1. |
Ketentuan
Pasal 3 ayat (6) diubah, dan ditambahkan 2 (dua) ayat, yakni
ayat (8) dan ayat (9), sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1) |
Di
dalam Kawasan Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Kawasan
Berikat. |
(2) |
Penyelenggaraan
Kawasan Berikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat
yang berbadan hukum Indonesia , dan berkedudukan di Indonesia. |
(3) |
Penyelenggara
Kawasan Berikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola
kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat. |
(4) |
Dalam
1 (satu) penyelenggaraan Kawasan Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih
pengusahaan Kawasan Berikat. |
(5) |
Pengusahaan
Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
- Pengusaha Kawasan Berikat; atau
- PDKB.
|
(6) |
Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) melakukan kegiatan menimbun barang impor
dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna
diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai. |
(7) |
Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) harus berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan
di Indonesia. |
(8) |
Terhadap
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
diberikan pelayanan
dan pengawasan secara proporsional berdasarkan profil risiko Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB yang dikategorikan menjadi:
- kategori layanan hijau;
- kategori layanan kuning; atau
- kategori layanan merah.
|
(9) |
Ketentuan
pelayanan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. |
|
2. |
Ketentuan
Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23
Pemasukan barang
ke Kawasan Berikat dapat dilakukan dari:
- luar daerah pabean;
- Kawasan Berikat lainnya;
- Gudang Berikat;
- Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB);
- Tempat Lelang Berikat (TLB);
- Kawasan Bebas yang dilakukan oleh pengusaha di
Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan
Kawasan Bebas;
- tempat lain dalam daerah pabean; dan/atau
- kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh
pemerintah.
|
3. |
Ketentuan
Pasal 24A ayat (1) diubah, sehingga Pasal 24A berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24A
(1) |
Persetujuan
untuk pemasukan barang modal berupa
peralatan pabrik dan/atau suku cadang barang modal diberikan, oleh
Kepala Kantor Pabean atas permohonan Pengusaha Kawasan Berikat atau
PDKB. |
(2) |
Persetujuan
untuk pemasukan barang modal berupa
peralatan pabrik dan/atau suku cadang barang modal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan tingkat kepatuhan
perusahaan, keterkaitan barang yang dimasukkan dengan kegiatan
produksi, serta kewajaran jumlah barang modal yang dimasukkan. |
|
4. |
Ketentuan
Pasal 26 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 26
(1) |
Pengeluaran
Hasil Produksi Kawasan Berikat dilakukan dengan tujuan ke:
- luar daerah pabean;
- Kawasan Berikat lainnya;
- Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB);
- pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat
izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas;
- tempat lain dalam daerah pabean; atau
- kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh
pemerintah
|
(2) |
Pengeluaran
Hasil Produksi Kawasan Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan kepabeanan
di bidang ekspor. |
(3) |
Pengeluaran
Hasil Produksi Kawasan Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berlaku ketentuan kepabeanan
di bidang impor. |
|
5. |
Ketentuan
Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27
(1) |
Pengeluaran
Hasil Produksi Kawasan Berikat ke
luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a
dapat berupa:
a. |
Hasil
Produksi Kawasan Berikat yang bersangkutan; dan |
b. |
gabungan
Hasil Produksi Kawasan Berikat dengan barang lain sebagai pelengkap
yang berasal dari:
1) |
luar
daerah pabean; |
2) |
Gudang
Berikat; |
3) |
Kawasan
Berikat lainnya; |
4) |
Pengusaha
di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan
Kawasan Bebas; |
5) |
tempat
lain dalam daerah pabean; atau |
6) |
kawasan
ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah. |
|
|
(2) |
Pengeluaran
Hasil Produksi Kawasan Berikat ke
Kawasan Berikat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
huruf b harus ditujukan untuk diolah lebih lanjut, digabungkan dengan
Hasil Produksi Kawasan Berikat lain, atau dijadikan Barang
Modal untuk proses produksi. |
(3) |
Pengeluaran
Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Tempat Penyelenggaraan
Pameran Berikat (TPPB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
huruf c harus ditujukan untuk dipamerkan dan/atau dijual. |
(4) |
Hasil
Produksi Kawasan Berikat yang dikeluarkan ke Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) harus dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat asal dalam jangka waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pameran selesai. |
(5) |
Dalam
hal ketentuan mengenai jangka waktu pemasukan kembali ke Kawasan
Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipenuhi, Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB asal wajib membayar bea masuk dan/atau
Cukai, dan PDRI yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya
dibayar serta tidak diperbolehkan mengeluarkan hasil produksi untuk
tujuan ke Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) selama 1 (satu)
