Undang-Undang Nomor : 1 TAHUN 1995

Perseroan Terbatas


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1995

 TENTANG

PERSEROAN TERBATAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum  Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847:23), sudah tidak sesuai lagi dengan  perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat baik secara nasional maupun internasional;
  2. bahwa disamping bentuk badan hukum Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang, hingga saat ini masih terdapat badan hukum lain dalam bentuk Maskapai Andil Indonesia sebagaimana diatur dalam Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen, Staatsblad 1939 : 569 jo. 717);
  3. bahwa dalam rangka menciptakan kesatuan hukum, untuk memenuhi kebutuhan hukum baru yang dapat lebih memacu pembangunan nasional, serta untuk menjamin kepastian dan penegakan hukum, dualisme pengaturan sebagaimana dimaksud dalam huruf b perlu ditiadakan dengan mengadakan pembaharuan peraturan tentang Perseroan Terbatas;
  4. bahwa pembaharuan pengaturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam huruf c, harus merupakan pengejawantahan asas kekeluargaan menurut dasar-dasar demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang Perseroan Terbatas;

Mengingat :

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;


Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERSEROAN TERBATAS.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
  2. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris.
  3. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.
  4. Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.
  5. Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan.
  6. Perseroan Terbuka adalah perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau perseroan yang melakukan penawaran umum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
  7. Menteri adalah Menteri Kehakiman Republik Indonesia.

Pasal 2


Kegiatan perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.


Pasal 3


(1)  Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya.
(2)  Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku apabila:
a. persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi;
c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau
d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.


Pasal 4


Terhadap perseroan berlaku Undang-undang ini, Anggaran Dasar perseroan, dan peraturan perundang-undangan lainnya.


Pasal 5


Perseroan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam  Anggaran Dasar.


Pasal 6


Perseroan didirikan untuk jangka waktu yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.

BAB II
PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR,
PENDAFTARAN, DAN PENGUMUMAN

Bagian Pertama
Pendirian

Pasal 7


(1)  Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2)  Setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan.
(3)  Dalam hal setelah perseroan disahkan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, maka dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain.
(4) Dalam hal setelah lampau jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, maka pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan tersebut.
(5) Ketentuan yang mewajibkan perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan dalam ayat (3), serta ayat (4) tidak berlaku bagi perseroan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara.
(6) Perseroan memperoleh status badan hukum setelah Akta Pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan ole h Menteri.
(7) Dalam pembuatan Akta Pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.


Pasal 8


(1)  Akta Pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain, sekurang-kurangnya:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri;
b. susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota Direksi dan Komisaris yang pertama kali diangkat; dan
c. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada saat pendirian.
(2)  Akta Pendirian tidak boleh memuat:
a. ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan
b. ketentuan tentang pemberian keuntungan pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
    

Pasal 9


(1)  Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) para pendiri bersama-sama atau kuasanya, mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan Akta Pendirian perseroan.
(2)  Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan diterima.
(3)  Dalam hal permohonan ditolak, penolakan tersebut harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis beserta alasannya dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
    

Pasal 10


(1)  Perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal serta susunan saham perseroan, yang dilakukan oleh pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam Akta Pendirian.
(2)  Naskah asli atau salinan resmi akta otentik mengenai perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diletakkan pada Akta Pendirian.
(3)  Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, maka perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban bagi perseroan.


Pasal 11


(1)  Perbuatan hukum yang dilakukan para pendiri untuk kepentingan perseroan sebelum perseroan disahkan, mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum apabila:
a. perseroan secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat oleh pendiri atau orang lain yang ditugaskan pendiri dengan pihak ketiga.
b. Perseroan secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri atau orang lain yang ditugaskan pendiri, walaupun perjanjian tidak dilakukan atas nama perseroan; atau
c. perseroan mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan atas nama perseroan.
(2)  Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diterima, tidak diambil alih, atau tidak dikukuhkan oleh perseroan, maka masing-masing pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul


Bagian Kedua
Anggaran Dasar

Pasal 12


Anggaran Dasar memuat sekurang-kurangnya:
  1. nama dan tempat kedudukan perseroan;
  2. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  3. jangka waktu berdirinya perseroan;
  4. besarnya jumlah modal dasar, modal yang ditempatkan, dan modal yang disetor;
  5. jumlah saham, jumlah klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
  6. susunan, jumlah, dan nama anggota Direksi dan Komisaris;
  7. penetapan tempat dan tata cara penyelesaian RUPS;
  8. tata cara pemilihan, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan Komisaris;
  9. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen; dan
  10. ketentuan-ketentuan lain menurut Undang-undang ini.

Pasal 13


(1)  Perseroan tidak boleh menggunakan nama yang:
a. telah dipakai secara sah oleh perseroan lain atau mirip dengan nama perseroan lain; atau
b. bertentangan dengan ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
(2)  Nama perseroan harus didahului dengan perkataan "Perseroan Terbatas" atau disingkat "PT".
(3)  Dalam hal Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pada akhir nama perseroan ditambah singkatan kata "Tbk".
(4) Ketentuan mengenai pemakaian nama perseroan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
     

Pasal 14


(1)  Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh RUPS.
(2)  Usul adanya perubahan Anggaran Dasar dicantumkan dalam surat panggilan atau pengumuman untuk mengadakan RUPS.
   

Pasal 15


(1)  Perubahan tertentu Anggaran Dasar harus mendapat persetujuan Menteri dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan serta diumumkan sesuai dengan ketentuan dalam Undangundang ini.
(2)  Perubahan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. nama perseroan;
b. maksud dan tujuan perseroan;
c. kegiatan usaha perseroan;
d. jangka waktu berdirinya perseroan, apabila Anggaran Dasar menetapkan jangka waktu tertentu;
e. besarnya modal dasar;
f. pengurangan modal ditempatkan dan disetor; atau
g. status Perseroan Tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.
(3)  Perubahan Anggaran Dasar selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) cukup dilaporkan kepada Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat bela s) hari terhitung sejak keputusan RUPS, dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.


Pasal 16


Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.


Pasal 17


(1)  Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal persetujuan diberikan.
(2)  Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) mulai berlaku sejak tanggal pendaftaran.
 

Pasal 18


Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat perseroan dinyatakan pailit kecuali dengan persetujuan kurator.


Pasal 19


Permohonan persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) ditolak apabila :
  1. bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan Anggaran Dasar;
  2. isi perubahan bertentangan dengan peraturan perundang undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan; atau

Pasal 20


Tata Cara pengajuan permohonan, pemberian persetujuan, dan penolakan atas perubahan Anggaran Dasar dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.


Bagian Ketiga
Pendaftaran dan Pengumuman

Pasal 21


(1)  Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan:
a. Akta Pendirian beserta surat pengesahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6);
b. akta perubahan Anggaran Dasar beserta surat persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2); atau
c. akta perubahan Anggaran Dasar beserta laporan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).
(2)  Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pengesahan atau persetujuan diberikan atau setelah tanggal penerimaan laporan.
   

Pasal 22


(1)  Perseroan yang telah didaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
(2)  Permohonan pengumuman perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan Direksi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran.
(3)  Tata cara pengajuan permohonan pengumuman dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    

Pasal 23


Selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 belum dilakukan, maka Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan.


BAB III
MODAL DAN SAHAM

Bagian Pertama
Modal

Pasal 24


(1)  Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.
(2)  Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikeluarkan atas nama dan atau atas tunjuk.
     

Pasal 25


(1)  Modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
(2)  Undang-undang atau peraturan pelaksanaan yang mengatur bidang usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal dasar perseroan yang berbeda dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3)  Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan penentuan besarnya modal dasar Perseroan Terbuka beserta perubahannya, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
    

Pasal 26


(1)  Pada saat pendirian perseroan, paling sedikit 25 % (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 harus telah ditempatkan.
(2)  Setiap penempatan modal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus telah disetor paling sedikit 50 % (lima puluh persen) dari nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan.
(3)  Seluruh saham yang telah dikeluarkan harus disetor penuh pada saat pengesahan perseroan dengan bukti penyetoran yang sah.
(4) Pengeluaran saham lebih lanjut setiap kali harus disetor penuh.
    

Pasal 27


(1)  Penyetoran atas saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan atau dalam bentuk lainnya.
(2)  Dalam hal penyetoran saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penilaian harga ditetapkan oleh ahli yang tidak terikat pada perseroan.
(3)  Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian.
(4) Bagi Perseroan Terbuka setiap pengeluaran saham harus telah disetor penuh dengan tunai.
     

Pasal 28


(1)  Pemegang saham yang mempunyai tagihan terhadap perseroan tidak dapat menggunakan hak tagihannya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga sahamnya.
(2)  Bentuk-bentuk tagihan tertentu selain tagihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dapat dikompensasikan sebagai setoran saham, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
    

Pasal 29


(1)  Perseroan dilarang mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri.
(2)  Larangan pemilikan saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi anak perusahaan terhadap saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaannya.
  

Bagian Kedua
Perlindungan Modal dan
Kekayaan Perseroan

Pasal 30


(1)  Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan:
(1)  dibayar dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini; dan
(2)  jumlah nilai nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama dengan yang dimiliki oleh anak perusahaan dan gadai saham yang dipegang, tidak melebihi 10 % (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan.
(2)  Perolehan saham, baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ayat (1) batal demi hukum dan pembayaran yang telah diterima oleh pemegang saham harus dikembalikan kepada perseroan.
(3)  Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas semua kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat batal demi hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
    

Pasal 31


(1)  Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) atau pengalihannya lebih lanjut hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS.
(2)  Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara tersebut.
   

Pasal 32


(1)  RUPS dapat menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 kepada organ lain untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun.
(2)  Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setiap kali dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun.
(3)  Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS.


