Undang-Undang Nomor : 11 TAHUN 1995

Kategori : Lainnya

Tentang Cukai


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 1995

 

TENTANG

 

CUKAI

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :

  1. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan nasional, khususnya di bidang perekonomian;
  2. bahwa peraturan perundang-undangan cukai yang selama ini dipergunakan sebagai dasar pemungutan cukai, sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan perekonomian nasional;
  3. bahwa dasar hukum pemungutan cukai yang berlaku selama ini, terdiri dari beberapa ordonansi yang memberi perlakuan berbeda-beda dalam pengenaan cukainya, sehingga kurang mencerminkan asas keadilan dan belum dapat memanfaatkan potensi objek cukai yang ada secara optimal serta kurang memperhatikan aspek perlindungan masyarakat;
  4. bahwa oleh karena itu perlu dibentuk undang-undang tentang cukai yang berorientasi pada pembangunan nasional serta berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1994.

 

Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (2), Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);

 

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

 

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG CUKAI.

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

  1. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.
  2. Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan Barang Kena Cukai dan/atau untuk mengemas Barang Kena Cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
  3. Pengusaha Pabrik adalah orang yang mengusahakan Pabrik.
  4. Tempat Penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari Pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai berupa etil alkohol yang masih terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual atau diekspor.
  5. Pengusaha Tempat Penyimpanan adalah orang yang mengusahakan Tempat Penyimpanan.
  6. Tempat Penjualan Eceran adalah tempat untuk menjual secara eceran Barang Kena Cukai kepada konsumen akhir.
  7. Dokumen cukai adalah dokumen yang digunakan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang ini, dalam bentuk formulir atau melalui media elektronik.
  8. Orang adalah badan hukum atau orang pribadi.
  9. Kantor adalah Kantor Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  10. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai.
  11. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  13. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-undang ini.
  14. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan dan pengeluarannya.
  15. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan, dan/atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
  16. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang tentang Kepabeanan.

 

Pasal 2

 

(1) Barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dikenai cukai berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Barang-barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai Barang Kena Cukai.

 

Pasal 3

 

(1) Pengenaan cukai mulai berlaku untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia pada saat selesai dibuat dan untuk Barang Kena Cukai yang diimpor pada saat pemasukannya ke dalam Daerah Pabean sesuai dengan ketentuan Undang-undang tentang Kepabeanan.
(2) Tanggung jawab cukai untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia berada pada Pengusaha Pajak atau Pengusaha Tempat Penyimpanan, dan untuk Barang Kena Cukai yang diimpor berada pada Importir atau pihak-pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepabeanan.
(3) Pemenuhan ketentuan dalam Undang-undang ini dilakukan dengan menggunakan dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai.

 

BAB II

BARANG KENA CUKAI, TARIF CUKAI, DAN HARGA DASAR

Bagian Pertama

Barang Kena Cukai

 

Pasal 4

 

(1) Cukai dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri dari:
  1. etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya;
  2. minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol;
  3. hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.
(2) Penambahan atau pengurangan jenis Barang Kena Cukai diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

Bagian Kedua

Tarif Cukai

 

Pasal 5

 

(1) Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia dikenai cukai berdasarkan tarif setinggi-tingginya:
  1. dua ratus lima puluh persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah Harga Jual Pabrik; atau
  2. lima puluh lima persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah Harga Jual Eceran.
(2) Barang Kena Cukai yang diimpor dikenai cukai berdasarkan tarif setinggi-tingginya:
  1. dua ratus lima puluh persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah Nilai Pabean ditambah Bea Masuk; atau
  2. lima puluh lima persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah Harga Jual Eceran.
(3) Tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diubah dari persentase harga dasar menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan Barang Kena Cukai atau sebaliknya atau penggabungan dari keduanya.
(4) Ketentuan tentang besarnya tarif cukai untuk setiap jenis Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta perubahan tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

Bagian Ketiga

Harga Dasar

 

Pasal 6

 

(1) Harga Dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia adalah Harga Jual Pabrik atau Harga Jual Eceran.
(2) Harga Dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas Barang Kena Cukai yang diimpor adalah Nilai Pabean ditambah Bea Masuk atau Harga Jual Eceran.
(3) Ketentuan tentang penetapan Harga Dasar diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

BAB III

PELUNASAN DAN FASILITAS

Bagian Pertama

Pelunasan Cukai

 

Pasal 7

 

(1) Cukai atas Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia, dilunasi pada saat pengeluaran Barang Kena Cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan.
(2) Cukai atas Barang Kena Cukai yang diimpor dilunasi pada saat Barang Kena Cukai diimpor untuk dipakai.
(3) Pelunasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan cara:
  1. pembayaran; atau
  2. pelekatan pita cukai.
(4) Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b disediakan oleh Menteri.
(5) Dalam hal pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai, cukai dianggap tidak dilunasi apabila pelekatan pita cukai tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
(6) Pengusaha Pabrik atau Importir yang melunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, dapat diberi penundaan pembayaran cukai atas pemesanan pita cukai selama-lamanya tiga bulan sejak dilakukan pemesanan pita cukai.
(7) Pengusaha Pabrik atau Importir yang melunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang tidak melunasi uang cukai sampai dengan jangka waktu penundaan berakhir, selain harus melunasi utang cukai dimaksud juga dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar sepuluh persen setiap bulan dari nilai cukai yang seharusnya dibayar.
(8) Ketentuan tentang pelunasan cukai diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

Bagian Kedua

Fasilitas

Paragraf 1

Tidak dipungut Cukai

 

Pasal 8

 

(1) Cukai tidak dipungut atas Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terhadap:
  1. tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan, apabila dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau dan/atau pada kemasannya ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi merek dagang, etiket, atau yang sejenis itu;
  2. minuman yang mengandung etil alkohol hasil peragian atau penyulingan yang dibuat oleh rakyat di Indonesia secara sederhana, semata-mata untuk mata pencaharian dan tidak dikemas untuk penjualan eceran.
(2) Cukai juga tidak dipungut atas Barang Kena Cukai apabila:
  1. diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar Daerah Pabean;
  2. diekspor;
  3. dimasukkan ke dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan;
  4. digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan Barang Kena Cukai;
  5. telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari Pabrik, Tempat Penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai.
(3) Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang tidak dipungutnya cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
(4) Ketentuan tentang pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

 

Paragraf 2

Pembebasan Cukai

 

Pasal 9

 

(1) Pembebasan cukai dapat diberikan atas Barang Kena Cukai:
  1. yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan Barang Kena Cukai;
  2. untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
  3. untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
  4. untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi internasional di Indonesia;
  5. yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan;
  6. yang dipergunakan untuk tujuan sosial;
  7. yang dimasukkan ke dalam Tempat Penimbunan Berikat.
(2) Pembebasan cukai dapat juga diberikan atas Barang Kena Cukai tertentu yaitu:
  1. etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum;
  2. minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau, yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar Daerah Pabean.
(3) Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
(4) Ketentuan tentang pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

BAB IV
PENAGIHAN, PENGEMBALIAN, DAN KEDALUWARSA

Bagian Pertama

Penagihan

 

Pasal 10

 

(1) Direktur Jenderal melakukan penagihan terhadap:
  1. utang cukai yang tidak dilunasi pada waktunya;
  2. kekurangan cukai karena kesalahan perhitungan dalam dokumen pemberitahuan atau pemesanan pita cukai;
  3. denda administrasi.
(2) Cukai dan denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilunasi selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari setelah tanggal diterimanya surat tagihan.
(3) Ketentuan tentang tata cara penagihan diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

 

Pasal 11

 

(1) Tagihan negara berdasarkan undang-undang ini mempunyai hak mendahulu atas segala tagihan terhadap harta yang berutang.
(2) Hal mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap:
  1. biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak ataupun tidak bergerak;
  2. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang;
  3. biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
(3) Hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hilang setelah lampau waktu dua tahun sejak dikeluarkannya Surat Tagihan, kecuali apabila dalam jangka waktu tersebut diberikan penundaan pembayaran.
(4) Apabila diberikan penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jangka waktu dua tahun itu harus ditambah dengan jangka waktu penundaan pembayaran.

 

Bagian Kedua

Pengembalian

 

Pasal 12

 

(1) Pengembalian cukai yang telah dibayar diberikan dalam hal:
  1. terdapat kelebihan pembayaran karena kesalahan-kesalahan;
  2. Barang Kena Cukai diekspor;
  3. Barang Kena Cukai dimasukkan kembali ke Pabrik untuk dimusnahkan atau diolah kembali;
  4. Barang Kena Cukai mendapatkan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
  5. pita cukai yang telah diterima dan belum dilekatkan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, dikembalikan karena pita cukai tersebut rusak atau tidak dipakai atau Barang Kena Cukai yang telah dilekati pita cukai tidak jadi diimpor;
  6. terdapat kelebihan pembayaran sebagai akibat putusan lembaga banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44.
(2) Pengembalian cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya tiga puluh hari sejak ditetapkannya kelebihan pembayaran.
(3) Apabila pengembalian dilakukan setelah jangka waktu tiga puluh hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah memberikan bunga dua persen sebulan, dihitung setelah jangka waktu tersebut berakhir sampai dengan saat dilakukan pengembalian.
(4) Ketentuan tentang pengembalian cukai diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

Bagian Ketiga

Kedaluwarsa

 

Pasal 13

 

(1) Hak menagih utang berdasarkan undang-undang ini menjadi kedaluwarsa setelah sepuluh tahun sejak timbulnya kewajiban membayar.
(2) Masa kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperhitungkan dalam hal ada pengakuan utang.

