Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 110/PMK.04/2019

Kategori : PPN, Lainnya

Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 Tentang Pembebasan Bea Masuk Dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Dan/Atau Bahan, Dan/Atau Mesin Yang Dilakukan Oleh Industri Kecil Dan Menengah Dengan Tujuan Ekspor


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 110/PMK.04/2019

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
177/PMK.04/2016 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN TIDAK
DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR
BARANG DAN/ATAU BAHAN, DAN/ATAU MESIN YANG DILAKUKAN OLEH
INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DENGAN TUJUAN EKSPOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor bagi industri kecil dan menengah telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah dengan Tujuan Ekspor;
  2. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam memanfaatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor bagi industri kecil dan menengah serta mendukung berkembangnya industri kecil dan menengah, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pemberian fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor bagi industri kecil dan menengah;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah dengan Tujuan Ekspor;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan Oleh Industri Kecil dan Menengah Dengan Tujuan Ekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1769);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 177/PMK.04/2016 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR BARANG DAN/ATAU BAHAN, DAN/ATAU MESIN YANG DILAKUKAN OLEH INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DENGAN TUJUAN EKSPOR.


Pasal I


Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah dengan Tujuan Ekspor, diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Industri Kecil dan Menengah, yang selanjutnya disingkat IKM adalah badan usaha yang memenuhi kriteria industri kecil atau industri menengah dan telah ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE IKM.
  2. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil dan Menengah yang selanjutnya disebut KITE IKM adalah kemudahan berupa pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM.
  3. Barang dan/atau Bahan adalah barang dan/atau bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas, yang diimpor dan/atau dimasukkan dengan fasilitas KITE IKM untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain untuk menjadi Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
  4. Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Barang dan/atau Bahan pada barang lain.
  5. Barang dan/atau Bahan Rusak adalah Barang dan/atau Bahan yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan standar mutu dan tidak dapat diproses atau apabila diproses akan menghasilkan Hasil Produksi yang tidak memenuhi kualitas/standar mutu.
  6. Hasil Produksi Rusak adalah Hasil Produksi yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan kualitas/standar mutu.
  7. Penyerahan Produksi IKM adalah kegiatan menyerahkan Hasil Produksi IKM.
  8. Mesin adalah setiap mesin, permesinan, termasuk peralatan, atau perkakas, yang digunakan untuk proses produksi.
  9. Barang Contoh adalah barang contoh untuk menunjang kegiatan proses produksi yang Hasil Produksinya untuk tujuan ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM.
  10. Bea Masuk adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
  11. Bea Masuk Tambahan adalah tambahan atas Bea Masuk seperti Bea Masuk Antidumping, Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Tindakan Pengamanan, dan Bea Masuk Pembalasan.
  12. Diolah adalah kegiatan pengolahan Barang dan/atau Bahan yang bertujuan untuk menghasilkan Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
  13. Dirakit adalah kegiatan berupa merangkai dan/atau menyatukan beberapa Barang dan/atau Bahan sehingga menghasilkan Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
  14. Dipasang adalah kegiatan untuk memasang dan/atau melekatkan komponen Barang dan/atau Bahan pada bagian utama barang lain sehingga menghasilkan Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
  15. Sentra industri kecil dan/atau menengah yang selanjutnya disebut Sentra adalah sekelompok industri kecil dan/atau menengah dalam wilayah yang sama, terdiri dari paling sedikit 5 (lima) unit usaha yang menghasilkan produk sejenis, menggunakan Barang dan/atau Bahan sejenis, dan/atau melakukan proses produksi yang sama.
  16. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
  17. Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  18. Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
  19. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam daerah pabean untuk dipamerkan.
  20. Toko Bebas Bea adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal daerah pabean untuk dijual kepada orang tertentu.
  21. Tempat Lelang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu untuk dijual secara lelang.
  22. Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  23. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Cukai.
  24. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  25. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
  26. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
   
2. Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (5), dan ayat (6) Pasal 2 diubah, ayat (3) Pasal 2 dihapus, dan diantara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (5a), sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2


(1) Fasilitas KITE IKM dapat diberikan kepada:
  1. badan usaha berskala industri kecil atau industri menengah;
  2. badan usaha yang dibentuk oleh gabungan IKM;
  3. IKM yang ditunjuk oleh beberapa IKM dalam 1 (satu) Sentra; atau
  4. koperasi,
setelah ditetapkan sebagai IKM atau Konsorsium KITE.
(2) IKM atau Konsorsium KITE yang diberikan fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan fasilitas pembebasan Mesin dan/atau Barang Contoh.
(3) Dihapus.
(4) Fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM.
(5) Fasilitas pembebasan Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan Mesin dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Mesin digunakan dengan tujuan untuk pengembangan industri yang meliputi penambahan, modernisasi, rehabilitasi, dan/atau restrukturisasi alat-alat produksi untuk meningkatkan jumlah, jenis, dan/atau kualitas hasil produksi; dan
  2. Mesin wajib digunakan untuk proses produksi dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak impor dan/atau pemasukan Mesin.
(5a) Fasilitas pembebasan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan Barang Contoh dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Barang Contoh digunakan dengan tujuan untuk menunjang kegiatan proses produksi yang hasil produksinya untuk tujuan ekspor;
  2. kriteria dan ketentuan lain terkait fasilitas pembebasan Barang Contoh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk untuk impor Barang Contoh; dan
  3. ketentuan jumlah Barang Contoh yang diberikan fasilitas pembebasan dapat ditentukan lain oleh Kepala Kantor Pabean berdasarkan pertimbangan manajemen risiko dan memperhatikan tingkat kewajaran.
(6) Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (5a), termasuk Bea Masuk Tambahan.
   
3. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3


(1) Kriteria industri kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah sebagai berikut:
  1. merupakan usaha ekonomi produktif atau memiliki kegiatan pengolahan, perakitan dan/atau pemasangan: dan
  2. memiliki nilai investasi, kekayaan bersih, atau hasil penjualan per tahun dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. nilai investasi paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha apabila menjadi satu dengan lokasi tempat tinggal pemilik:
    2. kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); atau
    3. hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Kriteria industri menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah sebagai berikut:
  1. merupakan usaha ekonomi produktif yang memiliki kegiatan pengolahan, perakitan dan/atau pemasangan: dan
  2. memiliki nilai investasi, kekayaan bersih, atau hasil penjualan per tahun dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. nilai investasi lebih dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah);
    2. kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); atau
    3. hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(3) Kekayaan bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 dan ayat (2) huruf b angka 2 merupakan hasil pengurangan total nilai kekayaan usaha (aset) dengan total nilai kewajiban.
(4) Nilai kekayaan usaha (aset) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
(5) Nilai investasi adalah nilai tanah, bangunan, mesin peralatan, sarana, dan prasarana, kecuali modal kerja.
(6) Dalam hal salah satu kriteria skala industri yang dimiliki oleh badan usaha menunjukkan skala industri yang lebih besar, badan usaha dikategorikan ke dalam skala industri yang lebih besar.
   
4. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4


(1) Untuk mendapatkan fasilitas KITE IKM, badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus memenuhi kriteria dan syarat sebagai berikut:
  1. berskala industri kecil atau industri menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) atau ayat (2);
  2. melakukan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan bahan baku untuk tujuan ekspor;
  3. dalam hal seluruh atau sebagian bahan baku sebagaimana dimaksud pada huruf b berasal dari luar daerah pabean:
    1. telah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b paling singkat 2 (dua) tahun; atau
    2. telah memiliki kontrak penjualan ekspor dalam hal badan usaha melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b kurang dari 2 (dua) tahun;
  4. dalam hal seluruh bahan baku sebagaimana dimaksud pada huruf b berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, badan usaha telah memenuhi realisasi ekspor paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari hasil penjualan tahunan selama jangka waktu 2 (dua) tahun terakhir;
  5. merupakan badan usaha yang berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik secara langsung maupun tidak langsung dari usaha kecil lain, usaha menengah lain, atau usaha besar;
  6. memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi yang berlaku untuk waktu paling singkat selama 2 (dua) tahun untuk tempat melakukan kegiatan produksi dan tempat penyimpanan Barang dan/atau Bahan, Mesin, serta Hasil Produksi;
  7. bersedia dan mampu mendayagunakan sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan barang yang diberikan:
    1. fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4); dan
    2. fasilitas pembebasan Mesin dan/atau Barang Contoh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2); dan
  8. bersedia bertanggungjawab dalam hal terjadi penyalahgunaan atas fasilitas yang diberikan.
(2) Untuk mendapatkan fasilitas KITE IKM, badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha dengan mengisi daftar isian berupa:
  1. Nomor Induk Berusaha;
  2. jenis, nomor, dan tanggal izin usaha beserta perubahannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
  3. jenis, nomor, dan tanggal bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi;
  4. nomor dan tanggal kontrak penjualan ekspor, dalam hal badan usaha melakukan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan kurang dari 2 (dua) tahun;
  5. daftar rencana Barang dan/atau Bahan;
  6. daftar rencana Hasil Produksi;
  7. daftar rencana hasil produksi tujuan ekspor yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean;
  8. daftar badan usaha penerima subkontrak, dalam hal terdapat proses produksi yang akan disubkontrakkan;
  9. data jumlah investasi, tenaga kerja, aset, utang, dan permodalan;
  10. data indikator kinerja utama (key performance indicator) yang ditargetkan oleh badan usaha untuk mengukur manfaat ekonomi yang ditimbulkan dari pemanfaatan fasilitas KITE IKM, seperti peningkatan pajak penghasilan badan, peningkatan investasi, dan peningkatan tenaga kerja; dan
  11. tanggal kesiapan untuk dilakukan pemeriksaan lokasi serta pemaparan mengenai proses bisnis dan pemenuhan kriteria.
(3) Dalam hal izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak dapat menunjukkan informasi mengenai skala industri, badan usaha harus menyertakan dokumen yang dapat menunjukkan informasi mengenai kekayaan bersih, nilai investasi, atau hasil penjualan tahunan.
   
5. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5


(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui Sistem Indonesia National Single Window dalam kerangka Online Single Submission.
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis.
(3) Dalam hal diperlukan, Kepala Kantor Pabean dapat meminta dokumen asli pembuktian kriteria dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
   
6. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6


(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal kesiapan badan usaha untuk dilakukan pemeriksaan lokasi, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. melakukan pemeriksaan dokumen;
  2. melakukan pemeriksaan lokasi; dan
  3. menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi.
(2) Badan usaha yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), harus melakukan pemaparan mengenai proses bisnis dan gambaran umum badan usaha, yang diwakili oleh pimpinan badan usaha pada saat pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM dan menyerahkan sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan barang yang diberikan fasilitas KITE IKM dan fasilitas pembebasan Mesin dan/atau Barang Contoh.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(5) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) diberikan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan.
(6) Keputusan pemberian fasilitas KITE IKM tidak dapat diberikan kepada:
  1. badan usaha yang pernah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai;
  2. badan usaha yang pimpinan, anggota direksi, dan/atau komisarisnya pernah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai; dan/atau
  3. badan usaha yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan,  
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan/atau penetapan pailit.
(7) Badan usaha yang telah ditetapkan sebagai IKM harus:
  1. menyampaikan laporan mengenai dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE IKM, capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) yang telah ditargetkan, serta target indikator kinerja utama (key performance indicator) periode berikutnya; dan
  2. melakukan penatausahaan barang yang berasal dari fasilitas KITE IKM sehingga dalam pencatatan dan/atau pembukuan dapat dibedakan dengan barang yang bukan berasal dari fasilitas KITE IKM.
   
7. Ketentuan Pasal 8 ditambah 10 (sepuluh) ayat yakni ayat (3) sampai dengan ayat (12), sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8


(1) Dalam hal terdapat perubahan data dalam keputusan pemberian fasilitas KITE IKM, IKM yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM untuk diterbitkan perubahan atas keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan alasan perubahan dan melampirkan dokumen pendukung dalam bentuk salinan digital (soft copy).
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis.
(5) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan:
  1. penelitian administratif; dan
  2. pemeriksaan lapangan dalam hal diperlukan.
(6) Kepala Kantor Pabean dapat meminta asli dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal terdapat dokumen dalam bentuk salinan digital (softcopy) yang kurang jelas dan/atau memerlukan penjelasan lebih lanjut.
(7) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu paling lambat:
  1. 5 (lima) jam setelah permohonan diterima secara lengkap, jika permohonan disampaikan secara elektronik dan tidak dilakukan pemeriksaan lapangan; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, jika:
    1. permohonan disampaikan secara elektronik dan dilakukan pemeriksaan lapangan; atau
    2. permohonan disampaikan secara tertulis.
(8) Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan sesuai, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai perubahan atas keputusan pemberian fasilitas KITE IKM, dan melakukan pemutakhiran data.
(9) Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(10) Dalam hal hasil penelitian dinyatakan tidak sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (9), IKM dapat mengajukan permohonan pemrosesan kembali perubahan data IKM dengan melampirkan bukti pendukung baru.
(11) Dalam hal terdapat perubahan data keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang elemen data perubahannya telah disetujui oleh instansi terkait, dan elemen data tersebut tersedia dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, IKM menyampaikan pemberitahuan perubahan data dimaksud kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai penerima fasilitas KITE IKM.
(12) Kepala Kantor Pabean menerbitkan keputusan mengenai perubahan atas keputusan penetapan sebagai penerima fasilitas KITE IKM berdasarkan pemberitahuan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (11).
   
8. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9


(1) Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan:
  1. badan usaha yang dibentuk oleh gabungan IKM;
  2. IKM yang ditunjuk oleh beberapa IKM dalam 1 (satu) Sentra; atau
  3. koperasi,
yang melakukan kegiatan impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh milik IKM anggota Konsorsium KITE, ekspor, dan/atau Penyerahan Produksi IKM, serta memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu.
(2) Untuk mendapatkan penetapan sebagai Konsorsium KITE, badan usaha harus memenuhi kriteria dan syarat sebagai berikut;
a. memiliki kontrak kerjasama Konsorsium KITE yang memuat informasi paling sedikit meliputi:
  1. jenis kegiatan usaha bersama;
  2. hak dan kewajiban Konsorsium KITE dan masing-masing anggota Konsorsium KITE atas usaha bersama;
  3. pernyataan tanggung jawab dari Konsorsium KITE dan masing-masing anggota Konsorsium KITE atas usaha bersama; dan
  4. lokasi kegiatan Konsorsium KITE.
b. memiliki atau menguasai lokasi tempat usaha dan/atau tempat penyimpanan barang yang mendapatkan fasilitas KITE IKM paling singkat 2 (dua) tahun, yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi dan disertai dengan peta dan denah lokasi;
c. memiliki:
1. akta pendirian badan usaha dan perubahan terakhir dalam hal terdapat perubahan atas akta pendirian badan usaha, serta surat keputusan pengesahan akta pendirian dan/atau perubahan dari pejabat yang berwenang, bagi:
a) badan usaha yang dibentuk oleh gabungan IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
b) IKM yang ditunjuk oleh beberapa IKM dalam 1 (satu) Sentra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
2. akta pendirian koperasi dan perubahan terakhir dalam hal terdapat perubahan atas akta pendirian koperasi, bagi koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;
3. izin usaha;
4. daftar IKM anggota Konsorsium KITE; dan
5. daftar Barang dan/atau Bahan serta Hasil Produksi masing-masing IKM anggota Konsorsium KITE.
d. mampu melakukan kegiatan impor dan ekspor dan mendistribusikan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh kepada IKM;
e. bersedia dan mampu mendayagunakan sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan barang fasilitas KITE IKM serta fasilitas pembebasan Mesin dan/atau Barang Contoh; dan
f. bersedia bertanggungjawab dalam hal terjadi penyalahgunaan fasilitas yang diberikan.
(3) Untuk mendapatkan penetapan sebagai Konsorsium KITE, badan usaha atau koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha dengan mengisi daftar isian berupa:
  1. Nomor Induk Berusaha;
  2. nomor dan tanggal kontrak kerjasama Konsorsium KITE;
  3. jenis, nomor, dan tanggal bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi usaha;
  4. nomor dan tanggal surat keputusan pengesahan akta pendirian badan usaha atau koperasi beserta perubahan terakhir;
  5. jenis, nomor, dan tanggal izin usaha;
  6. daftar IKM anggota Konsorsium KITE;
  7. daftar Barang dan/atau Bahan serta Hasil Produksi masing-masing IKM anggota Konsorsium KITE; dan
  8. tanggal kesiapan untuk dilakukan pemeriksaan lokasi serta pemaparan mengenai proses bisnis dan pemenuhan kriteria.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik melalui Sistem Indonesia National Single Window dalam kerangka Online Single Submission.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis.
(6) Dalam hal diperlukan, Kepala Kantor Pabean dapat meminta dokumen asli pembuktian kriteria dan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(7) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal kesiapan badan usaha atau koperasi untuk dilakukan pemeriksaan lapangan, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. melakukan pemeriksaan dokumen;
  2. melakukan pemeriksaan lokasi; dan
  3. menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi.
(8) Badan usaha atau koperasi yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus melakukan pemaparan mengenai gambaran umum kerja sama badan usaha atau koperasi dengan anggota Konsorsium KITE, yang diwakili oleh pimpinan badan usaha pada saat pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan keputusan Konsorsium KITE dan menyerahkan sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan barang yang diberikan fasilitas KITE IKM dan fasilitas pembebasan Mesin.
(10) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(11) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) atau ayat (10) diberikan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diterbitkan.
(12) Keputusan Konsorsium KITE tidak dapat diberikan terhadap:
  1. badan usaha atau koperasi yang pernah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai;
  2. badan usaha atau koperasi yang anggota direksi, komisaris, dan/atau pengurusnya pernah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai; dan/atau
  3. badan usaha atau koperasi yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan,
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan/atau penetapan pailit.
(13) Badan usaha yang telah ditetapkan sebagai Konsorsium KITE harus:
  1. melakukan penatausahaan barang yang berasal dari fasilitas KITE IKM sehingga dalam pencatatan dan/atau pembukuan dapat dibedakan dengan barang yang bukan berasal dari fasilitas KITE IKM; dan
  2. memasang papan nama yang paling sedikit mencantumkan nama Konsorsium KITE dan status sebagai Konsorsium KITE pada setiap lokasi kegiatan usaha dan lokasi penyimpanan.
   
9. Di antara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 9A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9A


(1) Dalam hal terdapat perubahan data dalam keputusan Konsorsium KITE, Konsorsium KITE yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan Konsorsium KITE untuk diterbitkan perubahan atas keputusan Konsorsium KITE.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan alasan perubahan dan melampirkan dokumen pendukung dalam bentuk salinan digital (soft copy).
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis.
(5) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan:
  1. penelitian administratif; dan
  2. pemeriksaan lapangan dalam hal diperlukan pemeriksaan lapangan.
(6) Kepala Kantor Pabean dapat meminta asli dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal terdapat dokumen dalam bentuk salinan digital (soft copy) yang kurang jelas dan/atau memerlukan penjelasan lebih lanjut.
(7) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu paling lambat:
  1. 5 (lima) jam setelah permohonan diterima secara lengkap, jika permohonan disampaikan secara elektronik dan tidak dilakukan pemeriksaan lapangan; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, jika:
    1. permohonan disampaikan secara elektronik dan dilakukan pemeriksaan lapangan; atau
    2. permohonan disampaikan secara tertulis.
(8) Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan sesuai. Kepala Kantor Pabean menerbitkan keputusan mengenai perubahan atas keputusan Konsorsium KITE, dan melakukan pemutakhiran data.
(9) Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(10) Dalam hal hasil penelitian dinyatakan tidak sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Konsorsium KITE dapat mengajukan permohonan pemrosesan kembali perubahan data Konsorsium KITE dengan melampirkan bukti pendukung baru.
(11) Dalam hal terdapat perubahan data keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang elemen data perubahannya telah disetujui oleh instansi terkait, dan elemen data tersebut tersedia dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Konsorsium KITE menyampaikan pemberitahuan perubahan data dimaksud kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE.
(12) Kepala Kantor Pabean menerbitkan keputusan mengenai perubahan atas keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE berdasarkan pemberitahuan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (11).
   
