Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 24/PJ/2016

Kategori : PBB

Tata Cara Penilaian Untuk Penentuan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 24/PJ/2016

TENTANG

TATA CARA PENILAIAN UNTUK PENENTUAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK
SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang :


  1. bahwa ketentuan mengenai penilaian objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan, telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-533/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Rangka Pembentukan dan/atau Pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP);
  2. bahwa untuk memberikan pedoman pelaksanaan, meningkatkan kualitas penilaian, serta memberikan kepastian hukum, perlu menyesuaikan ketentuan mengenai tata cara penilaian untuk penentuan Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pendataan Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penilaian untuk Penentuan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan;
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pendataan Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;

 


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENILAIAN UNTUK PENENTUAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
  1. Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan PBB adalah Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
  2. Penilaian PBB adalah kegiatan untuk menentukan Nilai Jual Objek Pajak yang akan dijadikan dasar pengenaan PBB sektor perkebunan, sektor perhutanan, sektor pertambangan, dan sektor lainnya, dengan menggunakan Pendekatan Data Pasar, Pendekatan Biaya, dan Pendekatan Pendapatan.
  3. Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB sektor perkebunan, sektor perhutanan, sektor pertambangan, dan sektor lainnya, yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak dan subjek pajak atau Wajib Pajak ke Direktorat Jenderal Pajak.
  4. Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB sektor perkebunan, sektor perhutanan, sektor pertambangan, dan sektor lainnya, yang selanjutnya disingkat LSPOP adalah formulir yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data rinci objek pajak.
  5. Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan.
  6. Objek Pajak PBB Sektor Perhutanan adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan.
  7. Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan adalah bumi dan/atau bangunan, yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan meliputi kegiatan usaha pertambangan minyak bumi dan gas bumi, kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, dan kegiatan pengusahaan panas bumi.
  8. Objek Pajak PBB Sektor Lainnya adalah objek pajak selain Objek Pajak Sektor Perkebunan, Sektor Perhutanan, dan Sektor Pertambangan, yang tidak berada dalam wilayah kabupaten/kota.
  9. Penilaian Lapangan adalah Penilaian PBB yang dilakukan dengan peninjauan lapangan atas objek pajak.
  10. Penilaian Kantor adalah Penilaian PBB yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak tanpa peninjauan lapangan atas objek pajak.
  11. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari  transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
  12. Penilai adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki kemampuan untuk melakukan Penilaian PBB, dan menjabat sebagai Fungsional Penilai PBB atau yang ditetapkan menjadi petugas penilai dengan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
  13. Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat Kepala KPP adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang mengadministrasikan Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan, Sektor Perhutanan, Sektor Pertambangan, dan Sektor Lainnya.
  14. Surat Pemberitahuan Penilaian PBB yang selanjutnya disingkat SPbP PBB adalah surat pemberitahuan kepada subjek pajak atau Wajib Pajak mengenai dilakukannya Penilaian PBB.
  15. Tanggal Penilaian PBB adalah tanggal pada saat NJOP dinyatakan berdasarkan kondisi objek pajak per 1 Januari tahun pajak.
  16. Tanggal Laporan Penilaian PBB adalah tanggal laporan Penilaian PBB ditandatangani oleh Penilai atau tim Penilai, dan diketahui oleh Kepala KPP.
  17. Pendekatan Data Pasar adalah pendekatan penilaian dengan menggunakan data transaksi atau penawaran atas objek yang sebanding dengan objek pajak yang dinilai melalui proses perbandingan dan penyesuaian.
  18. Pendekatan Biaya adalah pendekatan penilaian dengan menggunakan Biaya Pembangunan Baru atau Biaya Penggantian Baru, dikurangi penyusutan.
  19. Biaya Pembangunan Baru adalah estimasi biaya untuk membangun suatu objek baru yang sama atau identik dengan objek pajak yang dinilai, berdasarkan harga pasar setempat pada Tanggal Penilaian.
  20. Biaya Penggantian Baru adalah estimasi biaya untuk membangun suatu objek baru yang sama fungsinya dengan objek pajak yang dinilai, berdasarkan harga pasar setempat pada Tanggal Penilaian.
  21. Teknik Meter Persegi adalah metode perhitungan estimasi biaya pembangunan baru berdasarkan harga per unit luas atau volume.
  22. Teknik Survei Kuantitas adalah metode perhitungan estimasi biaya pembangunan baru berdasarkan rincian kuantitas satuan pekerjaan dan harga satuan pekerjaan.
  23. Pendekatan Pendapatan adalah pendekatan penilaian yang didasarkan pada kapitalisasi pendapatan yang dihasilkan dari objek pajak dalam satu tahun sebelum tahun pajak.
  24. Angka Kapitalisasi adalah angka pengali tertentu yang digunakan untuk mengkonversi pendapatan yang diperoleh dalam satu tahun sebelum tahun pajak menjadi nilai.
  25. Jenis Penggunaan Bangunan yang selanjutnya disingkat JPB adalah pengelompokan bangunan berdasarkan penggunaannya.
  26. Bangunan Umum adalah bangunan yang memiliki jenis konstruksi dan material pembentuk yang umum digunakan.
  27. Bangunan Khusus adalah bangunan yang memiliki jenis konstruksi, material pembentuk, dan/atau penggunaan khusus.
  28. Biaya Produksi adalah seluruh biaya langsung yang terkait dengan kegiatan usaha untuk menghasilkan produksi dalam satu tahun sebelum tahun pajak.
  29. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB yang terutang kepada Wajib Pajak.


