Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 32/PMK.05/2014

Kategori : Lainnya

Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32/PMK.05/2014

TENTANG

SISTEM PENERIMAAN NEGARA SECARA ELEKTRONIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka menyempurnakan penatausahaan dan pertanggungjawaban penerimaan negara, perlu menerapkan sistem penerimaan negara secara elektronik dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi;
  2. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik;

Mengingat :
 
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);


MEMUTUSKAN :

   
Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISTEM PENERIMAAN NEGARA SECARA ELEKTRONIK.
 

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah Menteri Keuangan.
  2. Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.
  3. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan untuk membayar seluruh pengeluaran negara.
  4. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Sentral.
  5. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bank Indonesia.
  6. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran penerimaan negara.
  7. PT Pos Indonesia (Persero) yang selanjutnya disebut Kantor Pos adalah badan usaha milik negara yang mempunyai unit pelaksana teknis di daerah yaitu sentral giro/sentral giro gabungan/sentral giro gabungan khusus serta Kantor Pos.
  8. Pos Persepsi adalah Kantor Pos yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran penerimaan negara.
  9. Bank Persepsi dan Pos Persepsi yang selanjutnya disebut Bank/Pos Persepsi adalah penyedia layanan penerimaan setoran penerimaan negara sebagai collecting agent dalam sistem penerimaan negara menggunakan surat setoran elektronik.
  10. Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disebut Dit. PKN adalah unit eselon II pada kantor pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
  11. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Penerimaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
  12. Keadaan Kahar (Force Majeure) adalah suatu kejadian yang terjadi diluar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dan tidak terbatas pada bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah/epidemik dan diketahui secara luas sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
  13. User Acceptance Test yang selanjutnya disingkat UAT adalah pengujian yang dilakukan oleh Kuasa BUN Pusat atas sistem dan proses bisnis penatausahaan penerimaan negara pada bank/pos persepsi atau bank umum/devisa atau badan/lembaga yang mengajukan permohonan untuk menjadi bank/pos persepsi dengan persyaratan dan spesifikasi yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat.
  14. Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran/penyetoran ke Kas Negara yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan oleh sistem settlement.
  15. Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh bank sebagai Bank Persepsi.
  16. Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh Kantor Pos sebagai Pos persepsi.
  17. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB/NTP sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
  18. Laporan Harian Penerimaan Elektronik yang selanjutnya disingkat LHP Elektronik adalah laporan harian penerimaan negara yang dibuat oleh Bank/Pos Persepsi dalam bentuk arsip data komputer.
  19. Sistem Settlement adalah sistem penerimaan negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memfasilitasi penyelesaian proses pembayaran dan pemberian NTPN.
  20. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  21. Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban membayar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  22. Wajib Setor adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban untuk menerima untuk kemudian menyetorkan penerimaan negara menurut peraturan perundang-undangan.
  23. CA Only adalah penerimaan negara yang catatan transaksi dan uangnya berada di Bank/Pos Persepsi.
  24. Settlement Only adalah transaksi penerimaan negara yang tercatat pada Sistem Settlement (mendapatkan NTPN) namun tidak terdapat pada data penerimaan negara dari sistem Bank/Pos Persepsi.
  25. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
  26. Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
  27. Biller adalah Unit Eselon I Kementerian Keuangan yang diberi tugas dan kewenangan untuk menerbitkan dan mengelola kode billing.
  28. Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh sistem billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
  29. Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke Kas Negara.
 

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2


(1) Penerimaan Negara yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi seluruh Penerimaan Negara yang disetorkan yang diterima melalui Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan Kode Billing.
(2) Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam mata uang rupiah dan mata uang asing.


BAB III
PENUNJUKAN BANK/POS PERSEPSI

Pasal 3


(1) Dalam rangka pelaksanaan Penerimaan Negara secara elektronik, Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor melaksanakan penyetoran Penerimaan Negara melalui sarana layanan Penerimaan Negara dalam bentuk:
  1. layanan pada loket/teller (over the counter); dan/atau
  2. layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya.
(2) Sarana layanan Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Bank/Pos Persepsi.
    

