Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 120/PMK.04/2013

Kategori : PPN, Lainnya

Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 Tentang Kawasan Berikat


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 120/PMK.04/2013

TENTANG

PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


Menimbang :


  1. bahwa ketentuan kuota penjualan lokal Hasil Produksi Kawasan Berikat 25% (dua puluh lima persen) dari nilai realisasi ekspor tahun sebelumnya dan nilai realisasi penyerahan ke Kawasan Berikat lainnya tahun sebelumnya, ketentuan intermediate goods, ketentuan subkontrak, dan ketentuan pemenuhan syarat lokasi untuk perusahaan yang telah mendapatkan izin Kawasan Berikat, serta ketentuan lainnya, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.04/2012;
  2. bahwa dalam rangka mendukung Kawasan Berikat dalam menghadapi perubahan lingkungan usaha, pertumbuhan dan perkembangan investasi, industri, dan perdagangan, perlu melakukan penyempurnaan terhadap Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.04/2012;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat;

Mengingat :

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.04/2012;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT.


Pasal I

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 558) yang telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan:
  1. Nomor 255/PMK.04/2011 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 944);
  2. Nomor 44/PMK.04/2012 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 317);
    diubah sebagai berikut:


1. Ketentuan Pasal 3 ayat (6) diubah, dan ditambahkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (8) dan ayat (9), sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3


(1) Di dalam Kawasan Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Kawasan Berikat.
(2) Penyelenggaraan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat yang berbadan hukum Indonesia , dan berkedudukan di Indonesia.
(3) Penyelenggara Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat.
(4) Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Kawasan Berikat.
(5) Pengusahaan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
  1. Pengusaha Kawasan Berikat; atau
  2. PDKB.
(6) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melakukan kegiatan menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
(7) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(8) Terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan pelayanan  dan pengawasan secara proporsional berdasarkan profil risiko Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang dikategorikan menjadi:
  1. kategori layanan hijau;
  2. kategori layanan kuning; atau
  3. kategori layanan merah.
(9) Ketentuan pelayanan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
   
2. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 23


Pemasukan barang ke Kawasan Berikat dapat dilakukan dari:

  1. luar daerah pabean;
  2. Kawasan Berikat lainnya;
  3. Gudang Berikat;
  4. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB);
  5. Tempat Lelang Berikat (TLB);
  6. Kawasan Bebas yang dilakukan oleh pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas;
  7. tempat lain dalam daerah pabean; dan/atau
  8. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.
   
3. Ketentuan Pasal 24A ayat (1) diubah, sehingga Pasal 24A berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24A


(1) Persetujuan untuk pemasukan barang modal berupa peralatan pabrik dan/atau suku cadang barang modal diberikan, oleh Kepala Kantor Pabean atas permohonan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
(2) Persetujuan untuk pemasukan barang modal berupa peralatan pabrik dan/atau suku cadang barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan tingkat kepatuhan perusahaan, keterkaitan barang yang dimasukkan dengan kegiatan produksi, serta kewajaran jumlah barang modal yang dimasukkan.
   
4. Ketentuan Pasal 26 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 26


(1) Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat dilakukan dengan tujuan ke:
  1. luar daerah pabean;
  2. Kawasan Berikat lainnya;
  3. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB);
  4. pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas;
  5. tempat lain dalam daerah pabean; atau
  6. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah
(2) Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
(3) Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berlaku ketentuan kepabeanan di bidang impor.
   
5. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 27


(1) Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a dapat berupa:
a. Hasil Produksi Kawasan Berikat yang bersangkutan; dan
b. gabungan Hasil Produksi Kawasan Berikat dengan barang lain sebagai pelengkap yang berasal dari:
1) luar daerah pabean;
2) Gudang Berikat;
3) Kawasan Berikat lainnya;
4) Pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas;
5) tempat lain dalam daerah pabean; atau
6) kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.
(2) Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b harus ditujukan untuk diolah lebih lanjut, digabungkan dengan Hasil Produksi Kawasan Berikat lain, atau dijadikan Barang Modal untuk proses produksi.
(3) Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf c harus ditujukan untuk dipamerkan dan/atau dijual.
(4) Hasil Produksi Kawasan Berikat yang dikeluarkan ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat asal dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pameran selesai.
(5) Dalam hal ketentuan mengenai jangka waktu pemasukan kembali ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipenuhi, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB asal wajib membayar bea masuk dan/atau Cukai, dan PDRI yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar serta tidak diperbolehkan mengeluarkan hasil produksi untuk tujuan ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) selama 1 (satu) tahun.
(6) Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf d, harus ditujukan untuk pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas terhadap barang yang berhubungan dengan kegiatan usahanya.
(7) Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf e, dapat dilakukan dalam jumlah paling banyak 50% (lima puluh persen) dari penjumlahan nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.
(8) Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf e, dapat dilakukan dalam jumlah lebih dari 50% (lima puluh persen) dari penjumlahan nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah, dengan persetujuan Direktur Jenderal atas nama Menteri dengan mempertimbangkan rekomendasi dari instansi terkait yang membidangi perindustrian.
(9) Terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang baru mendapatkan izin Kawasan Berikat, pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk tahun pertama, dapat dilakukan berdasarkan persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (7) atau ayat (8) dari penjumlahan nilai realisasi tahun berjalan yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah;
  2. untuk tahun kedua, dapat dilakukan berdasarkan persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (7) atau ayat (8) dari penjumlahan nilai realisasi tahun pertama dan tahun berjalan yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.
(10) Terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang mendapatkan fasilitas pemusatan PPN, pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean didasarkan pada akumulasi nilai realisasi yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dari seluruh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB yang PPN-nya dipusatkan.
(11) Dalam hal ketentuan mengenai batasan pengeluaran hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), ayat (8), atau ayat (9) tidak terpenuhi, terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB diberlakukan pengurangan jumlah persentase penjualan ke tempat lain dalam daerah pabean untuk periode tahun berikutnya.
(12) Dalam hal pada periode tahun berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (11), ketentuan mengenai batasan pengeluaran hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), ayat (8), atau ayat (9) tetap tidak dipenuhi, terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dilakukan pembekuan izin Kawasan Berikat untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan.
(13) Persetujuan pengeluaran hasil produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana  dimaksud pada ayat (8) dapat diberikan dengan mempertimbangkan profil risiko Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang bersangkutan.
(14) Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke pengusaha di kawasan ekonomi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf f harus ditujukan untuk pengusaha di kawasan ekonomi lainnya yang telah mendapat izin usaha dari badan pengelola kawasan ekonomi yang bersangkutan terhadap barang yang berhubungan dengan kegiatan usahanya.
   
6. Ketentuan Pasal 39 ayat (5) dan ayat (6) diubah dan di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (5a), sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 39


(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat:
  1. memberikan pekerjaan subkontrak sebagian Kegiatan Pengolahan kepada Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lainnya dan/atau kepada perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean; dan/atau
  2. menerima pekerjaan subkontrak dari Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lainnya dan/atau. dari perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean.
(2) Pemeriksaan awal atau penyortiran dan pemeriksaan akhir atau pengepakan, atas pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus dilakukan di Kawasan Berikat yang bersangkutan.
(3) Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan berdasarkan perjanjian subkontrak.
(4) Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean.
(5) Dalam rangka pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat meminjamkan mesin produksi dan cetakan (moulding) kepada penerima subkontrak; dan/atau
  2. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lainnya dan/atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean yang menerima pekerjaan subkontrak dapat menambahkan barang untuk kepentingan pengerjaan subkontrak.
(5a) Penambahan barang pada saat pengerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b wajib diberitahukan dengan dokumen pemberitahuan pabean terkait dan tercantum dalam perjanjian subkontrak.
(6) Atas pengeluaran barang dan/atau bahan dalam rangka subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau mesin produksi dan cetakan (moulding) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, ke perusahaan/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menyerahkan jaminan.
(7) Besarnya jaminan yang harus diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) didasarkan pada perjanjian subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
   
7. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 40 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (la), dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a), dan ayat (3) dan ayat (5) diubah sehingga Pasal 40 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 40


(1) Pelaksanaan pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari, terhitung sejak tanggal, persetujuan subkontrak sampai dengan barang hasil subkontrak dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat.
(1a) Terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang memiliki kategori layanan hijau atau kategori layanan kuning dapat melaksanakan kegiatan subkontrak berlanjut kepada Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lainnya sesuai tahapan proses produksi yang dibutuhkan yang tercantum dalam perjanjian subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) dengan ketentuan seluruh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB penerima subkontrak memiliki kategori layanan hijau atau kategori layanan kuning.
(2) Atas permohonan pemberi subkontrak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat memberikan izin subkontrak melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal sifat dan karakteristik dari pekerjaan subkontrak memerlukan waktu lebih dari 60 (enam puluh) hari.
(2a) Pengembalian barang hasil pengerjaan subkontrak dari penerima subkontrak terakhir dalam proses pengerjaan subkontrak berlanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (la) kepada pemberi subkontrak harus dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2).
(3) Dalam hal penyelesaian pelaksanaan pekerjaan subkontrak ke perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (6) dicairkan untuk melunasi bea masuk dan/atau cukai, dan PDRI yang terutang dan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan membuat faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
  2. dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
(4) Dalam hal barang/Bahan Baku untuk keperluan penyelesaian subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan barang yang terkena ketentuan pembatasan, izin Kawasan Berikat dicabut.
(5) Dalam hal penyelesaian pelaksanaan pekerjaan subkontrak ke Kawasan Berikat lainnya melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB asal wajib membayar bea masuk dan/atau Cukai, dan PDRI yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar,
(6) Dalam hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB melakukan pelanggaran subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terakhir, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB tidak diizinkan untuk melakukan subkontrak selama 6 (enam) bulan.
   
8. Ketentuan Pasal 47 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 47 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 47


(1) Izin sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, dibekukan oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi atas nama Menteri dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB:
a. melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, antara lain berupa:
1) memasukkan Bahan Baku yang tidak sejenis dengan jenis Bahan Baku yang digunakan untuk produksinya;
2) memasukkan barang impor yang tidak berhubungan dengan izin Kawasan Berikat yang telah diberikan; atau memproduksi barang yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan;
b. menunjukkan ketidakmampuan dalam menyelenggarakan dan/atau mengusahakan Kawasan Berikat, antara lain berupa:
1) tidak menyelenggarakan pembukuan dalam kegiatannya;
2) tidak melakukan kegiatan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut; atau
3) tidak melunasi utang dalam jangka waktu yang ditentukan; dan/atau
c. telah sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (12).
(2) Pembekuan izin sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak lanjut dari hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, yang bersangkutan.
(3) Selama pembekuan, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, tidak diperbolehkan untuk memasukkan barang ke Kawasan Berikat.
   
9. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 55 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (la) dan ayat (lb), dan menambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (4), sehingga Pasal 55 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 55


