Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 177/PMK.04/2016

Kategori : PPN, Lainnya

Pembebasan Bea Masuk Dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Dan/Atau Bahan, Dan/Atau Mesin Yang Dilakukan Oleh Industri Kecil Dan Menengah Dengan Tujuan Ekspor


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 177/PMK.04/2016

TENTANG

PEMBEBASAN BEA MASUK DAN TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH ATAS IMPOR BARANG DAN/ATAU BAHAN, DAN/ATAU
MESIN YANG DILAKUKAN OLEH INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH
DENGAN TUJUAN EKSPOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa untuk lebih memperkuat pondasi perekonomian, meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, dan merealisasikan potensi ekspor produk industri kecil menengah, perlu mendukung berkembangnya industri kecil menengah;
  2. bahwa untuk lebih mendukung daya saing industri nasional, dan memenuhi kebutuhan barang dalam negeri sebagai substitusi barang impor, perlu memperluas rantai pasok barang dan/atau bahan dan membuka saluran penjualan hasil produksi industri kecil dan menengah penerima fasilitas pembebasan;
  3. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf b dan huruf k Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan diatur bahwa terhadap impor mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri, serta barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, dapat diberikan pembebasan bea masuk;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan Oleh Industri Kecil dan Menengah Dengan Tujuan Ekspor;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR BARANG DAN/ATAU BAHAN, DAN/ATAU MESIN YANG DILAKUKAN OLEH INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DENGAN TUJUAN EKSPOR.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
  2. Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
  3. Industri Kecil dan Menengah, yang selanjutnya disingkat IKM adalah badan usaha yang melakukan kegiatan ekonomi produktif yang memenuhi kriteria usaha kecil atau usaha menengah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil dan menengah, yang mendapatkan fasilitas KITE IKM.
  4. Barang dan/atau Bahan adalah barang dan/atau bahan baku, termasuk bahan penolong, yang diimpor dan/atau dimasukkan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain untuk menjadi Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
  5. Barang dan/atau Bahan Rusak adalah Barang dan/atau Bahan yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan standar mutu dan tidak dapat diproses atau apabila diproses akan menghasilkan Hasil Produksi yang tidak memenuhi kualitas/standar mutu.
  6. Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Barang dan/atau Bahan pada barang lain.
  7. Penyerahan Produksi IKM adalah kegiatan menyerahkan Hasil Produksi IKM.
  8. Mesin adalah setiap mesin, permesinan, termasuk suku cadang, peralatan, atau perkakas, yang digunakan untuk pengembangan industri dalam bentuk perluasan (diversifikasi) hasil produksi, modernisasi, rehabilitasi, untuk tujuan peningkatan kapasitas produksi dari perusahaan atau pabrik yang telah ada.
  9. Barang Contoh adalah barang contoh untuk menunjang kegiatan proses produksi yang Hasil Produksinya untuk tujuan ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM.
  10. Hasil Produksi Rusak adalah Hasil Produksi yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan kualitas/standar mutu.
  11. Bea Masuk adalah pungutan Negara yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
  12. Bea Masuk Tambahan adalah tambahan atas Bea Masuk seperti Bea Masuk Antidumping, Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Tindakan Pengamanan, dan Bea Masuk Pembalasan.
  13. Diolah adalah kegiatan pengolahan Barang dan/atau Bahan yang bertujuan untuk menghasilkan Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
  14. Dirakit adalah kegiatan berupa merangkai dan/atau menyatukan beberapa Barang dan/atau Bahan sehingga menghasilkan Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
  15. Dipasang adalah kegiatan untuk memasang dan/atau melekatkan komponen Barang dan/atau Bahan pada bagian utama barang lain sehingga menghasilkan Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
  16. Sentra Industri Kecil dan Menengah yang selanjutnya disebut Sentra adalah sekelompok industri kecil dan/atau menengah dalam wilayah yang sama, terdiri dari paling sedikit 5 (lima) unit usaha yang menghasilkan produk sejenis, menggunakan Barang dan/atau Bahan sejenis, dan/atau melakukan proses produksi yang sama.
  17. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
  18. Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  19. Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
  20. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam daerah pabean untuk dipamerkan.
  21. Toko Bebas Bea adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal daerah pabean untuk dijual kepada orang tertentu.
  22. Tempat Lelang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu untuk dijual secara lelang.
  23. Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  24. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.
  25. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  26. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
  27. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.


BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2


(1) Terhadap impor dan/atau pemasukan yang dilakukan oleh IKM atau Konsorsium KITE dapat diberikan fasilitas KITE IKM.
(2) IKM atau Konsorsium KITE yang diberikan fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga dapat diberikan fasilitas pembebasan Mesin.
(3) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan kepada:
  1. industri kecil atau industri menengah;
  2. badan usaha yang dibentuk oleh gabungan IKM;
  3. IKM yang ditunjuk oleh beberapa IKM dalam 1 (satu) Sentra; atau
  4. koperasi,
setelah ditetapkan sebagai IKM atau Konsorsium KITE.
(4) Fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM.
(5) Fasilitas pembebasan Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan Mesin dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. tujuan penggunaan untuk pengembangan industri dalam bentuk perluasan (diversifikasi) hasil produksi, modernisasi, rehabilitasi, untuk tujuan peningkatan kapasitas produksi dari perusahaan atau pabrik yang telah ada; dan
  2. Mesin dimaksud dalam jangka waktu paling kurang dari 2 (dua) tahun wajib digunakan untuk proses produksi.
(6) Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) termasuk Bea Masuk Tambahan.


BAB III
KRITERIA DAN PEMBERIAN FASILITAS
KITE IKM TERHADAP IKM DAN KONSORSIUM KITE

Bagian Pertama
Kriteria Industri Kecil dan Industri Menengah

Pasal 3


(1) Kriteria industri kecil yang dapat mengajukan fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yaitu:
  1. merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar; dan
  2. memiliki kekayaan bersih, nilai investasi atau hasil penjualan tahunan dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. kekayaan bersih atau nilai investasi lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); atau
    2. hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Kriteria industri menengah yang dapat mengajukan fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yaitu:
  1. merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar; dan
  2. memiliki kekayaan bersih, nilai investasi atau hasil penjualan tahunan dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. kekayaan bersih atau nilai investasi lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); atau
    2. hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(3) Kekayaan bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1 dan ayat (2) huruf b angka 1 adalah hasil pengurangan total nilai kekayaan usaha (aset) dengan total nilai kewajiban.
(4) Nilai kekayaan usaha (aset) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
(5) Dalam hal salah satu kriteria skala industri yang dimiliki oleh badan usaha menunjukkan skala industri yang lebih besar, badan usaha dikategorikan ke dalam skala industri yang lebih besar.
(6) Kekayaan bersih, nilai investasi atau hasil penjualan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dibuktikan dengan izin usaha dari instansi terkait.


