Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 39/PMK.03/2017

Kategori : KUP, PPh

Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39/PMK.03/2017

TENTANG

TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI BERDASARKAN
PERJANJIAN INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi (Exchange of Information) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.010/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi (Exchange of Information);
  2. bahwa dengan mempertimbangkan perkembangan mekanisme pertukaran informasi dan jenis-jenis data dan informasi yang dipertukarkan serta dalam rangka melaksanakan ketentuan dalam perjanjian internasional, baik yang bersifat bilateral maupun multilateral yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra, perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi (Exchange of Information) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.010/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi (Exchange of Information);
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional;

Menimbang :

Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI BERDASARKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL.


Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang. 
  2. Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra adalah negara atau yurisdiksi yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam Perjanjian Internasional.
  3. Perjanjian Internasional adalah perjanjian bilateral atau multilateral, yang antara lain menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengikatkan dirinya dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, yang mengatur pertukaran informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perpajakan, meliputi:
    1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B);
    2. Persetujuan untuk Pertukaran Informasi Berkenaan dengan Keperluan Perpajakan (Tax Information Exchange Agreement);
    3. Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan (Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters);
    4. Persetujuan Pejabat yang Berwenang yang Bersifat Multilateral atau Bilateral (Mutltilateral or Bilateral Competent Authority Agreement);
    5. Persetujuan antar Pemerintah (Intergovernmental Agreement); atau
    6. perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.
  4. Informasi adalah kumpulan data, angka, huruf, kata, citra, keterangan lisan, dan/atau keterangan tertulis yang dapat memberikan petunjuk dan/atau informasi mengenai penghasilan orang pribadi atau badan yang bersumber dari pekerjaan dalam hubungan kerja, pekerjaan bebas, kegiatan usaha, modal, dan/atau sumber lainnya, serta informasi mengenai kekayaan/harta termasuk informasi keuangan yang dimiliki dan/atau disimpan oleh orang pribadi atau badan, baik miliknya sendiri maupun milik orang pribadi atau badan lainnya, yang dapat berbentuk rekaman (audio/visual/audio visual), surat, dokumen, buku, catatan atau bentuk lainnya, baik dalam bentuk cetakan maupun elektronik.
  5. Pertukaran Informasi adalah pertukaran Informasi yang berkaitan dengan perpajakan berdasarkan Perjanjian Internasional atau Exchange of Information (EOI) sebagai pelaksanaan Perjanjian Internasional yang bertujuan untuk:
    1. mencegah penghindaran pajak;
    2. mencegah pengelakan pajak;
    3. mencegah penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak; dan/atau
    4. mendapatkan Informasi terkait pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.
  6. Pejabat yang Berwenang atau Competent Authority yang selanjutnya disebut Pejabat yang Berwenang adalah pejabat di Indonesia, di Negara Mitra, atau di Yurisdiksi Mitra yang berwenang untuk melaksanakan Pertukaran Informasi sebagaimana diatur dalam Perjanjian Internasional.
  7. Lembaga Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat LJK adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, pembiayaan, dan jasa keuangan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai otoritas jasa keuangan yang memenuhi kriteria dalam Perjanjian Internasional.
  8. Perusahaan Asing adalah:
    1. badan hukum yang didirikan atau berkedudukan di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
    2. kantor cabang atau kantor perwakilan dari badan hukum yang didirikan atau berkedudukan di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
    3. badan hukum yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia atau di luar Indonesia yang bukan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, yang dimiliki oleh perorangan atau badan hukum yang merupakan wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra paling sedikit sebesar persentase tertentu yang tercantum dalam Perjanjian Internasional; atau 
    4. kantor cabang atau kantor perwakilan dari badan hukum yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia atau di luar Indonesia yang bukan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, yang dimiliki oleh perorangan atau badan hukum yang merupakan wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra paling sedikit sebesar persentase tertentu yang tercantum dalam Perjanjian Internasional.
  9. Nasabah Asing adalah:
    1. bagi bank umum adalah nasabah perorangan atau Perusahaan Asing yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana diatur dalam Perjanjian Internasional, yang memiliki rekening dan/atau menggunakan jasa di bank umum atau bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
    2. bagi perusahaan efek dan bank kustodian adalah nasabah perorangan atau Perusahaan Asing yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana diatur dalam Perjanjian Internasional, yang memiliki rekening efek pada dan/atau menggunakan jasa perusahaan efek dan/atau bank kustodian secara langsung (direct customer);
    3. bagi perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan asuransi jiwa syariah adalah pemegang polis atau peserta berupa perorangan atau Perusahaan Asing yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana diatur dalam Perjanjian Internasional; dan/atau
    4. bagi LJK selain yang dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, adalah nasabah yang memenuhi kriteria sesuai dengan Perjanjian Internasional.


