Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 10/PJ/2018

Kategori : KUP

Tempat Pendaftaran Wajib Pajak Dan/Atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Dan Kantor Pelayanan Pajak Madya


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 10/PJ/2018

TENTANG

TEMPAT PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA
KENA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN PAJAK DI
LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAKARTA KHUSUS DAN
KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

               
Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan, tertib administrasi dan pengawasan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak tertentu, perlu mengatur tempat pendaftaran Wajib Pajak dan/atau pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak tertentu tersebut;
  2. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan Pasal 2 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha selain pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tempat Pendaftaran dan/atau Tempat Pelaporan Usaha bagi Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak Madya;
  
Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4999);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
  3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-233/PJ/2012 tentang Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak beserta perubahannya;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TEMPAT PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAKARTA KHUSUS DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA.
  

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
  2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
  3. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada dan bertanggung jawab langsung kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
  4. Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut Wajib Pajak BUMN adalah Wajib Pajak yang meliputi perusahaan negara, badan usaha milik negara, dan anak perusahaan dari perusahaan negara atau badan usaha milik negara dengan penyertaan modal baik langsung maupun tidak langsung lebih dari 50% (lima puluh persen), termasuk bank sentral dan otoritas pengawas pasar modal dan jasa keuangan.
  5. Wajib Pajak Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Migas adalah badan tertentu yang melakukan kegiatan usaha di sektor hulu minyak dan gas bumi dan panas bumi serta jasa pendukungnya, termasuk perusahaan holding yang mengendalikan secara langsung maupun tidak langsung badan tertentu dimaksud.
  6. Wajib Pajak Berstatus Pusat adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan kode 3 (tiga) digit terakhirnya adalah 000.
  7. Wajib Pajak Berstatus Cabang adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dengan kode 3 (tiga) digit terakhirnya selain 000.
  8. Kantor Pelayanan Pajak Lama yang selanjutnya disebut KPP Lama adalah KPP tempat Wajib Pajak terdaftar sebelum Wajib Pajak terdaftar di KPP Baru.
  9. Kantor Pelayanan Pajak Baru yang selanjutnya disebut KPP Baru adalah KPP yang menerima perpindahan Wajib Pajak dari KPP lama.
  10. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Lama yang selanjutnya disebut Kanwil Lama adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi KPP Lama.
  11. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Baru yang selanjutnya disebut Kanwil Baru adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi KPP Baru.
  12. Saat Mulai Terdaftar yang selanjutnya disebut SMT adalah tanggal saat Wajib Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
 

BAB II
TEMPAT WAJIB PAJAK TERDAFTAR, PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN
KEWAJIBAN PERPAJAKAN

Pasal 2

 
(1) Tempat pendaftaran Wajib Pajak dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan KPP Madya berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar meliputi:
    1. KPP Wajib Pajak Besar Satu, untuk Wajib Pajak badan besar tertentu yang melakukan kegiatan usaha di sektor pertambangan, jasa penunjang pertambangan, dan jasa keuangan;
    2. KPP Wajib Pajak Besar Dua, untuk Wajib Pajak badan besar tertentu yang melakukan kegiatan usaha di sektor industri, perdagangan, dan jasa selain jasa penunjang pertambangan dan jasa keuangan;
    3. KPP Wajib Pajak Besar Tiga, untuk Wajib Pajak BUMN yang melakukan kegiatan usaha di sektor pertambangan, industri, dan perdagangan; dan
    4. KPP Wajib Pajak Besar Empat, untuk Wajib Pajak BUMN yang melakukan kegiatan usaha di sektor jasa dan Wajib Pajak orang pribadi tertentu.
  2. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus meliputi:
    1. KPP Perusahaan Masuk Bursa, untuk Wajib Pajak yang pernyataan pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh otoritas pengawas pasar modal dan jasa keuangan, perusahaan efek nonbank, dan badan-badan khusus (self regulatory organization) yang didirikan dan beroperasi di bursa berdasarkan Undang-Undang yang mengatur tentang pasar modal;
    2. KPP Penanaman Modal Asing Satu, untuk Wajib Pajak penanaman modal asing tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor industri kimia dan barang galian nonlogam;
    3. KPP Penanaman Modal Asing Dua, untuk Wajib Pajak penanaman modal asing tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor industri logam dan mesin;
    4. KPP Penanaman Modal Asing Tiga, untuk Wajib Pajak penanaman modal asing tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor pertambangan dan perdagangan;
    5. KPP Penanaman Modal Asing Empat, untuk Wajib Pajak penanaman modal asing tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor industri tekstil, makanan dan kayu;
    6. KPP Penanaman Modal Asing Lima, untuk Wajib Pajak penanaman modal asing tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor agrobisnis dan jasa tertentu;
    7. KPP Penanaman Modal Asing Enam, untuk Wajib Pajak penanaman modal asing tertentu yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor jasa tertentu;
    8. KPP Badan dan Orang Asing, untuk Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang berkedudukan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan orang asing yang bertempat tinggal di Daerah Khusus lbukota Jakarta; dan
    9. KPP Minyak dan Gas Bumi, untuk Wajib Pajak Migas; dan
  3. KPP Madya, untuk Wajib Pajak badan besar tertentu dalam suatu kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Wajib Pajak Penanaman Modal Asing tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 sampai dengan angka 7 ditentukan berdasarkan klasifikasi lapangan usaha Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 