Bagian Kedua
Pemberian Fasilitas KITE IKM Terhadap IKM

Pasal 4


(1) Untuk mendapatkan fasilitas KITE IKM, badan usaha harus mengajukan permohonan dengan memenuhi kriteria dan persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki kegiatan industri berskala kecil atau menengah yang dibuktikan dengan:
  1. tanda daftar industri, izin usaha industri, atau dokumen sejenisnya beserta perubahannya, untuk badan usaha yang telah melakukan kegiatan usaha industri 3 (tiga) tahun atau lebih; atau
  2. tanda daftar industri, izin usaha industri, atau dokumen sejenisnya beserta perubahannya disertai kontrak penjualan ekspor, untuk badan usaha yang melakukan kegiatan usaha industri kurang dari 3 (tiga) tahun;
b. bersedia dan mampu mendayagunakan sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan barang yang diberikan:
  1. fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat ( 1); dan
  2. fasilitas pembebasan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2),
yang dibuktikan dengan surat pernyataan mengenai kesediaan dan kemampuan mendayagunakan sistem aplikasi (modul) kepabeanan dimaksud;
c. memiliki atau menguasai lokasi paling kurang selama 2 (dua) tahun untuk kegiatan produksi, tempat penyimpanan Barang dan/atau Bahan, Mesin, serta Hasil Produksi, dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi dan disertai dengan peta dan denah lokasi;
d. menyerahkan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
e. menyerahkan fotokopi SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan tahun terakhir, bagi badan usaha yang sudah wajib menyerahkan SPT;
f. menyerahkan rencana produksi yang jelas, terdiri dari:
  1. alur produksi;
  2. daftar Barang dan/atau Bahan;
  3. daftar Hasil Produksi;
  4. daftar kebutuhan Barang dan/atau Bahan untuk setiap satuan Hasil Produksi; dan
  5. daftar badan usaha penerima subkontrak, dalam hal terdapat proses produksi yang akan disubkontrakkan;
g. menyerahkan surat pernyataan yang ditandasahkan oleh notaris yang menyatakan bahwa badan usaha:
  1. bersedia bertanggungjawab atas terjadinya penyalahgunaan fasilitas yang diberikan;
  2. bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar, bagi industri kecil; dan
  3. bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar, bagi industri menengah; dan
h. menyerahkan paparan mengenai proses bisnis dan gambaran umum badan usaha, paling kurang mencantumkan jumlah investasi, jumlah tenaga kerja, jumlah aset, utang, dan permodalan.
(2) Dalam hal tanda daftar industri, izin usaha industri, atau dokumen sejenisnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dapat menunjukkan informasi mengenai skala industri, badan usaha harus menyertakan dokumen yang dapat menunjukkan informasi mengenai kekayaan bersih, nilai investasi atau hasil penjualan tahunan.


Pasal 5


(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diajukan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha. 
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai dengan pembuktian kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dalam bentuk soft copy berupa hasil scan dari dokumen asli dalam media penyimpan data elekronik.
(3) Dalam hal diperlukan, Kepala Kantor Pabean dapat meminta dokumen asli pembuktian kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.


Pasal 6


(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian administratif dan pemeriksaan lapangan.
(2) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM dan menyerahkan sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan barang yang diberikan fasilitas KITE IKM dan fasilitas pembebasan Mesin.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(5) Keputusan pemberian fasilitas KITE IKM tidak dapat diberikan terhadap badan usaha dan/atau orang perseorangan yang bertanggungjawab terhadap badan usaha yang:
  1. pernah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan dan/atau cukai; dan/atau
  2. telah dinyatakan pailit oleh pengadilan,
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, untuk jangka waktu selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan/atau penetapan pailit.

 

Pasal 7


IKM harus memasang papan nama yang paling kurang mencantumkan nama IKM dan nomor keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada setiap lokasi kegiatan usaha dan lokasi penyimpanan.


Pasal 8


(1) Dalam hal terdapat perubahan data dalam keputusan pemberian fasilitas KITE IKM, IKM yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM untuk diterbitkan perubahan atas keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan alasan perubahan dan melampirkan dokumen pendukung dalam bentuk soft copy.

    

Bagian Ketiga
Konsorsium KITE

Pasal 9


(1) Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan:
  1. badan usaha yang dibentuk oleh gabungan IKM;
  2. IKM yang ditunjuk oleh beberapa IKM dalam 1 (satu) Sentra, atau
  3. koperasi,
yang melakukan kegiatan impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan/atau Mesin milik IKM anggota Konsorsium KITE, ekspor, dan/atau Penyerahan Produksi IKM, serta memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu.
(2) Kriteria dan persyaratan tertentu untuk menjadi Konsorsium KITE adalah sebagai berikut:
a. menyerahkan kontrak kerjasama Konsorsium KITE yang memuat informasi paling kurang meliputi:
  1. jenis kegiatan usaha bersama;
  2. hak dan kewajiban Konsorsium KITE dan masing-masing anggota Konsorsium KITE atas usaha bersama;
  3. pernyataan tanggung jawab dari Konsorsium KITE dan masing-masing anggota Konsorsium KITE atas usaha bersama; dan
  4. lokasi kegiatan Konsorsium KITE.
b. memiliki atau menguasai lokasi tempat usaha dan/atau tempat penyimpanan barang yang mendapatkan fasilitas KITE IKM sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun, dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi dan disertai dengan peta dan denah lokasi;
c. menyerahkan :
1. fotokopi akta pendirian badan usaha dan perubahan terakhir dalam hal akta pendirian badan usaha telah dilakukan perubahan, serta surat keputusan pengesahan akta pendirian dan/atau perubahan dari pejabat yang berwenang, bagi:
a) badan usaha yang dibentuk oleh gabungan IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
b) IKM yang ditunjuk oleh beberapa IKM dalam 1 (satu) Sentra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
2. fotokopi akta pendirian koperasi dan perubahan terakhir dalam hal akta pendirian koperasi telah dilakukan perubahan, bagi koperasi;
3. fotokopi izin usaha;
4. fotokopi NPWP;
5. fotokopi SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan tahun terakhir, bagi badan usaha atau koperasi yang sudah wajib menyerahkan SPT;
6. daftar IKM anggota Konsorsium KITE; dan
7. daftar Barang dan/atau Bahan serta Hasil Produksi masing-masing IKM anggota Konsorsium KITE.
d. mampu melakukan kegiatan impor dan ekspor dan mendistribusikan kepada IKM, yang dibuktikan dengan dokumen registrasi sebagai importir dan eksportir pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
e. bersedia dan mampu mendayagunakan sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan barang fasilitas KITE IKM dan fasilitas pembebasan Mesin, yang dibuktikan dengan surat pernyataan mengenai kesediaan dan kemampuan mendayagunakan sistem aplikasi (modul) kepabeanan dimaksud; dan
f. menyerahkan surat pernyataan yang ditandasahkan oleh notaris mengenai kesediaan bertanggungjawab atas terjadinya penyalahgunaan fasilitas yang diberikan.
(3) Untuk menjadi Konsorsium KITE:
  1. badan usaha yang dibentuk oleh gabungan IKM;
  2. IKM yang ditunjuk oleh beberapa IKM dalam 1 (satu) Sentra, atau
  3. koperasi,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
(4) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian administratif dan pemeriksaan lapangan.
(5) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Pabean menerbitkan keputusan Konsorsium KITE dan menyerahkan sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan barang yang diberikan fasilitas KITE IKM dan fasilitas pembebasan Mesin.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(8)  Keputusan Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berlaku untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean.
(9) Permohonan perpanjangan keputusan Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (8) hanya dapat diajukan sebelum jangka waktu keputusan Konsorsium KITE berakhir, dengan melampiri dokumen pembuktian kriteria dan persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(10) Keputusan Konsorsium KITE tidak dapat diberikan terhadap badan usaha dan/atau orang perseorangan yang bertanggunajawab terhadap badan usaha yang:
  1. pernah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan dan/atau cukai; dan/atau
  2. telah dinyatakan pailit oleh pengadilan,
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, untuk jangka waktu selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan/atau penetapan pailit.
(11)  Konsorsium KITE harus memasang papan nama yang sekurang-kurangnya mencantumkan nama Konsorsium KITE dan nomor keputusan Konsorsium KITE pada setiap lokasi kegiatan usaha dan lokasi penyimpanan.
(12) Dalam hal terdapat perubahan data dalam keputusan Konsorsium KITE, Konsorsium KITE yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan Konsorsium KITE untuk diterbitkan perubahan atas keputusan Konsorsium KITE.
(13) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) disertai dengan alasan perubahan dan melampirkan dokumen pendukung dalam bentuk soft copy.
       

BAB IV
IMPOR DAN/ATAU PEMASUKAN, PERIODE KITE IKM,
PERIODE PENDISTRIBUSIAN, JAMINAN, PEMERIKSAAN
PABEAN, SERTA PENGOLAHAN, PERAKITAN, DAN/ATAU
PEMASANGAN

Bagian Pertama
Impor dan/atau Pemasukan

Pasal 10


(1) Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan/atau Mesin untuk IKM dapat diimpor dan/atau dimasukkan dari:
  1. luar daerah pabean;
  2. Pusat Logistik Berikat;
  3. Gudang Berikat;
  4. Kawasan Berikat;
  5. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;
  6. Kawasan Bebas;
  7. kawasan ekonomi khusus; dan/atau
  8. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan/atau Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diimpor dan/atau dimasukkan langsung oleh IKM atau diimpor dan/atau dimasukkan oleh Konsorsium KITE untuk didistribusikan kepada IKM.
(3) Impor dan/atau pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Barang Contoh dan/atau Mesin harus berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(4) Atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f yang berasal dari luar daerah pabean:
  1. diberikan pembebasan Bea Masuk; dan
  2. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor.
(5) Atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang berasal dari luar daerah pabean:
  1. diberikan pembebasan Bea Masuk;
  2. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor; dan
  3. tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan dalam negeri.
(6) Atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf h, yang berasal dari luar daerah pabean:
  1. diberikan pembebasan Bea Masuk; dan
  2. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor.
(7) Atas penyerahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf h, pengusaha yang menyerahkan barang wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan wajib membuat faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(8) Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan/atau Mesin yang diimpor dan/atau dimasukkan melalui Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib didistribusikan kepada IKM anggota Konsorsium KITE.
(9)  Pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) bukan merupakan transaksi jual beli.
(10)  Atas pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, serta Mesin dari Konsorsium KITE kepada IKM anggota Konsorsium KITE:
  1. menggunakan dokumen serah terima Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, serta Mesin dari Konsorsium KITE kepada IKM anggota Konsorsium KITE;
  2. diberikan pembebasan Bea Masuk;
  3. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor; dan
  4. tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan dalam negeri.
(11) Impor atau pemasukan oleh IKM dan Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai, Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Bebas, kawasan ekonomi khusus, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(12) Ketentuan mengenai pembatasan impor belum diberlakukan atas:
  1. impor dan/atau pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
  2. distribusi Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, serta Mesin oleh Konsorsium KITE untuk IKM anggota Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (10),
kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
(13) Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan/atau Mesin yang dimasukkan dari tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h, merupakan pemasukan dalam rangka impor untuk dipakai.

       

Bagian Kedua
Periode KITE IKM dan Periode Pendistribusian

Pasal 11


(1) Periode KITE IKM merupakan periode yang diberikan kepada IKM untuk melaksanakan realisasi ekspor atau Penyerahan Produksi IKM terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean atau tanggal pendistribusian barang impor.
(2) Periode pendistribusian merupakan periode yang diberikan kepada Konsorsium KITE untuk melaksanakan pendistribusian barang impor kepada IKM anggota Konsorsium KITE terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan.
(3) Periode KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu:
  1. paling lama 12 (dua belas) bulan; atau
  2. melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam hal IKM memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan.
(4) Jangka waktu periode KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan perpanjangan dengan jangka waktu tertentu berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM, dalam hal:
  1. terdapat penundaan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM dari pembeli, konsolidator atau penyedia barang ekspor;
  2. terdapat pembatalan ekspor/Penyerahan Produksi IKM atau penggantian pembeli;
  3. terdapat pengembalian Hasil Produksi untuk diperbaiki (repair/rework);
  4. terdapat sisa Barang dan/atau Bahan karena adanya batasan minimal pembelian, sehingga belum dapat diproduksi sampai Periode KITE IKM berakhir;
  5. terdapat kondisi force majeure, antara lain peperangan, bencana alam, atau kebakaran; dan/atau
  6. terdapat kondisi lain yang mengakibatkan diperlukannya perpanjangan periode KITE IKM berdasarkan manajemen risiko dan pertimbangan Kepala Kantor Pabean.
(5) Periode pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan, dan dapat diperpanjang atas permohonan Konsorsium KITE dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan Konsorsium KITE.
(6) Permohonan perpanjangan periode KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan perpanjangan periode pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat diajukan sebelum periode KITE IKM atau periode pendistribusian berakhir.


Bagian Ketiga
Jaminan

Pasal 12


(1) IKM dan Konsorsium KITE harus menyerahkan jaminan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan dengan fasilitas KITE IKM pada saat pemberitahuan pabean diajukan.
(2) Jaminan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit sebesar Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan/atau Bahan sebagaimana diberitahukan dalam pemberitahuan pabean.
(3) Penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal IKM melakukan impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan dengan nilai pungutan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam jumlah kuota jaminan sebagai berikut:
  1. industri kecil, paling banyak Rp350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah), atas Barang dan/atau Bahan yang belum dipertanggung jawabkan; dan
  2. industri menengah, paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), atas Barang dan/atau Bahan yang belum dipertanggungjawabkan.
(4) Atas impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan oleh Konsorsium KITE berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Konsorsium KITE tidak perlu menyerahkan jaminan dalam hal nilai Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan/atau Bahan tidak melebihi jumlah kuota jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
  2. kuota jaminan sebagaimana dimaksud pada huruf a diperhitungkan dari kuota jaminan masing-masing anggota Konsorsium KITE.
(5) Dalam hal nilai Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diimpor dan/atau dimasukkan melalui Konsorsium KITE melebihi jumlah kuota jaminan, Konsorsium KITE harus menyerahkan jaminan.
(6) Terhadap kelebihan nilai Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. dalam hal impor dan/atau pemasukan dilakukan oleh Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a dan huruf b, jaminan ditanggung oleh masing-masing IKM sebesar nilai kelebihan;
  2. dalam hal impor dan/atau pemasukan dilakukan oleh Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, jaminan ditanggung oleh Konsorsium KITE.
(7)  Jangka waktu jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. dalam hal impor dan/atau pemasukan dilakukan oleh IKM, paling singkat selama penjumlahan waktu:
    1. periode KITE IKM; dan
    2. waktu penyampaian, penelitian laporan pertanggungjawaban dan penyelesaian jaminan.
  2. dalam hal impor dan /atau pemasukan dilakukan melalui Konsorsium KITE, paling singkat selama 17 (tujuh belas) bulan.
(8) Dalam hal terdapat perpanjangan periode KITE IKM dan/atau periode pendistribusian, IKM atau Konsorsium KITE harus melakukan perpanjangan jangka waktu jaminan.
(9) Jaminan yang diserahkan oleh Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dikembalikan setelah seluruh Barang dan/atau Bahan yang dipertaruhkan jaminan telah dipertanggungjawabkan oleh IKM.


Bagian Keempat
Pemeriksaan Pabean

Pasal 13


(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan pabean atas pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan yang menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat ( 1) dan Pasal 2 ayat (2).
(2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan ketidaksesuaian tarif dan/atau nilai pabean, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. kuota jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dipotong sebesar selisih yang seharusnya dibayar;
  2. IKM atau Konsorsium KITE harus menyerahkan jaminan, dalam hal terdapat selisih yang seharusnya dibayar, dan kuota jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) tidak mencukupi; dan/atau
  3. IKM atau Konsorsium KITE harus melakukan penyesuaian nilai jaminan, dalam hal terdapat selisih yang seharusnya dibayar dan IKM atau Konsorsium KITE telah menyerahkan jaminan atas impor dan/atau pemasukan tersebut.
(4) Penyesuaian nilai jaminan atau pemotongan kuota jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sepanjang jenis barang sesuai dengan barang yang tercantum dalam lampiran keputusan KITE IKM atau Konsorsium KITE.
(5) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang, terhadap kelebihan jumlah dan/atau ketidaksesuaian jenis barang dimaksud tidak dapat diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 2 ayat (2).
(6) Terhadap hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.


Pasal 14


(1) IKM atau Konsorsium KITE wajib menyimpan Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin di lokasi yang tercantum dalam keputusan KITE IKM atau Konsorsium KITE.
(2) IKM atau Konsorsium KITE dapat melakukan penyimpanan Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin di lokasi selain lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menyampaikan pemberitahuan adanya penambahan atau perubahan tempat lokasi penyimpanan kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau Konsorsium KITE.
(3) Dalam hal penyimpanan dilakukan pada lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan dipergunakan secara tetap dan/atau berulang, IKM atau Konsorsium KITE harus melakukan perubahan data keputusan KITE IKM atau Konsorsium KITE.


Bagian Kelima
Pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh,
serta Mesin dan Proses Produksi IKM

Pasal 15


(1) Konsorsium KITE wajib mendistribusikan barang impor kepada IKM anggota Konsorsium KITE sebagai pemilik barang dalam periode pendistribusian.
(2) Dalam hal Konsorsium KITE tidak mendistribusikan barang impor kepada IKM anggota Konsorsium KITE sebagai pemilik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsorsium KITE wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(4) IKM wajib mengolah, merakit dan/atau memasang Barang dan/atau Bahan untuk menghasilkan Hasil Produksi dengan tujuan ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM dalam periode KITE IKM.


Pasal 16


(1) IKM dapat mensubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Barang dan/atau Bahan kepada penerima subkontrak yang tercantum dalam data keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) IKM dapat mensubkontrakkan seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas kelebihan kontrak yang tidak dapat dikerjakan karena seluruh kapasitas produksi telah terpakai, berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(3) Pengeluaran Barang dan/atau Bahan dalam rangka subkontrak oleh IKM kepada penerima subkontrak dan pemasukan kembali hasil pekerjaan subkontrak ke IKM, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(4) Dalam hal penerima subkontrak belum tercantum dalam keputusan pemberian fasilitas KITE IKM, IKM harus memberitahukan terlebih dahulu kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(5) Dalam hal subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) akan dilakukan secara tetap dan/atau berulang, IKM harus mengajukan perubahan data penerima subkontrak dalam keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
 
     

BAB V
EKSPOR DAN PENYERAHAN PRODUKSI IKM

Pasal 17


(1) IKM wajib mengekspor dan/atau melakukan Penyerahan Produksi IKM terhadap seluruh Hasil Produksi.
(2) Ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pertanggung awaban atas pemakaian Barang dan/atau Bahan yang terkandung dalam Hasil Produksi termasuk sisa proses produksi (waste/scrap).
(3) Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan kepada:
  1. IKM lain, perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pembebasan, atau fasilitas KITE Pengembalian, dalam rangka ekspor barang gabungan.
  2. Toko Bebas Bea di terminal keberangkatan;
  3. Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut atau digabungkan;
  4. konsolidator barang ekspor di Pusat Logistik Berikat; dan/atau
  5. penyedia barang ekspor di Pusat Logistik Berikat.
(4) Ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui Konsorsium KITE.
(5) Penyerahan Produksi IKM kepada IKM lain, perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pembebasan, atau fasilitas KITE Pengembalian, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Hasil Produksi IKM digabungkan dengan Hasil Produksi IKM lain, perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pembebasan, atau fasilitas KITE Pengembalian tersebut; dan
  2. wajib diekspor dalam satu kesatuan unit.
(6) Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban penyelesaian atas Barang dan/atau Bahan dalam hal telah terbukti diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM;
  2. pemenuhan ketentuan Periode KITE IKM dihitung berdasarkan tanggal dokumen Penyerahan Produksi IKM.
(7)  Ekspor atau Penyerahan Produksi IKM melalui Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. menggunakan dokumen serah terima Hasil Produksi IKM dari IKM kepada Konsorsium KITE;
  2. dapat digunakan sebagai pertanggungawaban penyelesaian atas Barang dan/atau Bahan dalam hal telah terbukti diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM; dan
  3. pemenuhan ketentuan Periode KITE IKM dihitung berdasarkan tanggal dokumen serah terima Hasil Produksi IKM dari IKM kepada Konsorsium KITE.
(8) Terhadap Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. menggunakan dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor; dan
  2. dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan/atau Bahan.
(9) Pelaksanaan ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor atau Tempat Penimbunan Berikat.
(10) Contoh Hasil Produksi dapat diserahkan kepada Pusat Logistik Berikat untuk dipamerkan.
(11) Penyerahan contoh Hasil Produksi kepada Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat digunakan sebagai pertanggung awaban atas Barang dan/atau Bahan.


