yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat;
  2. telah mendapatkan pengakuan sebagai operator ekonomi bersertifikat (authorized economic operator):
  3. merupakan importir yang telah ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan; atau
  4. selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, dengan kategori risiko rendah,
dengan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.
(3) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU dilampiri dengan:
  1. paparan mengenai kapasitas produksi; dan
  2. perjanjian kerja sama subkontrak paling kurang memuat uraian pekerjaan yang dilakukan.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis.
(6) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(7) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan subkontrak seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan atas kelebihan kontrak yang tidak dapat dikerjakan karena keterbatasan kapasitas produksi.
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(10)  Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

          

Pasal 18


(1) Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan mensubkontrakkan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan kepada penerima subkontrak yang belum tercantum dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, Perusahaan KITE Pembebasan wajib:
  1. mengajukan permohonan terlebih dahulu kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan; atau
  2. menyampaikan pemberitahuan penambahan penerima subkontrak kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, bagi Perusahaan KITE Pembebasan yang telah mendapatkan pengakuan sebagai operator ekonomi bersertifikat (authorized economic operator) dan/atau importir yang telah ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan secara elektronik.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan atau pemberitahuan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU.
(4) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan subkontrak kepada penerima subkontrak yang belum tercantum dalam lampiran keputusan KITE Pembebasan.
(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(7) Persetujuan kegiatan subkontrak kepada penerima subkontrak yang belum tercantum dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya berlaku untuk 1 (satu) kali kegiatan subkontrak.
(8) Dalam hal subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilakukan secara tetap dan/atau berulang, Perusahaan KITE Pembebasan harus mengajukan perubahan data penerima subkontrak dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.
(9) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

     

Pasal 19


(1) Perusahaan KITE Pembebasan dapat mensubkontrakkan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan kepada penerima subkontrak di luar daerah pabean, dengan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.
(2) Kegiatan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam hal secara teknis pekerjaan subkontrak tersebut tidak dapat dikerjakan di dalam daerah pabean atau tidak dapat memenuhi standar mutu dalam hal dikerjakan di dalam daerah pabean.
(3) Atas impor kembali hasil pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. dilakukan pemeriksaan fisik;
  2. fasilitas KITE Pembebasan tetap diberikan dalam hal dapat dibuktikan barang yang diimpor kembali merupakan barang yang disubkontrakkan ke luar daerah pabean; dan
  3. atas bagian-bagian (parts) pengganti atau ditambahkan, serta biaya pengerjaannya termasuk ongkos angkutan dan asuransi, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai impor kembali barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan, dan pengujian.
(4) Ekspor untuk kegiatan subkontrak kepada penerima subkontrak di luar daerah pabean dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor.
(5) Impor kembali hasil pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.

 

Pasal 20


(1) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU dilampiri dengan:
  1. daftar jenis dan jumlah barang yang akan disubkontrakkan disertai dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan asal barang yang akan disubkontrakkan;
  2. alur proses produksi dan alasan perlunya dilakukan kegiatan subkontrak kepada penerima subkontrak di luar daerah pabean;
  3. dokumen yang akan dapat membuktikan bahwa barang yang nantinya diimpor kembali merupakan barang yang disubkontrakkan ke luar daerah pabean; dan
  4. daftar perkiraan bagian-bagian (parts) pengganti atau ditambahkan, serta biaya perbaikannya termasuk ongkos angkutan dan asuransi, dalam hal terdapat penggantian, penambahan, atau biaya-biaya dimaksud.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis.
(4) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditujuk melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan subkontrak kepada penerima subkontrak di luar daerah pabean.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(8) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9)  Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

    

Bagian Kelima
Periode KITE Pembebasan

Pasal 21


(1) Periode KITE Pembebasan merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan KITE Pembebasan untuk melaksanakan realisasi ekspor terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan.
(2) Periode KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan:
  1. untuk waktu paling lama 12 (dua belas) bulan; atau
  2. melebihi waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan.
(3) Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan dilampiri dengan bukti yang mendukung pemenuhan persyaratan perpanjangan periode KITE Pembebasan.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan sebelum periode KITE Pembebasan berakhir.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik.
(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis.
(7) Atas permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap:
  1. periode KITE Pembebasan atas dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan;
  2. alasan permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan; dan
  3. bukti pendukung terkait alasan permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan.
(8) Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU:
  1. menerbitkan surat persetujuan perpanjangan periode KITE Pembebasan, dengan jangka waktu paling lama sesuai ketentuan; dan
  2. menyampaikan pemberitahuan kepada Perusahaan KITE Pembebasan untuk memperpanjang jangka waktu jaminan.
(10) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(11) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(12) Surat persetujuan perpanjangan periode KITE Pembebasan, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(13) Surat penolakan atas permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

     

Pasal 22


(1) Perusahaan KITE Pembebasan dapat mengajukan permohonan perpanjangan kembali periode KITE Pembebasan yang telah diberikan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (9), dengan dilampiri bukti yang mendukung pemenuhan persyaratan perpanjangan periode KITE Pembebasan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal melalui kepala Kantor Wilayah atau KPU.
(4) Atas permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap:
  1. periode KITE Pembebasan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan;
  2. alasan permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan; dan
  3. bukti pendukung terkait alasan permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan.
(5) Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan rekomendasi kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan mengenai persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(6) Atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian kembali terhadap:
  1. periode KITE Pembebasan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan;
  2. alasan permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan; dan
  3. bukti pendukung terkait alasan permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan.
(7) Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah rekomendasi dari Kepala Kantor Wilayah atau KPU diterima, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah rekomendasi dari Kepala Kantor Wilayah atau KPU diterima, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan:
  1. menerbitkan surat persetujuan perpanjangan periode KITE Pembebasan, dengan jangka waktu paling lama sesuai ketentuan; dan
  2. menyampaikan pemberitahuan kepada Perusahaan KITE Pembebasan untuk memperpanjang jangka waktu jaminan.
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Fasilitas Kepabeanan menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(10) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11) Surat rekomendasi mengenai perpanjangan periode KITE Pembebasan, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(12) Surat persetujuan perpanjangan periode KITE Pembebasan, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(13) Surat penolakan atas permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

        

BAB IV
EKSPOR

Pasal 23


(1) Perusahaan KITE Pembebasan wajib melakukan ekspor terhadap seluruh Hasil Produksi.
(2) Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan cara:
  1. langsung ke luar daerah pabean;
  2. melalui Pusat Logistik Berikat; dan/atau
  3. diserahkan kepada Perusahaan KITE Pembebasan lain atau Perusahaan KITE Pengembalian, untuk ekspor barang gabungan.
(3) Atas ekspor melalui Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan Bahan dalam hal Hasil Produksi telah dikeluarkan dari Pusat Logistik Berikat ke pelabuhan muat untuk diekspor.
(4) Ekspor barang gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan Bahan dalam hal telah diekspor;
(5) Ekspor barang gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. digabungkan dengan Hasil Produksi Perusahaan KITE Pembebasan lain atau Perusahaan KITE Pengembalian;
  2. wajib diekspor dalam satu kesatuan unit;
  3. Ekspor sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan sebelum periode KITE Pembebasan;
  4. penyerahan barang untuk tujuan penggabungan dilakukan dengan menggunakan Surat Serah Terima Barang (SSTB); dan
  5. diberitahukan dalam 1 (satu) dokumen pemberitahuan pabean ekspor sebagai ekspor Hasil Produksi dengan mengisi nomor dan tanggal SSTB dalam lembar lanjutan dokumen pelengkap pabean.
(6) Diekspor dalam satu kesatuan unit sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b merupakan Hasil Produksi Perusahaan KITE Pembebasan digabungkan menjadi satu kesatuan yang utuh dengan hasil produksi perusahaan lain namun masing-masing barang masih dapat dipisahkan.


Pasal 24


(1) Atas ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a, Perusahaan KITE Pembebasan:
  1. memberitahukan ekspor sebagai kategori ekspor dengan fasilitas KITE Pembebasan; dan
  2. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor.
(2) Atas ekspor melalui Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b, Perusahaan KITE Pembebasan mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor.
(3) Dalam hal dokumen pemberitahuan pabean ekspor tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), atas ekspor dimaksud tidak dapat digunakan sebagai penyelesaian Barang dan Bahan yang mendapat fasilitas KITE Pembebasan.
(4) Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor.