(1) Perusahaan penerima fasilitas pembebasan atau pengembalian bea masuk atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, dapat beralih status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
(1a) Terhadap perusahaan penerima fasilitas pembebasan atau pengembalian bea masuk atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki Nomor Induk Perusahaan (NIPER) dalam status aktif pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat yang berada di luar kawasan industri atau berada di kawasan budidaya yang diperuntukkan bagi kegiatan industri, dapat diberikan izin Pengusaha Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan tidak diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sepanjang memenuhi kriteria:
  1. mempunyai reputasi baik atau sangat baik;
  2. memiliki Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) yang dapat diakses secara real time dan online ketika dibutuhkan serta menunjukkan keterkaitan dengan dokumen kepabeanan;
  3. tidak memiliki tunggakan hutang kepabeanan; dan
  4. memiliki Closed Circuit Television (CCTV) yang bisa di akses dari Kantor Pabean secara realtime, online, dan arsip rekamannya, yang dapat memberikan gambaran mengenai pemasukan dan pengeluaran barang.
(1b) Permohonan untuk mendapatkan izin Pengusaha Kawasan Berikat berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (la) dapat diajukan paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Dalam hal perusahaan ditetapkan menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap barang yang telah mendapat fasilitas pembebasan bea masuk, dan masih dalam periode pembebasan namun belum dipertanggungjawabkan, diperlakukan sebagai barang impor yang diberikan fasilitas:
  1. penangguhan bea masuk;
  2. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM); dan/atau
  3. pembebasan Cukai.
(3) Pemenuhan persyaratan untuk melakukan peralihan status perusahaan menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mengikuti ketentuan mengenai persyaratan untuk mendapatkan izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.
(4) Terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang memiliki kategori layanan hijau dapat menggunakan corporate guarantee sebagai jaminan yang diserahkan dalam rangka:
  1. pengeluaran Barang Modal ke tempat lain dalam daerah pabean untuk keperluan perbaikan/reparasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2);
  2. pengeluaran barang contoh/sampel ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3);
  3. pengeluaran barang dalam rangka pekerjaan subkontrak ke perusahaan/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (6);
  4. pengeluaran mesin produksi dan cetakan (moulding) untuk dipinjamkan kepada perusahaan/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean dalam rangka subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (6); dan/atau
  5. pengeluaran Barang Modal sehubungan peminjaman Barang Modal berupa mesin produksi dan cetakan (moulding) selain dalam rangka subkontrak, ke perusahaan/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (4).
   
10. Ketentuan Pasal 56A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 56A


(1) Terhadap izin sebagai Kawasan Berikat yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat yang berada di luar kawasan industri atau berada di kawasan budidaya yang diperuntukkan bagi kegiatan industri, dapat diberikan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan tidak diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sepanjang memenuhi kriteria:
  1. termasuk dalam kategori layanan hijau atau kategori layanan kuning dalam 6 (eniam) bulan terakhir;
  2. memiliki Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) yang dapat diakses secara real time dan online ketika dibutuhkan serta menunjukkan keterkaitan dengan dokumen kepabeanan;
  3. tidak memiliki tunggakan hutang kepabeanan; dan
  4. memiliki CCTV yang bisa di akses dari Kantor Pabean secara realtime, online, dan arsip rekamannya, yang dapat memberikan gambaran mengenai pemasukan dan pengeluaran barang. 
(2) Dalam hal di Kabupaten atau Kota terdapat Kawasan Industri yang berdiri setelah izin Kawasan Berikat diterbitkan, terhadap izin Kawasan Berikat yang berada di kawasan budidaya yang diperuntukan bagi kegiatan industri, dapat diberikan perpanjangan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga untuk:
  1. Penyelenggara Kawasan Berikat, Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB yang telah mendapatkan izin Kawasan Berikat sebelum Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 berlaku, yang mengalami merger atau diakuisisi; atau
  2. PDKB yang berada di lokasi Penyelenggara Kawasan Berikat yang dicabut izinnya, yang mengajukan permohonan menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b.
(4) Terhadap barang modal yang diimpor dengan mendapatkan penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, dan tidak dipungut PDRI serta importasinya dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat, tetap diberlakukan ketentuan pemindahtanganan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005.
(5) Untuk mendapatkan persetujuan pemindahtanganan barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal.
(6) Setelah melakukan penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal dapat memberikan persetujuan atau penolakan.
(7) Terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang telah mendapatkan penetapan Hasil Produksi Kawasan Berikat sebagai Intermediate Goods tetap dapat melakukan pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dengan batasan pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat sesuai penetapan dimaksud.


Pasal II


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Agustus 2013
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MUHAMAD CHATIB BASRI

 
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Agustus 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN


 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 1057