Pasal 18


(1) Tanggung jawab atas Bea Masuk dan pajak yang terutang beralih kepada pihak penerima Hasil Produksi setelah Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) selesai dilakukan.
(2) Atas Hasil Produksi yang dilakukan Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) diperlakukan sebagai barang yang mendapat fasilitas kepabeanan dan perpajakan sesuai fasilitas yang dimiliki oleh perusahaan penerima Hasil Produksi.


Pasal 19


(1) Atas Hasil Produksi yang diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM melalui Konsorsium KITE, Konsorsium KITE wajib mengekspor atau melakukan Penyerahan Produksi IKM dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal dokumen serah terima Hasil Produksi IKM dari IKM kepada Konsorsium KITE.
(2) Jangka waktu realisasi ekspor atau Penyerahan Produksi IKM oleh Konsorsium KITE dapat diperpanjang berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan Konsorsium KITE, dalam hal:
  1. terdapat penundaan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM dari pembeli;
  2. terdapat pembatalan ekspor/Penyerahan Produksi IKM atau penggantian pembeli;
  3. terdapat pengembalian Hasil Produksi untuk diperbaiki (repair/rework); dan/atau
  4. terdapat kondisi force majeure, antara lain peperangan, bencana alam, atau kebakaran.
(3) Perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor atau Penyerahan Produksi IKM dapat diberikan paling lama 3 (tiga) bulan sejak batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
(4) Dalam hal Konsorsium KITE tidak mengekspor atau melakukan Penyerahan Produksi IKM dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3), Konsorsium KITE wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas barang yang tidak dapat dipertanggung awabkan;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(5) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tidak dapat dikreditkan.


Pasal 20


(1) IKM dapat melakukan ekspor sementara Hasil Produksi untuk keperluan pameran dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) Ekspor sementara Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan dokumen pabean ekspor.
(3) Dalam hal ekspor sementara Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diimpor kembali, ekspor sementara Hasil Produksi dapat digunakan sebagai pertanggungawaban atas Barang dan/atau Bahan.
(4) Dalam hal Hasil Produksi yang dipamerkan diimpor kembali dan belum dilaporkan pertanggungjawabannya, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. diberikan fasilitas KITE IKM dalam hal Hasil Produksi yang diimpor kembali merupakan Hasil Produksi yang diekspor sementara;
  2. dilakukan pemeriksaan fisik; dan
  3. periode KITE IKM diperpanjang selama jangka waktu pelaksanaan pameran.


Pasal 21


(1) IKM dapat melakukan penjualan Hasil Produksi kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean dengan jumlah paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari nilai ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM 1 (satu) tahun terbesar yang pernah direalisasikan dalam periode 5 (lima) tahun sebelumnya.
(2) Dalam hal IKM belum pernah melakukan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM, IKM dapat melakukan penjualan Hasil Produksi kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean dengan jumlah paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak ekspor.
(3) Batasan jumlah penjualan Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk jangka waktu tertentu dapat diubah dengan Peraturan Menteri.
(4) Atas penjualan Hasil Produksi kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. diberitahukan menggunakan dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor;
b. IKM wajib:
1. membayar Bea Masuk berdasarkan:
a) nilai pabean dan klasifikasi yang berlaku pada saat Barang dan/atau Bahan diimpor dan/atau dimasukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1);
b) pembebanan tarif Bea Masuk pada saat pemberitahuan pabean penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor didaftarkan; dan
c) pembebanan tarif Bea Masuk Hasil Produksi yang berlaku pada saat penjualan Hasil Produksi kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean, dalam hal pembebanan tarif Bea Masuk untuk Barang dan/atau Bahan lebih tinggi dari pembebanan tarif Bea Masuk untuk Hasil Produksi
2. membayar Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang semula tidak dipungut dengan dasar pengenaan pajak sebesar nilai impor;
3. memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada saat penyerahan barang kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 22


(1) IKM atau Konsorsium KITE dibebaskan dari kewajiban membayar:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,
atas Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, serta Mesin yang belum dipertanggungjawabkan dalam hal terjadi keadaan tertentu.
(2) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. force majeure; atau
  2. kondisi lain yang mengakibatkan IKM atau Konsorsium KITE tidak dapat mempertanggungjawabkan Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, serta Mesin, berdasarkan manajemen risiko dan pertimbangan Kepala Kantor Pabean, seperti pencurian.
(3) Pembebasan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri.


BAB VI
PERTANGGUNGJAWABAN OLEH IKM
DAN KONSORSIUM KITE

Bagian Pertama
Penyelesaian Barang dan/atau Bahan

Pasal 23


(1) Barang dan/atau Bahan yang diimpor dan/atau dimasukkan oleh IKM diselesaikan dengan Diolah, Dirakit, dan/atau Dipasang untuk:
  1. dilakukan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dalam periode KITE IKM; dan
  2. dijual kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean paling banyak sesuai kuota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) atau ayat (2).
(2) Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject yang tidak Diolah, Dirakit, dan/atau Dipasang, harus dimusnahkan, dijual, direekspor, atau dikembalikan.
(3) Barang dalam proses (work in process) rusak sehingga tidak dapat Diolah, Dirakit, dan/atau Dipasang, diselesaikan dengan dimusnahkan atau dijual.
(4) Hasil Produksi Rusak harus dimusnahkan atau dijual.
(5) Sisa proses produksi (waste/scrap) dapat dimusnahkan atau dijual.


Pasal 24


(1) Atas Barang dan/atau Bahan yang tidak Diolah, Dirakit, dan/atau Dipasang dan Hasil Produksi yang tidak diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, IKM wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan/atau Bahan yang terutang;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(3) Atas penjualan Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject, barang dalam proses (work in process) rusak, Hasil Produksi Rusak, atau sisa proses produksi (waste/scrap) kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. diberitahukan menggunakan dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor;
b. IKM wajib:
1. membayar Bea Masuk sebesar:
a) 5% (lima persen) dikalikan harga jual, dalam hal tarif Bea Masuk umum (Most Favoured Nation) Barang dan/atau Bahannya 5% (lima persen) atau lebih; atau
b) tarif yang berlaku dikalikan harga jual, dalam hal tarif Bea Masuk umum (Most Favoured Nation) Barang dan/atau Bahannya kurang dari 5% (lima persen);
2. membayar Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dihitung berdasarkan harga jual; dan
3. membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Atas Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang diekspor kembali berlaku ketentuan:
  1. dilakukan penyesuaian kembali jumlah kuota jaminan yang telah dipotong; dan/atau
  2. jaminan dikembalikan dalam hal impornya dipertaruhkan jaminan.
(5) Pemusnahan Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), barang dalam proses (work in process) rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), Hasil Produksi Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4), atau sisa proses produksi (waste/scrap) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5), dilaksanakan berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(6) Penyelesaian atas Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject, barang dalam proses (work in process) rusak, atau Hasil Produksi Rusak dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan/atau Bahan.
 

