Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 65/PJ.3/1985

Kategori : PPN

Penafsiran Atas Pasal 9 Ayat (8) Huruf B Uu PPN 1984 (Seri PPN-66)


14 November 1985


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 65/PJ.3/1985

TENTANG

PENAFSIRAN ATAS PASAL 9 AYAT (8) HURUF B UU PPN 1984 (SERI PPN-66)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Akhir-akhir ini oleh Pengusaha Kena Pajak sering diajukan pertanyaan mengenai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan dalam hubungannya dengan Pasal 9 ayat (8) UU PPN 1984, khususnya yang berkenaan dengan Pajak Masukan atas pembelian bahan-bahan untuk pembungkus, alat angkutan dan bahan bakar untuk angkutan Barang Kena Pajak.


Pertanyaan demikian timbul disebabkan oleh penafsiran yang belum seragam di lingkungan Inspeksi Pajak terhadap pengertian yang terkandung dalam Pasal 9 ayat (8) tersebut diatas, terutama yang tercantum pada huruf b.


Sehubungan dengan hal itu, untuk keseragaman dalam pelaksanaan, kiranya perlu diberikan penjelasan dan penegasan sebagai berikut :


  1. Dalam penjelasan umum atas UU PPN 1984 antara lain disebutkan bahwa PPN dikenakan beberapa kali pada berbagai mata rantai jalur perusahaan atas dasar pertambahan nilai yang timbul pada setiap penyerahan Barang Kena Pajak dalam jalur perusahaan tersebut diatas. Pertambahan nilai timbul karena dipakainya faktor produksi di setiap jalur untuk menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan Barang Kena Pajak.

  2. Selanjutnya penjelasan atas Pasal 1 huruf o UU PPN 1984 tentang Harga Jual antara lain disebutkan bahwa biaya pengiriman dan biaya lain sepanjang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak merupakan unsur Harga Jual yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak. Dengan demikian biaya untuk kemasan/pembungkus, biaya angkutan dan bahan bakar untuk kendaraan angkutan yang diperhitungkan oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka penyerahan dan penyaluran (distribusi) Barang Kena Pajak adalah merupakan bagian dari Harga Jual yang terhutang PPN.

  3. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 UU PPN 1984, pengusaha yang mengimpor Barang Kena Pajak dan yang menjadi Penyalur Utama atau Agen Utama adalah Pengusaha Kena Pajak yang harus memungut PPN atas Barang Kena Pajak yang diserahkan/dijualnya. Kedua kelompok Pengusaha Kena Pajak ini tidak mempunyai Pajak Masukan atas impor Barang Kena Pajak, atau atas persediaan Barang Kena Pajak yang diterima dari Pabrikan, dan Pajak Masukan atas pembelian bahan pembungkus, kendaraan pengangkut Barang Kena Pajak dan bahan bakar untuk kendaraan pengangkut Barang Kena Pajak. Sesuai dengan jalur kegiatannya, maka semua Pajak Masukan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan penyaluran (distribusi) Barang Kena Pajak dapat dikreditkan.

  4. Dalam rangka ketentuan sebagaimana dikemukakan pada butir 1 s/d 3 tersebut diatas itulah Pasal 9 ayat (8) huruf b harus dilihat dan diartikan secara sebaliknya (a contrario). Meskipun ketentuan dalam huruf b tersebut menyebutkan : "Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan untuk pembelian barang dan pengeluaran lain yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan proses menghasilkan Barang Kena Pajak", namun secara historis dan taat asas dengan ketentuan tersebut pada butir 1 s/d 3 diatas, maka Pajak Masukan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan penyaluran/distribusi Barang Kena Pajak baik oleh Pabrikan maupun oleh Penyalur Utama dan Pengusaha Kena Pajak lainnya, tetap merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Dengan demikian hanya Pajak Masukan yang benar-benar tidak mempunyai hubungan langsung dengan proses pabrikasi dan distribusi saja yang tidak dapat dikreditkan, misalnya Pajak Masukan atas pembelian bahan bakar untuk kendaraan Direksi dan Karyawan, Pajak Masukan atas pengeluaran biaya representasi, jamuan, pengeluaran lain yang sifatnya konsumtif serta pengeluaran yang umumnya termasuk biaya overhead dan Pajak Masukan yang berdasarkan ketentuan khusus dinyatakan tidak dapat dikreditkan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1985, Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1985 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 827/KMK.04/1984. Sedangkan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf a dan c memang secara tegas dan liminatif dinyatakan tidak dapat dikreditkan.


Demikian penegasan kami kiranya dapat menjadi pedoman Saudara dan para petugas pelaksana dalam menentukan apakah Pajak Masukan yang tercantum dalam SPT Masa PPN dapat dikreditkan atau tidak.





DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK TIDAK LANGSUNG,

ttd

Drs. DJAFAR MAHFUD