10. Ketentuan Pasal 10 diubah dan di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 10 disisipkan satu ayat yakni ayat (3a), sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10


(1) Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh untuk IKM dapat diimpor dan/atau dimasukkan dari:
  1. luar daerah pabean;
  2. Pusat Logistik Berikat;
  3. Gudang Berikat;
  4. Kawasan Berikat;
  5. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;
  6. Kawasan Bebas;
  7. kawasan ekonomi khusus; dan/atau
  8. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diimpor dan/atau dimasukkan langsung oleh IKM atau diimpor dan/atau dimasukkan oleh Konsorsium KITE untuk didistribusikan kepada IKM.
(3) Impor dan/atau pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Mesin, dan/atau Barang Contoh harus dilakukan berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(3a) Untuk mendapatkan persetujuan impor dan/atau pemasukan Mesin berikutnya, IKM yang telah melakukan impor dan/atau pemasukan Mesin harus melampirkan realisasi ekspor terakhir sejak impor Mesin sebelumnya.
(4) Atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f yang berasal dari luar daerah pabean:
  1. diberikan pembebasan Bea Masuk; dan
  2. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor.
(5) Atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang berasal dari luar daerah pabean:
  1. diberikan pembebasan Bea Masuk;
  2. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor; dan
  3. tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan dalam negeri.
(6) Atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf h, yang berasal dari luar daerah pabean, diberikan pembebasan Bea Masuk.
(7) Atas penyerahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf h, pengusaha yang menyerahkan barang wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan wajib membuat faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(8) Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh yang diimpor dan/atau dimasukkan melalui Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib didistribusikan kepada IKM anggota Konsorsium KITE.
(9) Pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) bukan merupakan transaksi jual beli.
(10) Atas pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh dari Konsorsium KITE kepada IKM anggota Konsorsium KITE, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. dilakukan dengan menggunakan dokumen serah terima Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh dari Konsorsium KITE kepada IKM anggota Konsorsium KITE;
  2. diberikan pembebasan Bea Masuk;
  3. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor; dan
  4. tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan dalam negeri.
(11) Impor dan/atau pemasukan oleh IKM atau Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai, Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Bebas, kawasan ekonomi khusus, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(12) Ketentuan mengenai pembatasan impor belum diberlakukan atas:
  1. impor dan/atau pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
  2. distribusi Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh oleh Konsorsium KITE untuk IKM anggota Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (10),
kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
(13) Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh yang dimasukkan dari tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h, merupakan pemasukan dalam rangka impor untuk dipakai.
   
11. Diantara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 15A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15A


(1) Atas barang impor yang tidak dilakukan pendistribusian atau yang pendistribusiannya tidak sesuai periode pendistribusian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), IKM anggota konsorsium dibebaskan dari kewajiban pembayaran Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta sanksi administrasi di bidang kepabeanan dan perpajakan.
(2) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) terhadap Barang dan/atau Bahan yang pendistribusiannya tidak sesuai dengan periode pendistribusian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2).
   
12. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17


(1) IKM wajib mengekspor dan/atau melakukan Penyerahan Produksi IKM terhadap seluruh Hasil Produksi.
(2) Ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pertanggungjawaban atas pemakaian Barang dan/atau Bahan yang terkandung dalam Hasil Produksi termasuk sisa proses produksi (waste/serap).
(3) Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan kepada:
  1. IKM lain, perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pembebasan, dan/atau perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pengembalian, dalam rangka ekspor barang gabungan;
  2. Toko Bebas Bea yang berlokasi di:
    1. terminal keberangkatan bandar udara internasional di Kawasan Pabean;
    2. terminal keberangkatan internasional di pelabuhan utama di Kawasan Pabean;
    3. tempat transit pada terminal keberangkatan bandar udara internasional yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di Kawasan Pabean; dan
    4. tempat transit pada terminal keberangkatan di pelabuhan utama yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di Kawasan Pabean;
  3. Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut atau digabungkan;
  4. konsolidator barang ekspor di Pusat Logistik Berikat; dan/atau
  5. penyedia barang ekspor di Pusat Logistik Berikat.
(4) Ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui Konsorsium KITE.
(5) Penyerahan Produksi IKM kepada IKM lain, perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pembebasan, dan/atau perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pengembalian, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Hasil Produksi IKM digabungkan dengan Hasil Produksi IKM lain, perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pembebasan, dan/atau perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pengembalian tersebut; dan
  2. wajib diekspor dalam satu kesatuan unit.
(6) Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban penyelesaian atas Barang dan/atau Bahan dalam hal telah terbukti diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM; dan
  2. pemenuhan ketentuan Periode KITE IKM dihitung berdasarkan tanggal dokumen Penyerahan Produksi IKM.
(7) Atas Ekspor atau Penyerahan Produksi IKM melalui Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. dilakukan dengan menggunakan dokumen serah terima Hasil Produksi IKM dari IKM kepada Konsorsium KITE;
  2. dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban penyelesaian atas Barang dan/atau Bahan dalam hal telah terbukti diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM; dan
  3. pemenuhan ketentuan Periode KITE IKM dihitung berdasarkan tanggal dokumen serah terima Hasil Produksi IKM dari IKM kepada Konsorsium KITE.
(8) Terhadap Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b sampai dengan huruf e, dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban penyelesaian atas Barang dan/atau Bahan.
(9) Pelaksanaan ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor atau Tempat Penimbunan Berikat.
(10) Contoh Hasil Produksi dapat diserahkan kepada Pusat Logistik Berikat untuk dipamerkan dalam rangka ekspor, dalam jumlah tertentu berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(11) Jumlah contoh Hasil Produksi yang dapat diserahkan kepada Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (10) ditentukan oleh Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai penerima fasilitas KITE IKM berdasarkan pertimbangan manajemen risiko dan memperhatikan tingkat kewajaran.
(12) Penyerahan contoh Hasil Produksi kepada Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan/atau Bahan.
(13) IKM yang melakukan impor dan/atau pemasukan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) wajib mengekspor sebagian atau seluruh hasil produksi.
(14) Kewajiban ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (13) dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak impor mesin.
   