Pasal 33


(1)  Saham yang dibeli kembali oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan  jumlah korum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan dalam Undangundang ni dan atau Anggaran Dasar.
(2)  Saham induk perusahaan yang dibeli oleh anak perusahaannya juga tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah korum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan dalam Undangundang ini dan atau Anggaran Dasar.
    

Bagian Ketiga
Penambahan Modal

Pasal 34


(1)  Penambahan modal perseroan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS.
(2)  RUPS dapat menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Komisaris untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun.
(3)  Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS.
   

Pasal 35


Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, korum, dan jumlah suaru untuk perubahan Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar.


Pasal 36


(1)  Dalam hal Anggaran Dasar tidak menentukan lain, seluruh saham yang dikeluarkan dalam penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.
(2)  Dalam hal pemegang saham tidak menggunakan hak untuk membeli saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak penawaran, perseroan menawarkan kepada karyawan mendahului penawaran kepada orang lain untuk membeli jumlah tertentu atas saham tersebut.
(3)  Ketentuan mengenai saham yang ditawarkan kepada karyawan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Keempat
Pengurangan Modal

Pasal 37


(1)  Pengurangan modal perseroan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35.
(2)  Direksi wajib memberitahukan secara tertulis keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada semua kreditor dan mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan.
    

Pasal 38


(1)  Dalam waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), kreditor dapat mengajukan keberatan secara tertulis disertai alasannya kepada perseroan atas keputusan pengurangan modal dengan tembusan kepada Menteri.
(2)  Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) diterima, perseroan wajib memberikan jawaban atas keberatan yang diajukan disertai alasannya.
(3)  Dalam hal perseroan menolak keberatan atau tidak memberikan penyelesaian yang disepakati kreditor, maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jawaban perseroan diterima kreditor dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.
  

Pasal 39


(1)  Pengurangan modal berlaku setelah perubahan Anggaran Dasar mendapat persetujuan Menteri.
(2)  Persetujuan menteri atas perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan apabila:
a. tidak terdapat keberatan tertulis dari kreditor dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 38 ayat(1);
b. telah dicapai penyelesaian atas keberatan yang diajukan kreditor; atau
c. gugatan kreditor telah mendapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.


Pasal 40


Perubahan Anggaran Dasar disertai persetujuan Menteri tentang pengurangan modal harus didaftarkan dan diumumkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 dan Pasal 22.


Pasal 41


(1)  Pengurangan modal harus dilakukan atas setiap saham atau atas semua saham dari klasifikasi saham yang sama secara seimbang.
(2)  Dalam hal terdapat lebih dari satu klasifikasi saham, keputusan pengurangan modal hanya dapat diambil sepanjang sesuai dengan keputusan yang telah terlebih dahulu diambil dalam rapat pemegang saham dari klasifikasi tersebut yang halnya dirugikan oleh keputusan pengurangan modal.
    

Bagian Kelima
Saham


Pasal 42


(1)  Nilai nominal saham harus dicantumkan dalam mata uang Republik Indonesia.
(2)  Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan.
(3)  Saham atas tunjuk hanya dapat dikeluarkan apabila nilai nominal saham atau nilai yang diperjanjikan disetor penuh.


Pasal 43


(1)  Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan Daftar Pemegang Saham, yang sekurangkurangnya memuat:
a. nama dan alamat pemegang saham;
b. jumlah, nomor, dan tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham dan apabila dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham, tiap-tiap klasifikasi saham tersebut;
c. jumlah yang disetor atas setiap saham;
d. nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham dan tanggal perolehan hak gadai tersebut; dan
e. keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2).
(2)  Selain Daftar Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perseroan wajib mengadakan dan menyimpan Daftar Khusus yang memuat keterangan mengenai kepemilikan saham anggota Direksi dan Komisaris beserta keluarganya pada perseroan tersebut dan atau pada perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
(3)  Dalam hal perseroan mengeluarkan saham atas tunjuk, maka dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dicatat tanggal, jumlah, dan nomor saham atas tunjuk yang dikeluarkan.
(4) Dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dicatat pula setiap perubahan kepemilikan saham.
(5) Dalam Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disediakan di tempat kedudukan perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham.


Pasal 44


Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.


Pasal 45


(1)  Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi.
(2)  Dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang, maka hak yang timbul dari saham tersebut hanya dapat digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang wakil bersama.
    

Pasal 46


(1)  Anggaran Dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih.
(2)  Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama.
(3)  Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, maka Anggaran Dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi sebagai saham biasa.
(4) Selain klasifikasi saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih:
a. Dengan hak suara khusus, bersyarat, terbatas, atau tanpa hak suara;
b. yang setelah jangka waktu tertentu dapat ditarik kembali atau dapat ditukar dengan klasifikasi saham lain;
c. yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima pembagian dividen secara kumulatif atau non kumulatif; dan atau
d. yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen dan sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi.
     

Pasal 47


(1)  Anggaran Dasar dapat menentukan pecahan nilai nominal saham.
(2)  Pemegang pecahan nilai nominal saham tidak diberikan hak suara perseorangan, kecuali pemegang pecahan nilai nominal saham baik sendiri atau bersama pemegang pecahan nilai nominal saham lainnya yang sejenis memiliki nilai nominal sebesar 1 (satu) nominal saham dari klasifikasi tersebut.
    

Pasal 48


Dalam Anggaran Dasar perseroan ditentukan cara pemindahan hak atas saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 49


(1)  Pemindahan hak atas saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak.
(2)  Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan.
(3)  Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham atas nama, tanggal dan hari pemindahan hak tersebut dalam Daftar Pemegang Saham atau Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2).
(4) Pemindahan hak atas saham atas tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat saham.
(5) Bentuk dan tata cara pemindahan hak atas saham atas nama dan saham atas tunjuk yang diperdagangkan di pasar modal diatur dalam peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.
   

Pasal 50


Dalam Anggaran Dasar dapat diatur ketentuan pembatasan pemindahan hak atas saham yaitu:
  1. keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lainnya; dan atau
  2. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan.

Pasal 51


(1)  Dalam hal Anggaran Dasar mengharuskan pemegang saham menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lain yang tidak dipilihnya sendiri, perseroan wajib menjamin bahwa semua saham yang ditawarkan dibeli dengan harga yang wajar dan dibayar tunai dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penawaran dilakukan.
(2)  Dalam hal perseroan tidak dapat menjamin terlaksananya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemegang saham dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada karyawan mendahului penawaran kepada orang lain.
(3)  Setiap pemegang saham yang diharuskan menawarkan sahamnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berhak menarik kembali penawaran tersebut setelah lampaunya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Penawaran saham terlebih dahulu kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lainnya hanya dapat dilakukan satu kali.
(5) Ketentuan mengenai penawaran dan penjualan saham kepada karyawan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
   

Pasal 52


(1)  Pemberian persetujuan atau penolakan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan organ perseroan harus diberikan secara tertulis dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak organ perseroan menerima permintaan pemindahan hak tersebut.
(2)  Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lampau dan organ perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, maka organ perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut.
(3)  Dalam hal pemindahan hak atas saham atas nama disetujui oleh organ perseroan, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan dilakukan dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak persetujuan diberikan.
(4) Dalam hal pemindahan hak atas saham ditolak, maka organ perseroan harus menunjuk calon pembeli lain sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1).
(5) Dalam hal pemindahan hak atas saham ditolak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak disertai penunjukan, maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
    

Pasal 53


(1)  Saham atas tunjuk dapat digadaikan.
(2)  Saham atas nama dapat digadaikan sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
(3)  Gadai saham harus dicatat dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43.
(4) Hak suara atas saham yang digadaikan tetap ada pada pemegang saham.
    

Pasal 54


(1)  Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya.
(2)  Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi atau Komisaris.
(3)  Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dia jukan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.


Pasal 55


(1)  Setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar, apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa:
a. perubahan Anggaran Dasar;
b. penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan; atau
c. penggabungan, peleburan, atau pengambil alihan perseroan.
(2)  Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), maka perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak lain.
    

BAB IV
LAPORAN TAHUNAN DAN
PENGGUNAAN LABA

Bagian Pertama
Laporan Tahunan


Pasal 56


Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, Direksi menyusun laporan tahunan untuk diajukan kepada RUPS, yang memuat sekurang-kurangnya:
  1. perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut;
  2. neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalam satu grup, di samping neraca dari masing-masing perseroan tersebut;
  3. laporan mengenai keadaan dan jalannya perseroan serta hasil yang telah dicapai;
  4. kegiatan utama perseroan dan perubahan selama tahun buku;
  5. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan perseroan;
  6. nama anggota Direksi dan Komisaris; dan
  7. gaji dan tunjangan lain bagi anggota Direksi dan Komisaris.

Pasal 57


(1)  Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Komisaris.
(2)  Dalam hal ada anggota Direksi atau Komisaris tidak menandatangani laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disebutkan alasannya secara tertulis.
    

Pasal 58


(1)  Perhitungan tahunan dibuat sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan.
(2)  Dalam hal Standar Akuntansi Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya harus diberikan penjelasan serta alasannya.
   

Pasal 59


(1)  Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada akuntan publik untuk diperiksa apabila:
a. bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat;
b. perseroan mengeluarkan surat pengakuan utang; atau
c. perseroan merupakan Perseroan Terbuka.
(2)  Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dipenuhi, perhitungan tahunan tidak boleh disahkan oleh RUPS.
(3)  Laporan atas hasil pemeriksaan akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.
(4) Perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian.
   

Pasal 60


(1)  Persetujuan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan dilakukan oleh RUPS.
(2)  Keputusan atas persetujuan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diambil sesuai dengan ketentuan dalam Undangundang ini dan atau Anggaran Dasar.
(3)  Dalam hal dokumen perhitungan tahunan yang disediakan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan, anggota Direksi dan Komisaris secara tanggung renteng bertanggungjawab terhadap pihak yang dirugikan.
(4) Anggota Direksi dan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.
    

