Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 22/PJ/2011

Kategori : KUP

Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2011 Tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE - 22/PJ/2011

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN
PEMBAYARAN PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, dengan ini perlu disampaikan hal-hal sebagai berikut:

A. Pendahuluan
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak meliputi jenis pajak PPh, PPN, PPnBM, dan PBB. Hal ini dalam rangka peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak dan pengamanan penerimaan negara melalui integrasi pelayanan pengembalian kelebihan pajak dan penghitungan kelebihan pembayaran pajak dengan Utang Pajak. Selain itu, untuk tertib administrasi penerimaan negara, pembayaran Utang Pajak yang dananya berasal dari kelebihan pembayaran pajak dicatat dalam Modul Penerimaan Negara.
   
B. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
1. Dalam rangka pelaksanaan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan penghitungan kelebihan pembayaran pajak dengan Utang Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP), Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP), dan surat setoran (SSP atau SSP PBB) dalam hal terdapat kompensasi Utang Pajak.
2. Kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan terlebih dahulu dengan Utang Pajak (PPh, PPN, PPnBM, dan PBB) di KPP Domisili dan/atau KPP Lokasi setelah dilakukan konfirmasi Utang Pajak. Dalam hal tidak ada Utang Pajak, seluruh kelebihan pembayaran pajak dikembalikan kepada Wajib Pajak.
3. Petugas KPP membuat Konsep SPMKP (satu rangkap) berdasarkan SKPKPP dalam sistem informasi perpajakan dengan penomoran sebagai berikut: XXX-XXXX-XXXX untuk direkam dalam Aplikasi SPM, dengan ketentuan:
  1. 3 (tiga) digit pertama merupakan kode KPP;
  2. 4 (empat) digit kedua merupakan nomor urut SPMKP yang dimulai dengan nomor 0001, 0002, 0003, dan seterusnya;
  3. 4 (empat) digit terakhir merupakan tahun penerbitan SPMKP.
Setelah mencetak SPMKP (empat rangkap) dari Aplikasi SPM, petugas KPP merekam nomor SPMKP yang dicetak ke dalam sistem informasi perpajakan dan menyampaikan SPMKP beserta SKPKPP, Konsep SPMKP, dan surat setoran (dalam hal terdapat kompensasi Utang Pajak) kepada Kepala KPP.
4. Kepala KPP menandatangani SPMKP, SKPKPP, dan Konsep SPMKP. Dalam hal terdapat SSP untuk kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran dan/atau SSP PBB atas kompensasi utang PBB pada KPP sendiri, Kepala KPP menandatangani SSP dan/atau SSP PBB.
5. SPMKP diterbitkan sejumlah nilai bruto pengembalian kelebihan pembayaran pajak untuk dikembalikan kepada Wajib Pajak dan/atau kompensasi Utang Pajak.
6. Dalam hal SPMKP telah diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh KPPN, Petugas KPP merekam nomor SP2D dalam sistem informasi perpajakan.
7. Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran PBB, SKKP PBB atau Penghitungan Lebih Bayar PBB terlebih dahulu direkam dalam sistem informasi perpajakan.
   
C. Konfirmasi Utang Pajak
1. Kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan Utang Pajak dengan urutan prioritas sebagai berikut:
  1. Utang Pajak yang mendekati tanggal daluwarsa penagihan;
  2. Utang Pajak yang bernilai paling besar;
  3. Utang Pajak yang dikompensasikan melalui potongan SPMKP.
Misalnya dalam hal terdapat 5 (lima) Utang Pajak sebagai berikut:
No Utang Pajak Nominal
(Rp)
Daluarsa Penagihan
1 SKPKB PPh 10 juta 31/08/2012
2 SKPKB PPN 9 juta 30/09/2011
3 SKPKB PPh Ps. 23 8 juta 31/08/2011
4 SPPT PBB 9 juta 31/08/2011
5 SPPT PBB 10 juta 31/08/2012
Urutan prioritas Utang Pajak yang diperhitungkan adalah 4, 3, 2, 1, dan 5.
2. Permintaan konfirmasi Utang Pajak ditujukan ke internal KPP dan ke KPP lain.
3. Permintaan konfirmasi Utang Pajak untuk internal KPP dilakukan ke Seksi Penagihan (utang PPh, PPN, PPnBM, dan PBB). Jawaban konfirmasi Utang Pajak disampaikan oleh Seksi Penagihan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permintaan konfirmasi Utang Pajak diterima.
4. KPP mengirimkan permintaan konfirmasi Utang Pajak ke KPP lain melalui pos dan faksimili, dan memastikan faksimili tersebut telah diterima oleh KPP yang dituju serta mengarsipkan struk tanda pengiriman faksimili.
5. KPP tujuan konfirmasi mengirimkan jawaban konfirmasi Utang Pajak melalui pos dan faksimili, dan memastikan faksimili tersebut telah diterima oleh KPP yang menerbitkan SPMKP dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak faksimili permintaan konfirmasi Utang Pajak diterima, serta mengarsipkan struk tanda pengiriman faksimili.
6. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 4 tidak dipenuhi oleh KPP tujuan konfirmasi, KPP dapat melanjutkan proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak tanpa menunggu jawaban konfirmasi Utang Pajak.
7. Dalam hal Utang Pajak tercantum dalam SPPT PBB, jawaban konfirmasi Utang Pajak mencantumkan jumlah yang tercantum dalam SPPT PBB dan tanggal jatuh tempo pembayaran.
8. Utang PBB yang tercantum dalam SPPT diperhitungkan beserta denda administrasi Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang PBB.
9. Atas permohonan Wajib Pajak, kelebihan pembayaran pajak dapat diperhitungkan dengan pajak yang akan terutang (misalnya PPh Pasal 25) atau Utang Pajak atas nama Wajib Pajak lain. Permohonan Wajib Pajak tersebut diajukan sebelum diterbitkan SKPKPP.
10. KPP yang menerbitkan SPMKP memberitahukan secara tertulis ke KPP yang mengadministrasikan Utang Pajak bahwa Utang Pajak yang dikonfirmasi dapat/tidak dapat diperhitungkan dengan kelebihan pembayaran pajak. Dalam hal terdapat utang pajak yang dapat diperhitungkan, dilampiri dengan kopi SKPKPP dan SPMKP.
   
D. Kompensasi Utang Pajak
1. Kompensasi Utang Pajak adalah pembayaran Utang Pajak yang dananya berasal dari kelebihan pembayaran pajak yang telah disetor ke rekening kas negara melalui penerbitan SPMKP dengan SP2D, yang terdiri dari:
  1. kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP; dan/atau
  2. kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran.
2. Kompensasi Utang Pajak dilakukan melalui potongan SPMKP, dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran PPh, PPN, atau PPnBM, diperhitungkan dengan utang PPh, PPN, atau PPnBM. Tata cara kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP adalah sebagai berikut:
  1. KPP membuat Surat Setoran Pajak (SSP) untuk masing-masing Utang Pajak (PPh, PPN, atau PPnBM) atas nama Wajib Pajak, untuk Utang Pajak yang ada di KPP maupun di KPP lain;
  2. KPP menyampaikan SSP ke KPPN beserta SKPKPP dan SPMKP.
3. Kompensasi Utang Pajak dilakukan melalui transfer pembayaran, dalam hal:
  1. pengembalian kelebihan pembayaran PPh, PPN, atau PPnBM, diperhitungkan dengan utang PBB; atau
  2. pengembalian kelebihan pembayaran PBB diperhitungkan dengan utang PPh, PPN, PPnBM, atau PBB,
4. Tata cara kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran atas pengembalian kelebihan pembayaran PPh, PPN, PPnBM, atau PBB yang diperhitungkan dengan utang PBB adalah sebagai berikut:
  1. KPP memperhitungkan kelebihan pembayaran pajak (PPh, PPN, PPnBM, atau PBB) ke utang PBB.
  2. Dalam hal utang PBB yang diperhitungkan diadministrasikan pada KPP lain, Kepala KPP berkoordinasi dengan KPP yang mengadministrasikan utang PBB agar membuat dan menyampaikan SSP PBB ke Bank/Pos Persepsi yang merangkap BO III PBB di Kabupaten/Kota sesuai letak objek PBB.
  3. KPP yang mengadministrasikan utang PBB membuat surat setoran berupa SSP PBB (untuk sektor Pedesaan, sektor Perkotaan, sektor Perkebunan, sektor Perhutanan, dan sektor Pertambangan).
  4. KPP yang mengadministrasikan utang PBB menyampaikan SSP PBB yang telah diisi dan ditandatangani oleh Kepala KPP ke Bank/Pos Persepsi yang merangkap Bank Operasional (BO) III PBB di wilayahnya.
5. Tata cara kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran atas pengembalian kelebihan pembayaran PBB yang diperhitungkan dengan utang PPh, PPN, atau PPnBM, adalah sebagai berikut:
  1. KPP memperhitungkan kelebihan pembayaran PBB ke Utang Pajak (PPh, PPN, atau PPnBM).
  2. KPP membuat surat setoran berupa SSP.
  3. KPP menyampaikan SSP yang telah diisi dan ditandatangani oleh Kepala KPP ke Bank/Pos Persepsi.
6. Untuk pelaksanaan kompensasi Utang Pajak, KPP yang menerbitkan SPMKP dan KPP yang mengadministrasikan Utang Pajak bertanggungjawab dalam hal-hal sebagai berikut:
KPP yang menerbitkan SPMKP KPP yang mengadministrasikan Utang Pajak
1) mengirim konfirmasi Utang Pajak ke KPP lain melalui faksimili dan pos, dan memastikan faksimili tersebut diterima oleh KPP yang mengadministrasikan Utang Pajak;
1) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya faksimili, KPP menjawab konfirmasi Utang Pajak melalui faksimili dan pos, dan memastikan faksimili tersebut diterima oleh KPP penerbit SPMKP;
2) menerima jawaban konfirmasi Utang Pajak;
3) memperhitungkan kelebihan pembayaran pajak ke Utang Pajak dalam Nota Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak;
 