Pasal 4


(1) Bank umum/Kantor Pos yang dapat ditunjuk sebagai Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. didirikan/beroperasi di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia;
  2. memiliki peringkat komposit minimum 3 (tiga) selama 12 (dua belas) bulan terakhir, khusus untuk bank umum;
  3. sanggup mematuhi ketentuan perundang-undangan Republik Indonesia;
  4. bersedia diperiksa oleh BUN/Kuasa BUN atas pelaksanaan pengelolaan setoran Penerimaan Negara yang diterima;
  5. memiliki sistem informasi yang terhubung secara online dengan sistem Penerimaan Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia;
  6. lulus UAT yang dilaksanakan oleh Kuasa BUN Pusat; dan
  7. bersedia menandatangani perjanjian sebagai Bank/Pos Persepsi dengan Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat.
(2) Direktur Utama bank umum/Kantor Pos yang berminat untuk ditunjuk sebagai Bank/Pos Persepsi mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
a. Salinan akte pendirian/izin beroperasi sebagai bank umum/Kantor Pos;
b. Salinan surat keterangan mengenai peringkat komposit, khusus untuk bank umum;
c. Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Direktur Utama bank umum/Kantor Pos mengenai:
  1. pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan perundang-undangan Republik Indonesia;
  2. pernyataan kesediaan untuk diperiksa oleh BUN/Kuasa BUN atas pelaksanaan pengelolaan setoran Penerimaan Negara yang diterima;
  3. pernyataan bahwa bank umum/Kantor Pos memiliki sistem informasi yang terhubung secara online dengan sistem Penerimaan Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia;
(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana  dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dapat menerima atau menolak permohonan tersebut dengan mempertimbangkan beberapa aspek antara lain:
  1. kecukupan jumlah Bank/Pos Persepi yang dibutuhkan;
  2. cakupan layanan bank pemohon; dan
  3. kredibilitas bank pemohon.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat melaksanakan UAT atas sistem Penerimaan Negara pada bank umum/Kantor Pos.
(6) Berdasarkan hasil UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dapat menerima atau menolak permohonan bank umum/Kantor Pos sebagai Bank/Pos Persepsi.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat menyampaikan penolakan dimaksud secara tertulis kepada Direktur Utama bank umum/Kantor Pos.


Pasal 5


(1) Dalam hal berdasarkan hasil UAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dinyatakan bahwa sistem Penerimaan Negara pada bank umum/Kantor Pos telah memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan, Direktur Utama bank umum/Kantor Pos menandatangani perjanjian kerja sama sebagai Bank/Pos Persepsi dengan Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat.
(2) Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
  1. hak dan kewajiban;
  2. jangka waktu perjanjian;
  3. pemberian imbalan atas jasa pelayanan;
  4. keadaan kahar;
  5. sanksi berupa denda dan/atau pengenaan bunga yang harus dibayar karena pelayanan yang tidak sesuai dengan perjanjian; dan
  6. tata cara penyelesaian perselisihan.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil UAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dinyatakan bahwa sistem penerimaan negara pada bank umum/Kantor Pos tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan, Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat menyampaikan permintaan tertulis kepada Direktur Utama bank umum/Kantor Pos untuk memperbaiki sistem Penerimaan Negara sesuai ketentuan yang dipersyaratkan.
(4) Perbaikan sistem Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat.
 

Pasal 6


Bank/Pos Persepsi dapat melaksanakan layanan Penerimaan Negara secara elektronik pada seluruh kantor cabang/kantor cabang pembantu/unit layanan lainnya dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. memiliki sistem informasi yang terhubung secara online dengan sistem Peneriman Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia;
  2. bersedia diperiksa oleh BUN/Kuasa BUN atas pelaksanaan pengelolaan setoran Penerimaan Negara yang diterima; dan
  3. membukukan setoran Penerimaan Negara dengan mengkredit rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi.
 