BAB II
OBJEK DAN RUANG LINGKUP PENILAIAN PBB

Pasal 2


(1) Penilaian PBB dilakukan terhadap Objek Pajak PBB:
  1. Sektor Perkebunan;
  2. Sektor Perhutanan;
  3. Sektor Pertambangan; dan
  4. Sektor Lainnya.
(2) Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. bumi, meliputi:
1) permukaan bumi berupa tanah dan perairan darat pada sektor perkebunan dan sektor perhutanan;
2) permukaan bumi berupa tanah dan perairan, dan/atau tubuh bumi pada sektor pertambangan; dan
3) permukaan bumi berupa perairan yang berada di luar wilayah kabupaten/kota pada sektor lainnya.
b. bangunan berupa konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada bumi sebagaimana dimaksud pada huruf a.


Pasal 3


Ruang lingkup Penilaian PBB dapat meliputi 1 (satu) atau beberapa tahun pajak untuk tahun pajak berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya.


BAB III
PENILAIAN LAPANGAN DAN PENILAIAN KANTOR

Pasal 4


(1) Penilaian PBB dilaksanakan melalui:
  1. Penilaian Lapangan; atau
  2. Penilaian Kantor.
(2) Penilaian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap objek pajak berdasarkan SPOP dan LSPOP yang sudah diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani oleh subjek pajak atau Wajib Pajak.
(3) Penilaian Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan terhadap objek pajak dengan kriteria sebagai berikut:
  1. 2 (dua) tahun atau lebih tidak dilakukan Penilaian Lapangan;
  2. memiliki potensi kenaikan nilai bumi dan/atau bangunan yang signifikan; dan/atau
  3. terdapat indikasi penambahan luas bumi dan/atau bangunan yang signifikan.
(4) Penilaian Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan terhadap objek pajak yang tidak dilakukan Penilaian Lapangan.


Pasal 5


Dalam Penilaian Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Penilai melakukan hal-hal berikut:
  1. mengidentifikasi dan mengumpulkan data melalui peninjauan lapangan objek pajak;
  2. menganalisis data;
  3. menentukan pendekatan penilaian dan metode penilaian yang sesuai;
  4. membuat kertas kerja Penilaian PBB; dan
  5. membuat laporan Penilaian Lapangan.


Pasal 6


(1) Dalam peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, Penilai mengumpulkan data dan informasi terkait:
  1. karakteristik fisik objek pajak;
  2. legalitas kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan objek pajak;
  3. lingkungan objek pajak;
  4. objek pembanding; dan
  5. kegiatan usaha subjek pajak atau Wajib Pajak yang terkait dengan objek pajak.
(2) Data dan informasi terkait karakteristik fisik objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk objek pajak:

a. bumi, berupa:
1) tanah, meliputi data dan informasi mengenai:
a) kondisi fisik tanah, antara lain bentuk, ukuran, elevasi, topografi, keadaan permukaan, luasan, dan/atau batas-batas;
b) tanaman pada perkebunan atau hutan tanaman, antara lain jenis tanaman, luas tertanam, umur tanaman, dan/atau standar investasi; dan/atau
c) tegakan pada hutan alam, antara lain hasil produksi, harga jual produksi, dan/atau luas blok tebangan;
2) tubuh bumi eksplorasi, antara lain data dan informasi mengenai luas wilayah izin usaha pertambangan, wilayah izin pengusahaan panas bumi, wilayah kerja, atau wilayah sejenisnya;
3) tubuh bumi eksploitasi/operasi produksi, antara lain data dan informasi mengenai luas wilayah izin usaha pertambangan, wilayah izin pengusahaan panas bumi, wilayah kerja, wilayah sejenisnya, kuantitas produksi, spesifikasi hasil produksi, harga jual, dan/atau biaya produksi; atau
4) perairan, antara lain data dan informasi mengenai luas objek pajak, hasil penangkapan ikan, hasil budidaya ikan, dan/atau harga satuan hasil produksi ikan.
b. bangunan, antara lain data dan informasi mengenai spesifikasi teknis bangunan, berupa jenis bangunan, jenis konstruksi, jumlah lantai, bentuk dan ukuran, komponen material, komponen fasilitas, dan/atau peralatan penunjang bangunan.
(3) Data dan informasi terkait legalitas kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain:
  1. Untuk tubuh bumi, berupa Izin Usaha Pertambangan, Kontrak Karya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), atau Kontrak Kerja Sama (KKS);
  2. Untuk tanah (onshore), berupa sertifikat tanah, izin usaha perkebunan, izin usaha pemanfaatan, dan/atau perjanjian sewa menyewa;
  3. Untuk perairan (offshore), berupa izin dari instansi yang berwenang; dan
  4. Untuk bangunan, berupa Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
(4) Data dan informasi terkait lingkungan objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, antara lain berupa aksesibilitas dan ketersediaan infrastruktur.
(5) Data dan informasi untuk kegiatan usaha subjek pajak atau Wajib Pajak yang terkait dengan objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e untuk:
  1. Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan, antara lain berupa data dan informasi mengenai hasil produksi, hasil olahan, areal statement, biaya produksi, harga jual hasil produksi, harga jual hasil olahan, peta tematik tahun tanam, sarana produksi dan distribusi, dan/atau pihak lawan  transaksi;
  2. Objek Pajak PBB Sektor Perhutanan, antara lain berupa data dan informasi mengenai hasil produksi, hasil olahan, biaya produksi, harga jual hasil produksi, harga jual hasil olahan, peta areal kerja, dokumen rencana kerja tahunan, dokumen rencana kerja usaha, sarana produksi, pengolahan dan distribusi, dan/atau pihak lawan transaksi;
  3. Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan, antara lain berupa data dan informasi mengenai hasil produksi, spesifikasi hasil produksi, biaya produksi, harga jual hasil produksi, peta areal kerja, dokumen rencana kerja anggaran biaya, sarana produksi, pengolahan dan distribusi, dan/atau pihak lawan transaksi; dan
  4. Objek Pajak PBB Sektor Lainnya, antara lain berupa data dan informasi mengenai hasil produksi, hasil olahan, biaya produksi, harga jual hasil produksi, harga jual hasil olahan, sarana produksi, pengolahan dan distribusi, dan/atau pihak lawan transaksi.
(6) Dalam melakukan Penilaian Lapangan, Penilai berwenang:
  1. meminta salinan dokumen, melihat dan/atau meminjam dokumen yang berhubungan dengan tujuan Penilaian PBB;
  2. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari subjek pajak atau Wajib Pajak, kuasanya, atau yang mewakilinya; dan
  3. meminta bantuan subjek pajak atau Wajib Pajak, kuasanya, atau yang mewakilinya untuk menyediakan tenaga pendamping dalam rangka peninjauan lapangan.
(7) Dalam pelaksanaan Penilaian Lapangan, subjek pajak atau Wajib Pajak berhak:
  1. meminta kepada Penilai untuk memberikan SPbP PBB;
  2. meminta kepada Penilai untuk memperlihatkan surat tugas Penilaian PBB; dan
  3. meminta kepada Penilai untuk memperlihatkan surat tugas Penilaian PBB perubahan apabila susunan keanggotaan tim Penilai atau Penilai mengalami perubahan.
(8) Dalam pelaksanaan Penilaian Lapangan, subjek pajak atau Wajib Pajak wajib:
  1. memberikan kesempatan kepada Penilai untuk melakukan peninjauan lapangan;
  2. memberikan bantuan tenaga pendamping yang dilengkapi dengan surat penugasan, dalam rangka peninjauan lapangan atas permintaan Penilai;
  3. memberikan salinan dokumen, memperlihatkan dan/atau meminjamkan dokumen atas permintaan Penilai; dan
  4. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis serta memberikan data dan/atau keterangan yang diperlukan.


