Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 597/KMK.04/2001

Kategori : Lainnya

Penetapan Tarif Cukai Dan Harga Dasar Hasil Tembakau


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 597/KMK.04/2001

TENTANG

PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :

 

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau;

 

Mengingat :

 

  1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (LN RI Tahun 1995 No. 75, TLN RI No. 3612);
  2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (LN RI Tahun 1995 No. 76, TLN RI No. 3613);
  3. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001;
  4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai;

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan :

 

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU.

 

 

BAB I
KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

 

Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :

  1. Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
  2. Menteri, Direktur Jenderal, Pejabat Bea dan Cukai, Pengusaha Pabrik, Sigaret, Sigaret Putih Yang Dibuat Dengan Mesin (SPM), Sigaret Kretek Yang Dibuat Dengan Mesin (SKM), Sigaret Putih Yang Dibuat Dengan Cara Lain Daripada Mesin (SPT), Sigaret Kretek Yang Dibuat Dengan Cara Lain Daripada Mesin (SKT), Sigaret Kelembak Kemenyan (KLM), Cerutu (CRT), Rokok Daun (KLB), Tembakau Iris (TIS), Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL), Orang, Pita Cukai, Dokumen Cukai, dan Harga Dasar adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang.
  3. Importir adalah orang yang memiliki izin berupa NPPBKC dari Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan impor hasil tembakau.
  4. Harga Jual Eceran (HJE) adalah harga penyerahan hasil tembakau dari pedagang eceran kepada konsumen akhir yang didalamnya sudah termasuk cukai, sebagaimana yang tertera pada Pita Cukai yang dilekatkan pada kemasan hasil tembakau.
  5. Harga Jual Eceran Minimum adalah nilai HJE serendah-rendahnya yang ditetapkan Menteri atas masing-masing jenis hasil tembakau produksi Golongan Pengusaha Pabrik tertentu.
  6. Harga Jual Eceran Maksimum adalah nilai HJE setinggi-tingginya yang ditetapkan Menteri atas masing-masing jenis hasil tembakau produksi Golongan Pengusaha Pabrik tertentu.
  7. Penjual Eceran adalah kegiatan penjualan hasil tembakau secara langsung kepada konsumen akhir, dengan tidak memperhitungkan berapapun jumlah hasil tembakau yang diperjualbelikan.
  8. Tempat Penjualan Eceran (TPE) adalah tempat-tempat yang digunakan melakukan Penjualan Eceran, terkecuali Pabrik atau tempat-tempat berdagang Kaki Lima.
  9. Kaki Lima atau Asongan adalah tempat-tempat Penjualan Eceran yang terbuat dari bangunan tidak permanen, yang sewaktu-waktu dapat dipindahkan sesuai dengan keinginan pemiliknya.
  10. Pedagang Kaki Lima atau Pedagang Asongan adalah orang yang mengusahakan atau yang menguasai Kaki Lima atau Asongan.
  11. Harga Transaksi Pabrik adalah harga transaksi hasil tembakau yang terjadi di antara Pengusaha Pabrik atau Importir dengan distributor, agen, Pengusaha TPE, Pedagang Kaki Lima atau Pedagang Asongan, atau pihak pembeli lainnya, tidak termasuk konsumen akhir.
  12. Harga Transaksi Pasar adalah besaran harga transaksi Penjualan Eceran yang terjadi.
  13. Produksi Pabrik adalah produksi dari masing-masing jenis hasil tembakau yang dihitung berdasarkan Dokumen Cukai pemesanan pita cukai hasil tembakau (CK-1).
  14. Batasan Produksi Pabrik adalah batasan produksi dari masing-masing jenis hasil tembakau yang dihitung berdasarkan Dokumen Cukai pemesanan pita cukai hasil tembakau (CK-1), dalam satu tahun takwim sebelum tahun anggaran berjalan.
  15. Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat.

 

 

Pasal 2

 

(1)

Perhitungan cukai hasil tembakau yang harus dilunasi dilakukan berdasarkan hasil perkalian tarif cukai dengan Harga Dasar.

(2)

Harga Dasar yang digunakan adalah HJE.

 

 

BAB II
PENGGOLONGAN PENGUSAHA PABRIK


Pasal 3

 

(1)

Pengusaha Pabrik hasil tembakau dikelompokkan ke dalam Golongan Pengusaha berdasarkan jenis hasil tembakau yang diproduksinya, sesuai dengan Batasan Produksi Pabrik sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Keputusan Menteri Keuangan ini.

(2)

Penyesuaian kenaikan Golongan Pengusaha Pabrik selain dari Golongan Pengusaha Pabrik Kecil Sekali wajib dilakukan oleh Pengusaha Pabrik pada saat Produksi Pabrik dalam tahun takwim yang sedang berjalan telah melampaui Batasan Produksi Pabrik yang berlaku bagi Golongan Pengusaha Pabrik yang
bersangkutan.