tahun. |
(6) |
Pengeluaran
Hasil Produksi Kawasan Berikat ke pengusaha di Kawasan
Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan
Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf d, harus
ditujukan untuk pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin
dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas terhadap barang yang berhubungan
dengan kegiatan usahanya. |
(7) |
Pengeluaran
Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah
pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf e, dapat
dilakukan dalam jumlah paling banyak 50% (lima puluh persen) dari
penjumlahan nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai
ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan
Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke
Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke
kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah. |
(8) |
Pengeluaran
Hasil Produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah
pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf e, dapat
dilakukan dalam jumlah lebih dari 50% (lima puluh persen) dari
penjumlahan nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai
ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan
Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke
Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke
kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah, dengan
persetujuan Direktur Jenderal atas nama Menteri dengan mempertimbangkan
rekomendasi dari instansi terkait yang membidangi perindustrian. |
(9) |
Terhadap
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang
baru mendapatkan izin Kawasan Berikat, pengeluaran Hasil Produksi
Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
- untuk tahun pertama, dapat dilakukan
berdasarkan
persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (7) atau ayat (8) dari
penjumlahan nilai realisasi tahun berjalan yang meliputi nilai ekspor,
nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat
lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan
Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke kawasan
ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah;
- untuk tahun kedua, dapat dilakukan berdasarkan
persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (7) atau ayat (8) dari
penjumlahan nilai realisasi tahun pertama dan tahun berjalan yang
meliputi nilai ekspor, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat
ke Kawasan Berikat lainnya, nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan
Berikat ke Kawasan Bebas, dan nilai penjualan Hasil Produksi Kawasan
Berikat ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.
|
(10) |
Terhadap
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB
yang mendapatkan fasilitas pemusatan PPN, pengeluaran Hasil Produksi
Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean didasarkan pada
akumulasi nilai realisasi yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan
Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya, nilai
penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke Kawasan Bebas, dan nilai
penjualan Hasil Produksi Kawasan Berikat ke kawasan ekonomi lainnya
yang ditetapkan oleh pemerintah dari seluruh Pengusaha Kawasan Berikat
dan/atau PDKB yang PPN-nya dipusatkan. |
(11) |
Dalam
hal ketentuan mengenai batasan pengeluaran
hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), ayat (8), atau ayat
(9) tidak terpenuhi, terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB
diberlakukan pengurangan jumlah persentase penjualan ke tempat lain
dalam daerah pabean untuk periode tahun berikutnya. |
(12) |
Dalam
hal pada periode tahun berikutnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (11), ketentuan mengenai batasan
pengeluaran hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), ayat
(8), atau ayat (9) tetap tidak dipenuhi, terhadap Pengusaha Kawasan
Berikat atau PDKB dilakukan pembekuan izin Kawasan Berikat untuk jangka
waktu 3 (tiga) bulan. |
(13) |
Persetujuan
pengeluaran hasil produksi Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah
pabean sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) dapat diberikan dengan mempertimbangkan profil
risiko Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang bersangkutan. |
(14) |
Pengeluaran
Hasil Produksi Kawasan Berikat ke pengusaha di kawasan
ekonomi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf f
harus ditujukan untuk pengusaha di kawasan ekonomi lainnya yang telah
mendapat izin usaha dari badan pengelola kawasan ekonomi yang
bersangkutan terhadap barang yang berhubungan dengan kegiatan usahanya. |
|
6. |
Ketentuan
Pasal 39 ayat (5) dan ayat (6) diubah dan di antara ayat (5)
dan ayat (6) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (5a), sehingga Pasal
39 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39
(1) |
Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB dapat:
- memberikan pekerjaan subkontrak sebagian
Kegiatan
Pengolahan kepada Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lainnya dan/atau
kepada perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean; dan/atau
- menerima pekerjaan subkontrak dari Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB lainnya dan/atau. dari perusahaan industri di
tempat lain dalam daerah pabean.