 

BAB V
PERIZINAN

Pasal 14

 

(1) Untuk menjalankan usaha sebagai:
  1. Pengusaha Pabrik; atau
  2. Pengusaha Tempat Penyimpanan; atau
  3. Pengusaha Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu; atau
  4. Importir Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, masing-masing wajib memiliki izin dari Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada:
  1. badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di Indonesia; atau
  2. badan hukum atau orang pribadi yang secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia.
(3) Dalam hal pemegang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah orang pribadi, apabila yang bersangkutan meninggal dunia, izin dapat dipergunakan selama dua belas bulan sejak tanggal meninggal yang bersangkutan oleh ahli waris atau yang dikuasakan dan setelah lewat jangka waktu tersebut, izin wajib diperbaharui.
(4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut dalam hal:
  1. atas permohonan pemegang izin yang bersangkutan;
  2. tidak dilakukan kegiatan selama satu tahun;
  3. persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi;
  4. pemegang izin tidak lagi secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia;
  5. pemegang izin dinyatakan pailit;
  6. tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
  7. pemegang izin dipidana berdasarkan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar ketentuan Undang-undang ini;
  8. pemegang izin melanggar ketentuan Pasal 30.
(5) Dalam hal izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut, terhadap Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya yang masih berada di dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan harus dilunasi cukainya dan dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan dalam waktu tiga puluh hari sejak diterimanya surat keputusan pencabutan izin.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku untuk pengusaha Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu.
(7) Barangsiapa tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjalankan usaha Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu, atau mengimpor Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(8) Ketentuan tentang pemberian izin dan pencabutan izin diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

Pasal 15

 

(1) Pembuatan Barang Kena Cukai berupa hasil tembakau dapat diizinkan dilakukan di luar Pabrik dan merupakan tanggung jawab Pengusaha Pabrik yang bersangkutan.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

BAB VI
PENCATATAN DAN PENCACAHAN

Bagian Pertama

Pencatatan

 

Pasal 16

 

(1) Pengusaha Pabrik wajib:
  1. mencatat dalam Buku Persediaan mengenai Barang Kena Cukai yang dibuat di Pabrik, dimasukkan ke Pabrik atau dikeluarkan dari Pabrik;
  2. memberitahukan secara berkala kepada Kepala Kantor tentang Barang Kena Cukai yang selesai dibuat.
(2) Pengusaha Tempat Penyimpanan wajib mencatat dalam Buku Persediaan mengenai Barang Kena Cukai yang dimasukkan ke atau dikeluarkan dari Tempat Penyimpanan.
(3) Pengusaha Pabrik yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan Pengusaha Tempat Penyimpanan yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar satu kali nilai cukai dari Barang Kena Cukai yang tidak dicatat.
(4) Pengusaha Pabrik yang tidak melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar satu kali nilai cukai dari Barang Kena Cukai yang tidak diberitahukan.
(5) Ketentuan tentang Buku Persediaan dan pemberitahuan Barang Kena Cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

Pasal 17

 

(1) Pejabat Bea dan Cukai wajib menyelenggarakan Buku Rekening Barang Kena Cukai untuk setiap Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan mengenai Barang Kena Cukai tertentu yang masih terutang cukai dan berada di Pabrik atau Tempat Penyimpanan
(2) Pejabat Bea dan Cukai mencatat Barang Kena Cukai yang masih terutang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dan Pasal 25 ayat (1) atau ayat (3) ke dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai.
(3) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan bertanggung jawab atas utang cukai dari Barang Kena Cukai yang ada menurut Buku Rekening Barang Kena Cukai.

 

Pasal 18

 

(1) Buku Rekening Barang Kena Cukai ditutup pada setiap akhir tahun takwim.
(2) Buku Rekening Barang Kena Cukai juga ditutup setelah dilakukan pencacahan atau atas permintaan Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan.
(3) Ketentuan tentang Buku Rekening Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

Pasal 19

 

(1) Pejabat Bea dan Cukai wajib menyelenggarakan Buku Rekening Kredit untuk setiap Pengusaha Pabrik atau Importir mengenai cukai yang mendapatkan penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) dan pelunasan atau penyelesaiannya.
(2) Ketentuan tentang Buku Rekening Kredit diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

Bagian Kedua

Pencacahan

 

Pasal 20

 

(1) Barang Kena Cukai tertentu yang ada dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan setiap waktu dapat dicacah oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan wajib menunjukkan semua Barang Kena Cukai yang ada di dalam tempat yang dimaksud pada ayat (1), serta menyediakan tenaga dan peralatan untuk keperluan pencacahan.
(3) Ketentuan tentang pencacahan diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

Pasal 21

 

(1) Dalam hal jumlah hasil pencacahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 kedapatan lebih kecil daripada jumlah yang tercantum dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai, kepada Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan diberikan potongan setinggi-tingginya sepuluh persen dari jumlah Barang Kena Cukai yang dihasilkan atau dimasukkan sejak pencacahan terakhir.
(2) Potongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikurangkan dari selisih antara hasil pencacahan dengan Buku Rekening Barang Kena Cukai, dan sisanya merupakan kekurangan yang cukainya harus dilunasi oleh Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan dalam waktu tiga puluh hari setelah tanggal penutupan Buku Rekening Barang Kena Cukai.
(3) Ketentuan tentang jenis Barang Kena Cukai yang dapat diberikan potongan dan besarnya potongan diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

Pasal 22

Potongan tidak diberikan apabila jumlah hasil pencacahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 kedapatan sama atau lebih besar daripada jumlah sediaan yang tercantum dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai.

 

Pasal 23

 

(1) Kekurangan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) diberikan kelonggaran yang besarnya tidak melebihi satu persen dari jumlah Barang Kena Cukai yang seharusnya ada menurut Buku Rekening Barang Kena Cukai.
(2) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang di dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanannya kedapatan kekurangan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) atau kelebihan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang melebihi kelonggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai cukai dari Barang Kena Cukai yang kedapatan kurang atau lebih.

 

BAB VII
PENCATATAN DAN PENCACAHAN

Penimbunan

 

Pasal 24

 

(1) Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya dapat ditimbun dalam Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Kepabeanan.
(2) Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya yang dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dapat ditimbun dalam Pabrik.
(3) Ketentuan tentang penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

BAB VIII

PEMASUKAN, PENGELUARAN, PENGANGKUTAN, DAN PERDAGANGAN

Bagian Pertama
Pemasukan dan Pengeluaran

 

Pasal 25

 

(1) Pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Cukai ke atau dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan, wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dengan dokumen cukai.
(2) Pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
(3) Dalam hal pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Cukai di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai, yang menjadi dasar untuk membukukan dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 adalah yang didapati oleh Pejabat Bea dan Cukai yang bersangkutan.
(4) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang mengeluarkan Barang Kena Cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar satu kali nilai cukai dari Barang Kena Cukai yang dikeluarkan.
(5) Ketentuan tentang pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

Pasal 26

(1) Dalam keadaan darurat, Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya dapat dipindahkan ke luar Pabrik atau Tempat Penyimpanan tanpa dilindungi dokumen cukai.
(2) Pemindahan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilaporkan kepada Kepala Kantor dalam jangka waktu yang ditetapkan.
(3) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang tidak melaporkan pemindahan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya karena keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
(4) Ketentuan tentang pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

 

Bagian Kedua
Pengangkutan dan Perdagangan

Pasal 27

(1) Pengangkutan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya harus dilindungi dengan dokumen cukai.
(2) Pengangkutan Barang Kena Cukai tertentu, walaupun sudah dilunasi cukainya, harus dilindungi dengan dokumen cukai.
(3) Barangsiapa tidak memenuhi ketentuan tentang pengangkutan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
(4) Barangsiapa tidak memenuhi ketentuan tentang pengangkutan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
(5) Ketentuan tentang pengangkutan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

Pasal 28

Jangka waktu yang telah ditentukan dalam dokumen cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) atau ayat (2), sebelum dilampaui dapat diperpanjang masa berlakunya oleh Kepala Kantor yang mengawasi tempat Barang Kena Cukai bersangkutan berada.

 

Pasal 29
                                                                                                                                                      

(1) Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai hanya boleh ditawarkan, diserahkan, dijual, atau disediakan untuk dijual, setelah dikemas untuk penjualan eceran dan dilekati pita cukai yang diwajibkan.
(2) Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang berada dalam Tempat Penjualan Eceran atau tempat lain yang kegiatannya adalah untuk menjual eceran dianggap disediakan untuk dijual.
(3) Ketentuan tentang perdagangan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

BAB IX
LARANGAN

Pasal 30

(1) Di dalam Pabrik dilarang menghasilkan barang selain Barang Kena Cukai yang ditetapkan dalam surat izin yang bersangkutan.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap:
  1. Pabrik etil alkohol yang memproduksi secara terpadu barang lain yang bukan merupakan Barang Kena Cukai dengan menggunakan etil alkohol sebagai bahan baku atau bahan penolong;
  2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap:

    1. Pabrik etil alkohol yang memproduksi secara terpadu barang lain yang bukan merupakan Barang Kena Cukai dengan menggunakan etil alkohol sebagai bahan baku atau bahan penolong;
    2. Pabrik Barang Kena Cukai selain etil alkohol yang menghasilkan barang lainnya yang bukan Barang Kena Cukai, sepanjang di dalam Pabrik tersebut dilakukan pemisahan secara fisik antara Barang Kena Cukai dan bukan Barang Kena Cukai, baik dalam produksinya maupun tempat penimbunan bahan baku atau bahan penolong dan hasil produksi akhirnya.

Pasal 31

(1) Di dalam Tempat Penyimpanan dilarang:
  1. menyimpan Barang Kena Cukai yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai;
  2. menyimpan barang selain Barang Kena Cukai yang ditetapkan dalam surat izin bersangkutan.
(2) Barang Kena Cukai yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai yang kedapatan berada di dalam Tempat Penyimpanan dianggap belum dilunasi cukainya atau tidak mendapatkan pembebasan cukai.
(3) Pengusaha Tempat Penyimpanan yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).



Pasal 32

(1) Di dalam Pabrik, tempat usaha Importir, dan Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai dilarang:
  1. menyimpan atau menyediakan pita cukai yang telah dipakai;
  2. menyimpan atau menyediakan pengemas Barang Kena Cukai yang telah dipakai dengan pita cukai yang masih utuh.
(2) Pengusaha Pabrik, Importir atau pengusaha Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai cukai dari pita cukai yang kedapatan telah dipakai atau masih utuh.



