Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 01/PJ./2006

Kategori : KUP

Bentuk Surat Setoran Pajak


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 01/PJ./2006

TENTANG

BENTUK SURAT SETORAN PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang:


bahwa sehubungan dengan adanya perubahan Mata Anggaran Penerimaan (MAP) yang menjadi dasar pengisian kode Jenis Pajak dalam Surat Setoran Pajak dalam rangka pelaksanaan APBN, perlu menetapkan kembali Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Bentuk Surat Setoran Pajak;


Mengingat :


  1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
  2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
  3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
  4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);
  5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Pembayaran dan Penyetoran Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor dan Penerimaan Negara atas Barang Kena Cukai Buatan Dalam Negeri;
  6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan Standar;
  7. Keputusan Bersama Direktur Jenderal Anggaran Nomor KEP-76/A/2002, dan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-288/PJ./2002 tentang Penatausahaan Penerimaan Setoran Pajak Melalui Kantor Penerima Pembayaran Dan Bank Devisa Persepsi Yang Diolah Dengan Cara On-line;


MEMUTUSKAN:


Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG BENTUK SURAT SETORAN PAJAK.



Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:


(1) Kantor Penerima Pembayaran adalah Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai penerima pembayaran atau setoran pajak.
(2) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerima Pembayaran.
(3) SSP Standar adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan atau berfungsi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima Pembayaran dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi sebagaimana ditetapkan dalam lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(4) SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP Standar dalam administrasi perpajakan.
(5) SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor) adalah SSP yang digunakan oleh Importir atau Wajib Bayar dalam rangka impor.
(6) SSCP (Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri) adalah SSP yang digunakan oleh Pengusaha untuk cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri.


Pasal 2


(1) Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri SSP Standar sepanjang bentuk, ukuran dan isinya sesuai dengan lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2) Satu SSP Standar maupun SSP Khusus hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak/surat ketetapan pajak/STP, dengan menggunakan satu MAP/Kode Jenis Pajak dan satu Kode Jenis Setoran.


Pasal 3


(1) SSP Standar dapat digunakan untuk pembayaran semua jenis pajak yang dibayar melalui Kantor Penerima Pembayaran yang belum terhubung secara on line tapi masih berhak menerima pembayaran pajak, dan untuk penyetoran/pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan dan atau PPN Bendaharawan.
(2) SSP Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) dibuat dalam rangkap 5 (lima), yang peruntukannya sebagai berikut:
Lembar ke-1 : Untuk Arsip Wajib Pajak;
Lembar ke-2 : Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
Lembar ke-3 : Untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP;
Lembar ke-4 : Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran;
Lembar ke-5 : Untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku.
(3) SSP Standar diisi sesuai dengan Buku Petunjuk Pengisian SSP sebagaimana ditetapkan dalam lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 4


(1) SSP Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4) dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat Jenderal Pajak.
(2) SSP Khusus dicetak:
  1. pada saat transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 (dua) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP Standar;
  2. terpisah sebanyak 1 (satu) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-2 SSP Standar untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP).
(3) SSP Khusus dapat diperbanyak yang berfungsi sama dengan lembar ke-5 SSP Standar sebagai pengganti bukti potong/bukti pungut, dengan diberi cap dan tanda tangan oleh pejabat yang berwenang oleh Kantor Penerima Pembayaran.
(4) SSP Khusus paling sedikit memuat keterangan-keterangan sebagai berikut:
  1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  2. Nama Wajib Pajak;
  3. Identitas Kantor Penerima Pembayaran;
  4. Mata Anggaran Penerimaan (MAP) / Kode Jenis Pajak dan Kode Jenis Setoran;
  5. Masa Pajak dan atau Tahun Pajak;
  6. Nomor Ketetapan (untuk pembayaran: STP, SKPKB, atau SKPKBT);
  7. Jumlah dan Tanggal Pembayaran; dan
  8. Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP).
(5) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf a, SSP Khusus digunakan untuk pembayaran:
  1. Pajak Penghasilan (PPh) atas pembayaran Fiskal Luar Negeri (MAP/Kode Jenis Pajak 411128, Kode Jenis Setoran 100) yang dibayar pada counter-counter di bandar udara dan pelabuhan laut;
  2. Pajak Penghasilan Pasal 26 Subjek Pajak Luar Negeri (MAP/Kode Jenis Pajak 411127, semua Kode Jenis Setoran) baik untuk perorangan maupun badan;
  3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas pengalihan aktiva dalam rangka restrukturisasi perusahaan (MAP/Kode Jenis Pajak 411221, Kode Jenis Setoran 104);
  4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean (MAP/Kode Jenis Pajak 411221, Kode Jenis Setoran 101 atau 102);
  5. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor dan PPN Impor atas barang bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas dan kiriman pos sebagaimana ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (MAP/Kode Jenis Pajak 411123);
  6. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 yang dipungut oleh Pemungut (MAP/Kode Jenis Pajak 411122, Kode Jenis Setoran 900);
  7. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (MAP/Kode Jenis Pajak 411221, Kode Jenis Setoran 900);
  8. Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 ayat (2) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi yang tidak mempunyai NPWP (MAP/Kode Jenis Pajak 411128, Kode Jenis Setoran 402) sepanjang telah mendapat Surat Keterangan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak wajib memiliki NPWP;
  9. Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 ayat (2) atas persewaan tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi yang tidak mempunyai NPWP (MAP/Kode Jenis Pajak 411128, Kode Jenis Setoran 403) sepanjang telah mendapat Surat Keterangan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak wajib memiliki NPWP;
  10. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kegiatan Membangun Sendiri yang dilakukan oleh orang pribadi yang tidak mempunyai NPWP (MAP/Kode Jenis Pajak 411211, Kode Jenis Setoran 103).
(6) Kantor Penerima Pembayaran diperkenankan melayani pembayaran atau penyetoran pajak dengan menggunakan SSP Khusus setelah mendapatkan persetujuan khusus dari Direktur Jenderal Pajak.
(7) Kantor Penerima Pembayaran yang telah terhubung secara on line dengan sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat Jenderal Pajak hanya dapat melayani pembayaran atau penyetoran pajak dengan menggunakan SSP Khusus.