Bagian Kedua
Penggunaan Laba

Pasal 61

(1)  Setiap tahun buku, perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan.
(2)  Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal yang ditempatkan.
(3)  Cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.
(4) Ketentuan mengenai penyisihan laba bersih untuk cadangan dan penggunaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 62


(1)  Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) diputuskan oleh RUPS.
(2)  Dalam hal RUPS tidak menentukan lain, seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen.
(3)  Setelah 5 (lima) tahun, dividen yang tidak diambil dimasukkan ke dalam cadangan yang diperuntukkan untuk itu.
(4) Pengambilan dividen sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Anggaran Dasar.
   

BAB V
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

Pasal 63


(1)  RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar.
(2)  RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan atau Komisaris.
   

Pasal 64


(1)  RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
(2)  Tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terletak di wilayah Negara Republik Indonesia.
    

Pasal 65


(1)  RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya.
(2)  RUPS tahunan diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku.
(3)  Dalam RUPS tahunan harus diajukan semua dokumen perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.
(4) RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan.
     

Pasal 66


(1)  Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya.
(2)  Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat juga dilakukan atas permintaan 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.
(3)  Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan kepada Direksi atau Komisaris dengan surat tercatat disertai alasannya.
(4) RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
    

Pasal 67


(1)  Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada pemohon untuk:
a. melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan, atas permohonan pemegang saham apabila Direksi atau Komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan; atau
b. melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya, atas permohonan pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), apabila Direksi atau Komisaris setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permintaan tidak melakukan pemanggilan RUPS lainnya.
(2)  Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menetapkan bentuk, isi, dan jangka waktu pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan Undang-undang ini atau Anggaran Dasar.
(3)  Dalam hal RUPS diselenggarakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan Direksi dan atau Komisaris untuk hadir.
(4) Penetapan Ketua Pengadilan Negeri mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir.
  

Pasal 68


(1)  Untuk menyelenggarakan RUPS Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham.
(2)  Dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar, pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh Komisaris.
   

Pasal 69


(1)  Pemanggilan RUPS dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum RUPS diadakan.
(2)  Pemanggilan RUPS dilakukan dengan surat tercatat.
(3)  Pemanggilan RUPS untuk Perseroan Terbuka dilakukan dalam 2 (dua) surat kabar harian.
(4) Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor perseroan mulai hari dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan hari RUPS diadakan.
(5) Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) kepada pemegang saham secara cuma-cuma.
(6) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), keputusan tetap sah apabila RUPS dihadiri oleh seluruh pemegang saham yang mewakili saham dengan hak suara yang sah dan disetujui dengan suara bulat.
     

Pasal 70


(1)  Bagi Perseroan Terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dalam 2 (dua) surat kabar harian.
(2)  Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
    

Pasal 71


(1)  Pemegang saham dengan hak suara yang sah, baik sendiri maupun dengan kuasa tertulis berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya.
(2)  Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Komisaris, dan karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
    

Pasal 72


(1)  Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara kecuali Anggaran Dasar menentukan lain.
(2)  Saham perseroan yang dimiliki oleh perseroan itu sendiri tidak mempunyai hak suara.
(3)  Saham induk perusahaan yang dimiliki oleh anak perusahaannya juga tidak mempunyai hak suara.
   

Pasal 73


(1)  RUPS dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, kecuali Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar menentukan lain.
(2)  Dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, diadakan pemanggilan RUPS kedua.
(3)  Pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua diselenggarakan.
(4) RUPS kedua diselenggarakan paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari dari RUPS pertama.
(5) RUPS kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah.
(6) Dalam hal korum RUPS kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak tercapai, atas permohonan perseroan korum ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri.
    

Pasal 74


(1)  Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(2)  Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah, kecuali Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan harus dia mbil berdasarkan suara yang lebih besar dari suara terbanyak biasa.


Pasal 75


(1)  Keputusan RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara tersebut.
(2)  Dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, maka dalam RUPS kedua keputusan sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh suara terbanyak dari jumlah suara tersebut.
    

Pasal 76


Dalam hal penggabungan, peleburan, pengambil alihan, kepailitan dan pembubaran perseroan, keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.


Pasal 77


Setiap penyelenggaraan RUPS wajib dibuat risalah dan dibubuhi tandatangan ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.


Pasal 78


(1)  Dalam Anggaran Dasar perseroan dapat ditentukan bahwa keputusan RUPS dapat diambil dengan cara lain dari rapat.
(2)  Dalam hal Anggaran Dasar mengatur ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), keputusan dapat diambil apabila semua pemegang saham dengan hak suara yang sah telah menyetujui secara tertulis baik mengenai cara maupun keputusan yang diambil.
   

BAB VI
DIREKSI DAN KOMISARIS

Bagian Pertama
Direksi

Pasal 79


(1)  Kepengurusan perseroan dilakukan oleh Direksi.
(2)  Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.
(3)  Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
 

Pasal 80


(1)  Anggota Direksi diangkat oleh RUPS.
(2)  Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama anggota Direksi dalam Akta Pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b.
(3)  Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali.
(4) Anggaran Dasar mengatur tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian anggota Direksi tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan.
    

Pasal 81


(1)  Peraturan tentang pembagian tugas dan wewenang setiap anggota Direksi serta besar dan jenis penghasilan Direksi ditetapkan oleh RUPS.
(2)  Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan bahwa kewenangan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Komisaris atas nama RUPS.
   

Pasal 82


Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.


Pasal 83


(1)  Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, maka yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi kecuali ditentukan lain dalam Undangundang ini dan atau Anggaran Dasar.
(2)  Anggaran Dasar dapat menentukan pembatasan wewenang anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).


Pasal 84


(1)  Anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila:
a. terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau
b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan.
(2)  Dalam Anggaran Dasar ditetapkan yang berhak mewakili perseroan apabila terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3)  Dalam hal Anggaran Dasar tidak menetapkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), RUPS mengangkat 1 (satu) orang pemegang saham atau lebih untuk mewakili perseroan.
   

Pasal 85


(1)  Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
(2)  Setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3)  Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.
    

Pasal 86


(1)  Direksi wajib:
(1)  membuat dan memelihara Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi; dan
(2)  menyelenggarakan pembukuan perseroan.
(2)  Daftar Pemegang Saham, risalah dan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disimpan di tempat kedudukan perseroan.
(3)  Atas Permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan salinan Daftar Pemegang Saham, risalah dan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
    

Pasal 87


Anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain.


Pasal 88


(1)  Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan.
(2)  Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik.
(3)  Keputusan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan.


Pasal 89


Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan perseroan atau lebih atau orang lain untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu.


Pasal 90


(1)  Direksi hanya dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit  berdasarkan keputusan RUPS.
(2)  Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian itu.
(3)  Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggungjawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.
 

Pasal 91


(1)  Anggota Direksi dapat sewaktu-waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.
(2)  Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.
(3)  Dengan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kedudukannya sebagai anggota Direksi berakhir.
     

Pasal 92


(1)  Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh RUPS atau Komisaris dengan menyebutkan alasannya.
(2)  Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada Direksi yang bersangkutan.
(3)  Anggota Direksi yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berwenang melakukan tugasnya.
(4) Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diadakan RUPS.
(5) Dalam RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(6) RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara tersebut atau memberhentikan anggota Direksi yang bersangkutan.
(7) Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari tidak diadakan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), pemberhentian sementara tersebut batal.
    

Pasal 93


Dalam Anggaran Dasar diatur ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan Direksi yang kosong atau dalam hal Direksi diberhentikan untuk sementara atau berhalangan.


Bagian Kedua
Komisaris

Pasal 94


(1)  Perseroan memiliki Komisaris yang wewenang dan kewajibannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2)  Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang Komisaris.
(3)  Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) orang Komisaris, mereka merupakan sebuah majelis.
    

Pasal 95


(1)  Komisaris diangkat oleh RUPS.
(2)  Untuk pertama kali pengangkatan Komisaris dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama Komisaris dalam Akta Pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b.
(3)  Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali.
(4) Anggaran Dasar mengatur tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian Komisaris tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan.
    

Pasal 96


Yang dapat diangkat menjadi Komisaris adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.


Pasal 97


Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi.


Pasal 98


(1)  Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
(2)  Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.
    

Pasal 99


Komisaris wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain.


Pasal 100


(1)  Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
(2)  Berdasarkan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS, Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
(3)  Bagi Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga.
   

Pasal 101


(1)  Anggota Komisaris dapat diberhentikan atau diberhentikan sementara oleh RUPS.
(2)  Ketentuan mengenai pemberhentian dan pemberhentian sementara anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) berlaku pula terhadap Komisaris.
    

BAB VII
PENGGABUNGAN, PELEBURAN,
DAN PENGAMBIL ALIHAN

Pasal 102


(1)  Satu perseroan atau lebih dapat menggabungkan diri menjadi satu dengan perseroan yang telah ada atau meleburkan diri dengan perseroan lain dan membentuk perseroan baru.
(2)  Rencana penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Rancangan Penggabungan atau Peleburan yang disusun bersama oleh Direksi dari perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan, yang memuat sekurangkurangnya:
a. nama perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan;
b. alasan serta penjelasan masing-masing Direksi perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan dan persyaratan penggabungan atau peleburan;
c. tata cara konversi saham dari masing-masing perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan terhadap saham perseroan hasil penggabungan atau peleburan;
d. rancangan perubahan Anggaran Dasar perseroan hasil penggabungan apabila ada, atau rancangan Akta Pendirian perseroan baru hasil peleburan;
e. neraca, perhitungan laba rugi yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari semua perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan; dan
f. hal-hal lain yang perlu diketahui oleh pemegang saham masing-masing perseroan.
(3)  Penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila Rancangan Penggabungan atau Peleburan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disetujui oleh RUPS masing-masing perseroan.


