Peraturan Daerah Nomor : 53 TAHUN 2012

Kategori : Lainnya

Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Daerah


PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

 NOMOR 53 TAHUN 2012

TENTANG

TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
PAJAK DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,



Menimbang :


  1. bahwa sesuai ketentuan Pasal 34 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah, atas kelebihan pembayaran pajak berdasarkan perhitungan dari Wajib Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan pengembalian kepada Gubernur;
  2. bahwa untuk merealisasikan pengembalian pembayaran pajak kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu diatur mengenai tata cara pengembaliannya;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 36 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Daerah;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
  3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008;
  4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
  6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak;
  9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011;
  10. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;
  11. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
  12. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah;
  13. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor;
  14. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
  15. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
  16. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pajak Hotel;
  17. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan;
  18. Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan;
  19. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Parkir;
  20. Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah;
  21. Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan;
  22. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran;
  23. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame;
  24. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan;
  25. Peraturan Gubernur Nomor 129 Tahun 2008 tentang Penatausahaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
  26. Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pelayanan Pajak;
  27. Peraturan Gubernur Nomor 39 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Keuangan Daerah;
  28. Peraturan Gubernur Nomor 29 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Pajak Daerah;
  29. Peraturan Gubernur Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
  30. Peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DAERAH.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :
  1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
  3. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  4. Badan Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat BPKD adalah Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  5. Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat Kepala BPKD adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  6. Dinas Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat DPP adalah Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  7. Kepala Dinas Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat Kepala DPP adalah Kepala Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  8. Suku Dinas Pelayanan Pajak adalah Suku Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  9. Unit Pelayanan Pajak Daerah adalah Unit Pelayanan Pajak Daerah pada Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  10. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  11. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, yang mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
  12. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perpajakan Daerah.
  13. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Kepala Daerah paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.
  14. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
  15. Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat NPWPD adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dan usaha Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Daerah.
  16. Nomor Objek Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat NOPD adalah nomor identitas objek pajak daerah.
  17. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
  18. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
  19. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.
  20. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
  21. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
  22. Sanksi Administrasi berupa bunga, kenaikan dan/atau denda adalah tanggungan atau pembebanan di luar pokok pajak terutang sebagai akibat pelanggaran  administrasi perpajakan.
  23. Putusan Banding adalah putusan Pengadilan Pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
  24. Pengembalian Kelebihan Pajak Daerah adalah pengembalian sejumlah kelebihan pembayaran pajak dari pajak yang seharusnya dibayar atau kelebihan pembayaran pajak atas kredit pajak.
  25. Kompensasi Utang Pajak adalah pembayaran utang pajak yang dananya berasal dari kelebihan pembayaran pajak yang telah disetor ke rekening kas daerah.
  26. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.
  27. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
  28. Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPMKPD adalah dokumen yang diterbitkan oleh Kepala DPP untuk menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana sebagai dasar kompensasi utang pajak dan/atau pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak kepada wajib pajak.
  29. Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan SPP.
  30. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan atau bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran.
  31. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD.
  32. Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disebut SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD kepada pihak ketiga.
  33. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana yang diterbitkan oleh Bendahara Umum Daerah berdasarkan SPM.
  34. Belanja Tidak Terduga adalah merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.


BAB II
KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

Bagian Kesatu
Jenis Pajak

Pasal 2


Jenis pajak yang diberlakukan dalam Peraturan Gubernur ini meliputi :
  1. Pajak Kendaraan Bermotor;
  2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
  3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
  4. Pajak Air Permukaan;
  5. Pajak Rokok;
  6. Pajak Hotel;
  7. Pajak Restoran;
  8. Pajak Hiburan;
  9. Pajak Reklame;
  10. Pajak Penerangan Jalan;
  11. Pajak Parkir;
  12. Pajak Air Tanah;
  13. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan
  14. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

            

Bagian Kedua
Kelebihan Pembayaran Pajak Daerah
yang dapat dikembalikan

Pasal 3


Kelebihan Pembayaran Pajak Daerah dapat dikembalikan dalam hal terdapat :
  1. pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar;
  2. pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Keberatan atau putusan banding atau putusan peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung;
  3. pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan pembetulan;
  4. pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan pengurangan sanksi administrasi atau Surat Keputusan penghapusan sanksi administrasi;
  5. pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan pengurangan Surat Ketetapan pajak atau Surat Keputusan pembatalan Surat Ketetapan pajak; atau
  6. pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan pengurangan surat tagihan pajak atau Surat Keputusan pembatalan surat tagihan pajak.