4) membuat SKPKPP dan SPMKP, dan mengirim kopinya beserta surat pengantar via faksimili dan pos ke KPP yang mengadministrasikan Utang Pajak sebagai pemberitahuan adanya Utang Pajak yang dikompensasikan (pemberitahuan dilakukan sebelum dilakukan pengiriman ke KPPN mitra KPP);
5) merekam nomor SKPKPP dan Utang Pajak yang diperhitungkan pada SKPKPP ke dalam sistem informasi perpajakan;
6) membuat SSP dalam hal kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP;
7) membuat dan menyampaikan SSP yang sudah ditandatangani Kepala KPP ke Bank/Pos Persepsi dengan disertai surat pengantar, untuk kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran;
2) menerima pemberitahuan melalui faksimili berupa surat pengantar beserta SKPKPP dan SPMKP. Dalam hal terdapat kompensasi utang PBB di wilayahnya, segera membuat dan me­nyampaikan SSP PBB yang sudah diisi atas nama Wajib Pajak dan ditandatangani Kepala KPP disertai surat pengantar ke Bank/Pos Persepsi yang merangkap BO III PBB di Kabupaten/Kota letak objek PBB;
8) menyampaikan SKPKPP dan SPMKP dan SSP sebagaimana dimaksud pada angka 6) ke KPPN mitra KPP untuk diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D);
3) merekam nomor SKPKPP dan Utang Pajak yang diperhitungkan pada SKPKPP ke dalam sistem informasi perpajakan;
9) berkoordinasi dengan KPPN mitra KPP untuk mengetahui bila transfer pembayaran telah dilakukan oleh Bank Operasional mitra KPPN dan menyampaikan pemberitahuan bahwa telah dilakukan transfer pembayaran ke KPP yang mengadministrasikan utang PBB (koordinasi dan pemberitahuan dapat dilakukan melalui telepon);
10) mengkonfirmasi ke Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud pada angka 7) apakah atas transfer pembayaran sudah diterbitkan NTPN dan NTB/NTP dan SSP sudah divalidasi (pemberitahuan dan konfirmasi dapat dilakukan melalui telepon);
4) Memberitahukan ke Bank/Pos Persepsi yang merangkap BO III PBB di Kabupaten/Kota letak objek PBB mengenai telah dilakukan transfer pembayaran untuk utang PBB yang dimaksud dan sekaligus mengkonfirmasi apakah atas transfer pembayaran sudah diterbitkan NTPN dan NTB/NTP dan SSP PBB sudah divalidasi (pemberitahuan dan konfirmasi dapat dilakukan melalui telepon);
11) mengambil SSP sebagaimana dimaksud pada angka 7) yang telah ditera NTPN dan NTB/NTP serta BPN di Bank/Pos Persepsi dan menerima SSP sebagaimana dimaksud pada angka 6) yang telah ditera NTPN dan NPP serta BPN dari KPPN;
12) mengirimkan lembar ketiga SSP sebagaimana dimaksud pada angka 11) ke KPP yang mengadministrasikan Utang Pajak;
5) mengambil SSP PBB sebagaimana dimaksud pada angka 2) yang telah ditera NTPN dan NTB/NTP di Bank/Pos Persepsi dan mengirimkan SSP PBB dan BPN lembar kesatu ke KPP penerbit SPMKP;
13) menerima SSP PBB dari KPP yang mengadministrasikan utang PBB dan Bukti Penerimaan Negara (BPN) lembar kesatu yang telah ditera NTPN dan NTB/NTP;
14) mengirimkan lembar kesatu SSP PBB dan BPN sebagaimana dimaksud pada angka 13). dan/atau lembar kesatu SSP dan BPN sebagaimana dimaksud pada angka 11) kepada Wajib Pajak.
 