BAB IV
PELAKSANAAN USER ACCEPTANCE TEST (UAT)

Pasal 7


(1) Dalam rangka memastikan bank umum/Kantor Pos dan/atau Bank/Pos Persepsi telah memenuhi persyaratan sistem Penerimaan Negara yang digunakan dalam penatausahaan Penerimaan Negara secara elektronik, Kuasa BUN Pusat melakukan UAT.
(2) UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal:
  1. bank umum/Kantor Pos mengajukan permohonan untuk menjadi Bank/Pos Persepsi;
  2. Bank/Pos Persepsi mengembangkan/menggunakan sistem baru; dan/atau
  3. terdapat perubahan peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan perubahan pada sistem Penerimaan Negara.
(3) Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dapat melaksanakan UAT ulang/terbatas/tujuan khusus untuk menjaga kepatuhan Bank/Pos Persepsi dalam penatausahaan Penerimaan Negara secara elektronik.
  

Pasal 8


UAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 meliputi:
  1. pengujian proses bisnis (business process testing) untuk memastikan bahwa proses bisnis yang disediakan oleh bank umum/Kantor Pos dan/atau Bank/Pos Persepsi sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan oleh Kuasa BUN Pusat;
  2. pengujian sistem informasi dan teknologi (system testing) untuk memastikan bahwa sistem yang disediakan/digunakan oleh bank umum/Kantor Pos dan/atau Bank/Pos Persepsi telah mendukung proses bisnis yang ditetapkan dan telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat; dan
  3. pengujian atas pelaporan transaksi (report testing) untuk memastikan bahwa laporan dan data yang dihasilkan bank umum/Kantor Pos dan/atau Bank/Pos Persepsi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat.
 

Pasal 9


Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan UAT termasuk persyaratan atas pengembangan sistem Penerimaan Negara Bank/Pos Persepsi diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan (Collecting Agent Requirement).
 

BAB V
REKENING PENERIMAAN NEGARA

Pasal 10


(1) Dalam rangka pelaksanaan Penerimaan Negara secara elektronik, KPPN Khusus Penerimaan membuka rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi berkenaan.
(2) Rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menampung Penerimaan Negara setiap hari pada Bank/Pos Persepsi.
(3) Rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
  1. rekening penerimaan dalam mata uang Rupiah; dan
  2. rekening penerimaan dalam mata uang asing.
(4) Saldo rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilimpahkan seluruhnya ke sub Rekening KUN penerimaan setiap akhir hari kerja.
     

Pasal 11


(1) Untuk menerima pelimpahan Penerimaan Negara dari rekening penerimaan sebagaimana dalam Pasal 10 ayat (4), KPPN Khusus Penerimaan membuka rekening sub Rekening KUN penerimaan di Bank Indonesia.
(2) Rekening sub Rekening KUN penerimaan di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
  1. Sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang Rupiah; dan
  2. Sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang asing.
(3) Saldo rekening sub Rekening KUN penerimaan setiap akhir hari kerja dipindahbukukan ke Rekening KUN.
 

BAB VI
PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA

Pasal 12

   
Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor menyetorkan Penerimaan Negara ke Bank/Pos Persepsi menggunakan Kode Billing.
 

Pasal 13


(1) Kode Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diterbitkan oleh sistem Penerimaan Negara.
(2) Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dengan cara:
  1. Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor melakukan perekaman data ke sistem Penerimaan Negara; atau
  2. diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai, atau Direktorat Jenderal Anggaran.
(3) Dalam hal Kode Billing diperoleh dari perekaman oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor bertanggungjawab atas kelengkapan dan kebenaran data pembayaran berkenaan.
(4) Dalam hal Kode Billing diperoleh dari penerbitan oleh pejabat yang berwenang di Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai, atau Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, pejabat yang berwenang di Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai, atau Direktorat Jenderal Anggaran bertanggungjawab atas kelengkapan dan kebenaran data pembayaran berkenaan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pejabat yang berwenang untuk menerbitkan Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan masing-masing oleh Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea Dan Cukai, dan Direktur Jenderal Anggaran.
    