                        

BAB III
PROSEDUR PENGEMBALIAN KELEBIHAN
PEMBAYARAN PAJAK

Bagian Kesatu
Persyaratan Permohonan

Pasal 4


(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak secara tertulis kepada Kepala DPP atas nama Gubernur dengan tembusan Kepala BPKD.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
a. Identitas Wajib Pajak atau kuasanya apabila dikuasakan
b Nama dan alamat Wajib Pajak atau kuasanya apabila dikuasakan
c NPWPD dan NOPD atau Nomor Pendaftaran/registrasi;
d Masa pajak dan tahun pajak;
e Perhitungan pajak yang terutang menurut Wajib Pajak;
f Besarnya jumlah kelebihan pembayaran pajak; dan
g. Nomor Rekening Bank Wajib Pajak.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dokumen :
a. fotokopi bukti pembayaran pajak daerah dengan memperlihatkan aslinya;
b. fotokopi bukti dan bank apabila pembayaran dilakukan melalui transfer bank, dengan memperlihatkan aslinya;
c. fotokopi SPTPD dengan memperlihatkan aslinya;
d. fotokopi Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan Pajak atau Surat Keputusan Banding/Keputusan Peninjauan Kembali/Surat Keputusan Pembetulan/Surat Keputusan Pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi/Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak/Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak; dan
e. fotokopi Faktur, STNK dan BPKB untuk PKB dan BBN-KB.
                

Bagian Kedua
Proses Permohonan
                        
Pasal 5


(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Kepala DPP atas nama Gubernur, melakukan penelitian permohonan dan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPDLB;
(2) Hasil penelitian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kelengkapan pemenuhan persyaratan permohonan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. menolak, dengan surat penolakan yang disertai alasan yang jelas apabila persyaratan permohonan tidak lengkap; atau
b. menerima dan memproses permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak apabila memenuhi persyaratan.
(3) Terhadap permohonan yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan melengkapi kekurangan persyaratan.
(4) Terhadap permohonan yang diterima Kepala DPP atas nama Gubernur selanjutnya melakukan pemeriksaan administrasi dan lapangan.
(5) Kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan utang pajak yang diadministrasikan di Suku Dinas Pelayanan Pajak/Unit Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor/Unit Pelayanan Pajak Daerah apabila pemohon memiliki utang pajak.
(6) Perhitungan kelebihan pembayaran pajak dengan utang pajak ditindaklanjuti dengan kompensasi utang pajak dan dalam hal wajib pajak bersangkutan tidak memiliki utang pajak, maka seluruh kelebihan pembayaran pajak dikembalikan kepada wajib pajak bersangkutan.
(7) Kompensasi utang pajak dapat dilakukan terhadap utang pajak sejenis pada tahun sebelumnya atau tahun berikutnya atau dengan jenis pajak lainnya yang dimiliki oleh wajib pajak bersangkutan.
(8) Pelaksanaan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7), dilakukan oleh DPP.


Pasal 6


(1) Kepala DPP atas nama Gubernur dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran pajak harus memberikan keputusan dan menerbitkan SKPDLB untuk pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan/atau kompensasi utang pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(2) Penerbitan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), telah diperhitungkan utang pajak daerah lainnya yang masih dimiliki oleh wajib pajak.
(3) Berdasarkan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala DPP atas nama Gubernur selanjutnya menerbitkan Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.
(4) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.
(5) Apabila Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Gubernur memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak.
(6) Format Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tercantum dalam Lampiran Form I Peraturan Gubernur ini.


Bagian Ketiga
Proses Pencairan
Paragraf 1

Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pada Tahun Berjalan

Pasal 7

(1) Berdasarkan Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan SKPDLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Kepala DPP menerbitkan SPM-KPD.
(2) SPM-KPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Kepala BPKD, dengan dilengkapi dokumen :
a. Asli surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak dari Wajib Pajak;
b. Identitas Wajib Pajak atau kuasanya apabila dikuasakan;
c. NPWPD dan NOPD atau Nomor Pendaftaran/registrasi;
d. Masa Pajak dan Tahun Pajak;
e. Besarnya jumlah kelebihan pembayaran pajak;
f. Nomor Rekening Bank Wajib Pajak;
g. Asli perhitungan pajak yang terutang menurut Wajib Pajak;
h. Fotokopi bukti pembayaran pajak daerah;
i. Fotokopi bukti dari bank apabila pembayaran dilakukan melalui transfer bank, dengan memperlihatkan aslinya;
j. Fotokopi SPTPD dengan memperlihatkan aslinya;
k. Asli Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak;
l. Fotokopi SKPDLB;
m. Surat Ketetapan Pajak yang diajukan kelebihan pembayaran, Surat Keputusan Keberatan Pajak atau Surat Keputusan Banding/Keputusan Peninjauan Kembali/Surat Keputusan Pembetulan/Surat Keputusan Pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi/Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak/Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak; dan
n. Fotokopi Faktur, STNK dan BPKB untuk PKB dan BBN-KB.
(3) SPM-KPD beserta dokumen lampirannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Kepala BPKD disertai dengan bukti tanda terima.
(4) Format SPM-KPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Form II Peraturan Gubernur ini.