Pasal 103


(1)  Pengambil alihan perseroan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.
(2)  Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan melalui pengambilalihan seluruh atau sebagian besar saham yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
(3)  Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh perseroan, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Rencana pengambilalihan dituangkan dalam Rancangan Pengambilalihan yang disusun oleh Direksi perseroan yang akan mengambil alih dan yang akan diambil alih, yang memuat sekurang-kurangnya:
1)  nama perseroan yang mengambil alih dan yang diambil alih; dan
2)  alasan serta penjelasan Direksi perseroan masing masing mengenai persyaratan serta tata cara pengabilalihan saham perseroan yang diambil alih.
b. Pengambilalihan dilakukan dengan persetujuan RUPS perseroan yang diambil alih dan persetujuan Anggota atau Badan Pengurus dari badan hukum yang bukan perseroan yang mengambil alih.
(5) Dalam hal pengambilalihan dilakukan orang perseorangan, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Rencana pengambilalihan dituangkan dalam Rancangan Pengambilalihan yang disusun oleh Direksi perseroan yang akan diambil alih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih, yang memuat sekurang-kurangnya:
1)  nama perseroan yang akan diambil alih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih; dan
2)  alasan serta penjelasan Direksi perseroan yang akan diambil alih mengenai persyaratan dan tata cara pengambilalihan saham.
b. Pengambilalihan dilakukan dengan persetujuan RUPS perseroan yang akan diambil alih atas Rancangan yang diajukan Direksi perseroan yang akan diambil alih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak membatasi badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan lain langsung dari pemegang saham.
 

Pasal 104


(1)  Perbuatan hukum penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan harus memperhatikan:
a. kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas dan karyawan perseroan; dan
b. kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
(2)  Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar.
    

Pasal 105


(1)  Keputusan RUPS mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 74 ayat (1) dan Pasal 76.
(2)  Direksi wajib mengumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian mengenai rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
    

Pasal 106


(1)  Rancangan Penggabungan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS dilampirkan pada permohonan perubahan Anggaran Dasar perseroan untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1).
(2)  Rancangan Penggabungan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS baik yang tidak disertai perubahan Anggaran Dasar maupun yang disertai perubahan Anggaran Dasar dilaporkan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).
(3)  Rancangan Peleburan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS dilampirkan pada permohonan pengesahan Akta Pendirian perseroan hasil peleburan untuk mendapat pengesahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6).
(4) Rancangan Pengambilalihan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS dilaporkan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 berlaku pula bagi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan.
  

Pasal 107


(1)  Dalam hal terjadi penggabungan atau peleburan, maka perseroan yang menggabungkan diri atau meleburkan diri menjadi bubar.
(2)  Pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi.
(3)  Dalam hal pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak didahului dengan likuidasi, maka:
a. aktiva dan pasiva perseroan yang digabungkan atau yang meleburkan diri, beralih karena hukum kepada perseroan hasil penggabungan atau peleburan; dan
b. pemegang saham perseroan yang digabungkan atau yang meleburkan diri menjadi pemegang saham perseroan hasil penggabungan atau peleburan.
    

Pasal 108


(1)  Direksi perseroan hasil penggabungan atau peleburan wajib mengumumkan hasil penggabungan atau peleburan tersebut dalam 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penggabungan, atau peleburan selesai dilakukan.
(2)  Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula terhadap Direksi perseroan yang melakukan pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1).
   

Pasal 109


Ketentuan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VIII
PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN

Pasal 110


(1)  Pemeriksaan terhadap perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa:
a. perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga; atau
b. anggota Direksi atau Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
(2)  Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.
(3)  Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukan oleh:
a. pemegang saham atas nama diri sendiri atau atas nama perseroan apabila mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah;
b. pihak lain yang dalam Anggaran Dasar perseroan atau perjanjian dengan perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau
c. Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.
  

Pasal 111


(1)  Ketua Pengadilan Negeri berhak menolak atau mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110.
(2)  Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menolak permohonan apabila permohonan tersebut tidak didasarkan atas alasan yang wajar.
(3)  Dalam hal permohonan dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan bagi pemeriksaan dan pengangkatan paling banyak 3 (tiga) orang ahli untuk melakukan pemeriksaan.
(4) Setiap anggota Direksi, Komisaris, karyawan perseroan, dan akuntan publik yang telah ditunjuk oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) tidak dapat diangkat sebagai ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Pemeriksa berhak memeriksa semua dokumen dan kekayaan perseroan yang dianggap perlu untuk diketahui.
(6) Direksi, Komisaris, dan semua karyawan perseroan wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan
(7) Pemeriksa dilarang mengumumkan hasil pemeriksaan kepada pihak lain.


Pasal 112


(1)  Laporan hasil pemeriksaan disampaikan oleh pemeriksa kepada Ketua Pengadilan Negeri.
(2)  Ketua Pengadilan Negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan hanya kepada pemohon dan perseroan yang bersangkutan.
   

Pasal 113


(1)  Dalam hal permohonan untuk melakukan pemeriksaan dikabulkan, maka ketua Pengadilan Negeri menentukan jumlah maksimum biaya pemeriksaan.
(2)  Biaya sebagaimana dimaksud dibayar oleh perseroan.
(3)  Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan perseroan dapat menetapkan penggantian seluruh atau sebagian biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada pemohon, anggota Direksi, dan atau Komisaris.
    

BAB IX
PEMBUBARAN PERSEROAN DAN LIKUIDASI

Pasal 114


Perseroan bubar karena:
  1. keputusan RUPS;
  2. jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir;
  3. penetapan Pengadilan.

Pasal 115


(1)  Direksi dapat mengajukan usul pembubaran perseroan kepada RUPS.
(2)  Keputusan RUPS tentang pembubaran perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) dan Pasal 76.
(3)  Perseroan bubar pada saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS.
(4) Pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diikuti dengan likuidasi oleh likuidator.
    

Pasal 116


(1)  Dalam hal perseroan bubar karena jangka waktu berdirinya berakhir sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar, Menteri atas permohonan Direksi dapat memperpanjang jangka waktu tersebut.
(2)  Permohonan memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui paling sedikit oleh 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.
(3)  Permohonan memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar, diajukan kepada Menteri paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya perseroan berakhir.
(4) Keputusan Menteri atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permohonan diterima.
(5) Dalam hal jangka waktu berdirinya perseroan berakhir dan RUPS memutuskan tidak memperpanjang jangka waktu tersebut, maka proses likuidasinya dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Bab ini.
    

Pasal 117


(1)  Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan atas:
a. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan kuat perseroan melanggar kepentingan umum;
b. permohonan 1 (satu) orang pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah;
c. permohonan kreditor berdasarkan alasan:
1)  perseroan tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau
2)  harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya setelah pernyataan pailit dicabut; atau
d. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam Akta Pendirian perseroan.
(2)  Dalam penetapan pengadilan ditetapkan pula penunjukan likuidator.
    

Pasal 118


(1)  Dalam hal perseroan bubar, likuidator dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari wajib:
a. mendaftarkan dalam daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
b. mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia;
c. mengumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian; dan
d. memberitahukan kepada Menteri.
(2)  Selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c belum dilakukan, bubarnya perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
(3)  Dalam hak likuidator lalai mendaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka likuidator secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga.
(4) Dalam pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disebutkan nama dan alamat likuidator.
  

Pasal 119


(1)  Dalam hal perseroan bubar, maka perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi.
(2)  Tindakan pemberesan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. pencatatan dan pengumpulan kekayaan perseroan;
b. penentuan tata cara pembagian kekayaan;
c. pembayaran kepada para kreditor;
d. pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan
e. tindakan-tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.
(3)  Dalam hal perseroan sedang dalam proses likuidasi, maka pada surat keluar dicantumkan kata-kata "dalam likuidasi" di belakang nama perseroan.


Pasal 120


(1)  Likuidator dari perseroan yang telah bubar wajib memberitahukan kepada semua kreditornya dengan surat tercatat mengenai bubarnya perseroan.
(2)  Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat:
a. nama dan alamat likuidator;
b. tata cara pengajuan tagihan; dan
c.  jangka waktu mengajukan tagihan yang tidak boleh lebih dari 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak surat pemberitahuan diterima.
(3)  Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b dan huruf c, dan kemudian ditolak, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.
    

Pasal 121


(1)  Kreditor yang tidak mengajukan tagihannya sesuai dengan ketentuan Pasal 120 ayat (2) huruf c,dapat mengajukan tagihannya melalui Pengadilan Negeri dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak bubarnya perseroan didaftarkan dan diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118.
(2)  Tagihan yang diajukan kreditor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap sisa kekayaan perseroan yang belum dibagikan kepada pemegang saham.
   

Pasal 122


(1)  Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, maka Direksi bertindak selaku likuidator.
(2)  Ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tanggung jawab, dan pengawasan terhadap Direksi berlaku pula bagi likuidator.
   

Pasal 123


Atas permohonan 1 (satu) orang atau lebih yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan, Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama karena yang bersangkutan tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya atau dalam hal utang perseroan melebihi kekayaan perseroan.


Pasal 124


(1)  Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atas likuidasi yang dilakukan.
(2)  Sisa kekayaan hasil likuidasi diperuntukkan bagi para pemegang saham.
(3)  Likuidator wajib mendaftarkan dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi sesuai dengan ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 serta mengumumkannya dalam 2 (dua) surat kabar harian.
   

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 125


(1)  Akta Pendirian perseroan yang telah disahkan atau Anggaran Dasar yang perubahannya telah disetujui sebelum Undang-undang ini berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
(2)  Akta Pendirian perseroan yang belum disahkan atau Anggaran Dasar yang perubahannya belum disetujui oleh Menteri pada saat berlakunya Undang-undang ini, wajib disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini.
(3)  Dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-undang ini mulai berlaku, semua perseroan yang didirikan dan telah disahkan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847:23), harus telah disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini.
  

Pasal 126


(1)  Dalam waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-undang ini, badan hukum yang didirikan berdasarkan Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschappij op aandeelen, staatsblad 1939:569 jo 717), wajib mengajukan permohonan pengesahan atas Akta Pendirian dan Anggaran Dasarnya kepada Menteri.
(2)  Terhadap badan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang Anggaran Dasarnya telah memperoleh pengesahan Menteri, berlaku ketentuan Undang-undang ini.
   

BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 127


Bagi perseroan yang melakukan kegiatan tertentu di bidang pasar modal berlaku ketentuan Undang-undang ini, sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.


BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 128


(1)  Dengan berlakunya Undang-undang ini, Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847: 23) yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas berikut segala perubahannya, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971, dinyatakan tidak berlaku.
(2)  Segala peraturan pelaksanaan dari Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847: 23) yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas berikut segala perubahannya, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum  diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
(3)  Terhitung 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-undang ini, Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen, Staatsblad 1939: 569 jo 717) dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 129


Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




  Disahkan di Jakarta
pada tanggal 7 Maret 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd,-

SOEHARTO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Maret 1995
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd,-

MOERDIONO




LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 56





PENJELASAN
ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1995

TENTANG

PERSEROAN TERBATAS



UMUM

Garis-garis Besar Haluan Negara menegaskan bahwa "sasaran Pembangunan Jangka Panjang Kedua adalah terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir dan batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila, dalam suasana kehidupan bangsa Indonesia yang serba berkesinambungan dan selaras dalam hubungan antara sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam dan lingkungannya, manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa".

Di bidang ekonomi, sasaran umum pembangunan tersebut antara lain diarahkan kepada peningkatan kemakmuran rakyat yang makin merata. Untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan berbagai sarana penunjang antara lain tatanan hukum yang mendorong, menggerakkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan di bidang ekonomi.

Salah satu materi hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi adalah ketentuan-ketentuan di bidang Perseroan Terbatas yang menggantikan ketentuan hukum lama. Dengan ketentuan-ketentuan baru ini, diharapkan Perseroan Terbatas dapat menjadi salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional yang berasaskan kekeluargaan menurut dasar-dasar demokrasi ekonomi sebagai pengejawantahan dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Memperhatikan peran yang diberikan kepada Perseroan Terbatas dalam tata ekonomi nasional sebagaimana dimaksud di atas, maka kebutuhan akan penataan seluruh peraturan perundang-undangan Perseroan Terbatas dirasakan sangat mendesak.

Ketentuan tentang Perseroan Terbatas yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang sudah tidak lagi dapat mengikuti dan memenuhi kebutuhan perkembangan perekonomian dan dunia usaha yang sangat pesat dewasa ini. Oleh karena itu dibutuhkan kebijaksanaan baru, misalnya dalam hal devisa, bantuan luar negeri, penanaman modal asing, peningkatan kerjasama internasional, sistem perbankan, pasar modal dan lain sebagainya.

Perkembangan baru tersebut makin mengaitkan perekonomian Indonesia dengan perekonomian dunia, sehingga perekonomian Indonesia tidak dapat menutup diri terhadap pengaruh dan tuntutan globalisasi. Namun pengaturan di bidang Perseroan Terbatas yang baru harus tetap bersumber dan setia pada asas perekonomian yang digariskan dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu asas kekeluargaan. Mengingat Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum yang modalnya terdiri dari saham-saham sehingga merupakan persekutuan modal, maka dalam Undang-undang ini ditetapkan bahwa semua saham yang ditempatkan harus disetor penuh agar dalam melaksanakan usahanya mampu berfungsi secara sehat, berdaya guna dan berhasil guna.

Di samping itu Undang-undang ini harus tetap dapat melindungi kepentingan setiap pemegang saham, kreditor, dan pihak lain yang terkait serta kepentingan Perseroan Terbatas itu sendiri. Hal ini penting, sebab pada kenyataannya dalam suatu Perseroan terbatas dapat terjadi pertentangan kepentingan antara pemegang saham dengan Perseroan Terbatas, atau kepentingan antara para pemegang saham minoritas dengan pemegang saham mayoritas.

Dalam benturan kepentingan tersebut kepada pemegang saham minoritas diberikan kewenangan tertentu, antara lain hak untuk meminta Rapat Umum Pemegang Saham dan memohon diadakan pemeriksaan terhadap jalannya perseroan dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat akibat menumpuknya kekuatan ekonomi pada sekelompok kecil pelaku ekonomi serta sejauh mungkin mencegah monopoli dan monopsoni dalam segala bentuknya yang merugikan masyarakat, maka dalam Undang-undang ini diatur pula persyaratan dan tata cara untuk melakukan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan.

Demikian pula dalam rangka perlindungan kreditor dan pihak ketiga, ditetapkan persyaratan mengenai pengurangan modal, pembelian kembali saham dan pembubaran perseroan. Tanpa mengurangi upaya untuk memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas tersebut, diperhatikan juga perlindungan kepentingan umum dan kepentingan perseroan itu sendiri, antara lain dengan menegaskan tugas, wewenang, dan tanggung jawab organ perseroan.


PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas


Pasal 2

Cukup jelas


Pasal 3

Ayat (1)

Ketentuan dalam Pasal ini mempertegas ciri perseroan terbatas, bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar nilai saham yang diambilnya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.


Ayat (2)

Dalam hal tertentu, tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas tersebut. Hal-hal tertentu dimaksud antara lain apabila terbukti bahwa terjadi pembauran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan, sehingga perseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya.


Pasal 4

Berlakunya Undang-undang ini, Anggaran Dasar Perseroan dan peraturan perundang-undangan lainnya, tidak mengurangi pula kewajiban setiap perseroan untuk menaati asas itikad baik, asas kepatutan dalam menjalankan perseroan.

Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan lainnya" adalah semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keberadaan dan jalannya perseroan, termasuk ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Staatsblad 1847 : 23), dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Staatsblad 1847 : 23), sepanjang tidak dicabut atau ditentukan lain dalam Undang-undang ini.


Pasal 5

Tempat kedudukan perseroan sekaligus merupakan kantor pusat perseroan. Perseroan wajib memilih alamat di tempat kedudukannya yang harus disebutkan antara lain dalam surat menyurat dan melalui alamat tersebut perseroan dapat dihubungi.


Pasal 6

Ketentuan ini menegaskan bahwa pada dasarnya jangka waktu berdirinya perseroan tidak terbatas. Akan tetapi, apabila jangka waktu tersebut ingin ditentukan, maka hal tersebut harus ditegaskan dalam Anggaran Dasar.


Pasal 7

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "orang" adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Ketentuan ini menegaskan prinsip yang berlaku berdasarkan Undang-undang ini bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, perseroan dibentuk berdasarkan perjanjian, dan karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham.


Ayat (2)

Cukup jelas


Ayat (3)

Cukup jelas


Ayat (4)

Cukup jelas


Ayat (5)

Karena status dan karakteristiknya yang khusus, maka persyaratan jumlah pendiri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.


Ayat (6)

Cukup jelas


Ayat (7)

Cukup jelas


Pasal 8

Ayat (1)

Huruf a

Dalam mendirikan perseroan diperlukan kejelasan mengenai kewarganegaraan pendiri.Pada dasarnya badan hukum Indonesia yang berbentuk perseroan didirikan oleh warga negara Indonesia, namun demikian kepada warga negara asing diberi kesempatan untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang berbentuk perseroan sepanjang Undang-undang yang mengatur bidang usaha perseroan tersebut memungkinkan, atau pendirian perseroan tersebut diatur dengan Undang-undang tersendiri.


Huruf b

Cukup jelas


Huruf c

Yang dimaksud dengan "mengambil bagian saham" adalah jumlah saham yang diambil oleh pemegang saham pada saat pendirian perseroan.


Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 9

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "kuasa" dalam ayat ini adalah Notaris atau orang lain yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa khusus.


Ayat (2)

Jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak permohonan yang diajukan dinyatakan telah memenuhi syarat dan kelengkapan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Ayat (3)

Cukup jelas


Pasal 10

Ayat (1)

Perbuatan hukum yang dimaksud antara lain mengenai penyetoran saham dalam bentuk atau cara lain dari uang tunai.


Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "dilekatkan" adalah semua dokumen yang memuat perbuatan hukum yang terkait dengan pendirian perseroan yang bersangkutan harus ditempatkan sebagai satu kesatuan dengan Akta Pendirian. Penyatuan dilakukan dengan cara melekatkan atau menjahitkan dokumen tersebut sebagai satu kesatuan dengan Akta Pendirian.


Ayat (3)

Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dicantumkan dalam Akta Pendirian dan atau tidak dilampirkan sesuai ketentuan ayat (2), maka perbuatan hukum tersebut hanya mengikat perseroan apabila dikukuhkan menurut ketentuan Pasal 11.


Pasal 11

Ayat (1)

Ketentuan ini mengatur tata cara yang harus ditempuh untuk mengalihkan kepada perseroan hak dan atau tanggung jawab yang timbul dari perbuatan hukum pendiri yang dibuat setelah perseroan didirikan tetapi belum disahkan menjadi badan hukum, melalui penerimaan secara tegas, pengambilalihan hak serta tanggung jawab dan pengukuhan perbuatan hukum dimaksud.


Ayat (2)

Kewenangan perseroan untuk mengukuhkan perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ada pada RUPS. Tetapi mengingat bahwa RUPS biasanya belum dapat diselenggarakan segera setelah perseroan disahkan maka pengukuhan dilakukan oleh seluruh pendiri, pemegang saham dan Direksi. Selama belum dikukuhkan, baik karena perseroan tidak jadi didirikan atau disahkan ataupun karena perseroan tidak melakukan pengukuhan, maka perseroan tidak terikat.


