Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP - 169/PJ./2001

Kategori : KUP

Bentuk Surat Setoran Pajak


KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP - 169/PJ./2001

TENTANG

BENTUK SURAT SETORAN PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Menimbang :

 

  1. bahwa mulai tahun anggaran 2001 pelaksanaan penggunaan kode Mata Anggaran Penerirnaan (MAP) yang menjadi dasar pengisian kode jenis pajak harus sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara;
  2. bahwa dalam upaya untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan penyempurnaan administrasi perpajakan sehubungan dengan perkembangan teknologi informasi perlu dilakukan perubahan dan penambahan bentuk formulir Surat Setoran Pajak;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dirnaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Bentuk Surat Setoran Pajak;

 

Mengingat :

 

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
  4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);

 

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan :

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG BENTUK SURAT SETORAN PAJAK.

 

 

Pasal 1

 

Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

(1)

Kantor Penerima Pembayaran adalah Kantor Pos dan atau bank badan usaha rnilik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai penerima pembayaran atau setoran pajak.

(2)

Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerima Pembayaran.

(3)

SSP Standar adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan atau berfungsi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima Pembayaran dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

(4)

SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerirna Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, dan mernpunyai fungsi yang sama dengan SSP Standar dalam administrasi perpajakan.

 

 

Pasal 2

 

(1)

Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri SSP Standar sepanjang bentuk, ukiran dan isinya sesuai dengan lampiran dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

(2)

Satu SSP Standar maupun SSP Khusus hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak/Ketetapan Pajak, dengan menggunakan satu Kode MAP dan satu Kode Jenis Setoran.

 

 

Pasal 3

 

(1)

SSP Standar digunakan untuk pembayaran semua jenis pajak, baik yang bersifat final maupun yang bukan final, kecuali setoran Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

(2)

SSP Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) dibuat dalam rangkap 5 (lima) yang peruntukannya sebagai berikut :

Lembar ke-1 :

Untuk arsip Wajib Pajak.

Lembar ke-2 :

Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN).

Lembar ke-3 :

Untuk dilaporkan oleb Wajib Pajak ke KPP.

Lembar ke-4 :

Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran.

Lembar ke-5 :

Untuk arsip Wajib Pungut atan pihak lain sesuai dengan ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku.

(3)

SSP Standar diisi sesuai dengan Buku Petunjuk Pengisian SSP sebagaimana terlampir dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

 

 

Pasal 4

 

(1)

SSP Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4) dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerja sarana Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat Jenderal Pajak.

(2)

SSP Khusus dicetak:

  1. pada saat transaksi pembayaran atan penyetoran pajak sebanyak 2 (dua) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP Standar;
  2. terpisah sebanyak 1 (satu) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-2 SSP Standar untuk diteruskan ke KPKN sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP).

(3)

SSP Khusus paling sedikit memuat keterangan-keterangan sebagai berikut:

a.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

b.

Nama Wajib Pajak;

c.

Identitas Kantor Penerima Pembayaran;

d.

Mata Anggaran Penerimaan (MAP) / Kode Jenis Pajak dan Kode Jenis Setoran;

e.

Masa Pajak dan atau Tahun Pajak;

f.

Nomor Ketetapan (untuk pembayaran: STP, SKPKB atau SKPKBT);

g.

Jumlah dan Tanggal Pembayaran; dan

h.

Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB).

(4)

SSP Khusus hanya dapat digunakan untuk pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP.

(5)

Kantor Penerima Pembayaran diperkenankan melayani pembayaran atan penyetoran pajak dengan menggunakan SSP Khusus setelah mendapatkan persetujuan khusus dari Direktur Jenderal Pajak.

(6)

Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat Jenderal Pajak selain dapat melayani pembayaran atan penyetoran pajak dengan menggunakan SSP Khusus juga tetap diperkenakan melayani pembayaran atau penyetoran pajak dengan menggunakan SSP Standar.

(7)

Pembayaran setoran pajak yang SSP-nya dapat berfungsi sebagai pengganti bukti potong/bukti pungut antara lain pembayaran PPN Impor, PPN Bendaharawan, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 22 Bendaharawan, PPh Final atas Transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan PPh Final atas Persewaan Tanah dan Bangunan tidak dapat menggunakan SSP Khusus.

 

 

Pasal 5

 

(1)

SSP sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-107/PJ.1/1998 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak, tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2001.

(2) Tata cara pengisian SSP sebagaimana dirnaksud dalam ayat (1) dilakukan sebagai berikut:
  1. NPWP diisi dengan NPWP 11 digit apabila SSP digunakan untuk meIakukan pembayaran sebelum 31 Maret 2001;
  2. NPWP baru (15 digit) yang diterima oleh Wajib Pajak sebelum tanggal 1 April 2001 baru dapat digunakan untuk identitas pembayaran pajak sejak 1 April 2001 dengan menggunakan SSP sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.
  3. NTPP dan atan NTB dicantumkan pada "Ruang Teraan".

 

 

Pasal 6

 

Pada saat Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-107/PJ.1/1998 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak dinyatakan tidak berlaku.

 

 

Pasal 7

 

Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Februari 2001
DIREKTUR JENDERAL,

ttd

HADI POERNOMO