Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP - 447/PJ./2001

Kategori : PPh

Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Fiskal


KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP - 447/PJ./2001

TENTANG

TATA CARA PEMBERIAN SURAT KETERANGAN FISKAL

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Menimbang :

 

Bahwa dalam rangka menciptakan kepastian hukum dan ketertiban dalam pemberian Surat Keterangan Fiskal, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Tatacara Pemberian Surat Keterangan Fiskal (SKF);

 

Mengingat :

 

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
  4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
  5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);
  6. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang 21 Pebruari 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang terkait dan berpartisipasi dalam pengadaan barang/jasa harus memenuhi persyaratan terdaftar sebagai Wajib Pajak dan sudah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir;

 

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan :

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMBARIAN SURAT KETERANGAN FISKAL

 

 

Pasal 1

 

Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :

  1. Surat Keterangan Fiskal adalah surat yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang berisi data pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak untuk masa dan tahun tertentu.
  2. Wajib Pajak Bursa adalah Wajib Pajak yang sedang dalam proses untuk menjual sahamnya di Bursa Efek, Wajib Pajak yang sudah terdaftar di Bursa Efek, dan Wajib Pajak yang sedang dalam proses untuk melakukan penjualan obligasi.
  3. Wajib Pajak Non Bursa adalah Wajib Pajak yang sedang dalam proses pengajuan tender untuk pengadaan barang/jasa untuk keperluan Instansi Pemerintah.
  4. Surat Tanda Terima Setoran adalah bukti tanda terima pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
  5. Utang pajak adalah kewajiban untuk membayar Pajak Penghasilan (termasuk Pajak Penghasilan Final). Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan baik oleh Kantor Pusat maupun Kantor Cabang yang sampai saat jatuh tempo pembayaran belum dilunasi oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak.
  6. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian formulir permohonan Surat Keterangan Fiskal dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran pengisiannya.
  7. Saat diterimanya permohonan adalah saat permohonan tersebut diterima secara lengkap oleh Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
  8. Saham pendiri adalah saham yang telah dibayar lunas pada saat perusahaan didirikan dan saham dimiliki oleh pendiri perusahaan seperti yang tertera dalam Akte Pendirian.

 

 

Pasal 2

 

(1)

Bagi Wajib Pajak Bursa, Surat Keterangan Fiskal dipergunakan untuk memenuhi persyaratan bagi yang bersangkutan pada saat hendak menjual saham perusahaan di Bursa Efek atau hendak menjual obligasi perusahaan melalui maupun tanpa melalui Bursa Efek.

(2)

Bagi Wajib Pajak Non Bursa, Surat Keterangan Fiskal dipergunakan untuk memenuhi persyaratan bagi yang bersangkutan pada saat hendak melakukan penawaran pengadaan barang dan atau jasa untuk keperluan pemerintah.

(3) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Surat Keterangan Fiskal kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(4)

Wajib Pajak Bursa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) melalui Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya meneruskan permohonan tersebut ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak untuk kemudian diteruskan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

 

 

Pasal 3

 

Wajib Pajak yang mengajukan permohonan Surat Keterangan Fiskal wajib memenuhi persyaratan :

  1. Tidak sedang dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
  2. Mengisi formulir permohonan sebagaimana contoh pada Lampiran I dan II Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan dilampiri dokumen sebagai berikut:

    1. Fotocopy Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan beserta tanda terima penyerahan Surat Pemberitahuan tersebut.
      1) Dalam hal Wajib Pajak Bursa, Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dimaksud adalah untuk 3 (tiga) tahun terakhir;
      2) Dalam hal Wajib Pajak Non Bursa, Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dimaksud adalah untuk tahun terakhir;
    2. Fotocopy Laporan Keuangan lengkap yang telah diaudit oleh Akuntan Publik untuk 3 (tiga) tahun terakhir khusus untuk Wajib Pajak Bursa;
    3. Daftar pemegang saham pendiri khusus untuk Wajib Pajak yang hendak masuk bursa;
    4. Fotocopy Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Tanda Terima Setoran Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir;
    5. Fotocopy Surat Setoran Bea (SSB) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), khusus untuk Wajib Pajak yang baru memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan baik karena pemindahan hak (antara lain : jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya), maupun pemberian hak baru. 3. Permohonan Surat Keterangan Fiskal yang diajukan oleh Wajib Pajak Bursa, oleh Kantor Pelayanan Pajak diteruskan untuk diselesaikan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan oleh Kantor Pelayanan Pajak.

 

 

Pasal 4

 

Apabila ternyata hasil penelitian atas permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 2, Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak wajib segera menyampaikan kepada Wajib Pajak untuk melengkapi dokumen-dokumen yang masih harus dilengkapi melalui faksimili atau sarana komunikasi lainnya.

 

 

Pasal 5

 

(1)

Kantor Pelayanan Pajak wajib menerbitkan Surat Keterangan Fiskal untuk Wajib Pajak Non Bursa yang telah memenuhi persyaratan sesuai dimaksud dalam Pasal 3 di atas, atau Surat Penolakan Pemberian Surat Keterangan Fiskal, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak saat diterimanya permohonan dari Wajib Pajak.

(2)

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal wajib menerbitkan Surat Keterangan Fiskal untuk Wajib Pajak Bursa yang telah memenuhi persyaratan sesuai dimaksud dalam Pasal 3 di atas, atau Surat Penolakan Pemberian Surat Keterangan Fiskal, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak saat diterimanya permohonan dari Kantor Pelayanan Pajak.

 

 

Pasal 6

 

Formulir permohonan yang harus diisi oleh Wajib Pajak adalah sebagaimana contoh pada Lampiran I, serta Koreksi Positif dan Negatif untuk perhitungan fiskal sebagaimana contoh pada Lampiran II Keputusan ini.

 

 

Pasal 7

 

Permohonan Surat Keterangan Fiskal yang telah diterima sebelum berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dan belum diselesaikan oleh Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak tetap diselesaikan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-21/PJ.44/1998 tanggal 30 Juli 1998 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ.44/2000tanggal 19 September 2000.

 

 

Pasal 8

 

Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



 


Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 9 Juli 2001
DIREKTUR JENDERAL,

ttd

HADI POERNOMO