BAB X
KEWENANGAN DI BIDANG CUKAI

Bagian Pertama
Umum

Pasal 33

(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang mengambil tindakan yang diperlukan atas Barang Kena Cukai berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan untuk melaksanakan Undang-undang ini.
(2) Pejabat Bea dan Cukai berwenang menegah Barang Kena Cukai dan/atau sarana pengangkut.
(3) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Pejabat Bea dan Cukai dapat dilengkapi dengan senjata api yang jenis dan syarat-syarat penggunaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Ketentuan tentang tata cara penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

Pasal 34

(1) Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-undang ini, Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta bantuan angkatan bersenjata dan/atau instansi lainnya.
(2) Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), angkatan bersenjata dan/atau instansi lainnya berkewajiban untuk memenuhinya.

 

Bagian Kedua
Pemeriksaan Bangunan dan Sarana Pengangkut

Pasal 35

(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas Pabrik, Tempat Penyimpanan atau tempat-tempat lain yang digunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya atau memperoleh pembebasan cukai.
(2) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk memeriksa Tempat Penjualan Eceran atau tempat-tempat lain yang bukan rumah tinggal yang di dalamnya terdapat Barang Kena Cukai.
(4) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pejabat Bea dan Cukai berwenang mengambil contoh Barang Kena Cukai.
(5) Barangsiapa menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

 

Pasal 36

(1) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan atau orang yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan, wajib menyediakan tenaga, peralatan dan menyerahkan catatan atau dokumen yang wajib diadakan berdasarkan Undang-undang ini dan pembukuan perusahaan.
(2) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan atau orang yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan yang tidak menyediakan tenaga atau peralatan atau tidak menyerahkan catatan, dokumen atau pembukuan perusahaan pada waktu dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

 

Pasal 37

(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta Barang Kena Cukai yang berada di atasnya.
(2) Pengangkut wajib menunjukkan dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai yang diwajibkan menurut Undang-undang ini.
(3) Sarana pengangkut yang disegel oleh dinas pos atau penegak hukum lain, dikecualikan dari pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Barangsiapa menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengangkut yang tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling sedikit Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

 

Pasal 38

(1) Pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 haris dengan surat perintah dari Direktur Jenderal.
(2) Surat Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan untuk melakukan:
  1. pengejaran orang dan/atau Barang Kena Cukai yang memasuki bangunan;
  2. pemeriksaan bangunan atau tempat lain oleh Pejabat Bea dan Cukai yang secara tetap ditunjuk untuk melakukan pengawasan atas bangunan atau tempat lain.

 

Pasal 39

(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa buku, catatan, atau dokumen yang diwajibkan oleh Undang-undang ini dan pembukuan perusahaan yang berkaitan dengan Barang Kena Cukai serta sediaan Barang Kena Cukai dari Pabrik, Tempat Penyimpanan atau tempat-tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 untuk keperluan audit di bidang cukai.
(2) Barangsiapa menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa benda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).



Bagian Ketiga
Penyegelan

Pasal 40

Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan pada bagian-bagian dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran, tempat-tempat lain atau sarana pengangkut yang di dalamnya terdapat Barang Kena Cukai guna pengamanan cukai.


BAB XI
KEBERATAN, BANDING, DAN LEMBAGA BANDING

Bagian Pertama
Keberatan dan Banding

Pasal 41

(1) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan dapat mengajukan sarana tertulis hanya kepada Direktur Jenderal atas hasil penutupan Buku Rekening Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dalam jangka waktu tiga puluh hari setelah tanggal penutupan, dengan menyerahkan jaminan sebesar cukai yang kurang dibayar.
(2) Orang yang dikenai sanksi administrasi dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak diterimanya surat pemberitahuan dengan menyerahkan jaminan sebesar sanksi administrasi yang ditetapkan.
(3) Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam jangka waktu enam puluh hari sejak diterimanya keberatan.
(4) Apabila dalam jangka waktu enam puluh hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap diterima dan jaminan dikembalikan.
(5) Apabila Direktur Jenderal memutuskan menerima keberatan yang diajukan, jaminan dikembalikan.
(6) Dalam hal jaminan berupa uang tunai, apabila pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dilakukan setelah jangka waktu enam puluh hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah memberikan bunga dua persen sebulan untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan.
(7) Apabila Direktur Jenderal memutuskan menolak keberatan yang diajukan, jaminan dicairkan dan cukai dan/atau sanksi administrasi yang ditetapkan dianggap telah dilunasi.

 

Pasal 42

Orang yang berkeberatan atas pencabutan izin bukan atas permohonan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, atau huruf g, atau huruf h, atas keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dapat mengajukan banding dalam jangka waktu enam puluh hari sejak tanggal penetapan atau keputusan, setelah cukai dan/atau sanksi administrasi yang terutang dilunasi.


Pasal 43

Permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 diajukan hanya kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.


Pasal 44

(1) Sebelum badan peradilan pajak dibentuk, permohonan banding diajukan kepada lembaga banding yang putusannya bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas, dilampiri salinan dari penetapan atau keputusan pejabat administrasi yang dimohonkan banding.
(3) Putusan badan peradilan pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap.

 

Bagian Kedua
Lembaga Banding

Pasal 45

(1) Lembaga banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) disebut Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas, dilampiri salinan dari penetapan atau keputusan pejabat administrasi yang dimohonkan banding.

 

Pasal 46

(1) Ketua Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai menunjuk majelis untuk memutuskan permohonan banding yang diajukan.
(2) Setiap majelis terdiri dari tiga anggota, yakni satu dari unsur pemerintah, satu dari unsur pengusaha swasta, dan satu dari unsur pakar.

 

Pasal 47

(1) Persidangan majelis untuk memutuskan suatu permohonan banding bersifat tertutup.
(2) Putusan majelis diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(3) Dalam hal tidak dicapai permufakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), putusan didasarkan pada suara terbanyak.
(4) Putusan majelis diberitahukan kepada pemohon banding dan Direktur Jenderal selambat-lambatnya empat belas hari sejak tanggal ditetapkan putusan.

 

Pasal 48

Anggota majelis yang mempunyai kepentingan pribadi dengan permasalahan yang diperiksa harus mengundurkan diri dari majelis.


Pasal 49

Susunan organisasi dan tata kerja serta urusan mengenai administrasi, tunjangan, pengeluaran, dan tata tertib Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.


BAB XII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 50

Barangsiapa tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, menjalankan usaha Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau mengimpor Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.


Pasal 51

Pengusaha Pabrik yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.


Pasal 52

Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang mengeluarkan Barang Kena Cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan Tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.


Pasal 53


Barangsiapa membuat, menggunakan, atau menyerahkan buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 19, atau dokumen cukai yang palsu atau dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).


Pasal 54

Barangsiapa menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual Barang Kena Cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.


Pasal 55

Barangsiapa secara melawan hukum:

  1. membuat, meniru, atau memalsukan pita cukai; atau
  2. membeli, menyimpan, mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai yang palsu atau dipalsukan atau dibuat secara melawan hukum; atau
  3. mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai yang sudah dipakai, dipidana dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak dua puluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.


Pasal 56

Barangsiapa menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan Barang Kena Cukai yang berasal dari tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.


Pasal 57

Barangsiapa tanpa izin membuka, melepas, atau merusak kunci, segel, atau denda pengaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).


Pasal 58

Barangsiapa menawarkan, menjual, atau menyerahkan pita cukai kepada tidak berhak, atau membeli, menerima, atau menggunakan pita cukai yang bukan haknya, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.


Pasal 59

(1) Dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh yang bersangkutan, diambil dari kekayaan dan/atau pendapatan yang bersangkutan sebagai gantinya.
(2) Dalam hal penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, pidana denda diganti dengan pidana kurungan paling lama enam bulan.

 

Pasal 60

Tindak pidana dalam Undang-undang ini tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak terjadinya tindak pidana.


Pasal 61

(1) Jika suatu tindak pidana menurut Undang-undang ini dilakukan atau atas nama suatu badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap:
  1. badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi tersebut; dan/atau
  2. mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pimpinan atau yang melalaikan pencegahannya.
(2) Tindak pidana menurut Undang-undang ini dianggap dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi tersebut, tanpa memperhatikan apakah orang-orang itu masing-masing telah melakukan tindak secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.
(3) Jika suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, perseroan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi pada waktu penuntutan diwakili oleh seorang pengurus, atau jika ada lebih dari seorang pengurus, atau jika ada lebih dari seorang pengurus oleh salah seorang dari mereka itu dan wakil tersebut dapat diwakili oleh seorang lain.
(4) Terhadap badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi yang dipidana berdasarkan Undang-undang ini, pidana pokok yang dijatuhkan senantiasa berupa pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) jika tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara dan pidana denda.

 

Pasal 62

(1) Barang Kena Cukai yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dirampas negara.
(2) Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dapat dirampas untuk negara.
(3) Ketentuan tentang penyelesaian atas barang yang dirampas untuk negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

BAB XVIII
PENYIDIKAN

Pasal 63

(1) Pejabat Pengawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktur Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang cukai.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena kewajibannya berwenang:
  1. menerima laporan atau keterangan dari seorang tentang adanya tindak pidana di bidang cukai;
  2. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
  3. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang cukai;
  4. memotret dan/atau merekam melalui media audio visual terhadap orang, barang, sarana pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana di bidang cukai;
  5. memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut Undang-undang ini dan pembukuan lainnya;
  6. mengambil sidik jari orang;
  7. menggeledah rumah tinggal, pakaian dan badan;
  8. menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang terdapat di dalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana di bidang cukai;
  9. menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang cukai;
  10. memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dipakai sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang cukai;
  11. mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
  12. menyuruh berhenti seorang tersangka pelaku tindak pidana di bidang cukai serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
  13. menghentikan penyidikan;
  14. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang cukai menurut hukum yang bertanggung jawab.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

 

Pasal 64

(1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang cukai.
(2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dilakukan setelah yang bersangkutan melunasi cukai yang tidak dan/atau kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali nilai cukai yang tidak dan/atau kurang dibayar.


BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 65

Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir barang Kena Cukai bertanggung jawab atas perbuatan orang yang dipekerjakan atau yang ditunjuknya sebagai wakil atau sebagai kuasa yang berhubungan dengan pekerjaan mereka dalam rangka pelaksanaan Undang-undang ini.


Pasal 66

(1) Barang Kena Cukai dan barang lain yang berasal dari pelanggar tidak dikenal dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan apabila dalam jangka waktu empat belas hari sejak dikuasai negara pelanggarnya tetap tidak diketahui, Barang Kena Cukai dan barang lain tersebut menjadi milik negara.
(2) Barang Kena Cukai yang pemiliknya tidak diketahui, dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan serta wajib diumumkan secara resmi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk diselesaikan oleh yang bersangkutan dalam waktu tiga puluh hari terhitung sejak dikuasai negara, dan apabila dalam jangka waktu dimaksud yang bersangkutan tidak menyelesaikan kewajibannya, Barang Kena Cukai tersebut menjadi milik negara.
(3) Ketentuan tentang penyelesaian Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

 

Pasal 67

Persyaratan dan tata cara impor Barang Kena Cukai dari suatu kawasan yang telah ditunjuk sebagai daerah perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas serta Pemberitahuan Pabean di instalasi dan alat-alat yang berada di Landas Kontinen Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia berlaku Undang-undang tentang Kepabeanan.


Pasal 68

Ketentuan tentang tata cara pengenaan sanksi administrasi dan penyesuaian besarnya sanksi administrasi serta penyesuaian besarnya bunga menurut Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 69

(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, semua izin yang telah ada dan ditentukan batas waktunya dinyatakan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya, sedangkan bagi izin yang tidak ditentukan masa berlakunya dinyatakan tetap berlaku selama satu tahun sejak berlakunya Undang-undang ini.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila telah berakhir masa berlakunya, harus diperbaharui berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini.
(3) Terhadap Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang sebelum berlakunya Undang-undang ini telah menjalankan usahanya yang karena peraturan perundang-undangan cukai yang lama tidak diwajibkan memiliki izin sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, dalam jangka waktu tiga bulan sejak berlakunya Undang-undang ini harus sudah memiliki izin.

 

Pasal 70

Terhadap urusan cukai yang pada saat berlakunya Undang-undang ini belum dapat diselesaikan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai yang meringankan setiap orang.


BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 71

Dengan berlakunya undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi:

  1. Ordonansi Cukai Minyak Tanah (Ordonnantie Van 27 Desember 1886 Stbl. 1886 No. 249 dan Ordonnantie Van 11 Mai 1908 Stbl. 1908 No. 361), sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 121);
  2. Ordonansi Cukai Alkohol Sulingan (Ordonnantie Van 27 Februari 1898 Stbl. 1898 No. 90 en 92 dan Ordonnantie Van 10 Juli 1923 Stbl. 1923 No. 344), sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 121);
  3. Ordonansi Cukai Bir (Bieraccijns Ordonnantie Stbl. 1931 No. 488 en 489), sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 121);
  4. Ordonansi Cukai Tembakau (Tabacsaccijn Ordonnantie Stbl. 1932 No. 517) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 121);
  5. Ordonansi Cukai Gula (Suikeraccijns Ordonnantie Stbl. 1933 No. 351) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 121).

 

Pasal 72

Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1966.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



  Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SOEHARTO



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1995
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MOERDIONO

 

 

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 76

 

 

PENJELASAN
ATAS

 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1995

 

TENTANG

 

CUKAI

 

UMUM

 

  1. Republik Indonesia sebagai negara hukum menghendaki terwujudnya sistem hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional dan bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi, sejak kemerdekaan belum dibentuk undang-undang tentang cukai yang sesuai dengan perkembangan hukum nasional sebagai pengganti Ordonnansi Cukai Minyak Tanah (Ordonnantie Van 27 Desember 1886, Stbl. 1886 No. 249), Ordonnansi Cukai Alkohol Sulingan (Ordonnantie Van 27 Februari 1898, Stbl. 1898 No. 90 en 92). Ordonansi Cukai Bir (Bieraccijns Ordonnantie, Stbl. 1931 No. 488 en 489), Ordonansi Cukai Tembakau (Tabaksaccijns Ordonnantie, Stbl. 1932 No. 517), dan Ordonansi Cukai Gula (Suikeraccijns Ordonnantie, Stbl. 1933 No. 351) beserta peraturan pelaksanannya sehingga sampai pada saat ini produk-produk hukum tersebut masih diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.
  2. Dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta dalam rangka mendukung kesinambungan pembangunan nasional, diperlukan suatu undang-undang tentang cukai yang mampu menjawab tuntutan pembangunan dengan menempatkan kewajiban membayar cukai sebagai perwujudan kewajiban kenegaraan dan merupakan peran serta masyarakat dalam pembiayaan pembangunan.
  3. Peraturan perundang-undangan cukai, sebagaimana diatur dalam beberapa ordonansi di atas yang berlaku sampai pada saat ini, bersifat diskriminatif dalam pengenaan cukainya, yang tercermin pada pembebanan cukai atas impor Barang Kena Cukai, yaitu gula, hasil tembakau, dan minyak tanah dikenai cukai atas pengimporannya, sedangkan bir dan alkohol sulingan tidak dikenai cukai. Selain itu, peraturan perundang-undangan cukai tersebut objeknya terbatas, padahal pembangunan nasional memerlukan sumber pembiayaan, terutama yang berasal dari penerimaan dalam negeri. Oleh karena itu, potensi yang ada masih dapat digali dengan memperluas objek cukai sehingga sumbangan dari sektor cukai terhadap penerimaan negara dapat ditingkatkan. Dengan demikian, segala upaya perlu dikerahkan untuk menggali, meningkatkan, dan mengembangkan semua sumber daya penerimaan negara dengan tetap memperhatikan aspirasi dan kemampuan masyarakat.
  4. Cukai merupakan pajak negara yang dibebankan kepada pemakai dan bersifat selektif serta perluasan pengenaannya berdasarkan sifat atau karakteristik objek cukai. Oleh karena itu, materi Undang-undang ini, selain bertujuan membina dan mengatur, juga memperhatikan prinsip :
    1. keadilan dalam keseimbangan, yaitu kewajiban cukai hanya dibebankan kepada orang-orang yang memang seharusnya diwajibkan untuk itu dan semua pihak yang terkait diperlakukan dengan cara yang sama dalam hal dan kondisi yang sama;
    2. pemberian insentif yang bermanfaat bagi pertumbuhan perekonomian nasional, yaitu berupa fasilitas pembebasan cukai;
    3. pembatasan dalam rangka perlindungan masyarakat di bidang kesehatan, ketertiban, dan keamanan;
    4. netral dalam pemungutan cukai yang tidak menimbulkan distorsi pada perekonomian nasional;
    5. kelayakan administrasi dengan maksud agar pelaksanaan administrasi cukai dapat dilaksanakan secara tertib, terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat;
    6. kepentingan penerimaan negara, dalam arti fleksibilitas ketentuan dalam undang-undang ini dapat menjamin peningkatan penerimaan negara, sehingga dapat mengantisipasi kebutuhan peningkatan pembiayaan pembangunan nasional;
    7. pengawasan dan penerapan sanksi untuk menjamin ditaatinya ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.
  5. Dalam Undang-undang ini diatur hal-hal baru yang tidak terdapat dalam kelima ordonansi cukai yang selama ini berlaku, antara lain ketentuan tentang sanksi administrasi, lembaga banding, audit di bidang cukai, dan penyidikan. Hal-hal yang baru tersebut dalam pelaksanaannya akan lebih menjamin perlindungan kepentingan masyarakat dan menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendukung laju pembangunan nasional.
    Undang-undang ini juga mengatur, antara lain:
    1. kemungkinan untuk memperluas objek cukai berdasarkan perkembangan keadaan;
    2. pengawasan fisik dan administratif terhadap Barang Kena Cukai tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang berdampak negatif bagi kesehatan dan ketertiban umum;
    3. saat pengenaan cukai dan pelunasan cukai atas Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia dan yang diimpor;
    4. pelunasan cukai dengan cara pembayaran atau pelekatan pita cukai.
  6. Dengan mengacu pada politik hukum nasional, penyatuan materi yang diatur dalam undang-undang ini merupakan upaya penyederhanaan hukum di bidang cukai yang diharapkan dalam pelaksanaannya dapat diterapkan secara praktis, efektif, dan efisien.

 

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan" adalah barang-barang yang dalam pemakaiannya, antara lain, perlu dibatasi atau diawasi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1)

Penegasan saat pengenaan cukai atas suatu barang yang ditetapkan sebagai Barang Kena Cukai adalah penting karena sejak saat itulah secara yuridis (karena Undang-undang) telah timbul utang cukai sehingga perlu dilakukan pengawasan terhadap barang tersebut sebab terhadapnya telah melekat hak-hak negara.

Untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia, saat pengenaan cukai adalah pada saat selesai dibuat sehingga saat itulah terhadap barang tersebut dilakukan pengawasan. Yang dimaksud dengan "barang selesai dibuat" adalah saat proses pembuatan barang itu selesai dengan tujuan untuk dipakai.

Untuk Barang Kena Cukai yang diimpor, saat pengenaan cukai adalah pada saat memasuki Daerah Pabean.

Ayat (2)

Memperhatikan pengertian tentang Pengusaha Pabrik dan Pengusaha Tempat Penyimpanan sebagaimana diatur dalam Pasal 1, maka tanggung jawab cukai atas Barang Kena Cukai apabila masih berada dalam Pabrik terletak pada Pengusaha Pabrik, sedangkan apabila berada dalam Tempat Penyimpanan, maka tanggung jawab beralih kepada Pengusaha Tempat Penyimpanan.
Penegasan tentang tanggung jawab ini sehubungan dengan ketentuan tentang pelunasan cukai yang dilakukan pada saat Barang Kena Cukai dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan.
Untuk Barang Kena Cukai yang diimpor mengingat pengertian secara yuridis saat pengenaan cukai adalah pada saat barang dan sarana pengangkut memasuki Daerah Pabean sebagaimana prinsip pengenaan bea dalam Undang-undang tentang Kepabeanan, sedangkan apabila barang tersebut saat memasuki Daerah Pabean belum dapat diketahui untuk tujuan dipakai, atau tujuan lainnya, dan belum juga diketahui pemiliknya, maka tanggung jawab cukai atas Barang Kena Cukai yang diimpor mengikuti tahap-tahap tanggung jawab bea atas barang impor sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Kepabeanan.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "dokumen pelengkap cukai" adalah semua dokumen yang digunakan sebagai dokumen pelengkap dari dokumen cukai.

