a. |
SKF digunakan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan pelayanan tertentu dan/atau pelaksanaan kegiatan tertentu dari Kementerian/Lembaga atau pihak lain. |
b. |
Pelayanan tertentu dan/atau pelaksanaan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga atau pihak lain dalam rangka menunjang kegiatan atau operasionalnya yang mensyaratkan SKF, antara lain:
1) |
penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha; |
2) |
pengenaan PPh sebesar 0,5% atas pengalihan Real Estat kepada Special Purpose Company (SPC) atau Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dalam skema KIK tertentu; |
3) |
pengajuan permintaan pembayaran kembali (reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM kepada SKK Migas oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S); |
4) |
pengajuan permohonan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); |
5) |
pengajuan permohonan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan (Tax Holiday); |
6) |
pengadaan barang dan/atau jasa; |
7) |
kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank; |
8) |
pengajuan fasilitas non fiskal perusahaan industri atau perusahaan kawasan industri; atau |
9) |
pelayanan dan/atau kegiatan tertentu lainnya yang mensyaratkan Surat Keterangan Fiskal. |
|
c. |
Wajib Pajak dapat memperoleh SKF secara daring (online) dengan mengajukan permohonan melalui laman Direktorat Jenderal Pajak. |
d. |
Dalam hal Wajib Pajak tidak mengakses laman sebagaimana dimaksud pada huruf c, berlaku ketentuan:
1) |
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan tertulis penerbitan SKF secara langsung ke KPP/KP2KP di seluruh wilayah kerja Direktorat Jenderal Pajak, tidak terbatas pada KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; dan |
2) |
Permohonan ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala KPP tempat permohonan diajukan. |
|
e. |
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c dan d adalah Wajib Pajak Pusat. |
f. |
Dalam hal Wajib Pajak Pusat mempunyai cabang, SKF berlaku juga untuk Wajib Pajak Cabang. |
g. |
Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf d ditandatangani oleh:
1) |
Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan; atau |
2) |
pimpinan tertinggi Wajib Pajak badan atau pengurus yang diberikan wewenang untuk menjalankan kegiatan perusahaan yang berkaitan dengan perpajakan, yang dibuktikan dengan fotokopi akta pendirian atau dokumen pendukung lainnya. |
|
h. |
Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf g dapat disampaikan oleh Wajib Pajak atau melalui kuasa/pihak yang ditunjuk, dengan mensyaratkan:
1) |
kuasa Wajib Pajak dengan bukti surat kuasa khusus; |
2) |
pegawai Wajib Pajak dengan bukti kartu identitas pegawai; atau |
3) |
pihak lain selain angka 1) dan 2), dengan bukti surat penunjukan dari Wajib Pajak/kuasa. |
|
i. |
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis melalui KPP/KP2KP selain tempat Wajib Pajak terdaftar, untuk mendukung keabsahan penandatangan, permohonan tersebut dilampiri dengan fotokopi akta pendirian dan/atau dokumen pendukung lainnya antara lain fotokopi SPT Tahunan Pajak Penghasilan minimal meliputi Induk SPT dan lampiran yang memuat data pengurus Wajib Pajak, |
j. |
Wajib Pajak dapat diberikan SKF dalam hal telah memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) |
telah menyampaikan:
a) |
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir; dan |
b) |
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir untuk Wajib Pajak Pusat dan Wajib Pajak Cabang apabila ada, |
yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; |
2) |
tidak mempunyai Utang Pajak di KPP tempat Wajib Pajak Pusat maupun Wajib Pajak Cabang terdaftar, atau mempunyai Utang Pajak namun atas keseluruhan Utang Pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang KUP; dan |
3) |
tidak sedang dalam proses penanganan tindak pidana di bidang perpajakan dan/atau tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya tindak pidana di bidang perpajakan yaitu pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, penyidikan, atau penuntutan. |
|
k. |
Berdasarkan hasil penelitian sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak, atas:
1) |
permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf c, laman Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan:
a) |
SKF dalam hal permohonan Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf e dan j; atau |
b) |
penolakan dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf e dan j, |
secara otomatis melalui sistem segera setelah permohonan disampaikan. |
2) |
permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf d, KPP atau KP2KP:
a) |
menerbitkan SKF dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap, dalam hal permohonan Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf e, g, h, i, dan j; |
b) |
menerbitkan surat penolakan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap, dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf j; atau |
c) |
mengembalikan permohonan Wajib Pajak, dalam hal Permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf e, g, h, dan i. |
|
|
l. |
Dalam hal Wajib Pajak diterbitkan surat penolakan sebagaimana dimaksud pada huruf k angka 2) huruf b), Petugas Loket TPT menyampaikan alasan penolakan kepada Wajib Pajak/kuasa/pihak yang ditunjuk dan memberitahukan bahwa Wajib Pajak dapat mengetahui detil alasan penolakan di KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. |