Bagian Kedua
Laporan Pertanggungjawaban IKM

Pasal 25


(1) IKM wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban Barang dan/atau Bahan yang dihasilkan dari sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan barang fasilitas KITE IKM dan fasilitas pembebasan Mesin kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) Penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode KITE IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
(3) Kewajiban penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi dalam hal telah diterima lengkap dan terdapat kesesuaian data antara laporan pertanggungjawaban dengan lampiran.
(4) Dalam hal IKM melakukan Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf a, batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode KITE IKM ditambah batas waktu realisasi ekspor oleh perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pembebasan, fasilitas KITE Pengembalian, atau IKM lain dalam rangka ekspor barang gabungan.
(5) Dalam hal IKM melakukan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM melalui Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4), batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode KITE IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) ditambah dengan jangka waktu kewajiban melakukan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM oleh Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (3).
(6) Dalam hal IKM tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), atau ayat (5), Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat teguran pertama.
(7)  Dalam hal IKM  tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat teguran pertama, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat teguran kedua.
(8) Dalam hal IKM tidak menyampaikan  laporan pertanggungjawaban dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat teguran kedua, fasilitas KITE IKM dibekukan.
(9)   Penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan: 
  1. dokumen pendukung transaksi impor dan/atau pemasukan serta transaksi ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM;
  2. dokumen pendukung transaksi penjualan kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b; dan/atau
  3. dokumen pendukung transaksi atau penyelesaian Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), barang dalam proses (work in process) rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), dan/atau Hasil Produksi Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4).
(10) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak laporan pertanggungjawaban diterima secara lengkap dan terdapat kesesuaian data antara laporan pertanggungjawaban dengan lampiran, harus memberikan putusan atas laporan pertanggungjawaban dimaksud.
(11)  Putusan atas laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (10) berupa:
  1. menyetujui seluruhnya;
  2. menolak seluruhnya; atau
  3. menyetujui sebagian.
(12) Terhadap Barang dan/atau Bahan yang disetujui laporan pertanggungjawabannya, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. dilakukan penyesuaian kembali jumlah kuota jaminan yang telah dipotong; dan/atau
  2. jaminan dikembalikan atau dilakukan penyesuaian jaminan dalam hal pada saat impor dan/atau pemasukan dipertaruhkan jaminan.
(13) Terhadap Barang dan/atau Bahan yang ditolak laporan pertanggungjawabannya, atau laporan pertanggungjawaban tidak disampaikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), fasilitas KITE IKM tidak diberikan dan IKM wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan/atau Bahan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(14) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (13) huruf a tidak dapat dikreditkan.


Pasal 26


(1) Pertanggung awaban atas impor dan/atau pemasukan berupa Barang Contoh telah terpenuhi sepanjang:
  1. Barang Contoh telah digunakan untuk menunjang proses produksi sehingga menghasilkan Hasil Produksi; dan
  2. Hasil Produksi telah diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM.
(2) Dalam hal Barang Contoh terbukti telah dijual sebelum digunakan untuk proses produksi yang Hasil Produksinya diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM, IKM wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan;
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak dapat dikreditkan.


Bagian Ketiga
Laporan Pertanggungjawaban Konsorsium KITE

Pasal 27


(1) Konsorsium KITE wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, serta Mesin, kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan Konsorsium KITE.
(2) Penyampaian laporan pertanggung jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode pendistribusian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
(3) Kewajiban penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi dalam hal telah diterima lengkap dan terdapat kesesuaian data antara laporan pertanggungjawaban dengan lampiran.
(4) Dalam hal Konsorsium KITE tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), fasilitas KITE IKM terhadap Konsorsium KITE dibekukan.
(5) Penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
  1. dokumen pendukung transaksi impor dan/atau pemasukan; dan
  2. dokumen pendukung pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin.
(6) Atas penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap kebenaran pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin.
(7) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak laporan pertanggungjawaban diterima secara lengkap dan terdapat kesesuaian data antara laporan pertanggungjawaban dengan lampiran, harus memberikan putusan atas laporan pertanggungjawaban dimaksud.
(8) Putusan atas laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berupa:
  1. menyetujui seluruhnya;
  2. menolak seluruhnya; atau
  3. menyetujui sebagian.
(9) Putusan atas laporan pertanggungjawaban berupa menolak seluruhnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b disampaikan dalam hal distribusi Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin tidak terbukti dan/atau distribusi Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin tidak sesuai periode pendistribusian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
(10)  Putusan atas laporan pertanggungawaban berupa menyetujui sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf c disampaikan dalam hal:
  1. terdapat sebagian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin yang tidak terbukti dilakukan pendistribusian dan sebagian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin terbukti dilakukan pendistribusian sesuai periode pendistribusian; dan/atau
  2. seluruh Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin terbukti dilakukan pendistribusian tetapi terdapat sebagian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin yang pendistribusiannya tidak sesuai periode pendistribusian.
(11) Terhadap Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin yang disetujui laporan pertanggungjawabannya, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan laporan pertanggungjawaban.
(12) Terhadap Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin yang ditolak laporan pertanggungjawabannya, atau laporan pertanggungawaban tidak disampaikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak diberikan fasilitas KITE IKM dan/atau fasilitas pembebasan Mesin, dan Konsorsium KITE wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(13) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (12) huruf a tidak dapat dikreditkan.
    
    

Pasal 28


(1) Konsorsium KITE wajib menyampaikan laporan bulanan realisasi ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM atas Hasil Produksi yang diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM melalui Konsorsium KITE.
(2) Dalam hal Konsorsium KITE tidak menyampaikan laporan dalam periode waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut, fasilitas KITE IKM terhadap Konsorsium KITE dibekukan.


BAB VII
PERLAKUAN TERHADAP MESIN YANG MENDAPAT
FASILITAS PEMBEBASAN MESIN

Pasal 29


(1) Mesin yang diimpor dan/atau dimasukkan dan diberikan fasilitas pembebasan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dapat dipindahtangankan setelah jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diimpor dan/atau dimasukkan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) Pemindahtanganan Mesin kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean, dalam hal telah digunakan:
  1. paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun sejak diimpor dan/atau dimasukkan, IKM wajib:
    1. membayar Bea Masuk yang dihitung berdasarkan nilai pabean, klasifikasi, dan pembebanan tarif yang berlaku pada saat diimpor;
    2. membayar Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor yang dihitung berdasarkan nilai impor yang berlaku pada saat barang diimpor; dan
    3. memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan membuat faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  2. lebih dari 4 (empat) tahun sejak diimpor dan/atau dimasukkan:
    1. dibebaskan dari pembayaran Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor yang terutang; dan
    2. IKM wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan membuat faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Pemindahtanganan Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan IKM lain berlaku ketentuan:
  1. dibebaskan dari pembayaran Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor yang terutang;
  2. IKM wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan membuat faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Terhadap pemindahtanganan Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan sesuai ketentuan perundang-undangan, diberikan fasilitas:
  1. Bea Masuk;
  2. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor; dan/atau
  3. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah penyerahan dalam negeri,
sesuai dengan fasilitas yang dimiliki oleh penerima Mesin.
(5) Dalam hal Mesin yang diimpor dan/atau dimasukkan dengan fasilitas pembebasan Mesin tidak sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), IKM wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(7) IKM dibebaskan dari tanggung jawab Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor yang terutang, dalam hal Mesin diekspor dan/atau diekspor kembali.
(8) Mesin yang diimpor dan/atau dimasukkan dan diberikan fasilitas pembebasan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dapat diekspor kembali atau dikembalikan karena retur dan/atau apkir (reject), dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(9) Atas pengembalian Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (8), IKM atau Konsorsium KITE dibebaskan dari tanggung jawab Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor yang terutang.
(10)  Dalam hal pengembalian Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (8) kepada pihak yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan sesuai ketentuan perundang-undangan, perlakuan perpajakan atas penyerahan dalam negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