BAB VII
PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA

Bagian Kesatu
Penatausahaan Penerimaan Negara Pada Biller

Pasal 14

 
(1) Kementerian Keuangan menyediakan sarana perekaman data transaksi Penerimaan Negara pada sistem Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).
(2) Sarana perekaman data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Biller.
(3) Biller sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
  1. Direktorat Jenderal Pajak;
  2. Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai; dan
  3. Direktorat Jenderal Anggaran.
(4) Sarana perekaman data transaksi Penerimaan Negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c termasuk untuk transaksi penerimaan non anggaran.
(5) penerimaan non anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
  1. setoran sisa Uang Persediaan/Tambahan Uang Persediaan;
  2. pengembalian belanja;
  3. penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga; dan
  4. penerimaan hibah langsung.


           Pasal 15          


Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis Penerimaan Negara dan tata cara perekaman data transaksi Penerimaan Negara dalam rangka penerbitan Kode Billing diatur oleh masing-masing Biller.
 

Pasal 16


(1) Biller menerbitkan Kode Billing untuk setiap transaksi pembayaran.
(2) Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki masa kedaluwarsa.
(3) Masa kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk masing-masing jenis Penerimaan Negara ditetapkan oleh masing-masing Biller.


       Pasal 17          


Kode Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikirimkan ke Sistem Settlement.
 

Bagian Kedua
Penatausahaan Penerimaan Negara Pada Bank/Pos Persepsi

Pasal 18


(1) Bank/Pos Persepsi menerima penyetoran Penerimaan Negara berdasarkan Kode Billing yang disampaikan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
(2) Bank/Pos Persepsi wajib menerima setiap setoran Penerimaan Negara dari Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor tanpa melihat jumlah setoran.
(3) Bank/Pos Persepsi wajib memberikan pelayanan kepada setiap Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor baik nasabah maupun bukan nasabah.
(4) Bank/Pos Persepsi dilarang mengenakan biaya atas transaksi setoran Penerimaan Negara kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
(5) Kepada Bank/Pos Persepsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenakan sanksi administratif berupa denda.
(6) Besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dengan Bank/Pos Persepsi.
 

Pasal 19


(1) Dalam hal transaksi Penerimaan Negara dilakukan melalui sarana layanan Penerimaan Negara dalam bentuk loket/teller (over the counter) pada Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf Bank/Pos Pesepsi wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. menginput Kode Billing yang diberikan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor ke dalam sistem aplikasi pembayaran untuk memperoleh informasi detail pembayaran;
  2. melakukan konfirmasi kebenaran data setoran kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor; dan
  3. mencetak dan memberikan BPN yang ditera NTB/NTP dan NTPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
(2) Dalam hal transaksi Penerimaan Negara dilakukan melalui sarana layanan Penerimaan Negara dalam bentuk layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, Bank/Pos Pesepsi wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. menampilkan detail transaksi pembayaran berdasarkan Kode Billing pada Sistem Elektronik;
  2. meminta konfirmasi kebenaran data setoran kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor;
  3. mencetak/memberikan BPN yang ditera NTB/NTP dan NTPN dalam bentuk struk dan/atau Dokumen Elektronik; dan
  4. menyediakan layanan pencetakan ulang BPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
(3) Bank/Pos Persepsi mengkreditkan setiap transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ke rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
(4) Transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang telah diterbitkan BPN, tidak dapat dibatalkan oleh Bank/Pos Persepsi.
(5) Dalam hal BPN yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi belum ditera NTPN, Bank/Pos Persepsi memberikan/memberitahukan NTPN atas transaksi Penerimaan Negara berkenaan kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor, paling lambat satu hari kerja berikutnya setelah memperoleh NTPN dari Sistem Settlement.
(6) Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal bayar yang tertera pada BPN.
(7) Dalam hal terdapat kesalahan yang menyebabkan terjadinya pembayaran ganda, kelebihan pembayaran yang terjadi dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
(8) Pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mekanisme pengembalian Penerimaan Negara.
(9) Dalam hal Bank/Pos Persepsi telah mengkredit transaksi Penerimaan Negara ke rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) namun billing/tagihan dimaksud telah terbayar, Bank/Pos Persepsi dapat mendebet rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi atas transaksi bersangkutan.
(10) Kepada Bank/Pos Persepsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan sampai dengan pencabutan penunjukan sebagai Bank/Pos Persepsi.
(11) Mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diatur dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dengan Bank/Pos Persepsi.
    