Pasal 8

(1) Berdasarkan SPM-KPD dari Kepala DPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Kepala BPKD memproses pencairan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
(2) Pencairan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Petugas loket SPM BPKD menerima dan memeriksa kelengkapan dokumen SPM-KPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
b. Apabila dokumen SPM-KPD tidak lengkap, petugas loket SPM segera menolak dan mengembalikan dokumen paling lama 1 (satu) hari kerja;
c. Penolakan dan pengembalian permohonan SPM-KPD sebagaimana dimaksud pada huruf b, dibuat secara tertulis dengan menyebutkan alasan pengembalian;
d. Apabila dokumen SPM-KPD lengkap, petugas loket selanjutnya memberikan tanda terima dokumen SPM-KPD kepada Petugas DPP;
e. SPM-KPD sebagaimana dimaksud pada huruf d diserahkan kepada petugas pelaksana untuk dilakukan pemeriksaan atas kebenaran isian dokumen SPM-KPD;
f. Apabila dokumen SPM-KPD pada isian dokumen tidak benar, maka petugas pelaksana SPM segera menolak dan mengembalikan dokumen paling lama 1 (satu) hari kerja;
g. Penolakan dan pengembalian permohonan SPM-KPD sebagaimana dimaksud pada huruf f, dibuat secara tertulis dengan menyebutkan alasan pengembalian;
h. Setelah dokumen SPM-KPD lengkap dan benar, BPKD menerbitkan, menandatangani dan memvalidasi SP2D paling lama 3 (tiga) hari kerja;
i. SP2D yang telah divalidasi disampaikan ke Bank untuk dilakukan pemindahbukuan ke rekening Wajib Pajak; dan
j. Bidang Perbendaharaan dan Kas Daerah selanjutnya menyampaikan tembusan SP2D sebagaimana dimaksud pada huruf h, kepada Bidang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BPKD untuk dilakukan jurnal koreksi.
(3) Pencairan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diperhitungkan dari kode rekening objek pajak daerah yang bersangkutan.
(4) Format Surat Penolakan/Tanda Terima SPM-KPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf d dan huruf f, tercantum dalam Lampiran Form III dan Lampiran Form IV Peraturan Gubernur ini.

 


Paragraf 2
Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pajak Tahun Sebelumnya

Pasal 9

(1) Berdasarkan SKPDLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), Kepala DPP mengajukan permohonan pencairan kelebihan pembayaran pajak kepada Kepala BPKD dilengkapi dengan dokumen :
a. Asli surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak dari Wajib Pajak;
b. Identitas Wajib Pajak atau kuasanya apabila dikuasakan;
c. NPWPD dan NOPD atau Nomor Pendaftaran/registrasi;
d. Masa Pajak dan Tahun Pajak;
e. Besarnya jumlah kelebihan pembayaran pajak;
f. Nomor Rekening Bank Wajib Pajak;
g. Asli perhitungan pajak yang terutang menurut Wajib Pajak;
h. Fotokopi bukti pembayaran pajak daerah;
i. Fotokopi bukti dari bank apabila pembayaran dilakukan melalui transfer bank, dengan memperlihatkan aslinya;
j. Fotokopi SPTPD dengan memperlihatkan aslinya;
k. Asli Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak;
l. Fotokopi SKPDLB;
m. Surat Ketetapan Pajak yang diajukan kelebihan pembayaran, Surat Keputusan Keberatan Pajak atau Surat Keputusan Banding/Keputusan Peninjauan Kembali/Surat Keputusan Pembetulan/Surat Keputusan Pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi/Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak/Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak; dan
n. Fotokopi Faktur, STNK dan BPKB untuk PKB dan BBN-KB.
(2) Berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Kepala BPKD disertai dengan bukti tanda terima.
(3) Bidang Pendapatan Daerah BPKD menerima dan memeriksa kelengkapan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), untuk memproses pengembalian kelebihan pembayaran pajak tahun sebelumnya paling lama masa kadaluarsa 5 (lima) tahun.
(4) Apabila berkas permohonan lengkap Bidang Pendapatan Daerah BPKD memberikan tanda terima berkas dan apabila tidak lengkap berkas dikembalikan kepada DPP.
(5) Penolakan dan pengembalian berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuat secara tertulis dengan menyebutkan alasan pengembalian.

