Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 130/PMK.011/2011

Kategori : PPh

Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 130/PMK.011/2011

TENTANG

PEMBERIAN FASILITAS PEMBEBASAN ATAU PENGURANGAN
PAJAK PENGHASILAN BADAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan dalam rangka penanaman modal;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4993);
  3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183);
  5. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PEMBEBASAN ATAU PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN.


Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
  2. Undang-Undang Penanaman Modal adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
  3. Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, dan memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.


Pasal 2


(1) Kepada Wajib Pajak badan dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Penanaman Modal dan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
(2) Pembebasan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Tahun Pajak dan paling singkat 5 (lima) Tahun Pajak, terhitung sejak Tahun Pajak dimulainya produksi komersial.
(3) Setelah berakhirnya pemberian fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan terutang selama 2 (dua) Tahun Pajak.
(4) Dengan mempertimbangkan kepentingan mempertahankan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat memberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan dengan jangka waktu melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).


Pasal 3


(1) Wajib Pajak yang dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah Wajib Pajak badan baru yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. merupakan Industri Pionir;
  2. mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
  3. menempatkan dana di perbankan di Indonesia paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal sebagaimana dimaksud pada huruf b, dan tidak boleh ditarik sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman modal; dan
  4. harus berstatus sebagai badan hukum Indonesia yang pengesahannya ditetapkan paling lama 12 (dua belas) bulan sebelum Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku atau pengesahannya ditetapkan sejak atau setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup:
  1. Industri logam dasar;
  2. Industri pengilangan minyak bumi dan/atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam;
  3. Industri permesinan;
  4. Industri di bidang sumberdaya terbarukan; dan/atau
  5. Industri peralatan komunikasi.
(3) Dengan mempertimbangkan kepentingan mempertahankan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat menetapkan Industri Pionir yang diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, selain cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang memenuhi persyaratan:
  1. telah merealisasikan seluruh penanaman modalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; dan
  2. telah berproduksi secara komersial.
(5) Saat dimulainya berproduksi secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, yang tata caranya diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 4


(1) Untuk memperoleh fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, Wajib Pajak menyampaikan permohonan kepada Menteri Perindustrian atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(2) Dalam rangka pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Perindustrian atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal setelah berkoordinasi dengan menteri terkait, menyampaikan usulan kepada Menteri Keuangan, dengan melampirkan fotokopi:
  1. kartu Nomor Pokok Wajib Pajak;
  2. surat persetujuan penanaman modal baru yang diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang dilengkapi dengan rinciannya; dan
  3. bukti penempatan dana di perbankan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c.
(3) Penyampaian usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai dengan uraian penelitian mengenai hal-hal sebagai berikut:
  1. ketersediaan infrastruktur di lokasi investasi;
  2. penyerapan tenaga kerja domestik;
  3. kajian mengenai pemenuhan kriteria sebagai Industri pionir;
  4. rencana tahapan alih teknologi yang jelas dan konkret; dan 
  5. adanya ketentuan mengenai tax sparing di negara domisili.
(4) Tax sparing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e adalah pengakuan pemberian fasilitas pembebasan dan pengurangan dari Indonesia dalam penghitungan Pajak Penghasilan di negara domisili sebesar fasilitas yang diberikan.


Pasal 5


(1) Atas usulan untuk memberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan yang disampaikan oleh Menteri Perindustrian atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), Menteri Keuangan menugaskan komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk membantu melakukan penelitian dan verifikasi dengan mempertimbangkan dampak strategis Wajib Pajak bagi perekonomian nasional.
(2) Komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Menteri Keuangan.
(3) Dalam melakukan penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan berkonsultasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
(4) Komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan menyampaikan hasil penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) kepada Menteri Keuangan disertai dengan pertimbangan dan rekomendasi, termasuk rekomendasi mengenai jangka waktu pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), ayat (3) dan/atau ayat (4).
(5) Pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan diputuskan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan dan rekomendasi dari komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan setelah berkonsultasi dengan Presiden Republik Indonesia.
(6) Dalam hal Menteri Keuangan menyetujui usulan untuk memberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan.
(7) Dalam hal Menteri Keuangan menolak usulan untuk memberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, disampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai penolakan tersebut kepada Wajib Pajak dengan tembusan kepada Menteri Perindustrian atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.


Pasal 6


(1) Wajib Pajak yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan harus menyampaikan laporan secara berkala kepada Direktur Jenderal Pajak dan komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan mengenai hal-hal sebagai berikut:
  1. laporan penggunaan dana yang ditempatkan di perbankan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c; dan
  2. laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit.
(2) Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 7


(1) Fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dicabut, dalam hal Wajib Pajak:
  1. tidak memenuhi ketentuan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf a; dan/atau
  2. tidak memenuhi ketentuan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).
(2) Pencabutan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat rekomendasi dari komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan.
(3) Direktur Jenderal Pajak dapat mengusulkan kepada komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan guna menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan untuk melakukan pencabutan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, dalam hal:
a. realisasi penanaman modal Wajib Pajak tidak sesuai dengan rencana penanaman modal dalam surat persetujuan penanaman modal baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b; dan/atau
b. Wajib Pajak yang diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan:
1) tidak memenuhi ketentuan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf a; dan/atau
2) tidak memenuhi ketentuan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).


Pasal 8


(1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memperoleh fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari kegiatan usaha yang memperoleh fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan badan, tidak dilakukan pemotongan dan pemungutan pajak selama periode pemberian fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan badan sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) atau Pasal 2 ayat (4);
  2. atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a, tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Wajib Pajak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, tetap melaksanakan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 9


(1) Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan, tidak dapat memperoleh fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini, tidak dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan.


Pasal 10


Usulan untuk memberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini, harus diajukan oleh Menteri Perindustrian atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dalam jangka waktu selama 3 (tiga) tahun terhitung sejak diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan ini.


Pasal 11


Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Agustus 2011
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

AGUS D.W. MARTOWARDOJO



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Agustus 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

ttd.

PATRIALIS AKBAR

 



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 503