Pasal 5


(1) SSPCP digunakan untuk melakukan penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor.
(2) SSPCP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat dalam rangka 8 (delapan) yang peruntukannya sebagai berikut:
Lembar ke-1a : untuk KPBC melalui Penyetor/ Wajib Pajak;
Lembar ke-1b : untuk Penyetor/Wajib Pajak;
Lembar ke-2a : untuk KPBC melalui KPPN;
Lembar ke-2b dan ke-2c : untuk KPP melalui KPPN;
Lembar ke-3a dan ke-3b : untuk KPP melalui Penyetor/WP atau KPBC;
Lembar ke-4 : untuk Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia.
(3) SSPCP yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN adalah SSPCP lembar ke-3a.
(4) Apabila dalam SSPCP tersebut terdapat pembayaran Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) impor, maka SSPCP yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah foto kopi SSPCP lembar ke-3a.
(5) SSPCP yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPh adalah SSPCP lembar ke-3b.
(6) SSPCP yang diterima KPP dari KPPN, digunakan untuk administrasi penerimaan Pajak Penghasilan adalah SSPCP lembar ke-2b.
(7) SSPCP yang diterima KPP dari KPPN, digunakan untuk administrasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai adalah SSPCP lembar ke-2c
(8) Apabila dalam SSPCP tersebut terdapat pembayaran Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) impor, maka untuk administrasi penerimaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah digunakan foto kopi SSPCP lembar ke-2c.


Pasal 6


(1) SSCP digunakan untuk melakukan penyetoran penerimaan negara dari cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri.
(2) SSCP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat dalam rangkap 6 (enam) yang peruntukannya sebagai berikut:
Lembar ke-1a : untuk KPBC melalui Penyetor/ Wajib Pajak;
Lembar ke-1b : untuk Penyetor/Wajib Pajak;
Lembar ke-2a : untuk KPBC melalui KPPN;
Lembar ke-2b : untuk KPP melalui KPPN;
Lembar ke-3  : untuk KPP melalui Penyetor/ Wajib Pajak;
Lembar ke-4  : untuk Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia.


Pasal 7


(1) Apabila terdapat kekurangan pembayaran pajak atas impor selain yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat ketetapan pajak maka pelunasan kekurangan pembayaran tersebut dilakukan dengan menggunakan SSPCP.
(2) Apabila terdapat kekurangan pembayaran pajak untuk cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri selain yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat ketetapan pajak maka pelunasan kekurangan pembayaran tersebut dilakukan dengan menggunakan SSCP.


Pasal 8


(1) Surat Setoran Pajak (SSP) sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ/2001 tentang Bentuk Surat Setoran Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-384/PJ./2003 dapat digunakan sampai dengan tanggal 30 Juni 2006.
(2) Dalam hal Wajib Pajak menggunakan SSP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan menggunakan MAP/Kode Jenis Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, pengisian MAP/Kode Jenis Pajak dilakukan dengan cara menambahkan 2 digit di samping kolom MAP/Kode Jenis Pajak yang tersedia, sehingga kolom MAP/Kode Jenis Pajak dapat diisi menjadi 6 digit.
(3) Dalam hal Wajib Pajak mengisi Surat Setoran Pajak dengan menggunakan MAP/Kode Jenis Pajak dan Kode Jenis Setoran sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ/2001 tentang Bentuk Surat Setoran Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-384/PJ./2003) untuk pembayaran sampai dengan 30 Juni 2006, maka MAP/Kode Jenis Pajak dan Kode Jenis Setoran tersebut diperlakukan sama dengan MAP/ Kode Jenis Pajak dan Kode Jenis Setoran sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 9


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ/2001 tentang Bentuk Surat Setoran Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-384/PJ./2003 dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 10


Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 05 Januari 2006
DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

HADI POERNOMO
NIP 060027375