BAB V
PEMBEBASAN DARI KEWAJIBAN KEPABEANAN DAN
PERPAJAKAN KARENA KEADAAN TERTENTU

Pasal 25


(1) Dalam keadaan tertentu, atas Barang dan Bahan dan/atau Barang Contoh yang periode KITE Pembebasan belum berakhir dan belum dipertanggungjawabkan, Perusahaan KITE Pembebasan dibebaskan dari kewajiban membayar:
  1. Bea Masuk serta pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. kondisi kahar (force majeure), seperti peperangan, bencana alam, atau kebakaran; atau
  2. kondisi lain yang mengakibatkan Perusahaan KITE Pembebasan tidak dapat mempertanggungjawabkan Barang dan Bahan dan/atau Barang Contoh berdasarkan manajemen risiko dan pertimbangan kepala Kantor Wilayah atau KPU.
(3) Pembebasan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri.
(4) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perusahaan KITE Pembebasan menyampaikan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU dengan melampirkan:
  1. bukti keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa surat keterangan dari instansi yang berwenang;
  2. pernyataan jenis, jumlah, dan uraian barang yang musnah atau hilang karena keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan pencantuman nomor dan tanggal dokumen pemberitahuan pabean; dan
  3. bukti yang mendukung bahwa barang musnah atau hilang karena keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara elektronik.
(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis.
(7) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditujuk melakukan penelitian:
  1. kebenaran bukti keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
  2. bukti yang mendukung bahwa barang musnah atau hilang karena keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
  3. periode KITE Pembebasan atas barang yang musnah atau hilang karena keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan
  4. dalam hal diperlukan, kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat, melakukan pemeriksaan fisik, meminta untuk dilakukan audit kepabeanan dan/atau meminta pertimbangan pihak ketiga yang berkompeten untuk membuktikan Barang dan Bahan telah musnah atau hilang karena keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri melakukan hal-hal sebagai berikut :
  1. menerbitkan surat keputusan pembebasan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
  2. mengembalikan jaminan sebesar kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah dibebaskan; dan
  3. melakukan penyesuaian saldo Barang dan Bahan yang harus dipertanggungjawabkan berdasarkan surat keputusan pembebasan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(9) Surat keputusan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

     

BAB VI
PERTANGGUNGJAWABAN

Bagian Pertama
Penyelesaian Barang dan Bahan

Pasal 26


(1) Barang dan Bahan yang diimpor dan/atau dimasukkan oleh Perusahaan KITE Pembebasan diselesaikan dengan cara Diolah, Dirakit, dan/atau Dipasang untuk diekspor.
(2) Barang dan Bahan Rusak, yang tidak dapat Diolah, Dirakit, atau Dipasang, diselesaikan dengan cara dimusnahkan, diekspor kembali, atau dikembalikan.
(3) Barang dalam proses (work in process) rusak sehingga tidak dapat Diolah, Dirakit, dan/atau Dipasang, diselesaikan dengan cara dimusnahkan.
(4) Hasil Produksi Rusak diselesaikan dengan cara dimusnahkan.
(5) Barang dan Bahan Rusak, yang karena sifat barang tersebut tidak dapat dimusnahkan, dan tidak dapat di ekspor kembali atau dikembalikan, diselesaikan dengan cara dirusak.
(6) Barang dalam proses (work in process) rusak dan Hasil Produksi Rusak, yang karena sifat barang tersebut tidak dapat dimusnahkan, diselesaikan dengan cara dirusak.
(7) Barang dan Bahan sisa atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan yang diimpor dari luar daerah pabean dapat diekspor kembali.
(8) Barang dan Bahan sisa atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan yang dimasukkan dari tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dapat dikembalikan dengan persetujuan kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat lokasi pengolahan atau pabrik.
(9) Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8) dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan Bahan sepanjang dilakukan dalam periode KITE Pembebasan.
    
    

Pasal 27


(1) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring atas penyelesaian Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil monitoring kedapatan Barang dan Bahan tidak dilakukan penyelesaian, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat penetapan dan menyampaikan kepada Perusahaan KITE Pembebasan untuk melunasi:
  1. Bea Masuk dan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah atas Barang dan Bahan yang terutang
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Pelaksanaan monitoring dan penerbitan surat penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan dengan menggunakan SKP fasilitas KITE Pembebasan.


Pasal 28


(1) Sisa proses produksi (waste/scrap) dapat dimusnahkan atau dijual kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean.
(2) Dalam hal sisa proses produksi (waste/scrap) dijual kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean, Perusahaan KITE Pembebasan wajib:
a. memberitahukan sisa proses produksi (waste/scrap) yang dijual dalam dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4) kepada kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi kegiatan usaha;
b. membayar:
1. Bea Masuk, dengan perhitungan sebagai berikut:
a) 5% (lima persen) dikalikan harga jual, dalam hal tarif Bea Masuk umum (Most Favoured Nation) Barang dan Bahannya 5% (lima persen) atau lebih; atau
b) tarif yang berlaku dikalikan harga jual, dalam hal tarif Bea Masuk umum (Most Favoured Nation) Barang dan Bahannya kurang dari 5% (lima persen);
2. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan Bahan impor dan/atau pemasukan, yang dihitung berdasarkan harga jual; dan
c. memungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah dan membuat faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi kegiatan usaha:
  1. meneliti dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor;
  2. melakukan pemeriksaan fisik berdasarkan manajemen risiko; dan
  3. menerbitkan tagihan (billing) untuk pelunasan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.


Pasal 29


(1) Perusahaan KITE Pembebasan harus mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi tempat pengolahan atau pabrik untuk dapat melakukan pemusnahan:
a. Barang dan Bahan Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dengan dilampiri:
  1. dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4);
  2. dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan serta dokumen pelengkap pabean; dan
  3. rekapitulasi jenis, jumlah, satuan, kode barang, serta nomor dan tanggal dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan Barang dan Bahan Rusak yang akan dimusnahkan.
b. Barang dalam proses (work in process) rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3), Hasil Produksi Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4), dan sisa proses produksi (waste/scrap) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), dengan dilampiri:
1. dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4);
2. dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan serta dokumen pelengkap pabean; dan
3. daftar barang yang akan dimusnahkan memuat rincian berupa:
a) uraian jenis, jumlah, satuan, kode barang dalam proses (work inprocess) rusak, Hasil Produksi Rusak, atau sisa proses produksi (waste/scrap);
b) uraian jenis, jumlah, kode Barang dan Bahan serta nomor dan tanggal dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan asal Barang dan Bahan dari barang dalam proses (work in process) rusak dan/atau Hasil Produksi Rusak yang akan dimusnahkan.
(2) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian:
  1. kelengkapan dan kebenaran pengisian dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4);
  2. kelengkapan pengisian rekapitulasi jenis, jumlah, kode barang, serta nomor dan tanggal dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan Barang dan Bahan Rusak yang akan dimusnahkan;
  3. kesesuaian jenis Barang dan Bahan Rusak yang akan dimusnahkan dengan jenis barang dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan;
  4. kesesuaian jenis, jumlah dan kode barang yang akan dimusnahkan dengan dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4); dan
  5. periode KITE Pembebasan Barang dan Bahan yang akan dimusnahkan berdasarkan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian:
a. kelengkapan dan kebenaran pengisian dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4);
b. kelengkapan pengisian daftar barang berupa:
1) uraian jenis, jumlah, satuan, kode barang dalam proses (work in process) rusak, Hasil Produksi Rusak, atau sisa proses produksi (waste/scrap); dan
2) uraian jenis, jumlah, satuan, kode Barang dan Bahan serta nomor dan tanggal dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan asal Barang dan Bahan dari barang dalam proses (work in process) rusak dan/atau Hasil Produksi Rusak yang akan dimusnahkan;
c. kesesuaian jenis Barang dan Bahan asal dari barang dalam proses (work in process) rusak atau Hasil Produksi Rusak yang akan dimusnahkan dengan jenis Barang dan Bahan berdasarkan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan;
d. kesesuaian jenis, jumlah, satuan, dan kode barang yang akan dimusnahkan dengan dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor; dan
e. periode KITE Pembebasan Barang dan Bahan asal dari barang dalam proses (work in process) rusak atau Hasil Produksi Rusak yang akan dimusnahkan berdasarkan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan.
(4) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai, Pejabat Bea dan Cukai:
a. melakukan pencacahan;
b. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemusnahan; dan
c. membuat berita acara pemusnahan.
(5) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
(6) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terdapat barang yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukan pemusnahan, permohonan pemusnahan terhadap barang tersebut ditolak.