Pasal 7


Dalam Penilaian Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, Penilai melakukan hal-hal berikut:
  1. menganalisis data yang telah tersedia di kantor yang berkaitan dengan objek pajak;
  2. menentukan pendekatan penilaian dan metode penilaian yang sesuai;
  3. membuat kertas kerja Penilaian PBB; dan
  4. membuat laporan Penilaian Kantor.


BAB IV
SURAT TUGAS PENILAIAN PBB, SURAT PEMBERITAHUAN
PENILAIAN PBB, DAN JANGKA WAKTU PENILAIAN PBB

Pasal 8


(1) Penilaian PBB dilakukan berdasarkan surat tugas Penilaian PBB yang diterbitkan oleh Kepala KPP.
(2) Surat tugas Penilaian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
  1. Penilaian Lapangan, diterbitkan untuk 1 (satu) tahun pajak atas 1 (satu) objek pajak; atau
  2. Penilaian Kantor dapat diterbitkan untuk 1 (satu) atau beberapa tahun pajak atas 1 (satu) atau beberapa objek pajak.
(3) Dalam hal terdapat perubahan Penilai atau susunan tim Penilai, Kepala KPP menerbitkan surat tugas Penilaian PBB perubahan.


Pasal 9


(1) Penilai wajib memberitahukan kepada subjek pajak atau Wajib Pajak mengenai dilakukannya Penilaian Lapangan dengan menyampaikan SPbP PBB secara langsung kepada:
  1. subjek pajak atau Wajib Pajak;
  2. kuasa dari subjek pajak atau Wajib Pajak; atau
  3.  pihak yang dapat mewakili subjek pajak atau Wajib Pajak, yaitu:
    1) pegawai dari subjek pajak atau Wajib Pajak yang menurut Penilai dapat mewakili subjek pajak atau Wajib Pajak, dalam hal subjek pajak atau Wajib Pajak badan; atau
    2) anggota keluarga yang telah dewasa dari subjek pajak atau Wajib Pajak yang menurut Penilai dapat mewakili subjek pajak atau Wajib Pajak, dalam hal subjek pajak atau Wajib Pajak orang pribadi.
(2) Dalam hal subjek pajak atau Wajib Pajak, kuasa, atau pihak yang mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menolak menerima SPbP PBB, Penilai membuat dan menandatangani berita acara penolakan.
(3) SPbP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk 1 (satu) tahun pajak atas 1 (satu) objek pajak sebagaimana tercantum dalam surat tugas Penilaian PBB.