Pasal 2


(1) Pertukaran Informasi dapat bersifat resiprokal dan dilakukan dalam bentuk pertukaran Informasi antara Pejabat yang Berwenang di Indonesia dan Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, yang meliputi:
  1. Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan;
  2. Pertukaran Informasi secara spontan; dan/atau
  3. Pertukaran Informasi secara otomatis.
(2) Dalam rangka pelaksanaan Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat yang Berwenang dapat melakukan:
  1. competent authority meetings;
  2. tax examinations abroad; dan/atau
  3. simultaneous tax examinations.
(3) Informasi yang dipertukarkan antara Pejabat yang Berwenang digunakan sebagai basis data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.


Pasal 3


(1) Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara Pejabat yang Berwenang di Indonesia menyampaikan permintaan Informasi kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atau sebaliknya.
(2) Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan terhadap wajib pajak yang diduga:
  1. melakukan transaksi dan/atau kegiatan penghindaran pajak;
  2. melakukan transaksi dan/atau kegiatan pengelakan pajak;
  3. menggunakan struktur dan/atau skema transaksi sedemikian rupa yang mengakibatkan diperolehnya manfaat P3B; dan/atau
  4. belum memenuhi kewajiban perpajakannya.
(3) Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sepanjang terhadap wajib pajak tersebut sedang:
  1. dilakukan kegiatan pengawasan kepatuhan perpajakan, pengembangan dan analisis atas informasi, data, laporan, dan pengaduan, pemeriksaan, penagihan, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan terhadap kewajiban perpajakannya; atau
  2. dalam proses upaya hukum perpajakan, antara lain pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar, keberatan, banding, peninjauan kembali, prosedur persetujuan bersama, dan/atau kesepakatan harga transfer terhadap kewajiban perpajakannya.
(4) Informasi yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. telah dilakukan segala upaya untuk mencari Informasi di negara atau yurisdiksi tempat Pejabat yang Berwenang meminta Informasi, dan Informasi dimaksud tidak tersedia;
  2. tidak spekulatif dan memiliki hubungan yang jelas dengan dasar permintaan Informasi;
  3. didasari atas kecurigaan dan dugaan yang memadai;
  4. diyakini terdapat di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, atau di Indonesia;
  5. tidak mengakibatkan terungkapnya rahasia perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian; dan
  6. tidak berhubungan dengan rahasia negara, kebijakan publik, kedaulatan, keamanan negara, atau kepentingan nasional.
(5) Permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dan ditandatangani oleh Pejabat yang Berwenang.


Pasal 4


(1) Pertukaran Informasi secara spontan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara Pejabat yang Berwenang di Indonesia menyampaikan Informasi secara langsung kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atau sebaliknya, tanpa didahului dengan permintaan.
(2) Pertukaran Informasi secara spontan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan atas:
  1. Informasi yang berkaitan dengan transaksi atau kegiatan antara Wajib Pajak Indonesia dengan wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, yang diterima, diperoleh, atau dihasilkan dari proses:
    1. pengawasan kepatuhan perpajakan;
    2. pengembangan dan analisis atas informasi, data, laporan, dan pengaduan;
    3. pemeriksaan;
    4. penagihan;
    5. pemeriksaan bukti permulaan;
    6. penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
    7. pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
    8. pengurangan atau pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar;
    9. keberatan;
    10. banding; .
    11. peninjauan kembali; atau
    12. prosedur persetujuan bersama, atau kesepakatan harga transfer, atau
  2. Informasi yang berkaitan dengan peraturan perpajakan domestik dan pelaksanaannya.
(3) Informasi yang dipertukarkan secara spontan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. indikasi hilangnya potensi pajak yang signifikan di Indonesia dan/atau di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
  2. pembayaran kepada wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang diduga tidak dilaporkan di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atau pembayaran kepada Wajib Pajak Indonesia yang diduga tidak dilaporkan di Indonesia;
  3. pengurangan atau pembebasan pajak di Indonesia yang diterima oleh wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang dapat menambah kewajiban perpajakan di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atau sebaliknya;
  4. kegiatan bisnis yang dilakukan antara Wajib Pajak Indonesia dan wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dilakukan melalui satu atau beberapa negara sedemikian rupa sehingga menyebabkan pajak yang dibayar di Indonesia, di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, atau di kedua negara menjadi berkurang; dan/atau
  5. kecurigaan bahwa terjadi pengurangan pembayaran pajak yang disebabkan oleh transfer yang tidak sebenarnya atas laba dalam sebuah grup usaha.
(4) Penyampaian Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dan ditandatangani oleh Pejabat yang Berwenang.