Bagian Ketiga
Penatausahaan Penerimaan Negara Pada Sistem Settlement

Pasal 20

 

Berdasarkan Kode Billing, Sistem Settlement memberikan konfirmasi atas permintaan pembayaran yang disampaikan oleh Bank/Pos Persepsi



Pasal 21


(1) Setelah Sistem Settlement memberikan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Sistem Settlement menerbitkan NTPN.
(2) NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Biller secara real time.
(3) Penyampaian NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan notifikasi atas diterimanya pembayaran di rekening Kas Negara.
 

Bagian Keempat
Penatausahaan Penerimaan Negara Pada KPPN Khusus Penerimaan

Pasal 22


KPPN Khusus Penerimaan melakukan penatausahaan terhadap data Penerimaan Negara yang diperoleh dari Sistem Settlement, Bank/Pos Persepsi, dan Bank Indonesia.


Pasal 23

 
Penatausahaan data Penerimaan Negara yang dilakukan oleh KPPN Khusus Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 meliputi:  
  1. pencatatan atas transaksi Penerimaan Negara;
  2. penelitian atas ketepatan jumlah uang yang dilimpahkan ke sub Rekening KUN penerimaan;
  3. pencatatan atas transaksi pelimpahan Penerimaan Negara berdasarkan nota debet yang disampaikan oleh Bank/Pos Persepsi dan nota kredit dari Bank Indonesia;
  4. penyampain NTPN yang diperoleh dari Sistem Settlement kepada Bank/Pos Persepsi dalam hal terdapat penerbitan BPN tanpa teraan NTPN; dan
  5. penyusunan laporan Penerimaan Negara.
 

BAB VIII
PELIMPAHAN PENERIMAAN NEGARA DAN PENYAMPAIAN LAPORAN
OLEH BANK/POS PERSEPSI

Pasal 24


(1) Penerimaan Negara yang diterima oleh Bank/Pos Persepsi dalam mata uang Rupiah setelah Pukul 15.00 waktu setempat pada hari kerja sebelumnya sampai dengan Pukul 15.00 waktu setempat hari kerja berkenaan wajib dilimpahkan dari rekening penerimaan dalam mata uang Rupiah dan harus diterima di rekening sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang Rupiah paling lambat Pukul 16.30 WIB.
(2) Penerimaan Negara yang diterima oleh Bank Persepsi dalam mata uang asing setelah Pukul 15.00 waktu setempat pada hari kerja sebelumnya sampai dengan Pukul 15.00 waktu setempat hari kerja berkenaan wajib dilimpahkan dari rekening penerimaan dalam mata uang asing dan harus diterima di rekening sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang asing paling lambat Pukul 16.30 WIB.
(3) Transaksi Penerimaan Negara yang dilimpahkan dari rekening penerimaan dalam mata uang Rupiah dan rekening penerimaan dalam mata uang asing ke rekening  sub Rekening KUN penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) juga termasuk transaksi Penerimaan Negara yang belum diterbitkan NTPN.
(4) Kepada Bank/Pos Persepsi yang terlambat/kurang melakukan pelimpahan penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa denda.
(5) Besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dengan Bank/Pos Persepsi.
    