Pasal 30


(1) Perusahaan KITE Pembebasan harus mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi tempat pengolahan atau pabrik untuk dapat melakukan penyelesaian dengan cara dirusak terhadap:
a. Barang dan Bahan Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5), dengan dilampiri:
1. dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan serta dokumen pelengkap pabean;
2. rekapitulasi jenis, jumlah, kode barang, serta nomor dan tanggal dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan Barang dan Bahan Rusak yang akan diselesaikan dengan cara dirusak.
b. Barang dalam proses (work in process) rusak dan Hasil Produksi Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (6), dengan dilampiri:
1. dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan serta dokumen pelengkap pabean asal Barang dan Bahan dari barang dalam proses (work in process) rusak dan Hasil Produksi Rusak;
2. daftar barang yang akan diselesaikan dengan cara dirusak memuat rincian berupa:
a) uraian jenis, jumlah, kode barang dalam proses (work in process) rusak atau Hasil Produksi Rusak;
b) uraian jenis, jumlah, kode Barang dan Bahan serta nomor dan tanggal dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan asal Barang dan Bahan dari barang dalam proses (work in process) rusak dan/atau Hasil Produksi Rusak yang akan diselesaikan dengan cara dirusak.
(2) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian:
  1. kelengkapan pengisian rekapitulasi jenis, jumlah, kode barang, serta nomor dan tanggal dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan Barang dan Bahan Rusak yang akan diselesaikan dengan cara dirusak;
  2. kesesuaian jenis Barang dan Bahan Rusak yang akan diselesaikan dengan cara dirusak dengan jenis barang dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan; dan
  3. periode KITE Pembebasan Barang dan Bahan yang akan diselesaikan dengan cara dirusak berdasarkan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian:
a. kelengkapan pengisian daftar barang berupa:
1) uraian jenis, jumlah, satuan, kode barang dalam proses (work in process) rusak atau Hasil Produksi Rusak; dan
2) uraian jenis, jumlah, satuan, kode Barang dan Bahan serta nomor dan tanggal dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan asal Barang dan Bahan dari barang dalam proses (work in process) rusak dan/atau Hasil Produksi Rusak yang akan diselesaikan dengan cara dirusak;
b. kesesuaian jenis Barang dan Bahan asal dari barang dalam proses (work in process) rusak atau Hasil Produksi Rusak yang akan diselesaikan dengan cara dirusak dengan jenis Barang dan Bahan berdasarkan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan; dan
c. periode KITE Pembebasan Barang dan Bahan asal dari barang dalam proses (work in process) rusak atau Hasil Produksi Rusak yang akan diselesaikan dengan cara dirusak berdasarkan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan.
(4) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terdapat barang yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukan penyelesaian dengan cara dirusak:
  1. barang yang tidak memenuhi syarat untuk dirusak tersebut ditolak; dan
  2. pelaksanaan penyelesaian barang dengan cara dirusak dilakukan terhadap barang yang memenuhi syarat.
(5) Terhadap barang yang akan diselesaikan dengan cara dirusak berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai atau memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, Pejabat Bea dan Cukai:
  1. melakukan pencacahan;
  2. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyelesaian dengan cara dirusak; dan
  3. membuat berita acara penyelesaian dengan cara dirusak.
(6) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
(7) Berdasarkan berita acara penyelesaian dengan cara dirusak, Perusahaan KITE Pembebasan:
  1. memberitahukan Barang dan Bahan, barang dalam proses (work in process) rusak, dan Hasil Produksi Rusak yang diselesaikan dengan cara dirusak dengan menggunakan dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4) kepada kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi kegiatan usaha;
  2. membayar bea masuk dengan perhitungan sebagai berikut:
    1. 5% (lima persen) dikalikan harga jual, dalam hal tarif Bea Masuk umum (Most Favoured Nation) Barang dan Bahannya 5% (lima persen) atau lebih; atau
    2. tarif yang berlaku dikalikan harga jual, dalam hal tarif Bea Masuk umum (Most Favoured Nation) Barang dan Bahannya kurang dari 5% (lima persen);
  3. membayar pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah atas Barang dan Bahan impor dan/atau pemasukan yang dihitung berdasarkan harga jual; dan
  4. memungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah dan membuat faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(8) Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi kegiatan usaha atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. meneliti kelengkapan dan kebenaran pengisian dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor; dan
  2. menerbitkan tagihan (billing) untuk pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dan ayat (7) huruf c.


Pasal 31


(1) Untuk dapat melakukan ekspor kembali Barang dan Bahan Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dan Barang dan Bahan sisa atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (7), Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Pabean pemuatan.
(2) Untuk dapat melakukan pengembalian Barang dan Bahan Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dan Barang dan Bahan sisa atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (8), Perusahaan KITE Pembebasan harus mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi tempat pengolahan atau pabrik.
(3) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilampirkan pada saat pengajuan dokumen pemberitahuan ekspor kembali atau pengembalian.
(4) Ekspor kembali atau pengembalian Barang dan Bahan Rusak dan Barang dan Bahan sisa dilaksanakan sesuai dengan:
  1. peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor;
  2. peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat;
  3. peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kawasan Ekonomi Khusus; atau
  4. peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kawasan Bebas.
(5) Perusahaan KITE Pembebasan meminta salinan dokumen pemberitahuan pabean pemasukan ke Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Ekonomi Khusus, atau Kawasan Bebas, atas pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk kelengkapan penyampaian laporan pertanggungjawaban.


Bagian Kedua
Laporan Pertanggungjawaban

Pasal 32


(1) Perusahaan KITE Pembebasan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas penyelesaian Barang dan Bahan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya periode KITE Pembebasan.
(2) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01).
(3) Laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan dengan cara:
  1. diserahkan dengan surat permohonan pengunggahan (loading) BCL.KT 01 kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU; atau
  2. dikirim secara daring melalui pertukaran data elektronik ke dalam SKP fasilitas KITE Pembebasan.
(4) Dalam hal tanggal jatuh tempo penyampaian laporan pertanggungjawaban jatuh pada hari libur nasional, laporan pertanggungjawaban disampaikan paling lama pada hari kerja berikutnya setelah tanggal jatuh tempo.
(5) Kewajiban penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi dalam hal telah diterima dalam SKP, dengan mendapatkan register.
(6) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring atas kewajiban penyampaian laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01).
(7) Kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan pemberitahuan pertama kepada Perusahaan KITE Pembebasan atas Barang dan Bahan yang belum disampaikan laporan pertanggungjawabannya, 30 (tiga puluh) hari sebelum periode KITE Pembebasan berakhir.
(8) Kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan pemberitahuan kedua kepada Perusahaan KITE Pembebasan atas Barang dan Bahan yang belum disampaikan laporan pertanggungjawaban, 30 (tiga puluh) hari sebelum batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban berakhir.
(9) Pemberitahuan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan pemberitahuan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat disampaikan menggunakan SKP.
(10) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (4) laporan pertanggungjawaban tidak disampaikan, fasilitas KITE Pembebasan dibekukan.
(11) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman atas pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dalam SKP.
(12) Perusahaan KITE Pembebasan dapat menyampaikan laporan pertanggungjawaban paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dibekukan atas Barang dan Bahan yang belum disampaikan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (10) setelah melakukan perpanjangan jangka waktu jaminan, dalam hal Barang dan Bahan telah dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
(13) Dalam hal Perusahan KITE Pembebasan tidak dapat menyampaikan laporan pertanggungjawaban sampai dengan 30 (tiga puluh) hari sejak fasilitas KITE Pembebasan dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan dan menyampaikan surat penetapan kepada Perusahaan KITE Pembebasan untuk melunasi:
  1. Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan Bahan yang terutang;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(14) Surat penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (13) disampaikan kepada penjamin/surety dalam hal penyelesaian kewajiban pembayaran dilakukan melalui pencairan jaminan.
(15) Laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(16) Register sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    