(3)

Penyesuaian kenaikan golongan bagi Golongan Pengusaha Pabrik Kecil Sekali wajib dilakukan oleh Pengusaha Pabrik pada saat Produksi Pabrik dalam tahun takwim yang sedang berjalan telah melampaui Batasan Produksi Pabrik yang berlaku bagi Golongan Pengusaha Pabrik Kecil Sekali atau dalam hal salah
satu produksinya menggunakan HJE melebihi Batasan HJE Maksimum yang ditentukan bagi Golongan Pengusaha Pabrik Kecil Sekali.

(4)

Penurunan Golongan Pengusaha Pabrik dapat diizinkan dengan Keputusan Kepala Kantor pada setiap awal tahun takwim berikutnya, dalam hal Pengusaha Pabrik berproduksi dalam satu tahun takwim kurang dari Batasan Produksi Pabrik yang berlaku bagi Golongan Pengusaha Pabrik tersebut.

(5)

Penurunan Golongan Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) hanya diberikan untuk satu tingkat lebih rendah dari Golongan Pengusaha Pabrik sebelumnya.

 

 

Pasal 4

 

(1)

Kepala Kantor berwenang melakukan penagihan atas kekurangan perhitungan pembayaran cukai dan pungutan negara lainnya, yang dibebankan pelaksanaan pemungutannya kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang terjadi sebagai akibat kenaikan Golongan Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

(2)

Atas penagihan kekurangan perhitungan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diperhitungkan sanksi administrasi berupa denda.

 

 

BAB III
HJE, HARGA TRANSAKSI PABRIK, DAN HARGA TRANSAKSI PASAR

 

Pasal 5

 

(1)

Keputusan tentang Penetapan HJE Merek Baru maupun Penetapan Kenaikan HJE, baik yang diterbitkan sebelum berlakunya maupun setelah berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, bila secara berturut-turut selama lebih dari 6 (enam) bulan tidak pernah direalisasikan pemesanan pita cukainya dengan menggunakan Dokumen Cukai CK-1 oleh Pengusaha Pabrik maupun Importir yang bersangkutan atau tidak pernah direalisasikan ekspornya dengan menggunakan Dokumen Cukai CK-8, dinyatakan batal.

(2)

Untuk dapat menggunakan merek hasil tembakau yang dinyatakan batal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pengusaha Pabrik atau Importir yang bersangkutan dapat mengajukan kembali Permohonan Penetapan HJE sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku.

 

 

Pasal 6

 

(1)

Pengusaha Pabrik dilarang menurunkan HJE yang masih berlaku.

(2)

Importir dapat mengajukan permohonan penurunan HJE dalam hal telah terjadi penurunan nilai mata uang asing yang dijadikan dasar perhitungan dalam Dokumen Cukai Kalkulasi HJE Impor (CK-21B).

 

 

Pasal 7

 

Atas HJE dari jenis SKM, SKT dan SPM yang masih dinyatakan berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dari masing-masing Golongan Pengusaha Pabrik sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Keputusan Menteri Keuangan ini, dinaikkan sebagai berikut :

  1. SKM Golongan Pengusaha Pabrik Besar, Menengah dan Kecil sebesar Rp. 75,00 per batang.
  2. SKT Golongan Pengusaha Pabrik Besar, Menengah dan Kecil sebesar Rp. 60,00 per batang.
  3. SPM Golongan Pengusaha Pabrik Besar, Menengah dan Kecil sebesar Rp. 45,00 per batang.

 

 

Pasal 8

 

(1)

Atas masing-masing jenis hasil tembakau dari masing-masing Golongan Pengusaha Pabrik dan Hasil tembakau impor berlaku ketentuan HJE Minimum sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Keputusan Menteri Keuangan ini.

(2)

HJE merek baru dari Pengusaha Pabrik tidak boleh lebih rendah dari HJE yang telah dimiliki.

 

 

Pasal 9

 

(1)

Harga Transaksi Pabrik ditetapkan sebesar maksimal 92,50% (sembilan puluh dua 50/100 per seratus) dari HJE

(2)

Dalam hal dari hasil pemeriksaan dan/atau audit terbukti Harga Transaksi Pabrik melampaui 92,50% (sembilan puluh dua 50/100 per seratus) dari HJE, Kepala Kantor dapat melakukan penagihan atas kekurangan pembayaran cukai dan/atau pungutan negara lainnya kepada Pengusaha Pabrik atau Importir berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Dokumen Cukai Kalkulasi HJE (CK-21A atau CK-21B) yang telah disesuaikan dengan Harga Transaksi Pabrik tersebut.

 

 

Pasal 10

 

(1)

Dalam hal Harga Transaksi Pasar telah melampaui HJE, maka Pengusaha Pabrik atau Importir wajib melakukan penyesuaian dengan cara mengajukan Permohonan Penetapan Kenaikan HJE.

(2)

Apabila berdasarkan hasil pemantauan Pejabat Bea dan Cukai kedapatan Harga Transaksi Pasar telah melampaui HJE, Direktur Jenderal dapat memberitahukan hal tersebut kepada Pengusaha Pabrik atau Importir yang bersangkutan dengan surat pemberitahuan biasa.