Pasal 4

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "etil alkohol atau etanol" adalah barang cair, jernih, dan tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH, yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesa kimiawi.

Huruf b

Yang dimaksud dengan "minuman yang mengandung etik alkohol" adalah semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etik alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan yang sejenis.

Yang dimaksud dengan "konsentrat yang mengandung etil alkohol" adalah bahan yang mengandung etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol.

Huruf c

Yang dimaksud dengan "sigaret" adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

Sigaret terdiri dari sigaret keretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan.

Sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.

Sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan.

Sigaret putih dan sigaret kretek terdiri dari sigaret yang dibuat dengan mesin atau yang dibuat dengan cara lain, daripada mesin.

Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin.

Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan cara lain daripada mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
Sigaret kelembak kemenyan adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.

Yang dimaksud dengan cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

Yang dimaksud dengan rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

Yang dimaksud dengan tembakau iris adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

Yang dimaksud dengan hasil pengolahan tembakau lainnya adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam huruf ini yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

Ayat (2)

Penambahan atau pengurangan jenis Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat ini dikemukakan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka pembahasan dan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 5

Ayat (1)

Penetapan tarif setinggi-tingginya dua ratus lima puluh persen dari Harga Jual Pabrik atau lima puluh lime persen dari Harga Jual Eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila Barang Kena Cukai tertentu yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial, seperti minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar tinggi (minuman keras) ingin dibatasi secara ketat produksi, peredaran, dan pemakaiannya, cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga Barang Kena Cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai maksimum. Peranan instrumen tarif di sini tidak berorientasi pada aspek penerimaan, tetapi pada aspek pembatasan produksi dan konsumsi.

Ayat (2)

Penetapan tarif setinggi-tingginya dua ratus lima puluh persen dari Nilai Pabean ditambah Bea Masuk atau lima puluh lima persen dari Harga Jual Eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila Barang Kena Cukai tertentu yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial, seperti minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar tinggi (minuman keras) ingin dibatasi secara ketat impor, peredaran, dan pemakaiannya, cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga Barang Kena Cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai maksimum. Peranan instrumen tarif di sini tidak berorientasi pada aspek penerimaan, tetapi pada aspek pembatasan impor dan konsumsi.

Ayat (3)

Perubahan tarif cukai yang dimaksud dalam ayat ini dapat berupa perubahan dari persentase harga dasar (advalorum) menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan Barang Kena Cukai (spesifik) atau sebaliknya. Demikian pula dapat berupa gabungan dari kedua sistem tersebut. Perubahan sistem tarif ini mempunyai beberapa tujuan antara lain untuk kepentingan penerimaan negara, untuk pembatasan konsumsi Barang Kena Cukai, dan untuk memudahkan pemungutan atau pengawasan Barang Kena Cukai.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 6

Yang dimaksud dengan "Harga Jual Pabrik" adalah harga penyerahan pabrik kepada penyalur atau konsumen yang di dalamnya belum termasuk cukai.

Yang dimaksud dengan "Harga Jual Eceran" adalah harga penyerahan pedagang eceran kepada konsumen terakhir yang di dalamnya sudah termasuk cukai.

Yang dimaksud dengan "Nilai Pabean dan Bea Masuk" adalah Nilai Pabean dan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepabeanan.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan diimpor untuk dipakai adalah dimasukkan ke dalam Daerah Pabean dengan tujuan untuk dipakai atau untuk dimiliki atau untuk dikuasai oleh orang yang berdomisili di Indonesia.

Ayat (3)

Pada dasarnya untuk semua jenis Barang Kena Cukai, pelunasan cukainya dapat dilakukan dengan cara pembayaran atau pelekatan pita cukai. Atas Barang Kena Cukai seperti etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol pelunasan cukainya dilakukan dengan cara pembayaran, untuk hasil tembakau pelunasan cukainya dilakukan dengan cara pelekatan pita cukai. Tidak tertutup kemungkinan bagi Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pembayaran dapat diubah dengan cara pelekatan pita cukai atau sebaliknya yang semula dengan cara pelekatan pita cukai atau sebaliknya yang semula dengan cara pelekatan pita cukai atau sebaliknya yang semula dengan cara pelekatan pita cukai diubah dengan cara pembayaran.

Untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia, pembayaran atau pelekatan pita cukainya harus dilakukan sebelum Barang Kena Cukai dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan. Untuk Barang Kena Cukai yang diimpor yang pelunasan cukainya dengan cara pembayaran, pembayaran cukainya dilakukan bersamaan dengan pembayaran bea masuk pada saat diimpor untuk dipakai.

Untuk Barang Kena Cukai yang diimpor yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, pelekatan pita cukainya harus dilakukan sebelum Barang Kena Cukai, diimpor untuk dipakai. Pelekatan pita cukai dimaksud dapat dilakukan di Tempat Penimbunan Sementara atau di tempat pembuatan Barang Kena Cukai di luar negeri. Pita cukai disediakan dan dapat diperoleh di Kantor. Pembayaran cukai dilakukan di Kas Negara atau tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukai dianggap tidak dilunasi pada ayat ini, apabila pelekatan pita cukai pada Barang Kena Cukai tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan antara lain:

- pita cukai yang dilekatkan tidak sesuai dengan tarif cukai dan harga dasar Barang Kena Cukai yang ditetapkan;
- pita cukai yang dilekatkan tidak utuh atau rusak;
- jika kemasan penjualan ecerannya dibuka, pita cukainya tidak rusak.

 

Ayat (7)

Apabila terjadi tunggakan atas utang cukai yang seharusnya dibayar, maka dalam pengenaan sanksi administrasi berupa denda, jika waktunya kurang dari satu bulan, dihitung satu bulan penuh. Misalnya, tujuh hari dihitung satu bulan penuh; satu bulan tujuh hari dihitung dua bulan penuh.

Ayat (8)

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Tidak dipungutnya cukai atas Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk memberikan keringanan kepada masyarakat di beberapa daerah yang membuat barang tersebut secara sederhana dan merupakan sumber mata pencaharian.

Yang dimaksud dengan "dikemas untuk penjualan eceran" adalah dikemas dalam kemasan dengan isi tertentu dengan menggunakan benda yang dapat melindungi dari kerusakan dan meningkatkan pemasarannya.

Ayat (2)

Kewajiban membayar cukai masih melekat pada Barang Kena Cukai yang diatur pada ayat ini, tetapi pemungutannya tidak dilakukan selama memenuhi persyaratan yang ditentukan, dibuktikan dengan dokumen cukai yang diwajibkan dan Barang Kena Cukai masih tetap berada dalam pengawasan.

Huruf a

Yang dimaksud dengan "diangkut terus" adalah diangkut dengan sarana pengangkut melalui Kantor Pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan "diangkut lanjut" adalah diangkut dengan sarana pengangkut melalui Kantor Pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Tidak dipungutnya cukai atas Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud huruf ini karena di dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan dapat ditimbun Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya yang berasal dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan lain atau dari impor. Pemungutan atau pelunasan cukai atas Barang Kena Cukai dimaksud dilakukan pada saat dikeluarkan kembali dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan.

Huruf d

Barang Kena Cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong menurut ketentuan huruf ini tidak dipungut cukai, karena cukainya akan dikenai terhadap barang hasil akhir yang juga merupakan Barang Kena Cukai, seperti etil alkohol yang dipergunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol atau sebagai bahan penolong dalam pembuatan hasil tembakau.

Huruf e

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "melanggar ketentuan tentang tidak dipungutnya cukai" pada ayat ini adalah apabila Barang Kena Cukai didapati menyimpang dari tujuan sehingga tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (2), misalnya Barang Kena Cukai tidak dapat dibuktikan telah diangkut terus atau diekspor. Pada ayat ini diatur sanksi administrasi minimum dan maksimum yang dianggap layak dikenakan terhadap pelanggaran yang bersangkutan.

Penerapan besarnya sanksi administrasi dalam Undang-undang ini disesuaikan dengan:

  1. kualitas pelanggaran yang dilakukan;
  2. kuantitas pelanggaran yang dilakukan dalam periode tertentu.

Adapun yang berwenang menetapkan sanksi administrasi adalah Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuknya.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "pembebasan" adalah fasilitas yang diberikan kepada Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan atau Importir untuk tidak membayar cukai yang terutang.

Huruf a

Fasilitas pembebasan cukai berdasarkan ketentuan dalam huruf ini dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan atau perkembangan industri yang menggunakan Barang Kena Cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan Barang Kena Cukai, baik untuk tujuan ekspor maupun untuk pemasaran dalam negeri, seperi etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan etil asetat, asam asetat, obat-obatan dan sebagainya.

Huruf b

Barang Kena Cukai yang dapat diberikan pembebasan berdasarkan ketentuan dalam huruf ini dibatasi jumlahnya sesuai dengan kebutuhan yang wajar.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Barang Kena Cukai yang dapat diberikan pembebasan berdasarkan ketentuan dalam huruf ini dibatasi jumlahnya sesuai dengan kebutuhan yang wajar.

Huruf e

  1. Penumpang" adalah setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut tetapi bukan awak sarana pengangkut dan bukan pelintas batas.

  2. Awak sarana pengangkut" adalah setiap orang yang karena sifat pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut dan datang bersama sarana pengangkutnya.

  3. Pelintas batas" adalah penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal dalam wilayah perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yang melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui pos pengawas lintas batas.