Pasal 33


(1) Penyampaian laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) dilampiri dengan:
  1. dokumen pemberitahuan pabean berupa:
    1. dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan serta dokumen pemberitahuan pabean ekspor, yang telah mendapatkan persetujuan keluar Pejabat Bea dan Cukai;
    2. dokumen pemberitahuan pabean penyelesaian Barang dan Bahan Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), barang dalam proses (work in process) rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3), dan/atau Hasil Produksi Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) serta berita acara pemusnahan dalam hal diselesaikan dengan cara dimusnahkan;
    3. dokumen pemberitahuan pabean penyelesaian Barang dan Bahan Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5), barang dalam proses (work in process) rusak, dan/atau Hasil Produksi Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (6) serta berita acara penyelesaian dengan cara dirusak, dalam hal diselesaikan dengan cara dirusak;
    4. dokumen pemberitahuan pabean ekspor atas penyelesaian Barang dan Bahan Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dan penyelesaian Barang dan Bahan sisa atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (7), dalam hal diselesaikan dengan diekspor kembali;
    5. dokumen pemberitahuan pabean pemasukan ke Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Ekonomi Khusus, atau Kawasan Bebas atas penyelesaian Barang dan Bahan rusak sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (2) dan penyelesaian Barang dan Bahan sisa atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud dalam pada Pasal 26 ayat (8), dalam hal diselesaikan dengan dikembalikan;
    6. Surat Serah Terima Barang (SSTB) dalam hal dilakukan ekspor gabungan; dan
  2. bukti realisasi ekspor, dalam hal Barang dan Bahan diselesaikan dengan diekspor, berupa:
    1. laporan hasil penelitian realisasi ekspor; dan
    2. dokumen bukti transaksi keuangan/pembayaran atas ekspor/devisa hasil ekspor.
(2) Ketentuan penyerahan salinan cetak dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan serta dokumen pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 4 tidak berlaku bagi Perusahaan KITE Pembebasan yang melakukan impor dan/atau pemasukan serta ekspor yang pemberitahuan pabeannya diajukan di Kantor Pabean yang telah menerapkan SKP.
(3) Laporan hasil penelitian realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1 merupakan laporan hasil rekonsiliasi terhadap dokumen pabean ekspor dan outward manifest dengan mencocokkan elemen data berupa nomor dan tanggal dokumen pabean ekspor dalam SKP.
(4) Dalam hal 7 (tujuh) hari setelah tanggal perkiraan ekspor hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kedapatan tidak sesuai, SKP memberitahukan ketidaksesuaian melalui notifikasi tidak rekon.
(5) Berdasarkan notifikasi tidak rekon sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Perusahaan KITE Pembebasan menginput data PEB pada SKP dan menyerahkan atau mengunggah dokumen:
  1. PP-PEB, dalam hal dilakukan pembetulan PEB;
  2. SSTB, dalam hal barang ekspor gabungan;
  3. Invoice;
  4. Packing list; dan
  5. House B/L atau AWB.
(6) Perusahaan KITE Pembebasan wajib mengunggah dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam SKP atau menyerahkan ke Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka waktu paling lambat sebelum periode KITE Pembebasan berakhir.
(7) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian atas dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya dokumen dengan lengkap dan sesuai dalam SKP.
(8) Ketentuan penyerahan salinan cetak bukti realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku dalam hal data telah tersedia pada SKP.
(9) Laporan hasil penelitian realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tata cara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     

Pasal 34


(1) Terhadap laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) yang diserahkan dengan surat permohonan, Pejabat Bea dan Cukai:
  1. menerima surat permohonan pengunggahan (loading) BCL.KT 01 yang akan diunggah;
  2. melakukan pengunggahan (loading) data BCL.KT 01 ke dalam SKP fasilitas KITE Pembebasan; dan
  3. memastikan data BCL.KT 01 yang diunggah (loading) telah masuk atau tersimpan dalam SKP fasilitas KITE Pembebasan.
(2) Terhadap laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) yang disampaikan dengan cara sebagaimana dimaksud pada pasal 32 ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian:
  1. kebenaran pengisian laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01);
  2. kesesuaian dokumen pemberitahuan pabean impor, dokumen pemberitahuan pabean pemasukan, dokumen pemberitahuan pabean ekspor, dan/atau dokumen pemberitahuan pabean penyelesaian yang dilaporkan dengan data pada SKP atau data pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. pemenuhan persyaratan pencantuman keputusan pemberian fasilitas KITE Pembebasan pada dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan serta dokumen pemberitahuan pabean ekspor;
  4. pemenuhan persyaratan pemberitahuan ekspor sebagai kategori ekspor dengan fasilitas KITE Pembebasan pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor;
  5. kesesuaian jenis Barang dan Bahan yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) dengan jenis Barang dan Bahan yang diimpor dan/atau dimasukkan berdasarkan data pada SKP;
  6. ketersediaan saldo Barang dan Bahan yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) dibandingkan dengan jumlah Barang dan Bahan yang harus dipertanggungjawabkan berdasarkan data pada SKP;
  7. kesesuaian jumlah dan jenis Hasil Produksi yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) dengan jumlah dan jenis Hasil Produksi dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor berdasarkan data pada SKP;
  8. kesesuaian jumlah dan jenis Barang dan Bahan Rusak, barang dalam proses (work in process) rusak, Hasil Produksi Rusak yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) dengan jumlah dan jenis tersebut dalam dokumen pemberitahuan pabean penyelesaian, dalam hal terdapat penyelesaian dengan cara dimusnahkan dan/atau dirusak;
  9. kesesuaian jumlah dan jenis Barang dan Bahan Rusak, Barang dan Bahan sisa atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) dengan jumlah dan jenis barang tersebut dalam dokumen pemberitahuan pabean penyelesaian, dalam hal terdapat penyelesaian dengan cara diekspor kembali atau dikembalikan;
  10. kesesuaian nomor Konversi yang dicantumkan dalam laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) berdasarkan data Konversi pada SKP; dan
  11. pemenuhan waktu realisasi ekspor dan/atau waktu penyelesaian Barang dan Bahan terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan sesuai dengan periode KITE Pembebasan.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kedapatan sesuai, atas laporan pertanggungjawaban yang disampaikan diberikan register.
(4) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kedapatan tidak sesuai, laporan pertanggungjawaban dikembalikan.
(5) Pemberitahuan pengembalian laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 35


(1) Terhadap laporan pertanggungjawaban yang telah mendapatkan register, kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1).
(2) Dalam hal perusahaan belum menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menyampaikan pemberitahuan kepada perusahaan.
(3) Perusahaan wajib menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal perusahaan tidak menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), laporan pertanggungjawaban ditolak.
(5) Dalam hal perusahaan telah menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap:
  1. pemenuhan waktu penyerahan Konversi, kebenaran impor dan/atau pemasukan, dan kebenaran transaksi ekspor atau penyelesaian lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26; dan
  2. kesesuaian jumlah pemakaian Barang dan Bahan yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) dengan jumlah pemakaian Barang dan Bahan yang terkandung dalam Hasil Produksi berdasarkan Konversi.
(6) Untuk melakukan penelitian terhadap kebenaran transaksi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menggunakan data:
  1. laporan hasil penelitian realisasi ekspor; dan
  2. devisa hasil ekspor atau dokumen bukti transaksi keuangan/pembayaran atas ekspor.
(7) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b berupa:
  1. sesuai, dalam hal jumlah pemakaian Barang dan Bahan yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) sama dengan jumlah pemakaian Barang dan Bahan yang terkandung dalam Hasil Produksi berdasarkan Konversi;
  2. selisih kurang, dalam hal jumlah pemakaian Barang dan Bahan yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) lebih kecil dari jumlah pemakaian Barang dan Bahan yang terkandung dalam Hasil Produksi berdasarkan Konversi; atau
  3. selisih lebih, dalam hal jumlah pemakaian Barang dan Bahan yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) lebih besar dari jumlah pemakaian Barang dan Bahan yang terkandung dalam Hasil Produksi berdasarkan Konversi.
(8) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5) dapat dilakukan dengan menggunakan SKP.
(9) Pemberitahuan ketidaklengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

    