|
(2) |
Pemeriksaan
awal atau penyortiran dan pemeriksaan
akhir atau pengepakan, atas pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, harus dilakukan di Kawasan Berikat yang
bersangkutan. |
(3) |
Pekerjaan
subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
berdasarkan perjanjian subkontrak. |
(4) |
Pekerjaan
subkontrak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor
Pabean. |
(5) |
Dalam
rangka pekerjaan subkontrak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut:
- Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat
meminjamkan mesin produksi dan cetakan (moulding) kepada penerima
subkontrak; dan/atau
- Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lainnya
dan/atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean yang
menerima pekerjaan subkontrak dapat menambahkan barang untuk
kepentingan pengerjaan subkontrak.
|
(5a) |
Penambahan
barang pada saat pengerjaan subkontrak sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf b wajib diberitahukan dengan dokumen
pemberitahuan pabean terkait dan tercantum dalam perjanjian subkontrak. |
(6) |
Atas
pengeluaran barang dan/atau bahan dalam
rangka subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau mesin
produksi dan cetakan (moulding) sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf a, ke perusahaan/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean,
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus menyerahkan jaminan. |
(7) |
Besarnya
jaminan yang harus diserahkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) didasarkan pada perjanjian
subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
|
7. |
Di
antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 40 disisipkan 1 (satu) ayat,
yakni ayat (la), dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1
(satu) ayat, yakni ayat (2a), dan ayat (3) dan ayat (5) diubah sehingga
Pasal 40 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 40
(1) |
Pelaksanaan
pekerjaan subkontrak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39, wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lama
60 (enam puluh) hari, terhitung sejak tanggal, persetujuan subkontrak
sampai dengan barang hasil subkontrak dimasukkan kembali ke Kawasan
Berikat. |
(1a) |
Terhadap
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang memiliki
kategori layanan hijau atau kategori layanan kuning dapat melaksanakan
kegiatan subkontrak berlanjut kepada Pengusaha Kawasan Berikat atau
PDKB lainnya sesuai tahapan proses produksi yang dibutuhkan yang
tercantum dalam perjanjian subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39 ayat (3) dengan ketentuan seluruh Pengusaha Kawasan Berikat atau
PDKB penerima subkontrak memiliki kategori layanan hijau atau kategori
layanan kuning. |
(2) |
Atas
permohonan pemberi subkontrak, Kepala Kantor
Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat memberikan izin
subkontrak melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dalam hal sifat dan karakteristik dari pekerjaan subkontrak memerlukan
waktu lebih dari 60 (enam puluh) hari. |
(2a) |
Pengembalian
barang hasil pengerjaan subkontrak dari penerima
subkontrak terakhir dalam proses pengerjaan subkontrak berlanjut
sebagaimana dimaksud pada ayat (la) kepada pemberi subkontrak harus
dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau
ayat (2). |
(3) |
Dalam
hal penyelesaian pelaksanaan pekerjaan subkontrak ke
perusahaan industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean
melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2),
berlaku ketentuan sebagai berikut:
- jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
ayat
(6) dicairkan untuk melunasi bea masuk dan/atau cukai, dan PDRI yang
terutang dan Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib memungut Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan membuat faktur pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
- dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
|
(4) |
Dalam
hal barang/Bahan Baku untuk keperluan
penyelesaian subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan
barang yang terkena ketentuan pembatasan, izin Kawasan Berikat dicabut. |
(5) |
Dalam
hal penyelesaian pelaksanaan pekerjaan
subkontrak ke Kawasan Berikat lainnya melewati jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), Pengusaha Kawasan Berikat atau
PDKB asal wajib membayar bea masuk dan/atau Cukai, dan PDRI yang
terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100%
(seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar, |
(6) |
Dalam
hal Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB
melakukan pelanggaran subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (5) sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan
terakhir, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB tidak diizinkan untuk
melakukan subkontrak selama 6 (enam) bulan. |
|
8. |
Ketentuan
Pasal 47 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 47 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
(1) |
Izin
sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat, dan/atau PDKB, dibekukan oleh Kepala Kantor Pabean yang
mengawasi atas nama Menteri dalam hal Penyelenggara Kawasan Berikat,
Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB:
a. |
melakukan
kegiatan yang menyimpang dari izin yang
diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, antara lain berupa:
1) |
memasukkan
Bahan Baku yang tidak sejenis dengan jenis Bahan Baku yang digunakan
untuk produksinya; |
2) |
memasukkan
barang impor yang tidak berhubungan
dengan izin Kawasan Berikat yang telah diberikan; atau memproduksi
barang yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan; |
|
b. |
menunjukkan ketidakmampuan dalam
menyelenggarakan dan/atau
mengusahakan Kawasan Berikat, antara lain berupa:
1) |
tidak
menyelenggarakan pembukuan dalam kegiatannya; |
2) |
tidak
melakukan kegiatan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut;
atau |
3) |
tidak
melunasi utang dalam jangka waktu yang ditentukan; dan/atau |
|
c. |
telah
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (12). |
|
(2) |
Pembekuan
izin sebagai Penyelenggara Kawasan
Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan tindak lanjut dari hasil pemeriksaan dan/atau
hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
terhadap Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat,
dan/atau PDKB, yang bersangkutan. |
(3) |
Selama
pembekuan, Penyelenggara
Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau
PDKB, tidak diperbolehkan untuk memasukkan barang ke
Kawasan Berikat. |
|
9. |
Di
antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 55 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni
ayat (la) dan ayat (lb), dan menambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (4),
sehingga Pasal 55 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 55
(1) |
Perusahaan
penerima fasilitas pembebasan atau pengembalian bea
masuk atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang
pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, dapat beralih status
menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB. |
(1a) |
Terhadap
perusahaan penerima fasilitas pembebasan atau
pengembalian bea masuk atas impor barang dan bahan untuk diolah,
dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
memiliki Nomor Induk Perusahaan (NIPER) dalam status aktif pada saat
berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011
tentang
Kawasan Berikat yang berada di luar kawasan industri atau berada di
kawasan budidaya yang diperuntukkan bagi kegiatan industri, dapat
diberikan izin Pengusaha Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 dengan tidak diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 sepanjang memenuhi kriteria:
- mempunyai reputasi baik atau sangat baik;
- memiliki Sistem Informasi Persediaan Berbasis
Komputer (IT Inventory) yang dapat diakses secara real time dan online
ketika dibutuhkan serta menunjukkan keterkaitan dengan dokumen
kepabeanan;
- tidak memiliki tunggakan hutang kepabeanan; dan
- memiliki Closed Circuit Television (CCTV) yang
bisa di akses dari Kantor Pabean secara realtime, online, dan arsip
rekamannya, yang dapat memberikan gambaran mengenai pemasukan dan
pengeluaran barang.
|
(1b) |
Permohonan
untuk mendapatkan izin Pengusaha Kawasan Berikat
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (la) dapat
diajukan paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri
Keuangan ini. |
(2) |
Dalam
hal perusahaan ditetapkan menjadi Pengusaha
Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap
barang yang telah mendapat fasilitas pembebasan bea masuk, dan masih
dalam periode pembebasan namun belum dipertanggungjawabkan,
diperlakukan sebagai barang impor yang diberikan fasilitas:
- penangguhan bea masuk;
- tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
atau
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM); dan/atau
- pembebasan Cukai.
