Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 196/PMK.010/2016

Kategori : PPN

Perubahan Kelima Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 196/PMK.010/2016

TENTANG

PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
231/KMK.03/2001 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR BARANG
KENA PAJAK YANG DIBEBASKAN DARI PUNGUTAN BEA MASUK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.010/2015, telah diatur perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor barang kena pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk;
  2. bahwa dalam rangka mendorong ekspor, perlu memberikan fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor barang dan bahan, yang digunakan untuk memproduksi barang lain dengan tujuan untuk diekspor;
  3. bahwa dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, dan merealisasikan potensi ekspor produk industri kecil menengah, perlu mendukung pengembangan industri kecil menengah;
  4. bahwa dalam rangka menyelaraskan ketentuan mengenai pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan, perlu memberikan fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor barang-barang tertentu yang telah diberikan fasilitas pembebasan bea masuk;
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk;

Mengingat :

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.010/2015 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1087);
 
 

MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 231/KMK.03/2001 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR BARANG KENA PAJAK YANG DIBEBASKAN DARI PUNGUTAN BEA MASUK.


Pasal I


Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk yang telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan:

1. Nomor 616/PMK.03/2004;
2. Nomor 27/PMK.011/2012 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 185);
3. Nomor 70/PMK.011/2013 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 531);
4. Nomor 142/PMK.010/2015 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1087),

diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan ayat (3) Pasal 2 diubah, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2


(1) Atas impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tetap dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
(2) Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas impor sebagian Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
(3) Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
  1. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
  2. barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia;
  3. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan, atau barang untuk kepentingan penanggulangan bencana alam;
  4. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum, serta barang untuk konservasi alam;
  5. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
  6. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
  7. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
  8. barang pindahan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, mahasiswa yang belajar di luar negeri, Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Republik Indonesia yang bertugas di luar negeri sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun, sepanjang barang tersebut tidak untuk diperdagangkan dan mendapat rekomendasi dari Perwakilan Republik Indonesia setempat;
  9. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pabean;
  10. barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
  11. perlengkapan militer termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara;
  12. barang impor sementara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor sementara;
  13. barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi hulu minyak dan gas bumi serta eksplorasi dan eksploitasi panas bumi;
  14. dihapus;
  15. barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama dengan kualitas pada saat diekspor;
  16. barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan, dan pengujian, kemudian diimpor kembali;
  17. obat-obatan yang diimpor dengan menggunakan anggaran pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat;
  18. bahan terapi manusia, pengelompokan darah dan bahan penjenisan jaringan yang diimpor dengan menggunakan anggaran pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat;
  19. barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang mendapat fasilitas impor untuk tujuan ekspor;
  20. barang dan bahan atau mesin yang diimpor oleh industri kecil dan menengah atau konsorsium untuk industri kecil dan menengah dengan menggunakan fasilitas impor untuk tujuan ekspor;
(3a) Fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat diberikan terhadap Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf o, sepanjang pada saat ekspor Barang Kena Pajak dimaksud dinyatakan akan diimpor kembali.
(4) Fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dapat diberikan terhadap Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf m, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. barang tersebut belum dapat diproduksi dalam negeri;
  2. barang tersebut sudah diproduksi dalam negeri, namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau
  3. barang tersebut sudah diproduksi dalam negeri, namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.
(5) Untuk memperoleh fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Wajib Pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai bersamaan dengan permohonan untuk memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, dengan dilampiri Rencana Impor Barang (RIB) yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi atau Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yang tata caranya mengikuti ketentuan perundang-undangan Pabean.
   
2. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4


(1) Apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak impor, Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain yang tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan kepabeanan, sebagian atau seluruhnya, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak dipungut atas impor Barang Kena Pajak tersebut wajib dibayar oleh orang pribadi atau badan yang melakukan importasi.
(2) Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
(3)  Kewajiban pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan.
(4) Dalam hal kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan
(5) Dalam hal pembayaran dilakukan setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan kepada Wajib Pajak belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan Pajak untuk menagih sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung sejak berakhirnya jangka waktu pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.


Pasal II


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 20 Januari 2017.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Desember 2016
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1944