Pasal 12

Huruf a

Cukup jelas


Huruf b

Yang dimaksud dengan "kegiatan usaha perseroan" adalah kegiatan yang dilakukan perseroan dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan tersebut.


Huruf c

Lihat penjelasan Pasal 6


Huruf d

Cukup jelas


Huruf e

Cukup jelas


Huruf f

Cukup jelas


Huruf g

Cukup jelas


Huruf h

Cukup jelas


Huruf i

Cukup jelas


Huruf j

Cukup jelas


Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas


Ayat (2)

Cukup jelas


Ayat (3)

Dalam hal tidak ada tulisan singkatan "Tbk" berarti Perseroan Tertutup.


Ayat (4)

Cukup jelas


Pasal 14

Cukup jelas



Pasal 15

Cukup jelas



Pasal 16

Cukup jelas



Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas


Ayat (2)

Pendaftaran hanya dapat dilakukan setelah perubahan Anggaran Dasar dilaporkan kepada Menteri.


Pasal 18

Dimungkinkan adanya perubahan Anggaran Dasar suatu perseroan yang dinyatakan pailit atas persetujuan kurator, dimaksudkan sebagai upaya yang dapat ditempuh untuk membebaskan perseroan dari keadaan pailit, misalnya perubahan yang berkaitan dengan penambahan modal, penggantian Direksi dan atau Komisaris atau perubahan manajemen.

Perubahan-perubahan tersebut harus dengan persetujuan kurator, atau hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan kurator. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip kepailitan, antara lain semua perubahan hukum dalam keadaan pailit hanya dapat dilakukan ole h atau dengan persetujuan kurator.


Pasal 19

Cukup jelas


Pasal 20

Cukup jelas


Pasal 21

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "Daftar Perusahaan" adalah daftar perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.


Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 22

Cukup jelas


Pasal 23

Selain sanksi pidana yang diatur dalam Undang-undang tentang Wajib Daftar Perusahaan, Pasal ini mengatur sanksi perdata dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan 22 tidak dipenuhi.


Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas


Ayat (2)

Saham atas nama adalah saham yang mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya. Saham atas tunjuk adalah saham yang tidak mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya.


Pasal 25

Ayat (1)

Cukup jelas


Ayat (2)

Cukup jelas


Ayat (3)

Ketentuan dalam ayat ini diperlukan mengantisipasi perubahan keadaan perekonomian.


Pasal 26

Ayat (1)

Cukup jelas


Ayat (2)

Cukup jelas


Ayat (3)

Cukup jelas


Ayat (4)

Ketentuan ini menegaskan bahwa sejak tanggal pengesahan tidak dimungkinkan penyetoran atas saham secara mengangsur. Kemungkinan mengangsur saham hanya dilakukan sebelum pengesahan diberikan.


Pasal 27

Ayat (1)

Pada umumnya penyetoran saham adalah dalam bentuk uang. Namun demikian, tidak ditutup kemungkinan penyetoran saham dalam bentuk lain baik berupa benda berwujud atau benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang. Penyetoran atas saham dilakukan pada saat pendirian atau sesudah perseroan memperoleh pengesahan sebagai badan hukum.

Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang yang dilakukan pada saat pendirian dicantumkan dalam Akta Pendirian. Sedangkan penyetoran dalam bentuk lain yang dilakukan sesudah pengesahan perseroan sebagai badan hukum dilakukan dengan persetujuan RUPS atau organ lain yang ditunjuk oleh RUPS. Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut.


Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "ahli yang tidak terikat pada perseroan" adalah orang perseorangan atau badan hukum yang disahkan oleh pemerintah, yang berdasarkan keahlian atau pengetahuannya mempunyai kemampuan untuk menilai harga benda tersebut.


Ayat (3)

Maksud diumumkannya penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak dalam 2 (dua) surat kabar harian adalah agar diketahui umum dan memberikan kesempatan keberatan atas penyerahan benda tidak bergerak tersebut sebagai setoran saham. Pengumuman mengenai penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak dilakukan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia yang terbit atau beredar di tempat kedudukan di tempat kedudukan perseroan dan surat kabar harian berbahasa Indonesia dengan peredaran nasional. Pengumuman tersebut memuat jumlah penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak serta rinciannya sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 27 ayat (1). Penyetoran saham dalam bentuk lain dicatat dalam Daftar Pemegang Saham.


Ayat (4)

Cukup jelas


Pasal 28

Ayat (1)

Cukup jelas


Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "tagihan tertentu" antara lain "convertible bonds" sedangkan bentuk-bentuk tagihan lain sesuai dengan perkembangan dunia usaha diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 29

Pada prinsipnya, pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan modal, maka kewajiban penyetoran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain. Demi kepastian, Pasal ini menentukan bahwa perseroan tidak boleh mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri. Larangan memiliki sendiri saham yang dikeluarkan suatu induk perusahaan berlaku juga bagi anak perusahaan. Larangan bagi anak perusahaan memiliki saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaan didasarkan pada pertimbangan bahwa pemilikan saham oleh anak perusahaan tidak dapat dipisahkan dari pemilikan oleh induk perusahaannya.
Yang dimaksud dengan "anak perusahaan" adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena:

  1. lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk perusahaannya;
  2. lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaannya; dan atau
  3. kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian Direksi dan Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya.


Pasal 30

Ayat (1)

Pembelian kembali saham perseroan tidak menyebabkan ditariknya saham tersebut, kecuali dalam hal pengurangan modal.


Huruf a

Yang dimaksud dengan "kekayaan bersih" adalah kekayaan bersih menurut neraca terbaru yang disahkan dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir.


Huruf b

Cukup jelas


Ayat (2)

Karena pemegang saham diwajibkan mengembalikan uang yang diterima, maka perseroan juga diwajibkan mengembalikan saham yang telah dibeli tersebut kepada pemegang saham.


Ayat (3)

Cukup jelas


Pasal 31

Cukup jelas



Pasal 32

Ayat (3)

Pada dasarnya pembelian kembali hanya dapat dilakukan atas persetujuan RUPS. Pasal ini memberi kemungkinan bahwa pemberian persetujuan tersebut dapat dilimpahkan kepada organ perseroan lainnya, yaitu Direksi atau Komisaris.


Ayat (2)

Cukup jelas


Ayat (3)

Cukup jelas


Pasal 33

Cukup jelas


Pasal 34

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "modal perseroan" adalah modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor.


Ayat (2)

Cukup jelas


Ayat (3)

Cukup jelas


Pasal 35

Cukup jelas


Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas


Ayat (2)

Jangka waktu 14 (empat belas) hari berlaku bagi semua perseroan. Karena itu Anggaran Dasar perseroan tidak boleh menentukan jangka waktu yang lain dari pada 14 (empat belas) hari.


Ayat (3)

Cukup jelas


Pasal 37

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "pengurangan modal" adalah pengurangan modal dasar, modal ditempat dan modal disetor.


Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 38

Ayat (1)

Cukup jelas


Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "alasannya" antara lain berupa jaminan bahwa perseroan akan memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada kreditor.


Ayat (3)

Cukup jelas


Pasal 39

Cukup jelas


Pasal 40

Cukup jelas


Pasal 41

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencapai keseimbangan diantara pemegang saham, sebagai akibat pengurangan modal. Penarikan tersebut mematikan saham yang telah dibeli sehingga tidak dapat dikeluarkan kembali.


Ayat (2)

Cukup jelas


Ayat (3)

Cukup jelas


Pasal 42

Cukup jelas


Pasal 43

Ayat (1)

Cukup jelas


Ayat (2)

Daftar Khusus tersebut merupakan salah satu sumber informasi mengenai besarnya kepemilikan dan kepentingan pengurus perseroan pada perseroan yang bersangkutan atau perseroan lain, sehingga pertentangan kepentingan yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil mungkin.

Yang dimaksud dengan "keluarganya" adalah isteri/suami dan anak-anaknya.


Ayat (3)

Cukup jelas


Ayat (4)

Cukup jelas


Ayat (5)

Cukup jelas


Pasal 44

Bukti pemilikan saham atas tunjuk berupa surat saham. Bukti pemilikan saham atas nama diserahkan kepada para pihak dan ditetapkan dalam Anggaran Dasar sesuai kebutuhan.

 

Pasal 45

Ayat (1)

Pasal ini memuat ketentuan bahwa para pemegang saham tidak diperkenankan membagi-bagi hak atas saham menurut kehendaknya sendiri.


Ayat (2)

Pembagian hak atas saham hanya dapat dilakukan dengan bantuan perseroan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 47. Jika Anggaran Dasar memungkinkan, maka bagian tersebut dinamakan pecahan saham.


Pasal 46

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "klasifikasi saham" adalah kelompok saham yang satu sama lain mempunyai karakteristik yang sama, dan karakteristik mana membedakannya dengan saham yang merupakan kelompok saham dari klasifikasi yang berbeda.


Ayat (2)

Cukup jelas


Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "saham biasa" adalah saham yang memberikan hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan perseroan, hak menerima pembagian dividen dan sisa kekayaan dalam proses likuidasi. Hak suara yang dimiliki oleh pemegang saham biasa dapat dimiliki juga oleh pemegang saham klasifikasi lain.


Ayat (4)

Bermacam-macam unsur klasifikasi saham ini tidak selalu menunjukkan bahwa klasifikasi tersebut masing-masing berdiri sendiri terpisah satu sama lain. Suatu klasifikasi dapat merupakan gabungan antara 2 (dua) atau lebih unsur-unsur klasifikasi tersebut.


