Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 194/PMK.03/2007

Kategori : KUP

Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 194/PMK.03/2007

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN
        
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (5) dan Pasal 26A ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
  2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN.


Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :
  1. Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu termasuk pengiriman surat keberatan ke Direktorat Jenderal Pajak.
  2. Penyampaian surat keberatan secara elektronik yang selanjutnya disebut e-filing adalah suatu cara penyampaian surat keberatan yang dilakukan secara on-line yang real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).
  3. Penyedia Jasa aplikasi atau Application Service Provider (ASP) adalah perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian surat keberatan secara elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak.
  4. Bukti Penerimaan Elektronik adalah informasi yang meliputi nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, tanggal, jam, Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE) dan Nomor Transaksi Pengiriman ASP (NTPA) serta nama Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP), yang tertera pada hasil cetakan surat keberatan.
  5. Surat Pemberitahuan Untuk Hadir adalah surat yang disampaikan kepada Wajib Pajak yang berisi mengenai pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menghadiri pertemuan dengan pegawai pajak dalam waktu yang telah ditetapkan guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai hasil penelitian keberatan.    


Pasal 2


(1)  Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :
  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
  3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
  4. Surat Ketetapan Pajak Nihil; atau
  5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2)  Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Wajib Pajak dengan menyampaikan surat keberatan.


Pasal 3


(1)  Surat keberatan disampaikan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan melalui;
  1. penyampaian secara langsung;
  2. pos dengan bukti pengiriman surat; atau
  3. cara lain.
(2)  Termasuk dalam pengertian penyampaian surat keberatan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penyampaian surat keberatan melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
(3)  Penyampaian surat keberatan melalui cara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
  1. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
  2. e-filing melalui ASP.
(4) Penyampaian surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan tanda penerimaan surat dan penyampaian surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.
(5) Bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf a atau tanda penerimaan surat serta Bukti Penerimaan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi bukti penerimaan surat keberatan.


Pasal 4


(1)  Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi syarat sebagai berikut :
  1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  2. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
  3. 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan Pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak.
  4. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
  5. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan wajib Pajak (force majeur);dan
  6. surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.
(2)  Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f, Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terlampaui.
(3)  Dalam hal wajib Pajak menyampaikan perbaikan surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tanggal penyampaian perbaikan surat keberatan merupakan tanggal surat keberatan diterima.

        

Pasal 5


(1)  Untuk keperluan pengajuan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memberi keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi.
(2)  Direktur Jenderal Pajak wajib memberi keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak di terima.
(3)  Jangka waktu pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak atas permintaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menunda jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e.
  

Pasal 6


(1)  Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(2)  Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada wajib Pajak.


Pasal 7


(1)  Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sepanjang Surat Pemberitahuan Untuk Hadir belum disampaikan kepada Wajib Pajak.
(2)  Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
 

Pasal 8


Sebelum Direktur Jenderal Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir, hal-hal yang dapat dilakukan dalam proses penyelesaian keberatan adalah sebagai berikut :
  1. Direktur Jenderal Pajak meminta keterangan, data, dan/atau informasi tambahan dari Wajib Pajak;
  2. Wajib Pajak menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis untuk melengkapi dan/atau memperjelas surat keberatan yang telah disampaikan baik atas kehendak Wajib Pajak yang bersangkutan maupun dalam rangka memenuhi permintaan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  3. Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan keberatan.


Pasal 9


(1)  Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Direktur Jenderal Pajak harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir kepada Wajib Pajak guna memberi keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.
(2)  Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir pada waktu yang ditentukan dalam Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses keberatan tetap diselesaikan tanpa menunggu kehadiran Wajib Pajak.


Pasal 10


Pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.


Pasal 11


(1)  Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2)  Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
(3)  Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak.


Pasal 12


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan keberatan dan tata cara penyelesaian keberatan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 13


Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2007
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI