Peraturan Pemerintah Nomor : 7 TAHUN 1995

Kategori : Bea Meterai

Perubahan Tarif Bea Meterai


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1995

TENTANG

PERUBAHAN TARIF BEA METERAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :

 

bahwa sehubungan dengan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai sebagai bagian dari hasil pembangunan, serta masih diperlukannya dana yang cukup besar untuk melanjutkan pembangunan yang sumbernya sebagian besar dari sektor perpajakan, maka dipandang perlu untuk mengatur kembali mengenai besarnya tarif bea meterai.

 

Mengingat :

 

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara 3566);
  3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3313)

 

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan :

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN TARIF BEA METERAI.

 

 

Pasal 1

 

Dokumen yang dikenakan Bea Meterai berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 adalah dokumen yang berbentuk :

  1. surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
  2. akta-akta notaris termasuk salinannya;
  3. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya;
  4. surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) :
    1. yang menyebutkan penerimaan uang;
    2. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank;
    3. yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank;
    4. yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
  5. surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000,-(satu juta rupiah);
  6. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah);
  7. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan :

    1. surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
    2. surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.

 

 

Pasal 2

 

(1)

Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);

(2)

Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf d, huruf e dan huruf f yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 1.000,- (seribu rupiah),dan apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tidak terutang Bea Meterai.

 

 

Pasal 3

 

Tarif Bea Meterai atas cek dan bilyet giro ditetapkan sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah), tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal.

 

 

Pasal 4

 

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1989 tentang Perubahan Besarnya Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai atas Cek dan Bilyet Giro, dinyatakan tidak berlaku.

 

 

Pasal 5

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

 

 

Pasal 6

 

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

 

  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

S O E H A R T O

 

 

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 1995
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd

MOERDIONO

 

 

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 17

 

 

 

 

 

PENJELASAN
ATAS

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1995

 

TENTANG

 

PERUBAHAN TARIF BEA METERAI

 

 

UMUM

 

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang. Oleh karena itu menempatkan kewajiban kepada semua Warga Negara dalam rangka kegotong-royongan nasional untuk berperan serta membiayai pembangunan.

Salah satu cara dalam mewujudkan peran serta masyarakat tersebut, adalah dengan dokumen-dokumen tertentu.

Dengan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai serta masih diperlukannya dana yang cukup besar untuk melanjutkan pembangunan, maka sesuai dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985, besarnya tarif Bea Meterai dapat ditinjau kembali dengan suatu Peraturan Pemerintah.

 

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

Huruf a

Pihak-pihak yang memegang surat perjanjian atau surat-surat lainnya tersebut, dibebani kewajiban untuk membayar Bea Meterai atas surat perjanjian atau surat-surat yang dipegangnya.

Yang dimaksud surat-surat lainnya pada huruf a ini antara lain surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan.

Huruf b dan huruf c

Cukup jelas

Huruf d, huruf e, dan huruf f

Jumlah uang ataupun harga nominal yang disebut dalam huruf d, huruf e dan huruf f ini juga meliputi jumlah uang ataupun harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing.

Untuk menentukan nilai rupiahnya, maka jumlah uang atau harga nominal tersebut dikalikan dengan nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, yang berlaku pada saat dokumen tersebut dibuat, sehingga dapat diketahui apakah dokumen tersebut dikenakan atau tidak dikenakan Bea Meterai.

Huruf g

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengenakan Bea Meterai atas surat-surat yang semula tidak kena Bea Meterai, tetapi karena kemudian digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, maka lebih dahulu harus dilakukan pemeteraian kemudian.

Angka 1

Surat-surat biasa yang dimaksud dalam huruf g angka 1 ini tidak untuk tujuan sesuatu pembuktian, misalnya seseorang mengirim surat biasa kepada orang lain untuk menjualkan sebuah barang. Surat semacam ini pada saat dibuat tidak kena Bea Meterai, tetapi apabila kemudian dipakai sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, maka terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian.

Surat-surat kerumah-tanggaan, misalnya daftar harga barang. Daftar ini dibuat tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat pembuktian, oleh karena itu tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila kemudian ada sengketa dan daftar harga barang ini digunakan sebagaialat pembuktian, maka daftar harga barang ini terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian.

Angka 2

Surat-surat yang dimaksud dalam huruf g angka 2 ini ialah surat-surat yang karena tujuannya tidak dikenakan Bea Meterai, tetapi apabila tujuannya kemudian diubah maka surat yang demikian itu dikenakan Bea Meterai. Misalnya tanda penerimaan uang yang dibuat dengan tujuan untuk keperluan intern organisasi tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila kemudian tanda penerimaan uang tersebut digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, maka tanda penerimaan uang tersebut harus dilakukan pemeteraian kemudian terlebih dahulu.

 

Pasal 2

Tarif sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) ini adalah tarif atas dokumen yang semula dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah).

Ayat (2)

Tarif sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) ini adalah tarif atas dokumen yang semula dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah).

 

Pasal 3

Dalam Pasal ini ditetapkan penggunaan Bea Meterai dengan tarif tunggal atas cek dan bilyet giro sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah).

Untuk meringankan nasabah bank guna memperlancar pelaksanaan kliring, maka pengenaan tarif Bea Meterai sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) tersebut dengan tidak memperhatikan besarnya harga nominal dari cek dan bilyet giro. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan kliring, bank cukup menyediakan 1 (satu) macam bentuk cek dan 1 (satu) macam bentuk buku bilyet giro. Semula atas cek dan bilyet giro ini dikenakan Bea Meterai sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah).

 

Pasal 4

Cukup jelas

 

Pasal 5

Pelaksanaan teknis yang diatur oleh Menteri Keuangan antara lain bentuk, ukuran dan warna meterai tempel dan kertas bermeterai, tata cara pelunasan Bea Meterai, pengadaan dan penyaluran Benda Meterai dan lain-lain.

 

Pasal 6

Cukup jelas.

 

 

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3589