|
(3) |
Pemenuhan
persyaratan untuk melakukan peralihan
status perusahaan menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mengikuti ketentuan mengenai
persyaratan untuk mendapatkan izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB. |
(4) |
Terhadap
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB
yang memiliki kategori layanan hijau dapat menggunakan corporate
guarantee sebagai jaminan yang diserahkan dalam rangka:
- pengeluaran Barang Modal ke tempat lain dalam
daerah pabean untuk
keperluan perbaikan/reparasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(2);
- pengeluaran barang contoh/sampel ke tempat lain
dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3);
- pengeluaran barang dalam rangka pekerjaan
subkontrak ke perusahaan/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (6);
- pengeluaran mesin produksi dan cetakan
(moulding)
untuk dipinjamkan kepada perusahaan/badan usaha di tempat lain dalam
daerah pabean dalam rangka subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39 ayat (6); dan/atau
- pengeluaran Barang Modal sehubungan peminjaman
Barang Modal berupa mesin produksi dan cetakan (moulding) selain dalam
rangka subkontrak, ke perusahaan/badan usaha di tempat lain dalam
daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (4).
|
|
10. |
Ketentuan
Pasal 56A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 56A
(1) |
Terhadap
izin sebagai Kawasan Berikat yang telah diterbitkan
sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011
tentang Kawasan Berikat yang berada di luar kawasan industri atau
berada di kawasan budidaya yang diperuntukkan bagi kegiatan industri,
dapat diberikan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
dengan tidak diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
sepanjang memenuhi kriteria:
- termasuk dalam kategori layanan hijau atau
kategori layanan kuning dalam 6 (eniam) bulan terakhir;
- memiliki Sistem Informasi Persediaan
Berbasis Komputer (IT Inventory)
yang dapat diakses secara real time dan online ketika dibutuhkan serta
menunjukkan keterkaitan dengan dokumen kepabeanan;
- tidak memiliki tunggakan hutang kepabeanan; dan
- memiliki CCTV yang bisa di akses dari Kantor
Pabean secara realtime, online, dan arsip rekamannya, yang dapat
memberikan gambaran mengenai pemasukan dan pengeluaran barang.
|
(2) |
Dalam
hal di Kabupaten atau Kota terdapat Kawasan
Industri yang berdiri setelah izin Kawasan Berikat diterbitkan,
terhadap izin Kawasan Berikat yang berada di kawasan budidaya yang
diperuntukan bagi kegiatan industri, dapat diberikan perpanjangan
sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011
tentang Kawasan Berikat. |
(3) |
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga untuk:
- Penyelenggara Kawasan Berikat, Penyelenggara
Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB yang
telah mendapatkan izin Kawasan Berikat sebelum Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011
berlaku, yang mengalami merger atau
diakuisisi; atau
- PDKB yang berada di lokasi Penyelenggara
Kawasan
Berikat yang dicabut izinnya, yang mengajukan permohonan menjadi
Penyelenggara Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf
b.
|
(4) |
Terhadap
barang modal yang diimpor dengan
mendapatkan penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, dan tidak dipungut
PDRI serta importasinya dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011
tentang Kawasan Berikat, tetap
diberlakukan ketentuan pemindahtanganan sesuai Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997
tentang Kawasan Berikat sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 101/PMK.04/2005. |
(5) |
Untuk
mendapatkan persetujuan pemindahtanganan
barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pengusaha Kawasan
Berikat atau PDKB harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal. |
(6) |
Setelah
melakukan penelitian terhadap permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal dapat memberikan
persetujuan atau penolakan. |
(7) |
Terhadap
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang
telah mendapatkan penetapan Hasil Produksi Kawasan Berikat sebagai
Intermediate Goods tetap dapat melakukan pengeluaran Hasil Produksi
Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean dengan batasan
pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat sesuai penetapan dimaksud. |
|
Peraturan Menteri Keuangan - 44/PMK.04/2012, Tanggal 16 Mar 2012
Peraturan Menteri Keuangan - 255/PMK.04/2011, Tanggal 28 Des 2011
Peraturan Menteri Keuangan - 147/PMK.04/2011, Tanggal 6 Sept 2011
Peraturan Menteri Keuangan - 101/PMK.04/2005, Tanggal 19 Okt 2005
Keputusan Menteri Keuangan - 291/KMK.05/1997, Tanggal 26 Jun 1997