Huruf f

Yang dimaksud dengan "tujuan sosial", antara lain untuk bantuan bencana alam.

Huruf g

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum" adalah etil alkohol yang dirusak dengan bahan perusak tertentu, yang dalam istilah perdagangan lazim disebut spiritus bakar (brand spiritus).

Huruf b

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai" pada ayat ini adalah apabila fasilitas pembebasan cukai tersebut disalahgunakan, misalnya etil alkohol diberikan pembebasan cukai karena akan digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir tertentu yang telah diterapkan, ternyata digunakan untuk membuat barang hasil akhir lain selain yang ditetapkan.

Ayat (4)

Cukup jelas

 

Pasal 10

Ayat (1)

Untuk kelancaran pelaksanaan penagihan, Direktur Jenderal dapat mendelegasikan kepada Kepala Kantor di daerah.

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Pasal 11

Ayat (1)

Ayat ini menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik yang berutang yang akan dilelang di muka umum.

Setelah utang cukai dan/atau denda administrasi dilunasi, baru diselesaikan pembayaran kepada kreditur lainnya.

Maksud dari ayat ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada Pemerintah untuk mendapatkan bagian terlebih dahulu dari kreditur lain atas hasil pelelangan di muka umum barang-barang milik yang berutang, guna menutupi atau melunasi utangnya.

Yang dimaksud dengan "harta yang berutang" adalah seluruh harta kekayaan pihak yang berutang. Dalam hal pihak yang berutang adalah orang pribadi, harta yang berutang termasuk harta kekayaan pribadi.

Ayat (2)

Hak mendahului atas barang-barang milik yang berutang yang akan dilelang di muka umum baru berlaku setelah biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c diselesaikan pembayarannya.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

 

Pasal 12

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "kelebihan pembayaran karena kesalahan perhitungan" adalah kesalahan perhitungan dalam perkalian, pengurangan, dalam penerapan tarif atau harga atau kesalahan dalam pencacahan. Dalam hal demikian, terhadap cukai yang dibayar, dapat diberikan pengembalian sebesar kelebihan pembayaran akibat adanya kesalahan perhitungan tersebut.

Huruf b

Untuk Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pembayaran yang telah dilunasi cukainya tetapi kemudian diekspor, maka terhadap cukai yang telah dibayar tersebut dikembalikan sepanjang dapat dibuktikan realisasi ekspornya dengan bukti-bukti ekspor. Pengembalian cukai atas Barang Kena Cukai yang diekspor yang telah dilunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai hanya dapat diberikan kepada Pengusaha Pabrik, karena yang melakukan pemesanan pita cukai adalah Pengusaha Pabrik dan pita cukai yang telah dilekatkan harus dirusak sebelum diekspor.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Pita cukai yang dipesan dan telah diterima dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai apabila belum dilekatkan pada Barang Kena Cukai atau kemasannya untuk penjualan eceran oleh Pengusaha atau oleh Importir dapat dikembalikan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pengembalian pita cukai tersebut disebabkan oleh adanya perubahan desain pita cukai, perubahan tarif cukai atau harga eceran, pita cukai rusak sebelum dilekatkan, Pabrik yang bersangkutan tidak lagi berproduksi atau sebab-sebab lainnya. Atas pengembalian pita cukai tersebut, Pengusaha atau Importir berhak mendapatkan pengembalian cukai yang telah dibayarkan. Demikian juga terhadap Barang Kena Cukai yang telah dilekati pita cukai di luar negeri tetapi tidak jadi diimpor, cukai yang telah dibayar dapat dikembalikan.

Huruf f

Cukup jelas

Ayat (2)

Kelebihan pembayaran dapat diketahui oleh Pejabat Bea dan Cukai dari hasil pemeriksaan atau atas permohonan yang bersangkutan. Setelah diketahui dan terbukti adanya kelebihan pembayaran, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan surat ketetapan. Pengembalian cukai dapat diperhitungkan dengan utang cukai yang belum dilunasi.

Ayat (3)

Dalam pemberian bunga, jika waktunya kurang dari satu bulan dihitung satu bulan penuh. Misalnya, tujuh hari dihitung satu bulan penuh; satu bulan tujuh hari dihitung dua bulan penuh.

Ayat (4)

Cukup jelas

 

Pasal 13

Cukup jelas

 

Pasal 14

Ayat (1)

Izin menurut ketentuan pada ayat ini tanpa mengurangi persyaratan atau kewenangan instansi lain yang harus dipenuhi oleh Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, pengusaha Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu, atau Importir yang bersangkutan sehubungan dengan kegiatan pengusaha atau Importir tersebut.

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan "Barang Kena Cukai tertentu" dalam huruf ini adalah etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol.

Huruf d

Untuk Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, terhadap Importirnya diwajibkan memiliki izin karena pemesanan dan pelekatan pita cukai hanya boleh dilakukan oleh mereka yang memiliki izin.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Pengertian izin wajib diperbaharui berarti setelah jangka waktu dua belas bulan terakhir, harus telah memiliki izin baru.

Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu dipenuhi persyaratan yang ditetapkan; apabila persyaratan yang ditetapkan tidak lagi dipenuhi, izin dapat dicabut.

Huruf d

Izin untuk badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur pada ayat (2) hanya diberikan kepada badan hukum atau orang pribadi yang berada di Indonesia yang mewakilinya secara sah. Oleh karena itu, apabila badan hukum atau orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lagi mewakili secara sah badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia, izin dapat dicabut.

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Pencabutan izin yang diatur dalam huruf ini merupakan sanksi tambahan yang bersifat administratif.

Huruf h

Cukup jelas

Ayat (5)

Apabila jangka waktu tiga puluh hari dilewati, cukai belum dilunasi, dan Barang Kena Cukai masih berada di dalam Pabrik atau di Tempat Penyimpanan, Barang Kena Cukai tersebut harus dimusnahkan.

Ayat (6)

Karena Barang Kena Cukai tertentu yang berada di Tempat Penjualan Eceran telah dilunasi cukainya, apabila izin Tempat Penjualan Eceran tersebut dicabut, Barang Kena Cukai yang ada di dalamnya harus dipindahkan ke Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu lainnya atau dimusnahkan.

Ayat (7)

Yang dimaksud dengan "menjalankan usaha Pabrik atau Tempat Penyimpanan atau Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu atau mengimpor Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai" adalah segala perbuatan yang menunjukkan indikasi kuat ke arah menjalankan usaha tersebut walaupun secara nyata belum memproduksi atau menyimpan Barang Kena Cukai atau menjual eceran Barang Kena Cukai tertentu atau mengimpor Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai. Sanksi administrasi yang diatur pada ayat ini dikenakan terhadap pelanggaran yang tidak mengakibatkan kerugian negara.

Ayat (8)

Cukup jelas

 

Pasal 15

Ayat (1)

Ketentuan pada ayat ini memberikan kemungkinan kepada Pengusaha Pabrik Barang Kena Cukai berupa hasil tembakau yang telah diberi izin berdasarkan ketentuan dalam Pasal 14 membuat hasil tembakau di luar Pabrik dengan seizin Menteri.

Hal tersebut dimaksudkan untuk memberi kemudian kepada pengusaha yang bersangkutan agar dapat meningkatkan produksi dan memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat yang tidak dapat ditampung bekerja di dalam Pabrik.

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Pasal 16

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "Buku Persediaan" dalam huruf ini adalah buku daftar yang berisi catatan tentang jumlah Barang Kena Cukai yang dibuat di, dimasukkan ke, dikeluarkan dari, dan sisa yang ada di dalam Pabrik.

Huruf b

Yang dimaksud dengan "secara berkala" dalam huruf ini dapat berupa harian, mingguan, bulanan, atau tahunan, yang disesuaikan dengan jenis Barang Kena Cukai.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Sanksi administrasi yang diatur pada ayat ini dikenakan terhadap pelanggaran yang tidak mengakibatkan kerugian negara.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

 

Pasal 17

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "Buku Rekening Barang Kena Cukai" adalah buku daftar yang berisi catatan tentang jumlah Barang Kena Cukai tertentu yaitu etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol yang dibuat, dimasukkan, dikeluarkan serta potongan, kekurangan, dan kelebihan hasil pencacahan dari suatu Pabrik atau Tempat Penyimpanan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Pasal 18

Cukup jelas

 

Pasal 19

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "Buku Rekening Kredit" adalah buku daftar yang berisi catatan tentang jumlah cukai yang diberikan penundaan pembayaran dan pelunasan serta penyelesaiannya.

Pengertian cukai yang mendapatkan penundaan pada ayat ini adalah cukai yang pelunasannya dengan cara pelekatan pita cukai yang diberikan penundaan untuk pembayaran cukai atas pemesanan pita cukainya.

Utang cukai yang mendapatkan penundaan tersebut dapat dilunasi dengan cara pembayaran atau diselesaikan dengan cara lain, misalnya diperhitungkan dengan pengembalian cukai.

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Pasal 20

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "pencacahan" adalah kegiatan untuk mengetahui jumlah, jenis, mutu, dan keadaan Barang Kena Cukai.

Untuk menghindari kemungkinan terjadinya manipulasi atau pelarian cukai, maka Undang-undang ini memberikan wewenang kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pencacahan terhadap Barang Kena Cukai tertentu seperti etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol, baik yang berada di dalam Pabrik maupun Tempat Penyimpanan. Dalam pencacahan yang dilakukan kemungkinan akan didapati kekurangan atau kelebihan Barang Kena Cukai yang ada berdasarkan Buku Rekening Barang Kena Cukai sesuai dengan sifat atau karakteristik Barang Kena Cukai tersebut.

Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan pencacahan harus dilengkapi dengan surat tugas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Pasal 21

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "potongan" adalah keringanan yang diberikan kepada pengusaha atas kekurangan Barang Kena Cukai yang didapat pada waktu pencacahan. Kekurangan ini dapat terjadi karena sebab-sebab alami dari Barang Kena Cukai tertentu, antara lain penguapan atau penyusutan.