Pasal 36


(1) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (5) huruf a ditemukan tidak dipenuhi ketentuan atau tidak dapat dibuktikan kebenaran penyelesaian, Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. menginventarisasi Barang dan Bahan yang tidak dipenuhi ketentuan atau tidak dapat dibuktikan kebenaran penyelesaian; dan
  2. melakukan perhitungan kewajiban pembayaran atas Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
sebagai bahan pengambilan putusan untuk menyetujui atau menolak laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01).
(2) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (5) huruf b terdapat selisih, atas selisih tersebut kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penetapan sebagai dasar bagi Perusahaan KITE Pembebasan untuk melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan Bahan yang selisih;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Dalam hal selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki nilai Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan lebih dari atau sama dengan Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), sebelum dilakukan penetapan, kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan:
  1. konfirmasi kepada Perusahaan KITE Pembebasan dan meminta bukti pendukung, dengan cara menyampaikan pemberitahuan; dan
  2. penelitian kesesuaian tanggapan dan bukti pendukung yang disampaikan.
(4) Atas konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perusahaan KITE Pembebasan wajib menyampaikan tanggapan atau penjelasan mengenai penyebab terjadinya selisih disertai bukti pendukung paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan.
(5) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian terhadap tanggapan dan bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibuktikan bahwa:
  1. terjadi selisih kurang atau selisih lebih yang disebabkan karena kesalahan Konversi, berlaku ketentuan:
    1. jumlah pemakaian Barang dan Bahan disetujui sesuai jumlah yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban; dan
    2. Perusahaan KITE Pembebasan harus melakukan perubahan Konversi, apabila Konversi tersebut akan digunakan dalam pertanggungjawaban Barang dan Bahan berikutnya.
  2. terjadi selisih kurang atau selisih lebih yang disebabkan karena kesalahan laporan pertanggungjawaban, Perusahaan KITE Pembebasan dapat melakukan perbaikan laporan pertanggungjawaban;
  3. terjadi selisih kurang atau selisih lebih yang disebabkan karena kesalahan laporan pertanggungjawaban namun atas kesalahan tersebut tidak ada bukti yang memadai untuk dilakukan perbaikan atau Perusahaan KITE Pembebasan tidak melakukan perbaikan, atas selisih tersebut kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penetapan sebagai dasar bagi Perusahaan KITE Pembebasan untuk melunasi:
    1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan Bahan yang selisih:
    2. sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
    3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan tidak menyampaikan tanggapan atau penjelasan mengenai penyebab terjadinya selisih dan bukti pendukung dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), atas selisih tersebut kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penetapan sebagai dasar bagi Perusahaan KITE Pembebasan untuk melunasi;
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan Bahan yang selisih;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(7) Surat penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dan ayat (6) disampaikan kepada penjamin/surety dalam hal penyelesaian kewajiban pembayaran dilakukan melalui pencairan jaminan.
(8)  Pemberitahuan dalam rangka konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    

Pasal 37


(1) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian terhadap laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) terdapat:
  1. kesalahan pengisian elemen data dalam laporan pertanggungjawaban, seperti kode penyelesaian, tanggal dan/atau nomor pengajuan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan, tanggal dan/atau nomor pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan, nomor seri barang, nomor dan tanggal dokumen pemberitahuan pabean ekspor, klasifikasi HS, satuan, kode Barang dan Bahan, kode Hasil Produksi, jumlah Barang dan Bahan, jumlah Hasil Produksi, dan kode kantor;
  2. ketidaksesuaian nomor Konversi yang dicantumkan dalam laporan pertanggungjawaban; dan/atau
  3. waktu jaminan yang tidak mencukupi,
Pejabat Bea dan Cukai melakukan konfirmasi kepada Perusahaan KITE Pembebasan dengan mengirimkan pemberitahuan.
(2) Dalam hal hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. membuktikan adanya kesalahan disebabkan kekhilafan yang nyata, seperti kesalahan pengetikan atau sejenisnya; atau
  2. Perusahaan KITE Pembebasan telah melakukan penggantian jaminan,
Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menyampaikan kepada Perusahaan KITE Pembebasan untuk mengajukan perbaikan atas laporan pertanggungjawaban.
(3) Perbaikan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diajukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan.
(4) Dalam hal pengajuan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melewati waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penelitian dilakukan berdasarkan data laporan pertanggungjawaban yang dimintakan konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 38


(1) Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36.
(2) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk harus memberikan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak laporan pertanggungjawaban mendapatkan register.
(3) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. menyetujui seluruhnya;
  2. menolak seluruhnya; atau
  3. menyetujui sebagian.
(4) Terhadap Barang dan Bahan yang disetujui laporan pertanggung jawabannya:
  1. diterbitkan surat persetujuan atas laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01);
  2. dilakukan penyesuaian saldo Barang dan Bahan yang harus dipertanggungjawabkan sebesar jumlah Barang dan Bahan yang disetujui; dan
  3. jaminan dikembalikan atau dilakukan penyesuaian jaminan, dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Penyesuaian Jaminan (SPPJ).
(5) Terhadap Perusahaan KITE Pembebasan yang menggunakan jaminan selain corporate guarantee, jaminan dikembalikan dalam hal seluruh Barang dan Bahan telah selesai dipertanggungjawabkan.
(6) Terhadap Barang dan Bahan yang ditolak laporan pertanggungjawabannya diterbitkan surat penolakan atas laporan pertanggungjawaban.
(7) Terhadap Barang dan Bahan yang ditolak laporan pertanggungjawabannya namun periode KITE Pembebasannya belum berakhir, laporan pertanggungjawaban dapat disampaikan kembali.
(8) Terhadap Barang dan Bahan yang ditolak laporan pertanggungjawabannya dan periode KITE Pembebasannya telah berakhir, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. dalam hal penyelesaian Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dapat dibuktikan, kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penetapan sebagai dasar bagi Perusahaan KITE Pembebasan untuk melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan Bahan yang terutang; dan
  2. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
b. dalam hal penyelesaian Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dapat dibuktikan, kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penetapan sebagai dasar bagi Perusahaan KITE Pembebasan untuk melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan Bahan yang terutang;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, 
karena tidak memenuhi ketentuan pemberian fasilitas KITE Pembebasan.
(9) Surat penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan kepada penjamin/surety dalam hal penyelesaian kewajiban pembayaran dilakukan melalui pencairan jaminan.
(10) Surat persetujuan atas laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11) Surat Pemberitahuan Penyesuaian Jaminan (SPPJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(12) Surat penolakan atas laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
   

Pasal 39


(1) Dalam hal nilai Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang wajib dilunasi sebagaimana dimaksud dalam:
  1. Pasal 32 ayat (13);
  2. Pasal 36 ayat (2);
  3. Pasal 36 ayat (5) huruf c;
  4. Pasal 36 ayat (6); dan
  5. Pasal 38 ayat (8),
kurang dari atau sama dengan Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah), terhadap satu atau lebih kewajiban pelunasan dengan nilai tersebut diakumulasi dan dilakukan penetapan pada akhir periode tahun berjalan.
(2) Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, melakukan pencatatan atas ditemukannya kewajiban pembayaran dengan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada saat kegiatan monitoring dan penelitian laporan pertanggungjawaban, yang belum dilakukan penetapan.
(3) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan menggunakan SKP.