Pasal 3


(1) Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
(2) Wajib Pajak yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk seluruh cabang Wajib Pajak yang berdomisili di wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Wajib Pajak yang memenuhi kriteria untuk terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), yang mendaftarkan diri setelah penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdaftar pada KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan atau tempat tinggal Wajib Pajak.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi, Wajib Pajak tidak lagi memenuhi kriteria untuk terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan pemindahan tempat terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Wajib Pajak secara jabatan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
(5) Dalam hal Wajib Pajak dipindahkan ke KPP Pratama berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), namun tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak tidak sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dimaksud, maka:
  1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pemindahan tempat terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha; atau
  2. Kepala KPP Baru dapat melakukan pemindahan tempat terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Wajib Pajak secara jabatan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha yang sebenarnya dari Wajib Pajak dimaksud.
(6) Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf C dan ayat (4) menggunakan contoh format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf D yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    

Pasal 4

 
(1) Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi:
  1. Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak badan atau orang pribadi;
  2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM);
  3. pemotongan dan pemungutan PPh akibat dari transaksi yang dilakukan kantor pusat dan/atau cabang Wajib Pajak yang berdomisili di wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan/atau
  4. pajak tidak langsung lainnya.
(2) Pemenuhan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. bagi Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, kewajiban pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM atas seluruh tempat kegiatan usaha/cabang Wajib Pajak dimaksud dilaksanakan pada KPP dimaksud;
  2. bagi Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Madya berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. dalam hal Wajib Pajak Berstatus Pusat, kewajiban pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM atas seluruh tempat kegiatan usaha, termasuk tempat kegiatan usaha/cabang yang terdaftar pada KPP Madya lain, dilaksanakan pada KPP Madya tempat Wajib Pajak Berstatus Pusat terdaftar; atau
    2. dalam hal Wajib Pajak Berstatus Cabang dan sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak namun Wajib Pajak Berstatus Pusatnya tidak terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), kewajiban pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM dilaksanakan pada KPP Madya dimaksud hanya atas Wajib Pajak Berstatus Cabang tersebut;
  3. pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b tidak berlaku bagi Wajib Pajak yang melakukan usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi Wajib Pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya yang melakukan usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan; dan
  4. ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 1 tidak berlaku untuk Wajib Pajak Berstatus Pusat yang berada di kawasan bebas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(3) Pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimulai sejak berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4), tanpa perlu penerbitan surat keputusan mengenai pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang.
(4) Dalam hal Wajib Pajak Berstatus Pusat dipindah ke KPP Pratama berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. kewajiban pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM atas seluruh tempat kegiatan usaha/cabang dilaksanakan pada KPP Pratama tersebut;
  2. kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf a berlaku sejak tanggal SMT untuk jangka waktu sesuai yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai penetapan satu tempat atau lebih sebagai tempat pajak pertambahan nilai terutang; dan
  3. kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan tanpa perlu penerbitan surat keputusan mengenai pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang.
(5) Dalam hal Wajib Pajak menghendaki untuk mencabut pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b berakhir, Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi KPP Pratama tempat Wajib Pajak terdaftar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. PPh Pasal 21/26 kecuali terdapat sebagian atau seluruh administrasi terkait dengan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain di kantor cabang yang berdomisili di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
b. PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15 atau Pasal 23/26 atas:
  1. sewa dan penggunaan harta selain tanah dan/atau bangunan;
  2. jasa konstruksi, jasa real estate, dan sewa tanah dan/atau bangunan; dan
  3. jasa lainnya,
yang dilakukan di kantor pusat atau cabang dimaksud;
c. PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga atau hadiah undian yang dibayarkan oleh kantor pusat atau cabang dimaksud;
d. PPh Pasal 23/26 atas bunga, royalti, hadiah, dan penghargaan yang dibayarkan oleh kantor pusat atau cabang dimaksud;
e. PPh Pasal 23/26 atau Pasal 4 ayat (2) atas dividen oleh kantor pusat; dan
f. PPh Pasal 22 atas penjualan atau perolehan barang yang dilakukan oleh kantor pusat atau cabang dimaksud.
 