Pasal 25


Pelimpahan atas Penerimaan Negara dalam mata uang asing sebagaimana dalam Pasal 24 ayat (2) yang telah dilimpahkan melalui bank koresponden Bank Indonesia di luar negeri namun belum diterima di sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang asing pada neraca diakui sebagai cash in transit.
 

Pasal 26


(1) Bank/Pos Persepsi menyampaikan LHP Elektronik kepada KPPN Khusus Penerimaan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. LHP Elektronik disampaikan melalui portal Kementerian Keuangan;
  2. LHP Elektronik berisi data Penerimaan Negara yang diterima setelah Pukul 15.00 waktu setempat pada hari kerja sebelumnya sampai dengan Pukul 15.00 waktu setempat hari kerja berkenaan;
  3. LHP Elektronik terdiri dari nota debet pelimpahan, daftar nominatif penerimaan, dan rekening koran; dan
  4. LHP Elektronik disampaikan secara terpisah untuk masing-masing rekening penerimaan.
(2) LHP Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat Pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya atau waktu lain yang ditetapkan oleh BUN/Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat.
(3) Kepada Bank/Pos Persepsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan sampai dengan pencabutan penunjukan sebagai Bank/Pos Persepsi.
(4) Mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dengan Bank/Pos Persepsi.


BAB IX
REKONSILIASI PENERIMAAN NEGARA

Pasal 27


Dalam rangka menjamin validitas dan akurasi data Penerimaan Negara, KPPN Khusus Penerimaan melakukan:
  1. rekonsiliasi transaksi; dan
  2. rekonsiliasi kas.
 

Pasal 28


(1) Rekonsiliasi transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a dilakukan dengan membandingkan data setoran Penerimaan Negara yang diterima dari Bank/Pos Persepsi dengan data Penerimaan Negara yang tercatat pada Sistem Settlement.
(2) Rekonsiliasi transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara harian.
(3) Rekonsiliasi transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan 3 (tiga) jenis data, sebagai berikut:
  1. Kesesuaian Data (Settled);
  2. CA Only; dan/atau
  3. Settlement Only.


Pasal 29


(1) Dalam hal terdapat data CA Only sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf b, KPPN Khusus Penerimaan melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. menerbitkan dan menyampaikan NTPN kepada Bank/Pos Persepsi; dan
  2. memerintahkan Bank/Pos Persepsi untuk segera melimpahkan ke rekening sub Rekening KUN-penerimaan dalam hal dana atas data CA Only belum dilimpahkan.
(2) Dalam hal terdapat data Settlement Only sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf c, KPPN Khusus Penerimaan melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. menyampaikan NTPN kepada Bank/Pos Persepsi;
  2. memerintahkan Bank/Pos Persepsi melakukan perbaikan LHP Elektronik dalam hal data Settlement Only tidak terdapat dalam LHP Elektronik yang dibuat oleh Bank/Pos Persepsi; dan
  3. memerintahkan Bank/Pos Persepsi untuk melimpahkan ke rekening sub Rekening KUN Penerimaan dalam hal dana atas data Settlement Only belum dilimpahkan.
(3) Dalam hal terdapat Penerimaan Negara dengan status CA only atau Settlement Only yang tidak dilimpahkan oleh Bank/Pos Persepsi pada hari kerja berkenaan, diperhitungkan sebagai keterlambatan/kekurangan pelimpahan oleh Bank/Pos Persepsi.