BAB VII
IMPOR KEMBALI HASIL PRODUKSI

Bagian Pertama
Impor Kembali Hasil Produksi

Pasal 40


(1) Hasil Produksi yang telah diekspor dapat diimpor kembali karena alasan tertentu, dengan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.
(2) Alasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain:
  1. diimpor kembali untuk diperbaiki (rework);
  2. ditolak oleh pembeli di luar negeri; atau
  3. terjadi kondisi kahar (force majeure) di negara tujuan ekspor.
(3) Hasil Produksi yang diimpor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diekspor kembali dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan pabean impor kembali dan dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 3 (tiga) bulan dengan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.
(4) Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan kegiatan monitoring atas realisasi ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


Pasal 41


(1) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, dengan menyebutkan alasan disertai bukti pendukung.
(2) Bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa:
  1. salinan (copy) dokumen pemberitahuan pabean ekspor beserta dokumen pelengkap, Persetujuan Ekspor, dan/atau Laporan Hasil Pemeriksaan;
  2. bill of lading atau sea way bill atau air way bill pada saat ekspor dan impor; dan
  3. bukti pendukung alasan impor kembali berupa:
    1. perintah kerja atau bukti lain terkait adanya permintaan rework;
    2. bukti penolakan dari pembeli di luar negeri;
    3. bukti yang menunjukkan kondisi kahar di Negara tujuan; atau
    4. bukti-bukti lain yang mendukung alasan impor kembali Hasil Produksi.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU.
(5) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap permohonan dan bukti pendukung yang disampaikan.
(6) Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan impor kembali dengan pembebasan dari kewajiban pembayaran Bea Masuk dan pajak dalam rangka impor.
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan.
(9) Dalam hal permohonan impor kembali atas Hasil Produksi yang belum disampaikan laporan pertanggungjawabannya, kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. melakukan perpanjangan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban paling lama sampai dengan berakhirnya batas waktu ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) ditambah 60 (enam puluh) hari;
  2. menyampaikan kepada Perusahaan KITE Pembebasan untuk melakukan perpanjangan waktu jaminan;
  3. memberikan catatan atas persetujuan impor kembali pada pemberitahuan pabean ekspor dalam SKP; dan
  4. menatausahakan berkas persetujuan impor kembali untuk bahan monitoring realisasi ekspor kembali.
(10) Surat persetujuan impor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXXVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11) Surat penolakan impor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXXVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 42


(1) Pada saat impor kembali atas Hasil Produksi yang laporan pertanggungjawabannya telah disetujui, Perusahaan KITE Pembebasan:
  1. memberitahukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean impor;
  2. mengisi kolom “Pemenuhan Persyaratan/Fasilitas Impor” dengan pilihan “barang reimpor yang mendapat fasilitas KITE”;
  3. mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan impor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (7) pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas pemberitahuan pabean impor;
  4. melampirkan persetujuan impor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (7); dan
  5. menyerahkan jaminan senilai Bea Masuk serta pajak dalam rangka impor berdasarkan tarif dan nilai barang atas barang yang diimpor kembali.
(2) Pada saat impor kembali atas Hasil Produksi yang laporan pertanggungjawabannya belum disampaikan, Perusahaan KITE Pembebasan:
  1. memberitahukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean impor;
  2. mengisi kolom “Pemenuhan Persyaratan/Fasilitas Impor” dengan pilihan “barang reimpor yang mendapat fasilitas KITE”;
  3. mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan impor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (7) pada kolom “Pemenuhan Persyaratan/Fasilitas Impor”;
  4. mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan impor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (7) pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas pemberitahuan pabean impor; dan
  5. melampirkan persetujuan impor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (7).
(3) Tata cara impor kembali mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.


Bagian Kedua
Ekspor kembali atas Hasil Produksi yang diimpor kembali


Pasal 43


(1) Perusahaan KITE Pembebasan pada saat pelaksanaan ekspor kembali atas Hasil Produksi yang diimpor kembali:
  1. menggunakan dokumen pemberitahuan pabean ekspor;
  2. mengisi kolom jenis ekspor dengan jenis “reekspor” pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor;
  3. mengisi kategori ekspor “umum” pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor; dan
  4. mencantumkan nomor dan tanggal pemberitahuan pabean ekspor atas Hasil Produksi yang diberikan persetujuan untuk diimpor kembali pada lembar lanjutan dokumen pelengkap pabean pemberitahuan ekspor barang;
(2) Tata cara ekspor kembali atas Hasil Produksi yang diimpor kembali mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor.


Bagian Ketiga
Laporan Realisasi Ekspor Kembali


Pasal 44


(1) Perusahaan KITE Pembebasan wajib menyampaikan laporan realisasi atas ekspor kembali Hasil Produksi yang diimpor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya batas waktu ekspor kembali disertai dokumen pendukung.
(2) Bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. dokumen pemberitahuan pabean ekspor kembali dan dokumen pelengkap pabean;
  2. bukti pembayaran atas ekspor kembali atau sejenisnya; dan
  3. copy persetujuan impor kembali.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap laporan realisasi ekspor kembali dan bukti pendukung yang disampaikan.
(4) Laporan realisasi ekspor disetujui dalam hal berdasarkan hasil penelitian dapat dibuktikan bahwa barang yang diimpor kembali telah diekspor kembali sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3).
(5) Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak laporan realisasi ekspor diterima secara lengkap.
(6) Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU:
  1. menerbitkan surat persetujuan atas laporan realisasi ekspor; dan
  2. mengembalikan jaminan yang diserahkan pada saat impor kembali.
(7) Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU:
  1. menerbitkan surat penolakan atas laporan realisasi ekspor;
  2. melakukan penetapan dan menyampaikan kepada Perusahaan KITE Pembebasan untuk melunasi Bea Masuk serta pajak dalam rangka impor yang terutang; dan
  3. menyampaikan surat penetapan kepada penjamin, dalam hal penyelesaian kewajiban pembayaran dilakukan melalui pencairan jaminan.
(8)  Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU:
  1. menerbitkan surat persetujuan atas laporan realisasi ekspor;
  2. memberitahukan agar Perusahaan KITE Pembebasan menyampaikan laporan pertanggungjawaban (BCL.KT 01);
  3. menatausahakan persetujuan tersebut yang akan digunakan dalam penelitian laporan pertanggungjawaban (BCL.KT 01); dan
  4. merekam nomor dan tanggal pemberitahuan pabean ekspor kembali pada SKP untuk kepentingan validasi penyampaian laporan pertanggungjawaban (BCL.KT 01).
(9) Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU:
  1. menerbitkan surat penolakan atas laporan realisasi ekspor;
  2. menatausahakan penolakan tersebut yang akan digunakan dalam penelitian laporan pertanggungjawaban (BCL.KT 01); dan
  3. merekam nomor dan tanggal pemberitahuan pabean ekspor kembali pada SKP untuk kepentingan validasi penyampaian laporan pertanggungjawaban (BCL.KT 01).
(10) Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan tidak melakukan ekspor kembali sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) atau tidak menyampaikan laporan realisasi ekspor sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan:
  1. apabila Hasil Produksi yang diimpor kembali laporan pertanggungjawabannya telah disetujui, Perusahaan KITE Pembebasan wajib melunasi Bea Masuk serta pajak dalam rangka impor yang terutang; atau
  2. apabila Hasil Produksi yang diimpor kembali laporan pertanggungjawabannya belum disampaikan, laporan pertanggungjawaban yang disampaikan ditolak.
(11) Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat penetapan pabean sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dan ayat (10) huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(12) Pajak dalam rangka impor berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dan ayat (10) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(13) Laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXXIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(14) Surat persetujuan atas laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XL yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(15) Surat penolakan atas laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XLI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
         

Pasal 45


(1) Terhadap Hasil Produksi yang diimpor kembali yang belum disampaikan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Perusahaan KITE Pembebasan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban dengan ketentuan:
  1. Hasil Produksi dimaksud telah dilakukan ekspor kembali;
  2. laporan realisasi ekspor kembali atas Hasil Produksi dimaksud telah mendapatkan putusan;
  3. disampaikan paling lama sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (9) huruf a; dan
  4. laporan pertanggungjawaban menggunakan dokumen pemberitahuan pabean ekspor yang disetujui untuk diimpor kembali.
(2) Laporan pertanggungjawaban disampaikan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dengan melampirkan dokumen pendukung tambahan berupa:
  1. dokumen pemberitahuan pabean impor kembali Hasil Produksi;
  2. dokumen pemberitahuan pabean ekspor kembali Hasil Produksi; dan
  3. surat persetujuan atau penolakan atas laporan realisasi ekspor kembali Hasil Produksi.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam melakukan penelitian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan putusan atas hasil penelitian laporan realisasi ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44.


BAB VIII
BARANG CONTOH

Bagian Pertama
Impor dan/atau Pemasukan Barang Contoh

Pasal 46


(1) Perusahaan KITE Pembebasan dapat melakukan impor dan/atau pemasukan Barang Contoh dengan fasilitas pembebasan Barang Contoh.
(2) Impor dan/atau pemasukan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berdasarkan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.
(3) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, dilampiri dengan paparan mengenai keterkaitan Barang Contoh dengan Hasil Produksi.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis.
(6) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian mengenai:
  1. keterkaitan antara Barang Contoh dengan Hasil Produksi;
  2. jumlah Barang Contoh yang diberikan pembebasan; dan
  3. kriteria dan ketentuan lain terkait pembebasan Barang Contoh sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk untuk impor Barang Contoh.
(7) Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan impor dan/atau pemasukan Barang Contoh.
(9)  Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilampirkan pada saat pengajuan pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan.
(10) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(11) Surat persetujuan impor dan/atau pemasukan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 

Bagian Kedua
Penatausahaan atas Penggunaan Barang Contoh


Pasal 47


(1) Perusahaan KITE Pembebasan melakukan penatausahaan atas penggunaan Barang Contoh untuk menunjang proses produksi.
(2) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring atas penggunaan Barang Contoh.
(3) Monitoring atas penggunaan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan:
  1. memeriksa pencatatan atau penatausahaan Barang Contoh;
  2. memeriksa Barang Contoh telah digunakan untuk menunjang proses produksi sehingga menghasilkan Hasil Produksi; dan
  3. memeriksa Barang Contoh masih disimpan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.
(4) Penatausahaan atas penggunaan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB IX
MONITORING, EVALUASI, DAN AUDIT

Bagian Pertama
Monitoring dan Evaluasi

Pasal 48


(1) Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring terhadap pemberian fasilitas KITE Pembebasan.
(2) Kegiatan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan kegiatan pelayanan dan pengawasan terhadap perusahaan penerima fasilitas KITE Pembebasan.
(3) Hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. disampaikan kepada unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan/atau unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan sebagai informasi awal;
  2. digunakan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi pemberian fasilitas KITE Pembebasan; dan/atau
  3. digunakan sebagai dasar penagihan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta sanksi administrasi di bidang kepabeanan dan perpajakan, dalam hal terdapat Barang dan Bahan dan Barang Contoh yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau tidak memenuhi ketentuan pemberian fasilitas KITE Pembebasan.
(4) Tata cara monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal mengenai pelaksanaan monitoring dan/atau evaluasi terhadap perusahaan penerima fasilitas kepabeanan.


Pasal 49


(1) Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan evaluasi terhadap pemberian fasilitas KITE Pembebasan secara periodik paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Dalam rangka evaluasi kebijakan fasilitas KITE Pembebasan, Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan evaluasi terhadap pemberian fasilitas KITE Pembebasan.
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2):
  1. digunakan sebagai dasar untuk melakukan asistensi, pembinaan, apresiasi, pembekuan, dan/atau pencabutan fasilitas KITE Pembebasan; dan/atau
  2. rekomendasi penyempurnaan peraturan perundang-undangan.
(4) Tata cara evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal mengenai pelaksanaan monitoring dan/atau evaluasi terhadap perusahaan penerima fasilitas kepabeanan.


Bagian Kedua
Audit Kepabeanan


Pasal 50


(1) Dalam rangka menguji kepatuhan Perusahaan KITE Pembebasan atas ketentuan penggunaan fasilitas KITE Pembebasan, dilakukan audit kepabeanan.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan Barang dan Bahan dan Barang Contoh yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau tidak memenuhi ketentuan pemberian fasilitas KITE Pembebasan, Perusahaan KITE Pembebasan wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Hasil audit kepabeanan disampaikan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.
(4) Hasil audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memuat rincian paling kurang:
  1. Barang dan Bahan yang telah dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26;
  2. saldo Barang dan Bahan yang belum dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26; dan
  3. Barang dan Bahan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,
yang menunjuk dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan.
(5) Hasil audit kepabeanan dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas penyelesaian Barang dan Bahan.
(6) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penyesuaian saldo Barang dan Bahan dalam SKP berdasarkan data hasil audit kepabeanan.
(7) Audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai audit kepabeanan.


BAB X
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN

Pasal 51


(1) Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan pembekuan terhadap fasilitas KITE Pembebasan dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan:
  1. tidak melakukan kegiatan impor dan/atau pemasukan Barang dan Bahan dengan menggunakan fasilitas KITE Pembebasan selama periode 1 (satu) tahun;
  2. tidak mengajukan permohonan perubahan data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) atas perubahan data berupa nama perusahaan, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penanggung jawab, Barang dan Bahan, dan/atau Hasil Produksi;
  3. tidak memenuhi ketentuan pembongkaran dan/atau penimbunan Barang dan Bahan dan/atau Barang Contoh serta Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan/atau ayat (2), paling lama 3 (tiga) bulan berdasarkan pertimbangan manajemen risiko kepala Kantor Wilayah atau KPU;
  4. tidak memenuhi ketentuan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), paling lama 3 (tiga) bulan berdasarkan pertimbangan manajemen risiko Kepala Kantor Wilayah atau KPU;
  5. tidak memenuhi ketentuan subkontrak atas seluruh kegiatan pengolahan, perakitan dan/atau pemasangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), paling lama 3 (tiga) bulan berdasarkan pertimbangan manajemen risiko kepala Kantor Wilayah atau KPU;
  6. tidak memenuhi ketentuan subkontrak kepada penerima subkontrak yang belum tercantum dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 1, paling lama 3 (tiga) bulan berdasarkan pertimbangan manajemen risiko Kepala Kantor Wilayah atau KPU;
  7. tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 1;
  8. tidak menyerahkan dokumen dan/atau data yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi;
  9. tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
  10. tidak melakukan penatausahaan barang asal fasilitas KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3);
  11. tidak menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
  12. tidak mendayagunakan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory);
  13. diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai dengan bukti permulaan yang cukup berdasarkan rekomendasi penyidik; dan/atau
  14. Perusahaan KITE Pembebasan berubah status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat dan permohonan izin Kawasan Berikat telah disetujui.
(2) Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan memenuhi kriteria pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat pembekuan fasilitas KITE Pembebasan.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SKP.
(4) Dalam hal fasilitas KITE Pembebasan dibekukan, atas impor dan/atau pemasukan Barang dan Bahan dan/atau Barang Contoh tidak diberikan fasilitas KITE Pembebasan sejak tanggal pembekuan.
(5) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan hak Perusahaan KITE Pembebasan untuk melakukan kegiatan kepabeanan lain.
(6) Surat pembekuan fasilitas KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 52


(1) Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberlakukan kembali fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf b, dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan telah mengajukan permohonan perubahan data secara lengkap, dan telah diberikan persetujuan oleh kepala Kantor Wilayah atau KPU
(2) Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberlakukan kembali fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf c sampai dengan huruf f, setelah waktu pembekuan berakhir.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberlakukan kembali fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a dan huruf g sampai dengan huruf l, dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan:
  1. melakukan impor dan/atau pemasukan dengan menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dengan mengajukan permohonan pemberlakuan kembali fasilitas KITE Pembebasan;
  2. telah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf g, atau telah melakukan pelunasan atau penyelesaian lain atas kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (13);
  3. telah menyerahkan dokumen dan/atau data yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi;
  4. telah memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
  5. telah melakukan penatausahaan barang asal fasilitas KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3);
  6. telah menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
  7. telah mendayagunakan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory); atau
  8. tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan rekomendasi penyidik atau putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
(4) Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat pemberlakuan kembali fasilitas KITE Pembebasan.
(5) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman surat pemberlakuan kembali fasilitas KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam SKP.
(6) Surat pemberlakuan kembali fasilitas KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 53