13.

Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 26 disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1a), sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut: 

 

Pasal 26


(1) Pertanggungjawaban atas impor dan/atau pemasukan berupa Barang Contoh telah terpenuhi sepanjang:
  1. Barang Contoh telah digunakan untuk menunjang proses produksi sehingga menghasilkan Hasil Produksi; dan
  2. Hasil Produksi telah diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM.
(1a) IKM harus menyampaikan pemberitahuan atas ekspor Hasil Produksi atau Penyerahan Produksi IKM yang menggunakan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) Dalam hal Barang Contoh terbukti telah dijual sebelum digunakan untuk proses produksi yang Hasil Produksinya diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM, IKM wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tidak dapat dikreditkan.
   
14. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

BAB VIII
MONITORING, EVALUASI, DAN AUDIT
Bagian Pertama
Monitoring dan Evaluasi

Pasal 30


(1) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan:
  1. monitoring dan evaluasi terhadap IKM atau Konsorsium KITE secara periodik dan/atau sewaktu-waktu berdasarkan manajemen risiko; dan
  2. monitoring dan evaluasi khusus terhadap Mesin yang mendapat fasilitas pembebasan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Monitoring dan evaluasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sampai dengan masa berakhirnya kewajiban pembayaran Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor Mesin yang terutang.
(3) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan bersamaan dengan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
(4) IKM dan Konsorsium KITE wajib menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut oleh Kepala Kantor Pabean, atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk;
  2. disampaikan kepada unit audit dan/atau unit pengawasan sebagai infomasi awal; dan/atau
  3. digunakan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 2 ayat (2).
(6) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a ditemukan barang yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 2 ayat (2) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, IKM atau Konsorsium KITE wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(7) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(8) Pelunasan atau penyelesaian lainnya atas tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban penyelesaian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan/atau Mesin.
   
15. Ketentuan ayat (1) Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 32


(1) Kepala Kantor Pabean melakukan pembekuan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE dalam hal:
  1. IKM melakukan perubahan data berupa alamat, NPWP, penanggung jawab, Barang dan/atau Bahan, dan/atau Hasil Produksi, tetapi IKM:
    1. tidak mengajukan permohonan perubahan data kepada Kepala Kantor Pabean; atau
    2. tidak menyampaikan pemberitahuan perubahan data kepada Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (11);
  2. Konsorsium KITE melakukan perubahan data alamat, NPWP, penanggung jawab, dan/atau IKM anggota Konsorsium KITE, tetapi Konsorsium KITE:
    1. tidak mengajukan permohonan perubahan data kepada Kepala Kantor Pabean; atau
    2. tidak menyampaikan pemberitahuan perubahan data kepada Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9A ayat (11);
  3. IKM atau Konsorsium KITE tidak menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4);
  4. IKM atau Konsorsium KITE tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (8) atau Pasal 27 ayat (2);
  5. Konsorsium KITE tidak menyampaikan laporan bulanan realisasi ekspor/atau Penyerahan Produksi IKM dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2);
  6. IKM telah berkembang sehingga tidak lagi berskala industri kecil atau menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 selama 2 (dua) tahun berturut-turut, dan telah mendapatkan penetapan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian;
  7. IKM telah berkembang sehingga tidak lagi berskala industri kecil atau menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 selama 2 (dua) tahun berturut-turut, dan dalam waktu 1 (satu) tahun kemudian IKM tidak beralih menjadi fasilitas K1TE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian;
  8. IKM atau Konsorsium KITE tidak menyimpan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh di lokasi yang tercantum dalam keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1);
  9. IKM atau Konsorsium KITE tidak melakukan kegiatan impor atau pemasukan dengan menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 2 ayat (2) selama periode 4 (empat) tahun berturut-turut;
  10. IKM atau Konsorsium KITE diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai dengan bukti permulaan yang cukup berdasarkan rekomendasi penyidik; dan/atau
  11. IKM berubah status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat dan permohonan izin Kawasan Berikat telah disetujui.
(2) Dalam hal fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE dibekukan, terhitung sejak tanggal pembekuan tersebut atas impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh tidak diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 2 ayat (2).
(3) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan hak IKM atau Konsorsium KITE untuk melakukan kegiatan kepabeanan lain.
   
16. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 33


(1) Fasilitas KITE IKM yang diberikan kepada IKM atau Konsorsium KITE dan dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a atau huruf b dapat diberlakukan kembali, jika IKM atau Konsorsium KITE telah:
  1. mengajukan permohonan perubahan data secara lengkap dan diberikan persetujuan oleh Kepala Kantor Pabean; atau
  2. menyampaikan pemberitahuan perubahan data kepada Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a angka 2 atau Pasal 32 ayat (1) huruf b angka 2.
(2) Fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf c sampai dengan huruf e dan huruf h sampai dengan huruf j dapat diberlakukan kembali, jika:
  1. IKM atau Konsorsium KITE telah menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi;
  2. IKM telah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf d, atau telah terdapat penyelesaian terhadap Barang dan/atau Bahan;
  3. Konsorsium KITE telah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf d, atau telah terdapat penyelesaian terhadap Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh;
  4. Konsorsium KITE telah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf e;
  5. IKM atau Konsorsium KITE telah menyimpan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh di lokasi yang tercantum dalam keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1);
  6. IKM atau Konsorsium KITE akan melakukan impor dan/atau pemasukan dengan menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan pemberlakuan kembali kepada Kepala Kantor Pabean; dan/atau
  7. diterbitkan surat perintah penghentian penyidikan oleh penyidik.
   
17. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 34


(1) Kepala Kantor Pabean melakukan pencabutan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE dalam hal:
  1. terhadap IKM atau Konsorsium KITE diterbitkan surat paksa karena ada tagihan yang tidak dilunasi oleh IKM atau Konsorsium KITE;
  2. IKM atau Konsorsium KITE terbukti telah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
  3. IKM atau Konsorsium KITE berubah status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat, setelah:
    1. laporan pertanggungjawaban atas penyelesaian Barang dan/atau Bahan mendapatkan putusan; atau
    2. penetapan Barang dan/atau Bahan, Mesin, serta Barang Contoh menjadi saldo awal persediaan Kawasan Berikat, dalam hal tidak terdapat kewajiban penyampaian laporan pertanggungjawaban atau tidak terdapat laporan pertanggungjawaban yang belum mendapatkan putusan;
  4. IKM beralih menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian dan dalam hal Barang dan/atau Bahan dan Hasil Produksi telah dipertanggungjawabkan;
  5. IKM dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf g, dan setelah 1 (satu) tahun sejak dibekukan IKM tidak beralih menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian;
  6. Hasil monitoring khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b membuktikan bahwa:
    1. Mesin tidak berada di lokasi dan tidak dapat dipertanggungjawabkan keberadaannya; atau
    2. IKM tidak melakukan realisasi ekspor dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak impor dan/atau pemasukan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (14);
  7. IKM atau Konsorsium KITE dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; 
  8. IKM atau Konsorsium KITE tidak lagi memenuhi kriteria dan syarat untuk memperoleh fasilitas KITE IKM bagi IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dan huruf f atau Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b dan huruf d;
  9. IKM atau Konsorsium KITE tidak melakukan kegiatan impor atau pemasukan dengan menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 2 ayat (2) selama periode 2 (dua) tahun sejak dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf i; dan/atau
  10. IKM atau Konsorsium KITE mengajukan permohonan untuk dilakukan pencabutan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE.
(2) Dalam hal fasilitas KITE IKM terhadap IKM dicabut dengan alasan selain karena berubah status menjadi Kawasan Berikat atau dalam hal fasilitas KITE IKM terhadap Konsorsium KITE dicabut, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan:
a. IKM wajib:
1. melaporkan Barang dan/atau Bahan yang telah dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 namun belum disampaikan laporan pertanggungjawabannya;
2. menyelesaikan saldo Barang dan/atau Bahan yang belum dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; dan/atau
3. melunasi Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas:
a) Mesin yang belum digunakan untuk proses produksi atau telah digunakan namun belum sampai 4 (empat) tahun sejak diimpor atau dimasukkan ke IKM; dan
b) Barang Contoh yang belum digunakan untuk proses produksi yang Hasil Produksinya diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM;
b. Konsorsium KITE wajib:
  1. melaporkan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh yang telah didistribusikan kepada IKM namun belum disampaikan laporan pertanggungjawabannya; atau
  2. mendistribusikan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh kepada IKM.
(3) Saldo Barang dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 2 diselesaikan dengan:
  1. dilunasi Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang;
  2. diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM; atau 
  3. dikembalikan.
(4) Apabila dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan:
  1. IKM tidak melakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
  2. Konsorsium KITE tidak melakukan pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh kepada IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2,
Kepala Kantor Pabean melakukan penagihan atas Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
(5) Untuk pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 3, dan penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Pabean melakukan penetapan atas kewajiban pelunasan Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(6) Dalam hal fasilitas KITE IKM dicabut karena perubahan status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. atas Barang dan/atau Bahan yang telah dilakukan penyelesaian tetapi belum disampaikan laporan pertanggungjawaban dan masih dalam periode KITE IKM, IKM wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban;
  2. atas Barang dan/atau Bahan yang belum dilakukan penyelesaian sepanjang masih dalam periode KITE IKM serta Mesin dan/atau Barang Contoh, berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. menjadi saldo awal Kawasan Berikat dan diperlakukan sebagai barang impor dengan mendapat penangguhan Bea Masuk; dan
    2. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan
  3. realisasi ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM yang telah dilakukan oleh IKM dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan hasil produksi dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
(7) Dalam rangka pencabutan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE, dapat terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sederhana oleh Kepala Kantor Pabean atau audit kepabeanan.
   
18. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 37


(1) Hasil Produksi yang telah diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM dapat diimpor kembali dan/atau dimasukkan kembali karena alasan tertentu, dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
(2) Alasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu sebagai berikut:
  1. diimpor kembali untuk diperbaiki (rework);
  2. ditolak oleh pembeli di luar negeri; atau
  3. kondisi kahar (force majeure) di negara tujuan ekspor.
(3) Hasil Produksi yang diimpor kembali atau dimasukkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diekspor kembali atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor/pemasukan kembali dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
(4) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), IKM mengajukan permohonan yang disampaikan:
  1. secara elektronik; atau
  2. secara tertulis;
kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM dengan menyebutkan alasan dan disertai dokumen pendukung.
(5) Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau surat penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam waktu paling lambat:
  1. 5 (lima) jam setelah permohonan diterima lengkap secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap secara tertulis.
(6) Atas Hasil Produksi yang diimpor kembali dan/atau dimasukkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan:
  1. dalam hal laporan pertanggungjawaban telah disampaikan dan disetujui, IKM wajib menyerahkan jaminan senilai Bea Masuk serta pajak dalam rangka impor berdasarkan tarif dan nilai barang atas barang yang diimpor kembali; atau
  2. dalam hal laporan pertanggungjawaban belum disampaikan, diberikan pembebasan Bea Masuk serta tidak dipungut pajak dalam rangka impor.
(7) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a diserahkan dalam hal nilai pungutan Bea Masuk serta pajak dalam rangka impor atas impor kembali atau pemasukan kembali Hasil Produksi melebihi saldo kuota jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3).
(8) Atas impor/pemasukan kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. IKM wajib:
    1. mengisi kolom persyaratan/fasilitas impor pada dokumen pemberitahuan pabean impor dengan jenis reimpor fasilitas KITE; dan
    2. melampirkan surat persetujuan impor/pemasukan kembali Hasil Produksi:
  2. belum berlaku ketentuan pembatasan;
  3. dilakukan pemeriksaan pabean; dan
  4. impor kembali dan/atau pemasukan kembali dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai atau peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat.
(9) Atas ekspor kembali atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
  1. IKM wajib mengisi kolom jenis ekspor pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor dengan jenis reekspor; dan
  2. dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor atau Tempat Penimbunan Berikat.
(10) IKM wajib menyampaikan laporan realisasi atas ekspor kembali atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya batas waktu ekspor kembali dengan melampirkan:
  1. dokumen pemberitahuan pabean impor kembali atau pemasukan kembali Hasil Produksi; dan
  2. dokumen pemberitahuan pabean ekspor kembali Hasil Produksi atau Penyerahan Produksi IKM.
(11) Atas laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (10), Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan:
  1. persetujuan dalam hal dapat dibuktikan barang yang diekspor kembali atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM merupakan Hasil Produksi yang diimpor kembali atau dimasukkan kembali; atau
  2. penolakan,
dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak laporan diterima secara lengkap.
(12) Atas laporan realisasi ekspor yang diberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) huruf a, berlaku ketentuan:
  1. dalam hal Hasil Produksi yang pada saat diimpor kembali atau dimasukkan kembali laporan pertanggungjawabannya telah disampaikan dan disetujui, kuota jaminan disesuaikan dan/atau jaminan dikembalikan; atau
  2. dalam hal Hasil Produksi yang pada saat diimpor kembali atau dimasukkan kembali laporan pertanggungjawabannya belum disampaikan:
    1. laporan realisasi ekspor menjadi dasar penelitian laporan pertanggungjawaban;
    2. laporan pertanggungjawaban disampaikan paling lambat sampai dengan berakhirnya batas waktu ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditambah 60 (enam puluh) hari; dan
    3. mengikuti tata cara penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
(13) Dalam hal IKM tidak melakukan ekspor kembali atau Penyerahan Produksi IKM sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau tidak menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), berlaku ketentuan:
  1. dalam hal Hasil Produksi yang pada saat diimpor kembali atau dimasukkan kembali laporan pertanggungjawabannya telah disampaikan dan disetujui, IKM wajib melunasi Bea Masuk serta pajak dalam rangka impor yang terutang; atau
  2. dalam hal Hasil Produksi yang pada saat diimpor kembali atau dimasukkan kembali laporan pertanggungjawabannya belum disampaikan, laporan pertanggungjawaban ditolak.
(14) Kepala Kantor Pabean melakukan penetapan sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (13) huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(15) Pajak dalam rangka impor berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (13) huruf a tidak dapat dikreditkan.
     
     

Pasal II


Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Juli 2019
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Juli 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 848