Pasal 30


(1) Rekonsiliasi kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b dilakukan dengan membandingkan jumlah uang yang dilimpahkan ke sub Rekening KUN penerimaan dengan kewajiban pelimpahan oleh Bank/Pos Persepsi berdasarkan transaksi Penerimaan Negara pada hari kerja berkenaan.
(2) Dokumen yang digunakan dalam rekonsiliasi kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. nota debet dan rekening koran yang diterima dari Bank/Pos Persepsi;
  2. nota kredit dan rekening koran sub Rekening KUN penerimaan; dan
  3. LHP Elektronik.
(3) Dalam hal jumlah uang yang dilimpahkan oleh Bank/Pos Persepsi lebih besar dari kewajiban pelimpahan pada hari berkenaan, KPPN Khusus Penerimaan melakukan pengembalian atas kelebihan pelimpahan tersebut paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak dokumen permintaan pengembalian dimaksud diterima secara lengkap dan benar.
(4) Dalam hal jumlah uang yang dilimpahkan oleh Bank/Pos Persepsi lebih kecil dari kewajiban pelimpahan pada hari berkenaan, KPPN Khusus Penerimaan memerintahkan Bank/Pos Persepsi melakukan pelimpahan atas kekurangan pelimpahan tersebut.
(5) Kepada Bank/Pos Persepsi yang melakukan kekurangan pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dikenai sanksi administratif berupa denda.
(6) Besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dengan Bank/Pos Persepsi.
    

Pasal 31


Rekonsiliasi Penerimaan Negara dalam rangka penyusunan laporan keuangan satuan kerja dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat.
 

BAB X
GANGGUAN JARINGAN

Pasal 32


Gangguan jaringan dalam pengelolaan Penerimaan Negara secara elektronik terdiri atas:
  1. gangguan yang menyebabkan Biller tidak dapat menerbitkan Kode Billing;
  2. gangguan yang menyebabkan Bank/Pos Persepsi tidak dapat menerima informasi data setoran atas Kode Billing dari Sistem Settlement;
  3. gangguan yang menyebabkan Bank/Pos Persepsi tidak dapat menerima NTPN setelah melakukan perintah bayar atas transaksi Penerimaan Negara; dan
  4. gangguan yang mengakibatkan terganggunya proses pelimpahan Penerimaan Negara dan/atau penyampaian LHP Elektronik kepada KPPN Khusus Penerimaan sesuai dengan ketentuan.
 

Pasal 33


(1) Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan Biller tidak dapat menerbitkan Kode Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a, Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor melaksanakan penyetoran Penerimaan Negara secara manual.
(2) Tata cara penyetoran Penerimaan Negara secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh masing masing Biller.


Pasal 34


Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan Bank/Pos Persepsi tidak dapat menerima informasi data setoran atas Kode Billing dari Sistem Settlement sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b, Bank/Pos Persepsi membatalkan setoran dan mengembalikan Kode Billing kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
 

Pasal 35


(1) Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan Bank/Pos Persepsi tidak dapat menerima NTPN setelah melakukan perintah bayar atas transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf c:
  1. Bank/Pos Persepsi mengirimkan kembali permintaan NTPN dengan mengirimkan data transaksi yang sama dengan transaksi sebelumnya;
  2. dalam hal Bank/Pos Persepsi masih belum menerima NTPN setelah dilakukan permintaan ulang, Bank/Pos Persepsi menerbitkan BPN tanpa NTPN; dan
  3. dalam hal NTPN diperoleh setelah BPN diterbitkan dan diserahkan kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor, Bank/Pos Persepsi menyampaikan kembali BPN salinan yang telah dilengkapi dengan NTPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
(2) Bank/Pos Persepsi wajib melimpahkan Penerimaan Negara yang telah diberikan perintah bayar namun tidak mendapatkan NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi pada layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, Bank/Pos Persepsi melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. memberikan informasi status setoran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor melalui sarana call center atau layanan informasi nasabah lainnya; dan
  2. menyediakan fasilitas pencetakan ulang BPN.