Pasal 10


(1) Setelah menyampaikan SPbP PBB kepada subjek pajak atau Wajib Pajak, kuasanya atau yang mewakilinya, Penilai melakukan peninjauan lapangan, yang hasilnya dituangkan dalam berita acara hasil peninjauan lapangan.
(2) Dalam melakukan peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penilai dapat meminta bantuan kepada subjek pajak atau Wajib Pajak untuk menyediakan tenaga pendamping.
(3) Dalam hal subjek pajak atau Wajib Pajak, kuasanya atau yang mewakilinya, menolak untuk dilakukan peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penilai membuat surat pernyataan penolakan peninjauan lapangan yang ditandatangani oleh subjek pajak atau Wajib Pajak, kuasanya atau yang mewakilinya.
(4) Dalam hal subjek pajak atau Wajib Pajak, kuasanya atau yang mewakilinya, menolak menandatangani surat pernyataan penolakan, Penilai membuat dan menandatangani berita acara penolakan.
(5) Berita acara hasil peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Penilai, dan subjek pajak atau Wajib Pajak, kuasanya atau yang mewakilinya.
(6) Dalam hal subjek pajak atau Wajib Pajak, kuasanya atau yang mewakilinya, menolak menandatangani berita acara hasil peninjauan lapangan, Penilai membuat catatan mengenai penolakan pada berita acara tersebut.


Pasal 11


(1) Penilaian Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dilakukan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal SPbP PBB disampaikan kepada subjek pajak atau Wajib Pajak, sampai dengan Tanggal Laporan Penilaian PBB.
(2) Penilaian Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat tugas Penilaian PBB diterbitkan, sampai dengan Tanggal Laporan Penilaian PBB.
(3) Jangka waktu Penilaian Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Penilaian Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diperpanjang atas persetujuan Kepala KPP berdasarkan pertimbangan tertentu.


BAB V
PENDEKATAN PENILAIAN, KESIMPULAN NILAI,
DAN LAPORAN PENILAIAN PBB


Pasal 12


(1) Pendekatan penilaian objek pajak meliputi:
  1. Pendekatan Data Pasar;
  2. Pendekatan Biaya; dan
  3. Pendekatan Pendapatan.
(2) Pendekatan Data Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk penilaian objek pajak bumi berupa tanah.
(3) Pendekatan Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk penilaian objek pajak :
  1. pengembangan bumi berupa tanaman pada perkebunan dan hutan tanaman; dan
  2. bangunan.
(4) Pendekatan Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk penilaian objek pajak bumi berupa:
  1. tubuh bumi eksploitasi, untuk pertambangan minyak bumi dan gas bumi serta pengusahaan panas bumi pada Sektor Pertambangan;
  2. tubuh bumi operasi produksi, untuk pertambangan mineral dan batubara pada Sektor Pertambangan;
  3. tanah areal produktif, untuk hutan alam pada Sektor Perhutanan; dan
  4. perairan, untuk kegiatan usaha perikanan tangkap dan pembudidayaan ikan, yang sudah terdapat hasil produksi pada Sektor Lainnya.