Pasal 5


(1) Pertukaran Informasi secara otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dilakukan pada waktu tertentu, secara periodik, sistematis, dan berkesinambungan atas Informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perpajakan dari Pejabat yang Berwenang di Indonesia kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atau sebaliknya.
(2) Pertukaran Informasi secara otomatis dilakukan atas:
  1. Informasi terkait pemotongan pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada subjek pajak Indonesia atau pemotongan pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada subjek pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
  2. Informasi keuangan Nasabah Asing;
  3. Informasi laporan per negara; dan/atau
  4. Informasi perpajakan lainnya berdasarkan kesepakatan bersama antara Indonesia dan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
(3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c yang disampaikan oleh Pejabat yang Berwenang di Indonesia kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Pelaksanaan Pertukaran Informasi secara otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilakukan sesuai dengan Perjanjian Internasional.


Pasal 6


(1) Dalam rangka pelaksanaan Pertukaran Informasi secara otomatis kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atas Informasi keuangan Nasabah Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, LJK wajib melakukan proses identifikasi dan menyampaikan laporan Informasi keuangan Nasabah Asing kepada Direktorat Jenderal Pajak sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penyampaian informasi Nasabah Asing terkait perpajakan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
(2) Dalam rangka pelaksanaan Pertukaran Informasi secara otomatis kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LJK wajib menyampaikan laporan Informasi keuangan Nasabah Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b secara langsung kepada Direktorat Jenderal Pajak atau melalui Otoritas Jasa Keuangan.
(3) Dalam hal LJK menyampaikan laporan Informasi keuangan Nasabah Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b secara langsung kepada Direktorat Jenderal Pajak, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. LJK wajib menyampaikan laporan Informasi keuangan Nasabah Asing paling lama 60 (enam puluh) hari sebelum batas waktu pelaporan kepada otoritas pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra berdasarkan Perjanjian Internasional; dan
  2. apabila batas waktu penyampaian laporan Informasi keuangan Nasabah Asing jatuh pada hari libur, pelaporan dilakukan pada hari kerja berikutnya.
(4) Dalam hal LJK menyampaikan laporan Informasi keuangan Nasabah Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui Otoritas Jasa Keuangan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. penyampaian laporan Informasi keuangan Nasabah Asing dari LJK kepada Otoritas Jasa Keuangan wajib dilakukan sesuai batas waktu pelaporan sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penyampaian informasi Nasabah Asing terkait perpajakan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra; dan 
  2. penyampaian laporan Informasi keuangan Nasabah Asing dari Otoritas Jasa Keuangan kepada Direktorat Jenderal Pajak dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Otoritas Jasa Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak.
(5) Pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenai sanksi sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penyampaian informasi Nasabah Asing terkait perpajakan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
(6) Batas waktu pelaporan Informasi keuangan Nasabah Asing kepada otoritas pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dalam rangka pelaksanaan Pertukaran Informasi secara otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 7


(1) Competent authority meetings sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dilaksanakan antara Pejabat yang Berwenang di Indonesia dengan Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra untuk membahas hal-hal yang berkenaan dengan Pertukaran Informasi.
(2) Pelaksanaan competent authority meetings sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan usulan Pejabat yang Berwenang di Indonesia atau usulan Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.


Pasal 8


(1) Tax examinations abroad sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b dilakukan dengan cara Pejabat yang Berwenang di Indonesia melaksanakan kegiatan untuk mendapatkan Informasi di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atau sebaliknya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. 
(2) Tax examinations abroad sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a.
(3) Tax examinations abroad sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dalam hal terdapat potensi penerimaan pajak yang signifikan dan terpenuhinya kondisi berikut:
  1. telah dilakukan permintaan Informasi dari Pejabat yang Berwenang di Indonesia kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atau sebaliknya, namun Informasi yang diterima kurang memadai sehingga diperlukan Informasi tambahan; atau
  2. sedang dilakukan permintaan Informasi dari Pejabat yang Berwenang di Indonesia kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atau sebaliknya, namun diperlukan percepatan perolehan Informasi.
(4) Tax examinations abroad sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tim yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
(5) Tax examinations abroad sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan di Indonesia dilaksanakan melalui pemeriksaan tujuan lain dengan tata cara pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pemeriksaan pajak.


Pasal 9


(1) Simultaneous tax examinations sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dilakukan melalui kegiatan pemeriksaan yang dilaksanakan di Indonesia dan di satu atau lebih Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra secara simultan dan independen, berdasarkan kesepakatan para Pejabat yang Berwenang dengan tujuan untuk mendapatkan dan mempertukarkan Informasi yang relevan.
(2) Simultaneous tax examinations sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. terdapat keterkaitan permasalahan perpajakan antara Wajib Pajak Indonesia dengan wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
  2. terdapat kepentingan bersama antara Direktorat Jenderal Pajak dengan satu atau lebih otoritas pajak di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra terkait dengan permasalahan perpajakan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  3. terdapat dugaan bahwa transaksi dan/atau kegiatan dilaksanakan untuk melakukan penghindaran pajak dan/atau pengelakan pajak;
  4. Pejabat yang Berwenang di Indonesia dan satu atau lebih Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra berpendapat bahwa proses Pertukaran Informasi Perpajakan atas permasalahan perpajakan sebagaimana dimaksud pada huruf a yang dilaksanakan secara tertulis tidak cukup memadai, efektif, dan efisien; dan
  5. terdapat potensi penerimaan pajak yang signifikan.
(3) Simultaneous tax examinations sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan di Indonesia dilaksanakan oleh tim yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 10


Setiap Informasi yang dipertukarkan merupakan Informasi yang wajib dijaga kerahasiaannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan Perjanjian Internasional.


Pasal 11


(1) Dalam rangka pelaksanaan Pertukaran Informasi dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 8, dan Pasal 9, Direktur Jenderal Pajak dapat meminta Informasi yang dipertukarkan kepada Wajib Pajak atau pihak lain.
(2) Wajib Pajak atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi permintaan Informasi.
(3) Dalam rangka pelaksanaan Pertukaran Informasi secara otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, Wajib Pajak atau pihak lain wajib memberikan Informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(4) Wajib Pajak atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) antara lain:
  1. orang pribadi, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang berada atau bertempat tinggal di Indonesia;
  2. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
  3. orang pribadi sebagaimana dimaksud pada huruf a atau badan sebagaimana dimaksud pada huruf b yang memiliki atau menyimpan Informasi atas orang pribadi atau badan di luar negeri;
  4. bentuk usaha tetap;
  5. nasabah pada LJK di Indonesia;
  6. LJK, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, instansi pemerintah, lembaga, dan asosiasi; dan
  7. pihak lain yang berada di wilayah Indonesia.
(5) Dalam hal Wajib Pajak atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Wajib Pajak atau pihak lain dimaksud dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 12


Ketentuan mengenai Pejabat yang Berwenang untuk melaksanakan Pertukaran Informasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.


Pasal 13


Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Pertukaran Informasi, competent authority meetings, tax examinations abroad, dan simultaneous tax examinations, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 14


Pelaksanaan Pertukaran Informasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi (Exchange of Information) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.010/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi (Exchange of Information) yang belum selesai sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dilakukan pemrosesan lebih lanjut sesuai Peraturan Menteri ini.


Pasal 15


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
  1. Pejabat yang Berwenang untuk melaksanakan Pertukaran Informasi, sejak berlakunya Peraturan Menteri ini sampai dengan sebelum ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Pejabat yang Berwenang, adalah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan; dan
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi (Exchange of Information) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 404) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.010/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi (Exchange of Information) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1016), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 16


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Maret 2017

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 6 Maret 2017
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 376