Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 05/PJ/2017

Kategori : Lainnya

Pembayaran Pajak Secara Elektronik


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 05/PJ/2017

TENTANG

PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang :

  1. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 15, Pasal 16 ayat (3), Pasal 33 ayat (2), dan Pasal 37 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik, Direktur Jenderal Pajak diberi tugas dan kewenangan untuk menerbitkan dan mengelola Kode Billing;
  2. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan Penerimaan Negara dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi dan Penghitungan Pajak Penghasilan untuk Keperluan Pembayaran Pajak Penghasilan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi berupa Volume Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2015, perlu menyesuaikan jenis pajak yang dapat melakukan pembayaran dalam mata uang Dollar Amerika Serikat;
  3. bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2016, Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan tidak lagi dipergunakan dalam administrasi perpajakan;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pembayaran Pajak secara Elektronik;

Mengingat :

  1. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan Penerimaan Negara dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi dan Penghitungan Pajak Penghasilan untuk Keperluan Pembayaran Pajak Penghasilan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi berupa Volume Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2015;
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara secara Elektronik;
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK.


Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
  1. Pembayaran Pajak secara Elektronik adalah pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan melalui sistem elektronik.
  2. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
  3. Sistem Billing Direktorat Jenderal Pajak adalah sistem elektronik yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menerbitkan dan mengelola Kode Billing yang merupakan bagian dari sistem penerimaan negara secara elektronik.
  4. Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui Sistem Billing Direktorat Jenderal Pajak atas suatu jenis pembayaran atau penyetoran pajak.
  5. Aplikasi Billing Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Aplikasi Billing DJP adalah bagian dari Sistem Billing Direktorat Jenderal Pajak yang menyediakan antarmuka berupa aplikasi berbasis web bagi Wajib Pajak untuk menerbitkan Kode Billing dan dapat diakses melalui jaringan internet atau intranet.
  6. Bank Persepsi dan Pos Persepsi yang selanjutnya disebut Bank/Pos Persepsi adalah penyedia layanan penerimaan setoran penerimaan negara sebagai collecting agent dalam sistem penerimaan negara menggunakan surat setoran elektronik.
  7. Electronic Data Capture yang selanjutnya disingkat EDC adalah alat yang dipergunakan untuk transaksi kartu debit atau kredit yang terhubung secara online dengan sistem atau jaringan Bank Persepsi.
  8. Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran atau penyetoran ke Kas Negara yang tertera pada Bukti Penerimaan Negara dan diterbitkan oleh sistem settlement yang dikelola Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
  9. Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan Negara yang diterbitkan oleh Bank Persepsi.
  10. Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan Negara yang diterbitkan oleh Pos Persepsi.
  11. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB atau NTP sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran pajak.
  12. Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
  13. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat SPPT PBB adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB yang terutang kepada Wajib Pajak.
  14. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat SKP PBB adalah Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
  15. Surat  Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat STP PBB adalah Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
  16. Keadaan Kahar adalah suatu kejadian yang terjadi diluar kemampuan dan kendali manusia dan tidak dapat dihindarkan, dan tidak terbatas pada bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah atau epidemik, gangguan sistem, gangguan listrik atau gangguan jaringan, sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.


Pasal 2


(1) Pembayaran atau penyetoran pajak secara elektronik melalui Sistem Billing Direktorat Jenderal Pajak meliputi seluruh jenis pajak, kecuali:
  1. pajak dalam rangka impor yang diadministrasikan pembayarannya oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan/atau
  2. pajak yang tata cara pembayarannya diatur secara khusus.
(2) Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembayaran dalam mata uang Rupiah dan Dollar Amerika Serikat.
(3) Pembayaran dalam mata uang Dollar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan untuk:
  1. Pajak Penghasilan Pasal 25, Pajak Penghasilan Pasal 29, Pajak Penghasilan yang bersifat Final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, Pajak Penghasilan Minyak Bumi, dan Pajak Penghasilan Gas Bumi, dari Wajib Pajak yang memperoleh izin atau telah menyampaikan pemberitahuan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat; dan
  2. surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat.
(4) Transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan Kode Billing.


Pasal 3


(1) Transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dapat dilakukan melalui:
  1. teller Bank/Pos Persepsi;
  2. Anjungan Tunai Mandiri (ATM);
  3. internet banking;
  4. mobile banking;
  5. EDC; atau
  6. sarana lainnya.
(2) Atas pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak menerima BPN sebagai bukti setoran.
(3) BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dalam bentuk:
  1. dokumen bukti pembayaran yang diterbitkan Bank/Pos Persepsi, untuk pembayaran atau penyetoran melalui teller dengan Kode Billing;
  2. struk bukti transaksi, untuk pembayaran melalui ATM atau EDC;
  3. dokumen elektronik, untuk pembayaran atau penyetoran melalui internet banking atau mobile banking; atau
  4. teraan elemen data BPN pada SSP untuk pembayaran melalui teller Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan SSP.
(4) BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencantumkan elemen-elemen sebagai berikut:
  1. NTPN;
  2. NTB atau NTP;
  3. Kode Billing;
  4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  5. nama Wajib Pajak;
  6. alamat Wajib Pajak, kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui ATM dan EDC;
  7. Nomor Objek Pajak (NOP), bila ada;
  8. Kode Akun Pajak;
  9. Kode Jenis Setoran;
  10. Masa Pajak;
  11. Tahun Pajak;
  12. nomor ketetapan pajak, bila ada;
  13. uraian pembayaran, bila ada;
  14. NPWP penyetor, bila ada;
  15. nama penyetor, bila ada;
  16. tanggal bayar; dan
  17. jumlah nominal pembayaran.
(5) BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk cetakan, salinan, dan fotokopinya, kedudukannya disamakan dengan SSP dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(6) Dalam hal terdapat perbedaan antara data pembayaran yang tertera dalam BPN dengan data pembayaran menurut sistem Penerimaan Negara secara elektronik, maka yang dianggap sah adalah data sistem penerimaan Negara secara elektronik.