BAB VIII
MONITORING, EVALUASI, DAN AUDIT

Bagian Pertama
Monitoring dan Evaluasi

Pasal 30


(1) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap IKM atau Konsorsium KITE secara periodik dan/atau sewaktu-waktu berdasarkan manajemen risiko.
(2) IKM dan Konsorsium KITE wajib menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut oleh Kepala Kantor Pabean, atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk;
  2. disampaikan kepada unit audit dan/atau unit pengawasan sebagai informasi awal; dan/atau
  3. digunakan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau ayat (2).
(4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a ditemukan barang yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau ayat (2) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, IKM atau Konsorsium KITE wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(5) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(6) Pelunasan atau penyelesaian lainnya atas tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban penyelesaian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan/atau Mesin.


Bagian Kedua
Audit Kepabeanan

Pasal 31


(1) Dalam rangka menguji kepatuhan IKM dan Konsorsium KITE atas ketentuan penggunaan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau ayat (2), dilakukan audit kepabeanan.
(2) Lingkup audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang meliputi pemeriksaan atas:
  1. kebenaran impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan Mesin;
  2. jumlah pemakaian Barang dan/atau Bahan untuk membuat Hasil Produksi;
  3. kebenaran ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM;
  4. kebenaran tujuan pemanfaatan Barang Contoh;
  5. kebenaran tujuan pemanfaatan Mesin;
  6. kebenaran pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan Mesin oleh Konsorsium KITE dalam hal impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan Mesin dilakukan melalui Konsorsium KITE; dan
  7. kebenaran ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM oleh Konsorsium KITE dalam hal ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM dilakukan melalui Konsorsium KITE.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan barang yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau ayat (2) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, IKM atau Konsorsium KITE wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(5) Hasil audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau Konsorsium KITE.
(6) Hasil audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling kurang memuat rincian:
  1. Barang dan/atau Bahan yang telah dilakukan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM;
  2. Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject, yang dimusnahkan, dijual, direekspor, atau dikembalikan;
  3. Barang dalam proses (work in process) rusak yang dimusnahkan atau dijual;
  4. Hasil Produksi Rusak yang dimusnahkan atau dijual;
  5. Barang dan/atau Bahan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan;
  6. keadaan kahar (force majeure) atau kondisi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2); dan
  7. saldo Barang dan/atau Bahan yang belum dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
yang menunjuk dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan.
(7) Hasil audit dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban penyelesaian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan Mesin.
(8)  Audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai audit kepabeanan.

    

BAB IX
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN

Pasal 32


(1) Kepala Kantor Pabean melakukan pembekuan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE dalam hal:
  1. IKM melakukan perubahan data berupa alamat, NPWP, penanggung jawab, Barang dan/atau Bahan, dan/atau Hasil Produksi, tetapi IKM tidak mengajukan permohonan perubahan data kepada Kepala Kantor Pabean;
  2. Konsorsium KITE melakukan perubahan data alamat, NPWP, penanggung jawab, dan/atau IKM anggota Konsorsium KITE, tetapi Konsorsium KITE tidak mengajukan permohonan perubahan data kepada Kepala Kantor Pabean;
  3. IKM atau Konsorsium KITE tidak menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2);
  4. IKM atau Konsorsium KITE tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (8) atau Pasal 27 ayat (2);
  5. Konsorsium KITE tidak menyampaikan laporan bulanan realisasi ekspor/atau Penyerahan Produksi IKM dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2);
  6. IKM beralih menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian;
  7. IKM telah berkembang sehingga tidak lagi berskala industri kecil atau menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 selama 2 (dua) tahun berturut-turut, dan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun kemudian IKM tidak beralih menjadi fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian;
  8. IKM atau Konsorsium KITE tidak menyimpan Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin di lokasi yang tercantum dalam keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1); dan/atau
  9. IKM atau Konsorsium KITE diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai dengan bukti permulaan yang cukup berdasarkan rekomendasi penyidik.
(2) Dalam hal fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE dibekukan, terhitung sejak tanggal pembekuan tersebut atas impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, serta Mesin tidak diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau ayat (2).
(3) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan hak IKM atau Konsorsium KITE untuk melakukan kegiatan kepabeanan lain.


Pasal 33


(1) Fasilitas KITE IKM yang diberikan kepada IKM atau Konsorsium KITE dan dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a atau huruf b dapat diberlakukan kembali, dalam hal IKM atau Konsorsium KITE telah mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a atau huruf b secara lengkap, dan atas permohonan dimaksud diberikan persetujuan oleh Kepala Kantor Pabean.
(2) Fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf i dapat diberlakukan kembali, dalam hal:
  1. IKM atau Konsorsium KITE telah menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi;
  2. IKM telah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf d, atau telah terdapat penyelesaian terhadap Barang dan/atau Bahan;
  3. Konsorsium KITE telah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf d, atau telah terdapat penyelesaian terhadap Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh dan/atau Mesin;
  4. Konsorsium KITE telah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf e; atau
  5. diterbitkan surat perintah penghentian penyidikan oleh penyidik.
(3) Fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf h dapat diberlakukan kembali setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pembekuan, sepanjang IKM atau Konsorsium KITE telah menyimpan Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin di lokasi yang tercantum dalam keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).


Pasal 34


(1) Kepala Kantor Pabean melakukan pencabutan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE dalam hal IKM atau Konsorsium KITE:
  1. tidak melakukan kegiatan impor atau pemasukan dengan menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau ayat (2) selama periode 2 (dua) tahun berturut-turut;
  2. diterbitkannya surat paksa karena ada tagihan yang tidak dilunasi;
  3. terbukti telah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
  4. berubah status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat;
  5. IKM beralih menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian dan dalam hal Barang dan/atau Bahan dan Hasil Produksi telah dipertanggungjawabkan;
  6. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
  7. tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh fasilitas KITE IKM bagi IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf c atau Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b dan huruf d; dan/atau
  8. mengajukan permohonan untuk dilakukan pencabutan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE.
(2) Dalam hal fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE dicabut, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan, IKM atau Konsorsium KITE wajib:
  1. melaporkan Hasil Produksi yang telah diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM namun belum disampaikan laporan pertanggungjawabannya;
  2. melunasi seluruh tagihan yang terutang sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan; dan
  3. menyelesaikan saldo Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, Mesin, serta Hasil Produksi yang belum diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM.
(3) Saldo Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, Mesin serta Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diselesaikan dengan: 
  1. dilunasi Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang;
  2. diekspor dan/atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM.
(4) Dalam hal fasilitas KITE IKM dicabut karena perubahan status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. atas Barang dan/atau Bahan yang telah dilakukan penyelesaian tetapi belum disampaikan laporan pertanggungawaban dan masih dalam periode KITE IKM, IKM wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban;
  2. atas Barang dan/atau Bahan yang belum dilakukan penyelesaian sepanjang masih dalam periode KITE IKM serta Barang Contoh dan Mesin, berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. menjadi saldo awal Kawasan Berikat dan diperlakukan sebagai barang impor dengan mendapat penangguhan Bea Masuk;
    2. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan
  3. realisasi ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM yang telah dilakukan oleh IKM dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan hasil produksi dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
(5) Dalam rangka pencabutan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE, dapat terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sederhana oleh Kepala Kantor Pabean atau audit kepabeanan.


