Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 40/PJ/2013

Kategori : KUP

Pengawasan Pengusaha Kena Pajak


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 40/PJ/2013

TENTANG

PENGAWASAN PENGUSAHA KENA PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka meningkatkan kepatuhan Pengusaha Kena Pajak, perlu dibuat suatu mekanisme pengawasan Pengusaha Kena Pajak yang sistematis dan berkesinambungan;
  2. bahwa dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran atas pemenuhan kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak, perlu dibangun suatu sistem peringatan dini (early warning system) dalam sistem pengawasan Pengusaha Kena Pajak;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengawasan Pengusaha Kena Pajak;
 
Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271);
  5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak;
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Verifikasi;
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengusaha Kena Pajak;
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan;
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
  11. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak;
  12. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-170/PJ/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konseling Terhadap Wajib Pajak Sebagai Tindak Lanjut Surat Himbauan;
 

MEMUTUSKAN :


Menetapkan :    

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENGAWASAN PENGUSAHA KENA PAJAK.
    

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
  1. Pengawasan Pengusaha Kena Pajak adalah kegiatan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak dan pemenuhan persyaratan subjektif dan objektif Pengusaha Kena Pajak.
  2. Kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah kewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
  3. Persyaratan subjektif Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah persyaratan yang dipenuhi apabila Pengusaha Kena Pajak merupakan Pengusaha, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
  4. Persyaratan objektif Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah persyaratan yang dipenuhi apabila Pengusaha melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Jasa Kena Pajak, dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
  5. Sistem pengawasan Pengusaha Kena Pajak adalah serangkaian kegiatan pengawasan Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan selama Pengusaha Kena Pajak terdaftar dalam administrasi perpajakan.
    

Pasal 2


(1) Pengawasan Pengusaha Kena Pajak dilakukan terhadap seluruh Pengusaha Kena Pajak terdaftar.
(2) Pengusaha Kena Pajak terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
  1. Pengusaha Kena Pajak yang sudah terdaftar dalam administrasi perpajakan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; dan
  2. Pengusaha Kena Pajak yang baru terdaftar dalam administrasi perpajakan setelah berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 3


(1) Parameter yang digunakan dalam rangka melakukan pengawasan Pengusaha Kena Pajak adalah:
  1. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN); dan/atau
  2. data dan informasi perpajakan.
(2) Parameter SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat digolongkan sebagai berikut:
  1. SPT Masa PPN Nihil (SPT Nihil);
  2. SPT Masa PPN yang Pajak Masukan dan Pajak Keluarannya Nihil (SPT PKPM Nihil);
  3. SPT Masa PPN Kurang Bayar (SPT KB);
  4. SPT Masa PPN Lebih Bayar Restitusi (SPT LBR);
  5. SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi (SPT LBK);
  6. SPT Masa PPN tidak disampaikan.
(3) Parameter data dan informasi perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa data dan informasi internal maupun eksternal.


Pasal 4


(1) Pada prinsipnya, pengawasan Pengusaha Kena Pajak dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan dalam jangka waktu setiap 6 (enam) Masa Pajak.
(2) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) Masa Pajak berturut-turut tidak menyampaikan SPT Masa PPN dan/atau menyampaikan SPT PKPM Nihil, pengawasan Pengusaha Kena Pajak dilakukan segera pada Masa Pajak setelah kondisi tersebut terpenuhi.
(3) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) Masa Pajak terdapat 3 (tiga) Masa Pajak tidak menyampaikan SPT Masa PPN dan/atau menyampaikan SPT PKPM Nihil, pengawasan Pengusaha Kena Pajak dilakukan segera pada Masa Pajak setelah kondisi tersebut terpenuhi.
(4) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menyampaikan SPT LBR, pengawasan Pengusaha Kena Pajak dilakukan pada Masa Pajak disampaikannya SPT LBR tersebut.


Pasal 5


(1) Pengawasan Pengusaha Kena Pajak dimulai pada saat Daftar Nominatif Pengawasan Pengusaha Kena Pajak timbul pada Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Daftar Nominatif Pengawasan Pengusaha Kena Pajak timbul secara otomatis berdasarkan parameter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) atau ditimbulkan secara manual berdasarkan parameter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).
(3) Daftar Nominatif Pengawasan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk memberikan peringatan dini (early warning) atas kepatuhan Pengusaha Kena Pajak.


Pasal 6


(1) Pengawasan Pengusaha Kena Pajak dilakukan melalui penelitian SPT Masa PPN, data, dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Account Representative.
(3) Pedoman penelitian SPT Masa PPN, data, dan informasi perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(4) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian (LHPt).
(5) Bentuk dan tata cara pengisian LHPt sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 7


(1) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditindaklanjuti dengan:
  1. menerbitkan Surat Teguran;
  2. menerbitkan Surat Tagihan Pajak;
  3. menerbitkan Surat Himbauan atau menerbitkan Surat Himbauan dan melakukan Konseling;
  4. melakukan Verifikasi;
  5. mengusulkan Pemeriksaan;
  6. melakukan penelitian pengembalian kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
  7. tindakan lain yang diperlukan.
(2) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 8


(1) Dalam hal hasil penelitian SPT Masa PPN, data, dan informasi perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) menunjukkan bahwa Pengusaha Kena Pajak sudah tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak, atas Pengusaha Kena Pajak tersebut dapat diusulkan untuk dilakukan Verifikasi dalam rangka pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajaknya.
(2) Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Dalam hal setelah dilakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diperoleh data dan/atau informasi bahwa Wajib Pajak yang telah dicabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak-nya tersebut ternyata memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak atas Wajib Pajak tersebut dibatalkan.
(4) Pembatalan Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan.


Pasal 9


Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 November 2013    
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,    

ttd.    

A. FUAD RAHMANY