Pasal 36


(1) Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan terganggunya proses pelimpahan Penerimaan Negara dan/atau penyampaian LHP Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf d, Bank/Pos Persepsi memberitahukan terjadinya gangguan dimaksud kepada KPPN Khusus Penerimaan secara tertulis pada hari berkenaan.
(2) Dalam hal gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh gangguan komunikasi data dengan Bank Indonesia, Bank/Pos Persepsi memberitahukan terjadinya gangguan dimaksud kepada KPPN Khusus Penerimaan dengan disertai surat keterangan dari Bank Indonesia yang menyatakan telah terjadi gangguan komunikasi data dalam pelaksanaan pelimpahan berkenaan.


BAB XI
KOREKSI DATA DAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA

Pasal 37


(1) Permohonan koreksi atas transaksi Penerimaan Negara yang telah mendapatkan NTPN dan disetor ke Kas Negara oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor diajukan kepada masing-masing Biller.
(2) Permohonan koreksi atas transaksi Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Penerimaan Non Anggaran dapat disampaikan melalui instansi pemerintah pemilik tagihan.
(3) Biller melakukan penelitian, pengujian, dan perubahan atas data transaksi Penerimaan Negara berdasarkan permohonan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).
(4) Biller menyampaikan perubahan data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada KPPN Khusus Penerimaan.
(5) Tata cara pengajuan, penelitian, dan pengujian terhadap permohonan koreksi atas kesalahan penginputan elemen data billing diatur lebih lanjut oleh masing-masing Biller.
     

Pasal 38


Berdasarkan perubahan data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, KPPN Khusus Penerimaan melakukan penyesuaian terhadap data transaksi Penerimaan Negara yang ditatausahakan.
 

Pasal 39


(1) Permohonan pengembalian atas kelebihan/kesalahan penyetoran/pembayaran Penerimaan Negara oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor diajukan kepada Biller atau instansi pemerintah pemilik tagihan.
(2) Tata cara pengembalian atas kelebihan/kesalahan penyetoran/pembayaran Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mekanisme pengembalian Penerimaan Negara.


BAB XII
KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE)

Pasal 40


(1) Dalam hal terjadi Keadaan Kahar (Force Majeure), Bank/Pos Persepsi dibebaskan dari tanggung jawab atas keterlambatan atau kegagalan dalam melaksanakan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(2) Bank/Pos Persepsi harus memberitahukan Keadaan Kahar (Force Majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara tertulis kepada Dit. PKN dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah terjadinya Keadaan Kahar (Force Majeure).


BAB XIII
IMBALAN JASA PELAYANAN, DAN
PENGGANTIAN ATAS BIAYA PELIMPAHAN

Pasal 41


(1) Kepada Bank/Pos Persepsi diberikan imbalan atas jasa pelayanan Penerimaan Negara untuk setiap Kode Billing yang berhasil ditransaksikan.
(2) Kode Billing yang berhasil ditransaksikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan terbitnya NTB/NTP dan NTPN.
(3) Besarnya imbalan atas jasa pelayanan Penerimaan Negara ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.


Pasal 42

 
Kepada Bank Persepsi yang melayani Penerimaan Negara dalam mata uang asing diberikan penggantian atas biaya pelimpahan dari rekening persepsi mata uang asing ke sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang asing, selain imbalan jasa pelayanan Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41.
 

Pasal 43


Tata cara pengajuan imbalan jasa pelayanan Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan penggantian atas biaya pelimpahan Penerimaan Negara dalam mata uang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
 

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 44


(1) Dalam hal Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor belum dapat melakukan penyetoran menggunakan Kode Billing, penyetoran Penerimaan Negara dilaksanakan menggunakan surat setoran sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007.
(2) Dalam hal KPPN Khusus Penerimaan belum dapat beroperasi, fungsi KPPN Khusus Penerimaan dalam rangka pelaksanaan Penerimaan Negara secara elektronik dilaksanakan oleh Direktorat Pengelolaan Kas Negara-Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Sub. Direktorat Penerimaan Negara.
  
 

BAB XV
PENUTUP

Pasal 45


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Februari 2014
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MUHAMAD CHATIB BASRI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Februari 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 200