 


Pasal 10

(1) Berdasarkan permohonan dari DPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Bidang Pendapatan Daerah meneliti keabsahan dokumen pembayaran berkoordinasi dengan Bidang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.
(2) Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak ditemukan keabsahan pembayaran, Bidang Pendapatan Daerah menolak dan mengembalikan berkas permohonan kepada DPP.
(3) Penolakan dan pengembalian berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuat secara tertulis dengan menyebutkan alasan pengembalian.
(4) Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukan keabsahan pembayaran, Bidang Pendapatan Daerah selanjutnya memproses Keputusan Gubernur tentang Penggunaan Belanja Tidak Terduga untuk Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Daerah tahun anggaran yang lalu.
(5) Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta berkas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), diserahkan kepada Bendahara Belanja Tidak Terduga untuk diproses lebih lanjut.

 


Pasal 11


(1) Berdasarkan berkas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) Bendahara Belanja Tidak Terduga mengajukan permohonan kepada Bidang Anggaran BPKD untuk menerbitkan SPD.
(2) Berdasarkan SPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bendahara Belanja Tidak Terduga BPKD membuat SPP untuk disampaikan kepada Kepala BPKD.
(3) Berdasarkan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala BPKD selaku PPKD menerbitkan SPM-LS.
(4) Berdasarkan SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Bidang Perbendaharaan dan Kas Daerah BPKD menerbitkan SP2D.

 


Pasal 12

(1) Pencairan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4), diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Petugas loket BPKD menerima dan memeriksa kelengkapan dokumen SPM-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dan ayat (4);
b. Apabila dokumen SPM-LS tidak lengkap, petugas loket segera menolak dan mengembalikan dokumen kepada Bendahara Belanja Tidak Terduga;
c. Apabila dokumen SPM-LS lengkap, petugas loket memberikan tanda terima dokumen SPM-LS;
d. Dokumen SPM-LS sebagaimana dimaksud pada huruf c diserahkan kepada Petugas Pelaksana untuk dilakukan pemeriksaan atas kebenaran isian dokumen SPM-LS;
e. Apabila dokumen SPM-LS pada isian dokumen tidak benar, maka petugas pelaksana SPM segera menolak dan mengembalikan dokumen kepada Bendahara Belanja Tidak Terduga;
f. Setelah dokumen SPM-LS lengkap dan benar, BPKD selanjutnya menerbitkan, menandatangani dan memvalidasi SP2D paling lama 3 (tiga) hari kerja;
g. SP2D yang telah divalidasi disampaikan ke Bank untuk dilakukan pemindahbukuan ke rekening Wajib Pajak; dan
h. Bidang Perbendaharaan dan Kas Daerah menyampaikan tembusan SP2D sebagaimana dimaksud pada huruf g kepada Bidang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BPKD untuk dilakukan pencatatan jurnal Belanja Tidak Terduga.
(2) Pencairan kelebihan pembayaran pajak daerah tahun sebelumnya dibebankan pada Belanja Tidak Terduga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Format Tanda Terima/Penolakan berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, tercantum dalam Lampiran Form V dan Lampiran Form VI Peraturan Gubernur ini.


BAB IV
PENGENDALIAN, PENGAWASAN DAN PELAPORAN

Pasal 13


(1) Pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Gubernur ini dilakukan oleh Kepala BPKD.
(2) Pelaksanaan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bahan evaluasi oleh Kepala BPKD sebagai bahan rapat koordinasi lebih lanjut.


Pasal 14


Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Gubernur ini dilakukan oleh Aparat Pengawasan Fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 15


Kepala BPKD menyampaikan laporan hasil pencairan kelebihan pembayaran pajak kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah dengan tembusan Kepala DPP sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan sekali.


BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16


Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Mei 2012
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

ttd,

FAUZI BOWO

 

 

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Juni 2012
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

ttd,

FADJAR PANJAITAN
NIP 195508261976011001


BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2012 NOMOR 51