BAB X
PERALIHAN FASILITAS

Pasal 35


(1) Dalam hal IKM telah berkembang sehingga tidak lagi berskala industri kecil atau menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dalam jangka waktu 2 (dua) tahun berturut-turut, IKM harus beralih menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian dengan mengajukan permohonan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian.
(2) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak berakhirnya jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) IKM tidak beralih menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian, fasilitas KITE IKM dibekukan.


Pasal 36


Dalam hal IKM beralih menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian dan telah mendapatkan keputusan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. fasilitas KITE IKM dibekukan;
  2. saldo Barang dan/atau Bahan yang belum dipertanggunajawabkan, harus diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri ini;
  3. dalam hal Barang dan/atau Bahan telah dipertanggungjawabkan seluruhnya, fasilitas KITE IKM dicabut; dan
  4. terhadap Mesin yang telah diimpor dan/atau dimasukkan menggunakan fasilitas pembebasan Mesin, tetap dapat diberikan fasilitas pembebasan berdasarkan Peraturan Menteri ini sepanjang masih dipergunakan di dalam perusahaan yang menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian.


BAB XI
IMPOR KEMBALI DAN/ATAU PEMASUKAN KEMBALI
HASIL PRODUKSI

Pasal 37


(1) Hasil Produksi yang telah diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM dapat diimpor kembali dan/atau dimasukkan kembali karena alasan tertentu, dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
(2) Alasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain:
  1. diimpor kembali dan/atau dimasukkan kembali untuk diperbaiki;
  2. ditolak oleh pembeli di luar negeri; atau
  3. kondisi kahar (force majeure) di negara tujuan ekspor.
(3) Atas Hasil Produksi yang diimpor kembali dan/atau dimasukkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan:
  1. IKM menyerahkan jaminan senilai Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor berdasarkan tarif dan nilai barang atas barang impor dimaksud;
  2. belum berlaku ketentuan pembatasan;
  3. dilakukan pemeriksaan pabean; dan
  4. impor kembali dan/atau pemasukan kembali dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai atau peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat.
(4) Hasil Produksi yang diimpor kembali dan/atau dimasukkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM kembali dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor kembali dan/atau pemasukan kembali dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
(5) Dalam hal IKM tidak melakukan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM kembali sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), IKM wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a tidak dapat dikreditkan.


BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 38


(1) IKM dan Konsorsium KITE wajib menyelenggarakan pembukuan paling kurang berupa pendayagunaan sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan barang fasilitas KITE IKM dan fasilitas pembebasan Mesin.
(2) IKM dan Konsorsium KITE wajib menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya selama 10 (sepuluh) tahun.


Pasal 39


(1) Impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan berupa barang kena cukai, dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cukai.
(2) Ekspor berupa Hasil Produksi yang dikenakan bea keluar, dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemungutan bea keluar.
(3) Terhadap penjualan ke tempat lain dalam daerah pabean berupa:
  1. Hasil Produksi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2);
  2. Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);
  3. barang dalam proses (work in process) rusak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3);
  4. Hasil Produksi Rusak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4); dan
  5. Sisa proses produksi (waste/scrap), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5);
  6. Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3);
dilakukan pemeriksaan pabean secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(4) Tata cara penetapan atas kewajiban pembayaran Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta sanksi administrasi berupa denda dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan Pejabat Bea dan Cukai atas kewajiban pembayaran Bea Masuk, pajak dalam rangka impor, serta sanksi administrasi berupa denda.


Pasal 40


IKM yang telah menerima fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dapat memanfaatkan fasilitas kepabeanan untuk Kawasan Berikat, sepanjang lokasi yang ditetapkan sebagai Kawasan Berikat berbeda dengan lokasi IKM.


Pasal 41


(1) Kegiatan pelayanan terkait pemberian fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dilakukan menggunakan Sistem Komputer Pelayanan (SKP) KITE IKM.
(2) Dalam hal Sistem Komputer Pelayanan (SKP) KITE IKM mengalami gangguan/tidak berfungsi atau belum dapat diterapkan, seluruh pelayanan terhadap fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilaksanakan secara manual.
(3) Dalam hal sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan barang fasilitas KITE IKM dan fasilitas pembebasan Mesin belum dapat diterapkan, pencatatan Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan Mesin oleh IKM atau Konsorsium KITE dilaksanakan secara manual.


Pasal 42


Dalam rangka pengawasan bersama, Direktorat Jenderal Pajak dapat mengakses sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan barang fasilitas KITE IKM dan fasilitas pembebasan Mesin setelah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


Pasal 43


Ketentuan lebih lanjut mengenai:
  1. penerapan manajemen risiko dalam rangka pemeriksaan pabean secara selektif, dan penerapan manajemen risiko dalam rangka pemeriksaan lapangan;
  2. tata cara pemberian keputusan pemberian fasilitas KITE IKM serta perubahan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM;
  3. tata cara pemberian keputusan Konsorsium KITE, perubahan keputusan Konsorsium KITE;
  4. tata cara pembekuan serta pencabutan fasilitas KITE IKM terhadap IKM dan Konsorsium KITE;
  5. tata cara pemberian persetujuan atas permohonan impor dan/atau pemasukan Barang Contoh;
  6. tata cara pemberian persetujuan atas permohonan impor dan/atau pemasukan Mesin;
  7. tata cara pendistribusian Barang dan/atau Bahan serta Mesin kepada IKM anggota Konsorsium KITE;
  8. tata cara pemberian persetujuan atas permohonan perpanjangan periode KITE IKM dan perpanjangan periode pendistribusian;
  9. tata cara pemberian persetujuan atas permohonan ekspor sementara Hasil Produksi untuk keperluan pameran;
  10. tata cara penyampaian laporan pertanggungjawaban dan format laporan;
  11. tata cara pemberian persetujuan atas permohonan pembebasan dari kewajiban kepabeanan dan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dalam hal terjadi keadaan tertentu;
  12. tata cara monitoring dan evaluasi terhadap IKM dan Konsorsium KITE;
  13. tata cara penyelesaian dalam hal IKM berubah status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat,
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
 
 

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44


Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 November 2016
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 November 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1769