Ayat (2)

Dalam menetapkan kekurangan Barang Kena Cukai yang harus dibayar cukainya dapat diberikan contoh sebagai berikut:

- Tanggal 30 November 1995 Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencacahan atas suatu Pabrik.
- Data-data yang ada sebagai berikut:

Pencacahan terakhir dilakukan pada tanggal 31 Oktober 1995 dan dalam penutupan Buku Rekening Barang Kena Cukai, menunjukkan

- saldo.......................................................   75.000
- Produksi Pabrik sampai dengan saat dilakukan pencacahan...............................................   50.000
    225.000
- Pengeluaran................................................. 190.000 -
- Saldo buku...................................................   35.000
- Hasil pencacahan..........................................   25.000 -
- Selisih kurang................................................   10.000
- Potongan (maksimum) 10% x 50.000..............     5.000 -
- Kekurangan (bayar cukai)...............................     5.000

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Pasal 22

Tidak diberikan potongan atas kelebihan jumlah persediaan yang tercantum dalam buku rekening Barang Kena Cukai berdasarkan hasil pencacahan karena pada prinsipnya pengusaha harus melaporkan Barang Kena Cukai yang dibuat, dimasukkan, atau dikeluarkan secara benar.

Contoh:

- Saldo pencacahan terakhir 175.000
- Produksi   50.000 +
    225.000
- Pengeluaran.................................................   75.000 -
- Saldo buku................................................... 150.000
- Hasil pencacahan.......................................... 170.000 -
- Kelebihan   20.000

 

Jumlah 20.000 ini tidak diberikan potongan dan dibukukan dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai.

 

Pasal 23

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "kelonggaran" adalah batas kekurangan setelah diberi potongan atau batas kelebihan yang diperkenankan pada saat pencacahan untuk menentukan ada tidaknya suatu pelanggaran.

Kelonggaran sebesar 3 x potongan yang diberikan, apabila dilihat dari contoh perhitungan kekurangan dalam pasal 21 ayat (2), adalah 3 x 5.000 = 15.000.

Ayat (2)

Besarnya kelonggaran sebesar satu persen dari jumlah Barang Kena Cukai yang seharusnya ada menurut Buku Rekening Barang Kena Cukai, apabila dilihat dari contoh perhitungan kelebihan dalam Pasal 22 adalah 1% dari saldo buku yaitu 1% x 150.000 = 1.500.

Ayat (3)

Apabila kekurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) atau kelebihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 melampaui batas kelonggaran yang diperkenankan, maka hal tersebut merupakan pelanggaran yang dapat dikenai sanksi administrasi. Berdasarkan contoh perhitungan kekurangan dalam Pasal 21 ayat (2), karena kekurangan tersebut tidak melebihi kelonggaran, maka tidak terjadi pelanggaran; tetapi berdasarkan contoh perhitungan kelebihan dalam Pasal 22, karena kelebihan tersebut melebihi kelonggaran, maka merupakan pelanggaran yang dapat dikenai sanksi administrasi berupa denda.

 

Pasal 24

Cukup jelas

 

Pasal 25

Ayat (1)

Barang Kena Cukai yang ditimbun dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan masih terutang cukai. Oleh karena itu, terhadap pemasukan Barang Kena Cukai ke tempat tersebut wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dokumen cukai. Demikian pula pada pengeluaran Barang Kena Cukai dari tempat tersebut baik yang belum dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai maupun yang sudah dilunasi cukainya wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dokumen cukai sebagai alat pengawasan atau sebagai bahan pencatatan dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).

Ayat (2)

Pada dasarnya untuk pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Cukai berlaku sistem pemberitahuan sendiri yang memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada pengusaha sehingga tidak memerlukan pengawasan secara fisik oleh Pejabat Bea dan Cukai. Namun apabila ada dugaan bahwa pengusaha akan atau telah melakukan penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara, demikian pula terhadap Barang Kena Cukai yang karena sifat atau karakteristiknya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ketertiban masyarakat, seperti minuman yang mengandung etil alkohol, Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pengawasan atas pemasukan atau pengeluaran Barang Kena Cukai ke atau dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Sanksi administrasi yang diatur pada ayat ini dikenakan terhadap pelanggaran yang tidak mengakibatkan kerugian negara.

Ayat (5)

Cukup jelas

 

Pasal 26

Ayat (1)

Pada dasarnya Undang-undang ini menetapkan bahwa pemasukan, pengeluaran, atau pengangkutan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya ke atau dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan harus dilindungi dokumen cukai. Namun dalam keadaan darurat, seperti kebakaran, banjir atau bencana alam lainnya, maka untuk menyelamatkan Barang Kena Cukai tersebut dapat dilakukan pemindahan tanpa dokumen cukai yang ditentukan. Ayat (2) Atas pemindahan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan dalam jangka waktu yang ditetapkan harus melaporkannya kepada Kepala Kantor setempat serta wajib menaati petunjuk Kepala Kantor yang bersangkutan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

 

Pasal 27

Ayat (1)

Untuk mencegah pelarian cukai dan penyalahgunaan pemakaian Barang Kena Cukai, pengangkutan Barang Kena Cukai, baik dalam keadaan telah dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran maupun dalam keadaan curah atau dikemas dalam kemasan bukan untuk penjualan eceran, yang belum dilunasi cukainya harus dilindungi dengan dokumen cukai.

Ayat (2)

Dengan mempertimbangkan sifat kerawanan dari Barang Kena Cukai tertentu seperti etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol, walaupun sudah dibayar cukainya, pengangkutannya harus dilindungi dengan dokumen cukai.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

 

Pasal 28

Dalam dokumen cukai yang berfungsi sebagai dokumen pelindung pengangkutan ditetapkan jangka waktu berlakunya dengan maksud Barang Kena Cukai yang diangkut tersebut sejak saat pengangkutan sampai tujuan harus dalam jangka waktu yang ditetapkan. Karena dalam pengangkutan kemungkinan terjadi hambatan yang menyebabkan tidak dapat dipenuhinya jangka waktu yang telah ditetapkan dalam dokumen cukai yang bersangkutan, maka ketentuan dalam pasal ini memberi kemudahan bagi pengangkut untuk melaporkan kepada Kepala Kantor yang mengawasi wilayah tempat Barang Kena Cukai berada untuk mendapatkan perpanjangan jangka waktu dokumen cukai yang bersangkutan.

 

Pasal 29

Ayat (1)

Kemasan untuk penjualan eceran Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan pelekatan pita cukai dimaksudkan untuk kepentingan pelekatan pita cukai dan pengawasannya.

Yang dimaksud dengan "pita cukai yang diwajibkan" adalah pita cukai yang dilekatkan pada kemasan tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan Undang-undangnya ini.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "memproduksi secara terpadu" adalah suatu rangkaian proses produksi, mulai dari pembuatan etil alkohol sebagai bahan baku sampai dengan pembuatan barang hasil akhir yang bukan Barang Kena Cukai, yang dilakukan dalam Pabrik etil alkohol tersebut.

Huruf b

Di dalam suatu Pabrik Barang Kena Cukai dimungkinkan untuk memproduksi barang hasil akhir lain yang bukan Barang Kena Cukai, asalkan dilakukan pemisahan secara fisik untuk tempat produksi dan tempat penimbunan bahan baku atau bahan penolong dan hasil akhir antara Barang Kena Cukai dan bukan Barang Kena Cukai. Pemisahan secara fisik lokasi produksi dan penimbunan di dalam pabrik tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan dan pemeriksaan serta perhitungan cukai.

 

Pasal 31

Cukup jelas

 

Pasal 32

Cukup jelas

 

Pasal 33

Ayat (1)

Pada ayat ini secara tegas ditetapkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai untuk menyelesaikan pekerjaan yang termasuk wewenangnya dapat mengambil tindakan yang diperlukan atas Barang Kena Cukai untuk dipenuhinya ketentuan dalam Undang-undang ini. Upaya tersebut berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan, yang semuanya masih dalam lingkup kewenangan administratif.

Ayat (2)

Ayat ini memberikan wewenang kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melaksanakan tugas administrasi di bidang cukai berdasarkan Undang-undang ini.
Yang dimaksud dengan "menegah Barang Kena Cukai" adalah melakukan tindakan administratif untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan Barang Kena Cukai. Yang dimaksud dengan "menegah sarana pengangkut" adalah melakukan tindakan untuk mencegah keberangkatan sarana pengangkut, kecuali sarana pengangkut umum.

Ayat (3)

Mengingat besarnya bahaya penggunaan senjata api bagi keamanan dan keselamatan orang, maka penggunaannya sangat dibatasi. Oleh karena itu, jenis dan syarat untuk dapat digunakannya senjata api akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (4)

Cukup jelas

 

Pasal 34

Semua instansi pemerintah, baik sipil maupun angkatan bersenjata, bila diminta berkewajiban memberikan bantuan dan perlindungan atau memerintahkan untuk melindungi Pejabat Bea dan Cukai dalam segala hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Ketentuan dalam pasal ini menegaskan bahwa bantuan sebagaimana dimaksud di atas adalah sehubungan dengan segala kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 35

Ayat (1)

Untuk kepentingan pengamanan hak-hak negara perlu dilakukan pemeriksaan terhadap Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau tempat-tempat lain yang digunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya atau memperoleh pembebasan.

Ayat (2)

Mengingat pada waktu pemeriksaan dilakukan kemungkinan Barang Kena Cukai oleh yang bersangkutan telah dipindahkan ke bangunan atau ke tempat-tempat lain yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan Pabrik, Tempat Penyimpanan atau tempat-tempat lain yang sedang dilakukan pemeriksaan, maka ditetapkan ketentuan ini.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "tempat-tempat lain yang bukan rumah tinggal" adalah bangunan termasuk pekarangannya dan lapangan yang dipakai bukan sebagai tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, misalnya bangunan yang didirikan khusus untuk menyimpan barang apapun dan pendiriannya bukan dimaksudkan sebagai tempat usaha.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

 

Pasal 36

Cukup jelas

 

Pasal 37

Ayat (1)

Penghentian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai terhadap sarana pengangkut bertujuan untuk menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dengan demikian penghentian dan pemeriksaan sarana pengangkut serta Barang Kena Cukai hanya dilakukan secara selektif didasarkan informasi adanya Barang Kena Cukai yang belum memenuhi persyaratan administrasi yang diwajibkan berdasarkan Undang-undang ini.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "dokumen cukai dan dokumen pelengkap cukai" pada ayat ini adalah semua dokumen yang disyaratkan berdasarkan Undang-undang ini untuk melindungi pengangkutan Barang Kena Cukai.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

 

Pasal 38

Ayat (1)

Pemeriksaan atas Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai, atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 harus dengan surat perintah dari Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuknya, yang maksudnya adalah bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai hanya dapat dilakukan jika disertai dengan surat perintah dengan maksud untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang.