Pasal 47

Ayat (1)

Pecahan saham hanya dapat dikeluarkan berdasarkan ketentuan dalam Anggaran Dasar. Pengaturan dalam Anggaran Dasar untuk kemungkinan pemecahan saham tidak memberikan hak kepada pemegang saham untuk melakukan sendiri pemecahan saham.


Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 48

Cukup jelas


Pasal 49

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "akta", baik berupa akta yang dibuat dihadapan Notaris maupun akta dibawah tangan.


Ayat (2)

Cukup jelas


Ayat (3)

Cukup jelas


Ayat (4)

Cukup jelas


Ayat (5)

Cukup jelas


Pasal 50

Cukup jelas



Pasal 51

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "harga yang wajar" dapat berupa harga pasar atau harga yang ditetapkan oleh ahli penilai harga saham yang tidak terikat pada perseroan. Penetapan jangka waktu 30 (tigapuluh) hari dimaksudkan agar terdapat kepastian bahwa setelah jangka waktu tersebut saham mempunyai kebebasan untuk menawarkan saham tersebut kepada pihak lain.


Ayat (2)

Pemilikan saham oleh karyawan berdasarkan ayat ini tidak mengubah status saham tersebut menjadi saham karyawan.


Ayat (3)

Cukup jelas


Ayat (4)

Cukup jelas


Ayat (5)

Cukup jelas


Pasal 52

Cukup jelas


Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas


Ayat (2)

Cukup jelas


Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan agar perseroan atau pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahui status saham tersebut.


Ayat (4)

Cukup jelas


Pasal 54

Ayat (1)

Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemegangnya. Hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang.


Ayat (2)

Gugatan yang diajukan pada dasarnya berisikan permohonan agar perseroan menghentikan tindakan yang merugikan tersebut dan mengambil langkah-langkah tertentu baik untuk mengatasi akibat yang sudah timbul maupun untuk mencegah tindakan serupa dikemudian hari.


Ayat (3)

Cukup jelas


Pasal 55

Cukup jelas


Pasal 56

Huruf a

Cukup jelas


Huruf b

Yang dimaksud dengan "neraca gabungan adalah neraca konsolidasi, sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.


Huruf c

Cukup jelas


Huruf c

Termasuk hal yang harus dilaporkan adalah perkiraan mengenai perkembangan perseroan untuk waktu yang akan datang.


Huruf d

Cukup jelas


Huruf e

Cukup jelas


Huruf f

Cukup jelas


Huruf g

Cukup jelas


Pasal 57

Ayat (1)

Cukup jelas


Ayat (2)

Laporan Tahunan yang diajukan kepada RUPS harus ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Komisaris, karena laporan ini merupakan bentuk pertanggungjawaban mereka dalam melaksanakan tugasnya. Apabila ada di antara anggota Direksi atau Komisaris tidak menandatanganinya, maka alasan atau penyebab hal ini perlu dijelaskan secara tertulis kepada RUPS agar RUPS dapat menggunakannya sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam memberikan penilaian terhadap laporan tersebut.


Pasal 58

Ayat (1)

Yang dimaksudkan dengan "Standar Akuntansi Keuangan" adalah prinsip-prinsip akuntansi yang telah diakui dan disetujui oleh kalangan akuntan Indonesia bersama instansi Pemerintah yang berwenang.


Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 59

Ayat (1)

Kewajiban untuk menyerahkan perhitungan tahunan kepada akuntan publik untuk diperiksa timbul dari sifat perseroan yang bersangkutan.

Kewajiban untuk menyerahkan perhitungan tahunan kepada pengawasan ekstern dibenarkan dengan asumsi bahwa kepercayaan masyarakat tidak boleh dikecewakan. Demikian pula bagi perseroan yang untuk pembiayaannya mengharapkan dana dari pasar modal.

Huruf a

Yang dimaksud dengan "perseroan yang bidang usahanya berkaitan dengan pengerahan dana dari masyarakat antara lain Bank, Asuransi dan Reksa Dana.


Huruf b

Yang dimaksud dengan "surat pengakuan utang" antara lain Obligasi.


Huruf c

Cukup jelas

 

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Ketentuan ini menegaskan bahwa akuntan publik tersebut bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan yang dilakukannya.

 

Ayat (4)

Lihat penjelasan Pasal 27 ayat (3)


Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas

 

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Perhitungan tahunan yang dihasilkan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya dari aktiva, kewajiban, modal dan hasil usaha dari perseroan. Direksi dan Komisaris mempunyai tanggung jawab penuh akan kebenaran isi perhitungan tahunan perseroan pada khususnya dan laporan tahunan pada umumnya.

 

Ayat (4)

Cukup jelas


Pasal 61

Cukup jelas


Pasal 62

Ayat (1)

Berdasarkan ketentuan ini RUPS dapat menetapkan bahwa sebagian atau seluruh laba bersih akan digunakan untuk pembagian dividen kepada pemegang saham, atau pembagian lain seperti tansiem (tantieme) untuk Direksi dan Komisaris, bonus untuk karyawan, cadangan dana sosial dan lain-lain, atau penempatan laba bersih tersebut dalam cadangan perseroan yang antara lain diperuntukkan bagi perluasan usaha perseroan.

 

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Ayat (4)

Cukup jelas


Pasal 63

Cukup jelas


Pasal 64

Ayat (1)

Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan tempat RUPS yang dapat dilakukan di luar tempat kedudukan perseroan.

 

Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 65

Cukup jelas


Pasal 66

Cukup jelas


Pasal 67

Ayat (1)

Cukup jelas

 

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Cukup jelas

    

Ayat (4)

Ketentuan ini dimaksudkan agar pelaksanaan RUPS tidak tertunda.


Pasal 68

Ayat (1)

Cukup jelas

 

Ayat (2)

Pemanggilan RUPS adalah kewajiban Direksi. Namun dalam hal Direksi berhalangan atau ada pertentangan kepentingan antara Direksi dan perseroan, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Komisaris.


Pasal 69

Ayat (1)

Cukup jelas

    

Ayat (2)

Ketentuan ini untuk memastikan panggilan tersebut telah dilakukan dan ditujukan ke alamat pemegang saham.

 

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Ayat (4)

Cukup jelas

 

Ayat (5)

Cukup jelas

    

Ayat (6)

Cukup jelas



Pasal 70

Ayat (1)

Pengumuman dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pemegang saham memberi usul kepada Direksi untuk menambah RUPS.

 

Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 71

Cukup jelas


Pasal 72

Ayat (1)

Ketentuan dalam ayat sejalan dengan ketentuan Pasal 46, yaitu perseroan dapat mengeluarkan satu atau lebih klasifikasi saham.

Kebebasan untuk menerbitkan saham dalam beberapa klasifikasi memberi kemungkinan diberikan atau tidaknya hak suara pada saham yang diterbitkan, termasuk dalam hal ini variasi dari hak suara itu sendiri.

 

Ayat (2)

Dengan ketentuan ini, saham perseroan yang dimiliki oleh perseroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung tidak mempunyai hak suara dan tidak dihitung dalam penentuan kuorum.

 

Ayat (3)

Cukup jelas


Pasal 73

Ayat (1)

Penyimpangan pada ketentuan Pasal 73 ayat (1) hanya dimungkinkan dalam hal yang ditentukan Undang-undang ini. Anggaran Dasar tidak boleh menentukan korum yang lebih kecil korum yang ditentukan oleh Undang-undang ini.

 

Ayat (2)

Karena panggilan RUPS ini sebagai akibat dari tidak tercapainya kuorum dalam RUPS pertama, maka acara RUPS kedua sama seperti acara RUPS pertama.

 

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Ayat (4)

Cukup jelas

 

Ayat (5)

Cukup jelas

 

Ayat (6)

Dalam hal Ketua Pengadilan Negeri berhalangan, penetapan dilakukan oleh pejabat lain yang mewakili Ketua.


Pasal 74

Pada dasarnya semua keputusan RUPS harus dicapai melalui musyawarah untuk mufakat. Apabila setelah diusahakan musyawarah untuk mufakat tidak dapat dicapai, keputusan RUPS dapat diambil melalui pemungutan suara dengan suara terbanyak. Secara umum, suara terbanyak yang diperlukan adalah suara terbanyak biasa yaitu jumlah suara yang lebih banyak dari kelompok suara lain tanpa harus mencapai lebih dari setengah keseluruhan suara dalam pemungutan suara tersebut. Namun demikian, dalam hal-hal tertentu keputusan RUPS yang berkaitan dengan sesuatu yang sangat mendasar bagi keberadaan, kelangsungan atau sifat suatu perseroan, Undang-undang ini atau Anggaran Dasar dapat menetapkan suara terbanyak yang lebih besar dari pada suara terbanyak biasa, yaitu suara terbanyak mutlak (absolute majority) atau suara terbanyak khusus (qualified/special majority). Suara terbanyak mutlak adalah suara terbanyak yang lebih dari 1/2 (satu perdua) dari seluruh jumlah suara dalam pemungutan suara tersebut.

Sedangkan suara terbanyak khusus adalah suara terbanyak yang ditentukan secara pasti jumlahnya seperti 2/3 (dua pertiga), 3/4 (tiga perempat), 3/5 (tiga perlima) dan sebagainya.


Pasal 75

Cukup jelas


Pasal 76

Cukup jelas


Pasal 77

Penandatanganan oleh 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan kebenaran isi risalah RUPS tersebut. Dalam hal risalah RUPS tersebut dibuat oleh Notaris maka kewajiban menandatangani tersebut tidak diperlukan.


Pasal 78

Ayat (1)

Pengambilan keputusan RUPS dengan "cara lain" adalah keputusan yang diambil dengan cara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua saham dan keputusan ini hanya sah apabila semua pemegang saham menyetujui secara tertulis cara pengambilan keputusan dan usul tersebut. Cara lain ini tidak berlaku bagi perseroan yang mengeluarkan saham atas tunjuk.