Pasal 5

 
Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) untuk masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sebelum tanggal berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut, dilakukan di:
  1. KPP Baru, meliputi jenis pajak:
    1. PPh bagi Wajib Pajak badan atau orang pribadi, PPN atau PPN dan PPnBM, dan Pemotongan dan Pemungutan PPh, dalam hal Wajib Pajak yang dipindahkan adalah Wajib Pajak Berstatus Pusat dan berdomisili di wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
    2. PPh bagi Wajib Pajak badan atau orang pribadi, serta PPN atau PPN dan PPnBM, dalam hal Wajib Pajak yang dipindahkan adalah Wajib Pajak Berstatus Pusat yang berdomisili di luar wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
    3. PPN dan Pemotongan dan Pemungutan PPh, dalam hal Wajib Pajak yang dipindahkan adalah Wajib Pajak Berstatus Cabang yang berdomisili di wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
  2. KPP Lama, untuk jenis pajak Pemotongan dan Pemungutan PPh, dalam hal Wajib Pajak yang dipindahkan merupakan Wajib Pajak Berstatus Pusat yang berdomisili di luar wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, dengan penerbitan NPWP cabang untuk Wajib Pajak dimaksud.


Pasal 6

 
(1) Berdasarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4), Kepala KPP Lama menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penetapan dan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tanggal SMT.
(2) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf E yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Kepala KPP Baru menyampaikan surat pemberitahuan tempat terdaftar paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal SMT.
(4) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf F yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 

BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 7


Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini:
  1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2012 tentang Tempat Pendaftaran dan/atau Tempat Pelaporan Usaha bagi Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-15/PJ/2016;
  2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2013 tentang Tata Cara Penatausahaan, Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan dengan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dari dan/atau ke Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 
 

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 8

 
(1) Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sudah mulai dilakukan pemeriksaan, maka pemeriksaan dimaksud diselesaikan oleh KPP Lama sampai dengan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan.
(2) Yang dimaksud dengan mulai dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor telah disampaikan kepada Wajib Pajak.
(3) Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPP Baru menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak.
 
  

Pasal 9

 
(1) Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, maka pemeriksaan bukti permulaan dimaksud diselesaikan oleh Kanwil Lama atau Direktorat Penegakan Hukum.
(2) Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sedang dilakukan penyidikan, maka penyidikan dimaksud diselesaikan oleh Kanwil Lama atau Direktorat Penegakan Hukum.
(3) Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sedang proses penghentian penyidikan sesuai ketentuan Pasal 44A atau Pasal 44B UU KUP, maka penghentian penyidikan dimaksud diselesaikan oleh Kanwil Lama atau Direktorat Penegakan Hukum.
  

Pasal 10

 
Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) memiliki utang pajak pada KPP Lama, tindakan penagihan pajak dilakukan atau dilanjutkan oleh KPP Baru.
 

Pasal 11

  
(1) Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sedang mengajukan permohonan pembetulan sesuai dengan Pasal 16 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap permohonan pembetulan yang saat jatuh temponya paling lama 1 (satu) bulan setelah tanggal SMT, surat keputusan pembetulan diterbitkan oleh KPP Lama atau Kanwil Lama paling lambat 1 (satu) hari sebelum tanggal SMT; atau
  2. terhadap permohonan pembetulan yang saat jatuh temponya lebih dari 1 (satu) bulan setelah tanggal SMT, maka:
    1. Laporan Penelitian dan konsep surat keputusan dibuat oleh KPP Lama dan surat keputusan pembetulan diterbitkan oleh KPP Baru; atau
    2. Laporan Penelitian dan konsep surat keputusan dibuat oleh Kanwil Lama dan surat keputusan pembetulan diterbitkan oleh Kanwil Baru.
(2) Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sedang mengajukan permohonan keberatan sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang KUP dan/atau permohonan nonkeberatan sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap permohonan yang saat jatuh temponya paling lama 1 (satu) bulan setelah tanggal SMT, surat keputusan atas permohonan tersebut diterbitkan oleh Kanwil Lama paling lambat 1 (satu) hari sebelum tanggal SMT; atau
  2. terhadap permohonan yang saat jatuh temponya lebih dari 1 (satu) bulan setelah tanggal SMT, maka Laporan Penelitian dan konsep surat keputusan dibuat oleh Kanwil Lama dan surat keputusan atas permohonan tersebut diterbitkan oleh Kanwil Baru.


Pasal 12

 
(1) Dalam hal pada saat SMT terdapat surat keputusan yang diterbitkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 16, Pasal 26, dan/atau Pasal 36 Undang-Undang KUP dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. pelaksanaan surat keputusan yang saat jatuh temponya paling lama 15 (lima belas) hari setelah SMT diselesaikan oleh KPP Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
  2. pelaksanaan surat keputusan yang saat jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari setelah tanggal SMT dilakukan oleh KPP Baru.
(2) Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Banding atau Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Banding yang diterima oleh KPP Lama dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. pelaksanaan putusan yang saat jatuh temponya paling lama 15 (lima belas) hari setelah tanggal SMT diselesaikan oleh KPP Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
  2. pelaksanaan putusan yang saat jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari setelah tanggal SMT dilakukan oleh KPP Baru.
(3) Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan yang diterima oleh KPP Lama dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. pelaksanaan putusan yang saat jatuh temponya paling lama 15 (lima belas) hari setelah tanggal SMT diselesaikan oleh KPP Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
  2. pelaksanaan putusan yang saat jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari setelah tanggal SMT dilakukan oleh KPP Baru.
(4) Termasuk dalam pelaksanaan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) adalah penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) dan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) dalam hal tindak lanjut pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak.
 

Pasal 13

 
(1) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17C atau Pasal 17D Undang-Undang KUP, serta Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN yang belum diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. permohonan pengembalian yang saat jatuh temponya paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal SMT, KPP Lama menerbitkan SKPPKP paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
  2. permohonan pengembalian yang saat jatuh temponya lebih dari 7 (tujuh) hari setelah tanggal SMT, maka:
    1. KPP Lama membuat Laporan Hasil Penelitian dan Nota Penghitungan; dan
    2. KPP Baru menerbitkan SKPPKP.
(2) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang yang diterima oleh KPP Lama lebih dari 1 (satu) bulan sebelum tanggal SMT, KPP Lama menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan SKPLB paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
  2. permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang yang diterima oleh KPP Lama paling lama 1 (satu) bulan sebelum tanggal SMT, maka KPP Baru menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan SKPLB.
(3) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17B Undang-Undang KUP yang belum diterbitkan surat ketetapan pajak oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. permohonan pengembalian yang saat jatuh temponya paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal SMT, KPP Lama melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP sampai dengan penyusunan LHP dan Nota Penghitungan dan KPP Baru menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak; atau
  2. permohonan pengembalian yang saat jatuh temponya lebih dari 6 (enam) bulan setelah tanggal SMT dan:
    1. KPP Lama belum mulai melakukan pemeriksaan, pemeriksaan dilakukan oleh KPP Baru sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP; atau
    2. KPP Lama sudah mulai melakukan pemeriksaan, pemeriksaan dilanjutkan oleh KPP Lama sampai dengan penyusunan LHP dan Nota Penghitungan dan KPP Baru menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak.
(4) Dalam hal pada saat SMT terdapat SKPPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yang menyatakan lebih bayar namun belum diterbitkan SKPKPP dan SPMKP oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. SKPKPP yang saat jatuh temponya paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal SMT, KPP Lama menerbitkan SKPKPP dan/atau SPMKP paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
  2. SKPKPP yang saat jatuh temponya lebih dari 7 (tujuh) hari setelah tanggal SMT, maka KPP Baru menerbitkan SKPKPP dan/atau SPMKP.
(5) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pemberian imbalan bunga dengan mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak yang belum diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga (SKPIB), Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga (SKPPIB) dan/atau Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPMIB) oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap permohonan pemberian imbalan bunga yang mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak telah diterima KPP Lama lebih dari 7 (tujuh) hari sebelum tanggal SMT, KPP Lama menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan surat penolakan pemberian imbalan bunga atau penerbitan SKPIB, SKPPIB dan SPMIB paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
  2. terhadap permohonan pemberian imbalan bunga yang mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak telah diterima KPP Lama paling lama 7 (tujuh) hari sebelum tanggal SMT, maka KPP Baru menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan surat penolakan pemberian imbalan bunga atau penerbitan penerbitan SKPIB, SKPPIB dan SPMIB.
   

Pasal 14

 
Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan Wajib Pajak selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 13 yang belum diterbitkan surat keputusan atau surat persetujuan/penolakan oleh KPP Lama atau Kanwil Lama karena belum jatuh tempo, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. permohonan yang diterima oleh KPP Lama lebih dari 7 (tujuh) hari sebelum tanggal SMT, KPP Lama menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan surat keputusan atau surat persetujuan/penolakan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
  2. permohonan yang diterima oleh KPP Lama paling lama 7 (tujuh) hari sebelum tanggal SMT, maka KPP Baru menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan surat keputusan atau surat persetujuan/penolakan.
 

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15

 
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
 
 
 

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 April 2018
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

ROBERT PAKPAHAN