Ayat (2)

Surat perintah tidak diperlukan jika Pejabat Bea dan Cukai melakukan terus menerus atas orang yang patut diduga melanggar ketentuan dalam Undang-undang ini dan melakukan pemeriksaan karena penunjukan secara tetap untuk melakukan pengawasan atas objek yang diperiksa tersebut.

 

Pasal 39

Ayat (1)

Wewenang Pejabat Bea dan Cukai pada ayat ini sebagai konsekuensi dari pemberian kemudahan yang diberikan kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau orang yang kegiatannya berkaitan dengan pengusahaan Barang Kena Cukai. Dalam hal pemeriksaan pembukuan perusahaan, dapat dikoordinasikan dengan Direktorat Jenderal Pajak.

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Pasal 40

Wewenang Pejabat Bea dan Cukai yang diatur dalam pasal ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik, dalam rangka pengamanan keuangan negara karena tidak diperlukan adanya penjagaan/pengawalan secara terus menerus oleh Pejabat Bea dan Cukai atau untuk mengamankan barang-barang bukti karena ada dugaan kuat terjadinya pelanggaran.

 

Pasal 41

Pembatasan jangka waktu selama tiga puluh hari bagi Pengusaha Pabrik Pengusaha Tempat Penyimpanan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan menggunakan haknya mengajukan keberatan atas hasil penutupan Buku Rekening Barang Kena Cukai yang dilakukan oleh Kantor yang membawahinya dan untuk menjamin adanya kepastian hukum. Dalam hal batas waktu tiga puluh hari tersebut dilewati, hak yang bersangkutan untuk mengajukan keberatan menjadi gugur dan hasil penutupan dianggap diterima.

Direktur Jenderal diberikan waktu enam puluh hari untuk memutuskan keberatan yang diajukan, jika batas waktu ini dilewati tanpa adanya keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap diterima. Jaminan menurut pasal ini dapat berbentuk uang tunai, jaminan bank, atau jaminan dari perusahaan asuransi. Dalam pemberian bunga, jika waktunya kurang dari satu bulan, dihitung satu bulan penuh; satu bulan tujuh hari, dihitung dua bulan penuh.

 

Pasal 42

Cukup jelas

 

Pasal 43

Cukup jelas

 

Pasal 44

Ayat (1)

Sebelum badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dibentuk, permohonan banding diajukan atau upaya untuk memperoleh keadilan di bidang cukai dilakukan melalui lembaga banding yang putusannya bersifat final dan mengikat, baik bagi para pemohon banding maupun bagi pejabat administrasi dan atas putusannya tidak dapat diajukan gugatan kepada Peradilan Tata Usaha Negara.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Pasal 45

Cukup jelas

 

Pasal 46

Cukup jelas

 

Pasal 47

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Pemberitahuan kepada pemohon banding dan Direktur Jenderal dilakukan melalui Ketua Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai. Yang dimaksud dengan "empat belas hari" pada ayat ini adalah empat belas hari kerja.

 

Pasal 48

Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai adalah lembaga netral yang diharapkan dapat memberikan keputusan yang objektif. Oleh karena itu, dalam menyelesaikan atau memeriksa suatu permohonan banding, tidak diperbolehkan anggota Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai mempunyai kepentingan pribadi dengan permasalahan yang diperiksa.

Kepentingan pribadi dalam pasal ini meliputi juga adanya hubungan keluarga sedarah/semenda sampai derajat ketiga, hubungan suami istri meskipun sudah cerai antara anggota Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai dan pemohon banding.

Anggota majelis yang mengundurkan diri harus diganti oleh anggota yang lain dari unsur yang sama.

 

Pasal 49

Cukup jelas

 

Pasal 50

Yang dimaksud dengan "kerugian negara" dalam pasal ini adalah tidak diterimanya pungutan cukai yang seharusnya menjadi hak negara.

 

Pasal 51

Cukup jelas

 

Pasal 52

Cukup jelas

 

Pasal 53

Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 19 adalah buku-buku yang diwajibkan berdasarkan Undang-undang ini berupa: -Buku Persediaan; -Buku Rekening Barang Kena Cukai -Buku Rekening Kredit

 

Pasal 54

Cukup jelas

 

Pasal 55

Cukup jelas

 

Pasal 56

Cukup jelas

 

Pasal 57

Cukup jelas

 

Pasal 58

Pada prinsipnya pita cukai hanya bisa dilekatkan pada barang Kena Cukai yang diproduksi oleh pengusaha yang memesan pita cukai tersebut. Oleh karena itu, apabila pita cukai yang telah dipesan dipindahtangankan kepada pihak lain, perbuatan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana karena dapat merugikan keuangan negara sehingga diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dari pita cukai yang bersangkutan.

 

Pasal 59

Ayat (1)

Apabila pidana denda tidak dibayar seluruhnya atau sebagian, harta milik pelaku tindak pidana dan/atau penghasilan yang sah yang diperolehnya disita.
Hasil pelelangan harta dan/atau penghasilan yang sah digunakan untuk melunasi pidana denda. Penyitaan dan pelelangan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Pasal 60

Cukup jelas

 

Pasal 61

Ayat (1)

Ayat ini memberikan kemungkinan dapat dipidananya suatu badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan , yayasan, atau koperasi, karena dalam kenyataan dapat terjadi orang pribadi melakukan tindakan atas nama badan-badan tersebut, dan/atau harus dipidana juga mereka yang telah memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana atau yang bertindak sebagai pimpinan atau yang melalaikan pencegahannya sehingga tindak pidana tersebut terjadi.

Tindak pidana dimaksud tidak harus berada pada satu orang, tetapi dapat pula berada pada lebih dari satu orang. Termasuk dalam pengertian "pimpinan" adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan, dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "hubungan lain" pada ayat ini, antara lain, hubungan kepemilikan dan hubungan kemitraan.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "orang lain" adalah kuasa hukum atau orang pribadi lainnya di luar badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi yang secara sah menerima kuasa dari pengurus untuk bertindak untuk, dan atas nama pengurus.

Ayat (4)

Ayat ini memberikan penegasan bahwa terhadap badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi hanya dapat dikenai pidana denda. Oleh karena itu, tindak pidana yang dilakukan badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi, yang diancam dengan pidana penjara, pidana yang dijatuhkan digantikan pidana denda. Penggantian tersebut tidak menghapuskan pidana denda yang dijatuhkan.

 

Pasal 62

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "barang-barang lain" adalah barang-barang yang berkaitan langsung dengan Barang Kena Cukai, seperti sarana pengangkut yang digunakan untuk mengangkut Barang Kena Cukai, peralatan atau mesin yang digunakan untuk membuat Barang Kena Cukai.

Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dapat dirampas untuk negara adalah sebagai penegasan bahwa tindak pidana di bidang cukai mempunyai sifat khusus sehingga memerlukan perlakuan tersendiri terhadap barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana dimaksud.

Ayat (3)

Terhadap Barang Kena Cukai dan barang-barang lain yang berdasarkan putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan Undang-undang ini menjadi kekayaan negara. Penyelesaian lebih lanjut atas barang-barang tersebut akan ditetapkan oleh Menteri.

 

Pasal 63

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Penangkapan dan pemahaman sebagaimana dimaksud dalam huruf ini dilakukan terutama dalam hal tertangkap tangan.

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Yang dimaksud dengan "pembukuan lainnya" adalah pembukuan perusahaan dan catatan lainnya yang tidak diwajibkan menurut Undang-undang ini, yang diduga mempunyai kaitan dengan tindak pidana yang disidik.

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Penggeledahan rumah tinggal dilakukan dengan izin ketua pengadilan negeri setempat.

Huruf h

Cukup jelas

Huruf j

Cukup jelas

Huruf k

Cukup jelas

Huruf l

Cukup jelas

Huruf m

Penghentian penyidikan harus diberitahukan kepada penyidik polisi negara Republik Indonesia dan Penuntut Umum.

Huruf n

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Pasal 64

Cukup jelas

 

Pasal 65

Pasal ini menetapkan bahwa tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh wakil atau kuasa yang ditunjuk Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang bersangkutan tetap menjadi tanggung jawab Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir, kecuali dapat dibuktikan olehnya bahwa perbuatan wakil atau kuasa tersebut diluar dari kuasa yang diberikan.

Perbuatan dimaksud adalah perbuatan yang dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan Undang-undang ini.

 

Pasal 66

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "pelanggar yang tidak dikenal" adalah orang yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan cukai, baik ketentuan administrasi maupun ketentuan pidana, yang tidak diketahui.

Dalam keadaan demikian, terhadap Barang Kena Cukai dan barang lain yang tersangkut dalam pelanggaran tersebut dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dalam jangka waktu empat belas hari sejak dikuasai negara dinyatakan menjadi milik negara apabila pemiliknya tetap tidak diketahui.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Pasal 67

Cukup jelas

 

Pasal 68

Cukup jelas

 

Pasal 69

Cukup jelas

 

Pasal 70

Walaupun peraturan perundang-undangan cukai yang lama telah dicabut dengan berlakunya Undang-undang ini, namun terhadap semua urusan cukai yang belum selesai, misalnya pesanan pita cukai, penggunaan pita cukai, utang cukai, pengembalian cukai, dan sebagainya, untuk penyelesaiannya diberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang paling meringankan bagi setiap orang.

 

Pasal 71

Cukup jelas

 

Pasal 72

Cukup jelas

 

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4051