(3)

Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal penerimaan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pengusaha Pabrik, Importir, atau kuasanya tidak memberikan sanggahan atau mengajukan Permohonan Penetapan Kenaikan HJE, Direktur Jenderal dapat melakukan Penetapan Kenaikan HJE atas hasil tembakau yang bersangkutan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan formulir Dokumen Cukai Kalkulasi HJE (CK-21A atau CK-21B) yang telah disesuaikan dengan Harga Transaksi Pasar yang terjadi.

 

 

Pasal 11

 

Tata cara dan bentuk Dokumen Cukai yang digunakan untuk penerbitan Penetapan HJE Merek Baru, Penetapan Kenaikan HJE, dan Penetapan Penurunan HJE ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal.

 

 

BAB IV
TARIF CUKAI

 

Pasal 12

 

Tarif cukai dalam tahun anggaran yang sedang berjalan dari masing-masing jenis hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri adalah sebagaimana yang ditetapkan dalam Lampiran III Keputusan Menteri Keuangan ini.

 

 

Pasal 13

 

(1)

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, adalah tarif cukai dalam tahun anggaran yang sedang berjalan ari masing-masing jenis hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri, yang sebagian telah diekspor dengan jumlah melebihi jumlah masing-masing jenis hasil tembakau yang sama yang dipasarkan di dalam negeri, dalam satu tahun takwim yang sama sebelum tahun anggaran yang sedang berjalan, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Keputusan Menteri Keuangan ini.

(2)

Perhitungan jumlah hasil tembakau yang diekspor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan realisasi ekspor dengan menggunakan Dokumen Cukai Pemberitahuan Pengeluaran Barang Kena Cukai Yang Belum Dilunasi Cukainya Dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan Untuk Tujuan Ekspor (CK-8).

(3)

Perhitungan jumlah hasil tembakau yang dipasarkan di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan Dokumen Cukai Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau (CK-1).

 

 

Pasal 14

 

Tarif cukai dalam tahun anggaran yang sedang berjalan dari masing-masing jenis hasil tembakau yang diimpor ditetapkan berdasarkan tarif cukai dan Batasan HJE sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Keputusan Menteri Keuangan ini.

 

 

BAB V
HJE DAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU YANG DIBAGIKAN SECARA CUMA-CUMA
KEPADA KARYAWAN PABRIK ATAU PIHAK KETIGA
DAN HASIL TEMBAKAU UNTUK TUJUAN EKSPOR
(PEMASARAN DI LUAR NEGERI)

 

Pasal 15

 

(1)

HJE untuk hasil tembakau yang diberikan secara cuma-cuma kepada karyawan Pabrik ditetapkan sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari HJE dari jenis dan merek hasil tembakau yang sama, yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri.

(2)

Jumlah hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibatasi maksimal :

 
  1. 300 (tiga ratus) batang per bulan untuk karyawan tetap atau karyawan bulan, atau
  2. 100 (seratus) batang per bulan untuk karyawan harian atau karyawan borongan
(3)

HJE untuk hasil tembakau yang diberikan secara cuma-cuma kepada pihak ketiga ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima per seratus) dari HJE dari jenis dan merek hasil tembakau yang sama, yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri.

(4)

Jumlah hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dibatasi maksimal sebesar 0,01% (satu persepuluh ribu) dari semua Produksi Pabrik dalam satu tahun takwim sebelum tahun anggaran yang sedang berjalan.

(5)

Tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan sama dengan tarif cukai dari jenis dan merek hasil tembakau yang sama, yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri.

 

 

Pasal 16

 

HJE dan tarif cukai hasil tembakau untuk tujuan ekspor (pemasaran di luar negeri) ditetapkan sama dengan HJE dan tarif cukai dari jenis dan merek hasil tembakau yang sama, yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri.

 

 

BAB VI
HASIL AKHIR PERHITUNGAN HJE

 

Pasal 17

 

Atas hasil akhir perhitungan HJE per kemasan penjualan eceran untuk tujuan pemasaran di dalam negeri atau per kemasan penjualan untuk tujuan ekspor berdasarkan Batasan HJE Minimum sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III dan Kenaikan HJE berdasrkan ketentuan dalam Pasal 7 Keputusan Menteri Keuangan ini dilakukan pembulatan ke atas dalam kelipatan Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah).

 

 

BAB VII
PENUTUP

 

Pasal 18

 

Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, maka :

  1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89/KMK.05/2000 tentang Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 384/KMK.04/2001;
  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.05/2000 tentang Kenaikan Harga Dasar Hasil Tembakau;
  3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 144/KMK.04/2001 tentang Kenaikan Harga Dasar Hasil Tembakau;
  4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 383/KMK.04/2001 tentang Kenaikan Harga Dasar Hasil Tembakau;

beserta semua peraturan pelaksanaannya dinyatakan tidak berlaku.

 

 

Pasal 19

 

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Desember 2001.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 November 2001
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

 

ttd

 

BOEDIONO