 

Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 79

Ayat (1)

Ketentuan ini menugaskan Direksi untuk mengurus perseroan yang antara lain meliputi sehari-hari dari perseroan.

 

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak yang bersangkutan dinyatakan bersalah menyebabkan perseroan pailit atau apabila dihukum terhitung sejak selesai menjalani hukuman.


Pasal 80

Cukup jelas


Pasal 81

Cukup jelas


Pasal 82

Cukup jelas


Pasal 83

Ayat (1)

Undang-udang ini memilih sistem perwakilan kolegial, tetapi untuk kepentingan praktis masing-masing anggota Direksi berwenang mewakili perseroan.

 

Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 84

Cukup jelas


Pasal 85

Ayat (1)

Cukup jelas

 

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Dalam hal tindakan Direksi merugikan perseroan, maka pemegang saham yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam ayat ini dapat mewakili perseroan untuk melakukan tuntutan atau gugatan terhadap Direksi melalui Pengadilan.


Pasal 86

Ayat (1)

Huruf a

Daftar Pemegang Saham dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43.

 

Huruf b

Cukup jelas

 

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Cukup jelas


Pasal 87

Setiap perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib pula dilaporkan. Laporan Direksi mengenai ini dicatat dalam Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2).

Yang dimaksud dengan "keluarganya", lihat Penjelasan Pasal 43 ayat (2).

Pasal 88

Cukup jelas


Pasal 89

Cukup jelas



Pasal 90

Cukup jelas


Pasal 91

Ayat (1)

Cukup jelas

 

Ayat (2)

Apabila yang bersangkutan tidak hadir, maka RUPS dapat memberhentikan tanpa kehadirannya.

 

Ayat (3)

Cukup jelas


Pasal 92

Ayat (1)

Mengingat bahwa pemberhentian hanya dapat dilakukan dalam RUPS yang memerlukan waktu untuk pelaksanaannya, maka untuk kepentingan perseroan tidak dapat ditunggu sampai diadakan RUPS. Oleh karena itu wajar kepada Komisaris sebagai organ pengawas diberi kewenangan untuk melakukan pemberhentian sementara.

 

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Ayat (4)

Panggilan RUPS harus dilakukan oleh organ perseroan yang memberhentikan sementara tersebut.

 

Ayat (5)

Cukup jelas

 

Ayat (6)

Cukup jelas

 

Ayat (7)

Cukup jelas


Pasal 93

Cukup jelas


Pasal 94

Ayat (1)

Perkataan "Komisaris" mengandung pengertian baik sebagai "organ" maupun sebagai "orang perseroan". Sebagai "organ", Komisaris lazim juga disebut "Dewan Komisaris", sedangkan sebagai "orang perseroan" disebut "anggota Komisaris". Sebagai "organ", dalam Undang-undang ini pengertian "Komisaris" termasuk juga badan-badan lain yang menjalankan tugas pengawasan khusus dibidang tertentu.

 

Ayat (2)

Untuk perseroan yang dalam kegiatan usahanya melakukan pengerahan dana masyarakat, diperlukan pengawasan yang lebih besar karena menyangkut kepentingan masyarakat.

 

Ayat (3)

Berbeda dengan Direksi, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) orang Komisaris, maka sebagai majelis, Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri untuk mewakili perseroan.    


Pasal 95

Cukup jelas


Pasal 96

Lihat Penjelasan Pasal 79 ayat (3).


Pasal 97

Cukup jelas


Pasal 98

Cukup jelas


Pasal 99

Setiap perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib pula dilaporkan. Laporan Komisaris 3 mengenai hal ini dicatat dalam Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 (2).

Yang dimaksud dengan "keluarganya", lihat Penjelasan Pasal 43 ayat (2).

Pasal 100

Ayat (1)

Cukup jelas

 

Ayat (2)

Ketentuan ini memberi wewenang kepada Komisaris untuk melakukan pengurusan perseroan yang sebenarnya hanya dapat dilakukan oleh Direksi dalam hal Direksi tidak ada. Apabila ada Direksi, Komisaris hanya dapat melakukan tindakan tertentu yang secara tegas ditentukan dalam Undang-undang ini.

 

Ayat (3)

Cukup jelas


Pasal 101

Cukup jelas


Pasal 102

Ayat (1)

Cukup jelas

 

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

 

Huruf b

Cukup jelas

 

Huruf c

Dalam tata cara konversi selain perbandingan penukaran saham termasuk juga penentuan jumlah pembayaran uang kepada para pemegang saham dari perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri. Pembayaran uang kepada para pemegang saham dari perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri adalah merupakan ganti rugi kepada para pemegang saham yang tidak menghendaki penggabungan atau peleburan tersebut. Dalam hal dilakukan pembayaran kepada para pemegang saham tersebut dengan uang, agar diperhitungkan harga sahamnya menurut nilai yang wajar.

 

Huruf d

Cukup jelas

 

Huruf e

Cukup jelas

 

Huruf f

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Cukup jelas


Pasal 103

Pengambilalihan yang dimaksud dalam pasal ini tidak mengurangi ketentuan sebagaimana di maksud dalam Pasal 7.


Pasal 104

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa penggabungan, peleburan dan pengambilalihan tidak dapat dilakukan kalau akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu. Selanjutnya dalam penggabungan, peleburan, dab pengambilalihan harus pula dicegah kemungkinan terjadinya monopoli, atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat.

 

Ayat (2)

Pemegang saham minoritas mempunyai hak untuk menjual sahamnya sesuai dengan harga yang wajar. Dalam hal hak tersebut tidak dapat terlaksana, maka pemegang saham minoritas dapat tidak menyetujui rencana penggabungan, peleburan dan pegambilalihan yang diajukan oleh Direksi dan melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55.


Pasal 105

Ayat (1)

Cukup jelas

 

Ayat (2)

Pengumuman disini dimaksudkan memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang bersangkutan mengetahui adanya rencana tersebut. Apabila mereka merasa kepentingannya dirugikan jika rencana dilaksanakan, mereka dapat mengambil langkah-langkah tertentu guna membela kepentingannya.


Pasal 106

Cukup jelas


Pasal 107

Cukup jelas


Pasal 108

Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa telah dilakukan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan.

Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal :

  1. persetujuan Menteri atas perubahan Anggaran Dasar dalam hal terjadi penggabungan;
  2. laporan diterima Menteri baik dalam hal terjadi perubahan Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) maupun yang tidak disertai perubahan Anggaran Dasar;
  3. pengesahan Menteri atas Akta Pendirian perseroan dalam hal terjadi peleburan.

Pasal 109

Cukup jelas


Pasal 110

Ayat (1)

Sebelum melakukan tindakan ini pemohon telah terlebih dahulu meminta langsung kepada perseroan data atau keterangan yang dibutuhkannya. Dalam hal perseroan menolak atau tidak memperhatikan permintaan tersebut, maka Undang-undang memberikan upaya ini sebagai jalan keluar.

 

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas

 

Huruf b

Cukup jelas

 

Huruf c

Cukup jelas


Pasal 111

Ayat (1)

Cukup jelas

 

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "ahli" adalah orang mempunyai keahlian dalam bidang yang akan diperiksa.

 

Ayat (4)

Cukup jelas

 

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan "dokumen" adalah semua buku, catatan, dan surat yang berkaitan dengan kegiatan perseroan.

 

Ayat (6)

Cukup jelas

 

Ayat (7)

Cukup jelas


Pasal 112

Cukup jelas


Pasal 113

Ayat (1)

Dalam menetapkan biaya pemeriksaan bagi pemeriksa, Ketua Pengadilan Negeri mendasarkannya atas keahlian pemeriksa dan dalam batas kemampuan perseroan.

 

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Cukup jelas


Pasal 114

Cukup jelas


Pasal 115

Cukup jelas


Pasal 116

Cukup jelas


Pasal 117

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

 

Huruf b

Cukup jelas

 

Huruf c

Diperlukan permohonan kreditor tersebut karena kepailitan tidak dengan sendirinya mengakibatkan bubar.

Huruf d

Cukup jelas

 

Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 118

Ayat (1)

Jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak :

  1. dalam hal perseroan dibubarkan oleh RUPS, jangka waktu dihitung sejak tanggal pembubaran oleh RUPS; atau
  2. dalam hal perseroan dibubarkan berdasarkan penetapan Pengadilan, jangka waktu dihitung sejak tanggal penetapan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Ayat (4)

Cukup jelas


Pasal 119

Ayat (1)

Selama dalam proses likuidasi, Anggaran Dasar perseroan dengan segala perubahannya yang berlaku pada saat perseroan berakhir tetap berlaku sampai pada hari likuidator dibebaskan dari tanggung jawabnya oleh RUPS.

 

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Cukup jelas


Pasal 120

Cukup jelas


Pasal 121

Ayat (1)

Ketentuan ini hanya berlaku bagi kreditor yang tidak diketahui identitasnya maupun alamatnya pada saat proses likuidasi berlangsung.

 

Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 122

Cukup jelas


Pasal 123

Cukup jelas


Pasal 124

Cukup jelas


Pasal 125

Cukup jelas


Pasal 126

Cukup jelas


Pasal 127

Pada dasarnya terhadap perseroan yang melakukan kegiatan tertentu di bidang pasar modal berlaku ketentuan dalam Undang-undang ini. Namun demikian mengingat kegiatan perseroan tersebut mempunyai sifat tertentu yang berbeda dengan perseroan pada umumnya, maka perlu dibuka kemungkinan adanya pengaturan khusus terhadap perseroan tersebut. Pengaturan khusus dimaksud antara lain mengenai sistem penyetoran modal, hal yang berkaitan dengan pembelian kembali saham perseroan dan hak suara serta penyelenggaraan RUPS.


Pasal 128

Cukup jelas


Pasal 129

Cukup jelas




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3587