Pasal 13


(1) Pendekatan Data Pasar dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. mengumpulkan data objek pembanding berupa data transaksi atau penawaran;
b. menggunakan paling sedikit 3 (tiga) data objek pembanding yang:
1) terkini;
2) terletak di lingkungan sekitar atau kawasan yang sejenis dengan objek pajak; dan
3) transaksi atau penawarannya terjadi secara wajar
c. melakukan penyesuaian nilai antara objek pembanding dengan objek pajak yang dinilai dengan memperhitungkan faktor-faktor pembanding paling kurang meliputi lokasi, fisik, jenis penggunaan, dan keluasan.
d. menghitung nilai objek pajak dengan merata-ratakan nilai objek pembanding yang telah disesuaikan.
(2) Penyesuaian nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan dengan menerapkan penyesuaian nilai secara konsisten atas masing-masing faktor pembanding yang dituangkan dalam bentuk persentase, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. jika data objek pajak dan data objek pembanding sama, maka tidak diperlukan penyesuaian;
  2. jika data objek pajak lebih unggul sebesar x% (x persen) dari data objek pembanding, maka keunggulan sebesar x% (x persen) tersebut ditambahkan ke nilai objek pembanding; atau
  3. jika data objek pajak lebih buruk sebesar x% (x persen) dari data objek pembanding, maka kekurangan sebesar x% (x persen) tersebut dikurangkan dari nilai objek pajak pembanding.


Pasal 14


(1) Pendekatan Biaya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
  1. untuk pengembangan bumi berupa tanaman pada perkebunan dan hutan tanaman, nilai tanaman dihitung berdasarkan biaya investasi tanaman.
  2. untuk bangunan:
    1) menghitung Biaya Pembangunan Baru atau Biaya Penggantian Baru;
    2) menghitung penyusutan objek pajak; dan
    3) menghitung nilai objek pajak dengan cara mengurangkan Biaya Pembangunan Baru atau Biaya Penggantian Baru, dengan penyusutan.
(2) Penghitungan Biaya Pembangunan Baru atau Biaya Penggantian Baru, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk objek pajak:
  1. bangunan umum dilakukan dengan menggunakan Teknik Meter Persegi; dan
  2. bangunan khusus dilakukan dengan menggunakan Teknik Survei Kuantitas atau teknik biaya lain.
(3) Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2) ditentukan menggunakan metode umur efektif.
(4) Teknik Meter Persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a menggunakan aplikasi daftar biaya komponen bangunan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 15


(1) Pendekatan Pendapatan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
  1. menghitung pendapatan kotor objek pajak;
  2. menghitung biaya produksi langsung objek pajak;
  3. menghitung pendapatan bersih objek pajak dengan cara mengurangi pendapatan kotor objek pajak, dengan biaya produksi langsung objek pajak;
  4. menghitung nilai objek pajak:
    1) tubuh bumi eksploitasi sektor pertambangan untuk pertambangan minyak dan gas bumi serta pengusahaan panas bumi, dengan cara mengalikan pendapatan kotor dalam satu tahun sebelum tahun pajak dengan Angka Kapitalisasi;
    2) tubuh bumi operasi produksi sektor pertambangan untuk pertambangan mineral dan batubara, dengan cara mengalikan pendapatan bersih dalam satu tahun sebelum tahun pajak dengan Angka Kapitalisasi;
    3) areal produktif sektor perhutanan untuk hutan alam, dengan cara mengalikan pendapatan bersih dalam satu tahun sebelum tahun pajak dengan Angka Kapitalisasi; dan
    4) areal perairan sektor lainnya untuk usaha perikanan tangkap dan pembudidayaan ikan, dengan cara mengalikan pendapatan bersih dalam satu tahun sebelum tahun pajak dengan Angka Kapitalisasi.
(2) Angka Kapitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 16


(1) NJOP merupakan hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP bangunan.
(2) NJOP bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil perkalian antara total luas areal, luas wilayah, atau luas bumi objek pajak yang dikenakan PBB dengan NJOP bumi per meter persegi.
(3) NJOP bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bumi.
(4) NJOP bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi.
(5) NJOP bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bangunan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bangunan.


Pasal 17


(1) Nilai bumi per meter persegi objek pajak untuk:
  1. Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan dan Sektor Perhutanan berupa hutan tanaman, merupakan hasil penjumlahan antara total nilai tanah dengan nilai tanaman, kemudian dibagi dengan luas areal objek pajak yang dikenakan PBB;
  2. Objek Pajak PBB Sektor Perhutanan berupa hutan alam merupakan penjumlahan antara total nilai tanah selain areal produktif dengan nilai tanah areal produktif, kemudian dibagi dengan luas areal objek pajak yang dikenakan PBB;
  3. Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan permukaan bumi merupakan hasil pembagian antara total nilai permukaan bumi dengan luas areal objek pajak yang dikenakan PBB;
  4. Objek Pajak PBB Sektor Pertambangan berupa tubuh bumi merupakan hasil pembagian antara nilai bumi untuk tubuh bumi dengan luas wilayah objek pajak PBB; dan
  5. Objek Pajak PBB Sektor Lainnya merupakan hasil pembagian antara nilai perairan dengan luas bumi objek pajak yang dikenakan PBB.
(2) Nilai bangunan per meter persegi Objek Pajak PBB untuk Sektor Perkebunan, Sektor Perhutanan, Sektor Pertambangan, dan Sektor lainnya merupakan hasil pembagian antara nilai bangunan dengan luas bangunan.


Pasal 18


Laporan Penilaian Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e dan laporan Penilaian Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, ditandatangani oleh tim Penilai atau Penilai serta diketahui oleh Kepala KPP.


BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 19


Dalam hal Penilaian PBB dilakukan dalam rangka penyelesaian keberatan PBB, pengurangan ketetapan PBB yang tidak benar, pemeriksaan PBB, penelitian PBB, atau keperluan penggalian potensi Pajak Penghasilan dan/atau Pajak Pertambahan Nilai, Penilai dapat berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15, Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 20


(1) Contoh format mengenai:
  1. Surat tugas Penilaian PBB, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini;
  2. Surat tugas Penilaian PBB perubahan, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal ini;
  3. SPbP PBB, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal ini;
  4. Berita Acara Penolakan SPbP PBB, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal ini;
  5. Surat Pernyataan Penolakan Peninjauan Lapangan, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal ini;
  6. Berita Acara Peninjauan Lapangan, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal ini;
  7. Berita Acara Penolakan Penandatanganan Surat Pernyataan Penolakan Peninjauan Lapangan, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal ini;
  8. Nota Dinas Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu Penilaian PBB, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal ini;
  9. Nota Dinas Persetujuan dan Penolakan Perpanjangan Jangka Waktu Penilaian PBB, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IX Peraturan Direktur Jenderal ini;
  10. Laporan Penilaian Lapangan, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran X Peraturan Direktur Jenderal ini;
  11. Laporan Penilaian Kantor, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran XI Peraturan Direktur Jenderal ini;
  12. Surat Peminjaman Dokumen dan/atau Permintaan Salinan Dokumen, Daftar Dokumen yang Dipinjam dan/atau Salinan Dokumen yang Diminta, dan Tanda Terima Dokumen dan/atau Salinan Dokumen, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran XII Peraturan Direktur Jenderal ini;
  13. Kertas kerja Penilaian, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran XIII Peraturan Direktur Jenderal ini,
    yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) Besarnya penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b angka 2) ditentukan  berdasarkan  tabel penyusutan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIV Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 21


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
  1. terhadap Penilaian PBB yang dilakukan berdasarkan surat tugas Penilaian PBB yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini namun belum diterbitkan SPPT, pembuatan laporan Penilaian PBB mengikuti ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini;
  2. ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-533/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Dalam Rangka Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) yang mengatur mengenai penilaian objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
  3. peraturan dan petunjuk teknis mengenai penilaian Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan, Sektor Perhutanan, Sektor Pertambangan, dan Sektor Lainnya, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2017.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Desember 2016
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

KEN DWIJUGIASTEADI