(1) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri melakukan pencabutan fasilitas KITE Pembebasan dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan:
  1. tidak melakukan impor atau pemasukan, dengan menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dalam waktu 1 (satu) tahun sejak dibekukan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a.
  2. tidak mengajukan permohonan perubahan data berupa nama perusahaan, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penanggung jawab, Barang dan Bahan, dan/atau Hasil Produksi dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal fasilitas KITE Pembebasan dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf b;
  3. diterbitkan surat paksa karena ada tagihan yang tidak dilunasi;
  4. terbukti telah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap;
  5. berubah status menjadi pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat, setelah laporan pertanggungjawaban atas penyelesaian Barang dan Bahan mendapatkan putusan;
  6. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap;
  7. tidak lagi memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas KITE Pembebasan; dan/atau
  8. mengajukan permohonan untuk dilakukan pencabutan fasilitas KITE Pembebasan.
(2) Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan memenuhi kriteria pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan keputusan pencabutan atas penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman keputusan pencabutan atas penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SKP.
(4) Dalam hal fasilitas KITE Pembebasan dicabut dengan alasan selain karena berubah status menjadi pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan kepada Perusahaan KITE Pembebasan bahwa dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan, wajib:
  1. melaporkan Hasil Produksi yang telah diekspor namun belum disampaikan laporan pertanggung jawabannya;
  2. melunasi seluruh tagihan terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan; dan
  3. menyelesaikan saldo Barang dan Bahan yang belum dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Barang Contoh.
(5) Saldo Barang dan Bahan dan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c diselesaikan dengan cara:
  1. dilunasi Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan/atau
  2. dilakukan ekspor dan/atau dikembalikan.
(6) Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan tidak melakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan, kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penagihan atas pembayaran Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
(7) Dalam rangka pencabutan fasilitas KITE Pembebasan, terhadap Perusahaan KITE Pembebasan dapat terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sederhana oleh kepala Kantor Wilayah atau KPU atau dilakukan audit kepabeanan.
(8) Keputusan pencabutan atas penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    

BAB XI
PERUBAHAN STATUS MENJADI PENGUSAHA KAWASAN
BERIKAT ATAU PENGUSAHA DI KAWASAN BERIKAT

Pasal 54


(1) Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan akan berubah status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat, Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan izin Kawasan Berikat kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala Kantor Wilayah atau KPU.
(2) Dalam hal permohonan izin Kawasan Berikat disetujui kepala Kantor Wilayah atau KPU penerbit keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan menerbitkan surat pembekuan fasilitas KITE Pembebasan yang diberikan.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SKP.
(4) Perusahaan KITE Pembebasan dapat mengajukan permohonan penetapan Barang dan Bahan yang masih dalam periode KITE Pembebasan namun belum diselesaikan serta Barang Contoh yang belum diselesaikan menjadi saldo awal persediaan Kawasan Berikat kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU penerbit keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan sebelum kegiatan operasional Kawasan Berikat dimulai.
(6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara elektronik.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU.
(8) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menindaklanjuti permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal surat permohonan diterima dengan melakukan pencacahan terhadap Barang dan Bahan serta Barang Contoh yang belum diselesaikan.
(9) Pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat.
(10) Hasil pencacahan dituangkan dalam berita acara pencacahan, dengan menyebutkan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan asal Barang dan Bahan serta dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan Barang Contoh.
(11) Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat keputusan tentang penetapan Barang dan Bahan serta Barang Contoh yang menjadi saldo awal persediaan Kawasan Berikat, berdasarkan berita acara pencacahan, paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal berita acara pencacahan.
(12) Atas Barang dan Bahan serta Barang Contoh yang telah ditetapkan sebagai saldo awal persediaan Kawasan Berikat, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. diperlakukan sebagai barang impor dengan mendapat penangguhan Bea Masuk;
  2. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan
  3. dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kawasan Berikat.
(13) Kepala Kantor Wilayah atau KPU mengembalikan jaminan atas Barang dan Bahan yang telah ditetapkan sebagai saldo awal persediaan Kawasan Berikat.
(14) Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penyesuaian saldo Barang dan Bahan yang harus dipertanggungjawabkan pada SKP berdasarkan penetapan saldo awal persediaan Kawasan Berikat.
(15) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menyampaikan pemberitahuan kepada Perusahaan KITE Pembebasan tentang kewajiban penyampaian laporan pertanggungjawaban atas Barang dan Bahan yang telah dilakukan penyelesaian tetapi belum disampaikan laporan pertanggungjawabannya.
(16) Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan keputusan pencabutan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, dalam hal laporan pertanggungjawaban atas Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (15) telah mendapatkan putusan.
(17) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman keputusan pencabutan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (16) dalam SKP.
(18) Realisasi ekspor yang telah dilakukan oleh Perusahaan KITE Pembebasan dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan Hasil Produksi dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
(19) Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penagihan Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta sanksi administrasi berupa denda dan sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam hal berdasarkan hasil pencacahan ditemukan Barang dan Bahan dan/atau Barang Contoh yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
   

BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 55


(1) Tata cara impor Barang dan Bahan dan Barang Contoh berupa barang kena cukai, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cukai.
(2) Tata cara ekspor Hasil Produksi yang dikenakan Bea Keluar, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemungutan Bea Keluar.
(3) Tata cara penetapan atas kewajiban pembayaran Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta sanksi administrasi berupa denda dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan Pejabat Bea dan Cukai atas kewajiban pembayaran Bea Masuk, pajak dalam rangka impor, serta sanksi administrasi berupa denda.


Pasal 56


(1) Sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Pelaksanaan pemberian akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan mengenai pengawasan bersama antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan Direktorat Jenderal Pajak terhadap perusahaan penerima fasilitas kepabeanan.


Pasal 57


(1) Perusahaan KITE Pembebasan dapat mengajukan permohonan penyelesaian atas kewajiban pembayaran Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang serta sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan atas Barang dan Bahan dalam hal:
  1. terjadi kondisi tertentu yang mengakibatkan Perusahaan KITE Pembebasan tidak dapat menyampaikan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32; dan/atau
  2. terdapat saldo Barang dan Bahan dari Barang dan Bahan yang telah disampaikan laporan pertanggungjawabannya.
(2) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain:
  1. Perusahaan KITE Pembebasan memberitahukan ekspor Hasil Produksi dari Barang dan Bahan yang menggunakan fasilitas KITE Pembebasan sebagai ekspor umum; dan/atau
  2. Perusahaan KITE Pembebasan tidak mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor.
(3) Saldo Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah:
  1. saldo Barang dan Bahan yang masih tersisa dalam SKP setelah Perusahaan KITE Pembebasan melakukan penyelesaian dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban; dan/atau
  2. saldo Barang dan Bahan tersebut secara fisik barangnya sudah tidak ada atau tidak memungkinkan untuk dilakukan proses produksi.
(4) Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penetapan sebagai dasar penagihan atas kewajiban pembayaran Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang serta sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan atas Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan.


Pasal 58


(1) Perusahaan KITE Pembebasan dapat memanfaatkan fasilitas Kawasan Berikat, sepanjang lokasi pabrik yang ditetapkan sebagai Kawasan Berikat berbeda dengan lokasi pabrik yang memperoleh fasilitas KITE Pembebasan.
(2) Lokasi yang berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipisahkan oleh batas yang permanen.


Pasal 59


(1) Kegiatan pelayanan fasilitas KITE Pembebasan dilakukan menggunakan SKP.
(2) Dalam hal SKP belum tersedia atau tidak berfungsi, pelayanan fasilitas KITE Pembebasan dilaksanakan secara manual.


Pasal 60


(1) Pelayanan pemberian fasilitas KITE Pembebasan dilakukan oleh Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha Perusahaan KITE Pembebasan.
(2) Badan usaha yang berlokasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Cikarang, Karawang, Purwakarta dan Sukabumi dapat dilayani pemberian fasilitas KITE Pembebasan di Kantor Wilayah DJBC Jakarta.
(3) Kepala Kantor Wilayah DJBC Jakarta menyampaikan tembusan keputusan penetapan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau kegiatan usaha Perusahaan KITE Pembebasan yang berlokasi di luar wilayah pengawasan Kantor Wilayah DJBC Jakarta.
(4) Pengawasan terhadap Perusahaan KITE Pembebasan dilakukan oleh:
  1. Kantor Wilayah atau KPU yang melayani pemberian fasilitas KITE Pembebasan; dan
  2. Kantor Wilayah atau KPU dan Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha Perusahaan KITE Pembebasan.


BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 61


Laporan pertangungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) yang disampaikan sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, atas dokumen pemberitahuan pabean ekspor yang belum diterbitkan Laporan Pemeriksaan Ekspor (LPE), dapat dilampiri dengan laporan hasil penelitian realisasi ekspor.


BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 62


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
  1. Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-16/BC/2012 tentang Tata Laksana Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-04/BC/2014 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
  2. Pasal 27 ayat (2), Pasal 46, dan Pasal 47 pada Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/BC/2014 tentang Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Ekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-29/BC/2016 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 63


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal 18 Februari 2019.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Februari 2019
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

-ttd-

HERU PAMBUDI