Pasal 4


(1) Kode Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), dapat diperoleh Wajib Pajak, melalui:
  1. layanan mandiri (self-service),
  2. penerbitan secara jabatan (official-service) oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam hal terbit surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, SPPT PBB, STP PBB, atau SKP PBB yang mengakibatkan kurang bayar.
(2) Pembuatan Kode Billing melalui layanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan oleh Wajib Pajak dengan mengakses:
  1. Aplikasi Billing DJP; atau
  2. layanan, produk, aplikasi, atau sistem penerbitan Kode Billing yang terhubung dengan Sistem Billing Direktorat Jenderal Pajak yang disediakan, oleh Bank/Pos Persepsi dan pihak lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, meliputi perusahaan Application Service Provider dan Perusahaan Telekomunikasi.
(3) Pembuatan Kode Billing melalui layanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat diberikan melalui asistensi oleh:
  1. pegawai Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan penugasannya,
  2. petugas Bank/Pos Persepsi, atau
  3. pengguna (user) tertentu yang mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 5


(1) Wajib Pajak dapat memperoleh Kode Billing melalui layanan mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dengan melakukan input data setoran pajak yang akan dibayarkan.
(2) Input data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
  1. atas nama dan NPWP milik Wajib Pajak sendiri, atau
  2. atas nama dan NPWP milik Wajib Pajak lain atau atas nama Subjek Pajak yang belum atau tidak memiliki NPWP, dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakan sebagai Wajib Pungut.
(3) Dalam hal input data dilakukan atas nama Subjek Pajak yang belum atau tidak memiliki NPWP, kolom isian NPWP diisi dengan 00.000.000.0-XXX.000, dengan XXX Kode KPP tempat transaksi atau objek pajak diadministrasikan.


Pasal 6


(1) Mekanisme Pembuatan Kode Billing melalui asistensi petugas Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b beserta pembayaran atau penyetoran pajaknya, sebagai berikut:
  1. Wajib Pajak menyerahkan SSP yang telah diisi lengkap dan ditandatangani kepada petugas Bank/Pos Persepsi, dengan menyertakan uang sejumlah nominal dalam SSP.
  2. Petugas Bank/Pos Persepsi memeriksa kesesuaian uang yang disertakan oleh Wajib Pajak dengan nominal yang disebutkan dalam SSP.
  3. Dalam hal jumlah uang dan nominal yang disebutkan dalam SSP telah sesuai, Petugas Bank/Pos Persepsi melakukan input data pembayaran atau setoran pajak untuk menerbitkan Kode Billing.
  4. Petugas Bank/Pos Persepsi mencetak bukti penerbitan Kode Billing dan menyerahkannya kepada Wajib Pajak.
  5. Wajib Pajak memeriksa kesesuaian elemen data pada bukti penerbitan Kode Billing dengan isian SSP.
  6. Dalam hal elemen data yang tertera pada bukti penerbitan Kode Billing telah sesuai dengan isian SSP, Wajib Pajak menandatangani bukti penerbitan Kode Billing dan menyerahkannya kembali kepada teller Bank/Pos Persepsi.
  7. Teller Bank/Pos Persepsi memproses transaksi pembayaran pajak atas Kode Billing dimaksud, dan memeriksa kesesuaian elemen data pada bukti penerbitan Kode Billing sebelum melakukan penerbitan BPN.
  8. Wajib Pajak menerima kembali SSP yang telah ditera dengan elemen-elemen data BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) serta dibubuhi tanda tangan atau paraf, nama pejabat Bank/Pos Persepsi, dan cap Bank/Pos Persepsi sebagai bukti pembayaran atau penyetoran pajak.
(2) Kebenaran elemen data yang tertera pada BPN merupakan tanggung jawab Wajib Pajak yang telah menandatangani bukti penerbitan Kode Billing.


Pasal 7


Penyesuaian atas kesalahan input data setoran pajak yang mengakibatkan kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak, diselesaikan melalui prosedur Pemindahbukuan dalam administrasi perpajakan atau melalui prosedur lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 8


(1) Kode Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, berlaku selama 720 (tujuh ratus dua puluh) jam atau 30 x 24 (tiga puluh kali dua puluh empat) jam sejak Kode Billing diterbitkan.
(2) Kode Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b berlaku sampai dengan:
  1. 2 (dua) bulan sejak tanggal diterbitkan surat ketetapan pajak;
  2. 2 (dua) bulan sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak;
  3. 7 (tujuh) bulan sejak tanggal diterbitkan SPPT PBB;
  4. 2 (dua) bulan sejak tanggal diterbitkan STP PBB; dan
  5. 2 (dua) bulan sejak tanggal diterbitkan SKP PBB.
(3) Kode Billing yang tidak dipergunakan untuk pembayaran pajak sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), akan menjadi kadaluarsa.
(4) Dalam hal Kode Billing telah kadaluarsa, Wajib Pajak dapat memperoleh kembali Kode Billing yang lain melalui layanan mandiri (self-service) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a.

 

Pasal 9


Dalam hal terjadi Keadaan Kahar yang menyebabkan gangguan pada Sistem Billing Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Pajak berwenang memutuskan kebijakan khusus yang diperlukan untuk mendukung pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan.


Pasal 10


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2014 tentang Sistem Pembayaran Pajak secara Elektronik dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 11


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 4 April 2017
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

KEN DWIJUGIASTEADI