7. Surat setoran berupa SSP dan SSP PBB lembar ketiga dari kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP dan transfer pembayaran diadministrasikan di KPP yang mengadministrasikan Utang Pajak.
   
E. Masa Peralihan
  1. Dalam rangka penyesuaian dan pengembangan sistem informasi perpajakan sesuai dengan proses bisnis pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 tanggal 24 Januari 2011 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, prosedur penerbitan Nota Penghitungan, SKPKPP, dan Konsep SPMKP dilakukan secara manual sampai dengan pemberitahuan lebih lanjut mengenai kesiapan sistem informasi perpajakan diterbitkan.
  2. Dalam hal sistem informasi perpajakan telah dilakukan perbaikan dan penyesuaian, KPP wajib merekam Nota Penghitungan, SKPKPP, dan SPMKP dalam menu konversi dalam sistem informasi perpajakan.
   
F. Penutup
  1. Untuk mengetahui nomor rekening Bank/Pos Persepsi yang digunakan untuk menerima transfer pembayaran, KPP agar menghubungi KPPN mitra kerjanya, baik untuk nomor rekening Bank/Pos Persepsi yang digunakan untuk menerima pembayaran pajak (PPh, PPN, PPnBM) maupun nomor rekening Bank/Pos Persepsi yang digunakan untuk menerima pembayaran PBB. KPP agar berkoordinasi dengan KPPN mitra kerjanya untuk hal-hal lain yang terkait dengan pelaksanaan PMK Nomor 16/PMK.03/2011.
  2. KPP segera memeriksa berkas atau sistem informasi perpajakan atas pengembalian kelebihan pembayaran PPh, PPN, atau PPnBM yang telah diperhitungkan dengan utang PBB sebelum diberlakukannya PMK 16/PMK.03/2011 dan belum dilakukan kompensasi utang PBB, untuk segera diterbitkan SKPKPP dan SPMKP, khusus dalam rangka kompensasi utang PBB.
  3. Sebagai alat bantu dalam menentukan mekanisme kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP atau melalui transfer pembayaran, dapat menggunakan Tabel Kompensasi Utang Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
  4. Permintaan konfirmasi Utang Pajak dan jawaban konfirmasi Utang Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf C angka 3, 4, dan 5 menggunakan Nota Konfirmasi Utang Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
  5. Dalam hal terdapat keraguan atas data utang pajak PBB yang akan dicantumkan dalam jawaban konfirmasi Utang Pajak, terlebih dahulu dilakukan konfirmasi kepada Wajib Pajak yang bersangkutan.
  6. Pelaksanaan tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan sesuai dengan tata cara yang tercantum dalam Lampiran III Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
  7. Pelaksanaan tata cara tindak lanjut surat pemberitahuan kompensasi utang pajak dilakukan sesuai dengan tata cara yang tercantum dalam Lampiran IV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
  8. Pelaksanaan tata cara penerbitan SKPKPP dan SPMKP secara manual dilakukan sesuai dengan tata cara yang tercantum dalam Lampiran V Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
  9. Bentuk format Konsep SPMKP yang digunakan untuk perekaman dalam aplikasi SPM menggunakan format Lampiran VI Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
  10. SKPKPP, SPMKP, dan SSP yang dibuat berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 dapat disampaikan ke KPPN mulai tanggal 14 Maret 2011 sesuai dengan saat mulai dioperasikannya sistem aplikasi SPM yang telah disesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011.
  11. Pada saat berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ./2005 tanggal 21 Maret 2005 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 05/PMK.03/2005 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
  12. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini berlaku pada tanggal ditetapkan.


Demikian disampaikan untuk dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Maret 2011
DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001


Tembusan :
  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
  2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di lingkungan Kantor Pusat DJP;
  3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan.