Peraturan Daerah Nomor : 141 TAHUN 2014

Kategori : PBB

Pemberian Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan Atas Lapangan Golf


PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 141 TAHUN 2014

TENTANG

PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN
DAN PERKOTAAN ATAS LAPANGAN GOLF

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,


Menimbang :

 

  1. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan juncto Peraturan Gubernur Nomor 211 Tahun 2011 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Gubernur dapat memberikan pengurangan pajak paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari pokok pajak;
  2. bahwa keberadaan Lapangan Golf merupakan sarana olahraga dan sarana penunjang yang dibutuhkan oleh daerah sebagai ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi ekologis, sosial dan ekonomi;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Atas Lapangan Golf;

Mengingat :

 

  1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008;
  2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
  3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
  5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak;
  7. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
  8. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah;
  9. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
  10. Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pelayanan Pajak;
  11. Peraturan Gubernur Nomor 29 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi Unit Pelayanan Pajak Daerah;
  12. Peraturan Gubernur Nomor 211 Tahun 2011 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;

 


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN ATAS LAPANGAN GOLF.


BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :
  1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
  3. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  4. Dinas Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut Dinas adalah Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  5. Kepala Dinas Pelayanan Pajak adalah Kepala Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  6. Suku Dinas Pelayanan Pajak adalah Suku Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  7. Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak adalah Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  8. Unit Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut UPPD adalah Unit Pelayanan Pajak Daerah di Wilayah Kecamatan.
  9. Kepala UPPD adalah Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah di Wilayah Kecamatan.
  10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disebut PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan pada sektor perdesaan dan perkotaan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
  11. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  12. Bangunan adalah konstruksi teknis yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
  13. Objek Pajak Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
  14. Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor perdesaan dan perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
  15. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besar PBB-P2 yang terutang kepada Wajib Pajak.
  16. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang beserta sanksi administrasi.
  17. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
  18. Pengurangan PBB-P2 adalah pengurangan PBB-P2 yang terutang dalam SPPT atau SKPD atau STPD PBB-P2.
  19. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu dan/atau sarana kota/lingkungan dan/atau pengamanan jaringan prasarana dan/atau budidaya pertanian.
  20. Kawasan Hijau Lindung adalah bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas.
  21. Kawasan Hijau Binaan adalah bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan didukung fasilitasnya yang diperlukan baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial kota yang dapat didukung fasilitas sesuai keperluan untuk fungsi penghijauan tersebut.

 

 

BAB II
PENGURANGAN PBB-P2

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 2


Pengurangan Lapangan Golf dapat diberikan dengan pertimbangan bahwa Lapangan Golf memiliki fungsi lain seperti RTH dan daerah penyerapan air sejalan dengan kepentingan daerah dalam rangka mewujudkan RTH dan pencegahan banjir.

 


Pasal 3

(1) Pengurangan PBB-P2 atas Lapangan Golf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diberikan paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari pokok PBB-P2 yang terutang.
(2) Pemberian besarnya pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan perhitungan secara proporsional berdasarkan luas RTH berupa pepohonan dan/atau sungai dan/atau danau dan/atau bunker dan/atau areal berpasir yang digunakan untuk Lapangan Golf dibandingkan dengan luas seluruh areal Lapangan Golf.
(3) Dalam hal perhitungan proporsional luas RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas 50% (lima puluh persen) dari total luas areal golf, pemberian pengurangan diberikan paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari pokok PBB-P2 yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).



Bagian Kedua
Permohonan dan Persyaratan

Pasal 4


(1) Untuk mendapatkan pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan mengajukan permohonan secara tertulis dari Wajib Pajak dan disampaikan kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak
atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD sesuai dengan kewenangannya.
(2) Permohonan pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memenuhi persyaratan formal sebagai berikut :
a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan ditandatangani oleh Wajib Pajak dengan mencantumkan :
1. nama dan alamat Wajib Pajak;
2. besar pengurangan PBB-P2 yang dimohon; dan
3. alasan yang mendasari diajukannya permohonan pengurangan PBB-P2.
b. Diajukan kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD dalam jangka waktu :
1. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT;
2. 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SKPD PBB-P2;
3. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya bencana alam; atau
4. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya sebab lain yang luar biasa, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
c. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SPPT atau SKPD PBB-P2; dan
d. fotokopi SPPT atau SKPD PBB-P2 yang dimohonkan pengurangan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilengkapi dengan persyaratan :
a. tidak memiliki tunggakan PBB-P2 tahun pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan pengurangan, kecuali dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa;
b. lanskap seluruh areal lapangan golf;
c. perhitungan luas RTH berupa pepohonan dan/atau sungai dan/atau danau dan/atau bunker dan/atau areal berpasir menurut Wajib Pajak (blue print); dan
d. fotokopi identitas pemohon/Wajib Pajak atau kuasanya.
(4) Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikuasakan, harus dilengkapi dengan surat kuasa bermeterai cukup.
(5) Pengajuan permohonan pengurangan PBB-P2 tidak diajukan keberatan atau dalam hal telah diajukan keberatan telah diterbitkan surat keputusan keberatan dan atas surat keputusan keberatan dimaksud tidak diajukan banding.


Pasal 5


(1) Berdasarkan permohonan beserta persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD sesuai kewenangannya melakukan penelitian administrasi dengan ketentuan :
a. menolak secara tertulis yang dilengkapi dengan alasan apabila persyaratan permohonan tidak lengkap; atau
b. memproses permohonan apabila persyaratan permohonan lengkap.
(2) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, disampaikan kepada Wajib Pajak atau kuasanya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan.
(3) Wajib Pajak yang permohonan secara formal ditolak, dapat mengajukan kembali permohonan pengurangan setelah melengkapi persyaratan permohonan sepanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b terpenuhi.
(4) Dalam hal permohonan diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD dapat melakukan penelitian lapangan.
(5) Penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
a. berdasarkan surat tugas;
b. memberitahukan secara tertulis mengenai waktu pelaksanaan penelitian di lapangan pada Wajib Pajak atau kuasanya;
c. membuat Berita Acara Penelitian Lapangan; dan
d. membuat Laporan Hasil Penelitian Lapangan.
(6) Pelaksanaan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan dinyatakan lengkap.


Bagian Ketiga
Kewenangan Penyelesaian Permohonan

Pasal 6


(1) Kepala UPPD atas nama Kepala Dinas Pelayanan Pajak berwenang memberikan keputusan permohonan pengurangan dalam hal PBB-P2 yang terutang sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atas nama Kepala Dinas Pelayanan Pajak berwenang memberikan keputusan permohonan pengurangan dalam hal PBB-P2 yang terutang di atas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(3) Kepala Dinas Pelayanan Pajak atas nama Gubernur berwenang memberikan keputusan permohonan pengurangan dalam hal PBB-P2 yang terutang di atas Rp.2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(4) Apabila permohonan pengurangan yang diterima Dinas Pelayanan Pajak atau Suku Dinas Pelayanan Pajak atau UPPD yang bukan kewenangannya, maka permohonan tersebut diteruskan sesuai dengan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) atau ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja.



Pasal 7


(1) Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan pengurangan secara lengkap, harus memberi suatu keputusan atas permohonan pengurangan.
(2) Tanggal diterimanya permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah :
a. bukti tanda terima surat permohonan pengurangan secara lengkap yang sah dari petugas penerima surat pada Dinas Pelayanan Pajak atau Suku Dinas Pelayanan Pajak atau UPPD; atau
b. bukti tanda terima pengiriman surat permohonan pengurangan secara lengkap, dalam hal disampaikan melalui pos atau perusahaan jasa pengantar surat.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), telah terlampaui dan keputusan belum diterbitkan, maka permohonan pengurangan dianggap dikabulkan, dengan menerbitkan keputusan.
(4) Penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.



BAB III
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 8


Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 September 2014
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBU KOTA JAKARTA,

Ttd.

JOKO WIDODO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 September 2014
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

Ttd.

SAEFULLAH



BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
TAHUN 2014 NOMOR 61030