Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 35/PJ/2020

Kategori : PPN

Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Fasilitas Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu Serta Penyerahan Dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu


24 Juni 2020


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 35/PJ/2020

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN FASILITAS TIDAK DIPUNGUT PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN PENYERAHAN ALAT ANGKUTAN
TERTENTU SERTA PENYERAHAN DAN PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK
TERKAIT ALAT ANGKUTAN TERTENTU

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


A. Umum

Sehubungan dengan telah diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.03/2020 tentang Persyaratan dan Tata Cara Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai, yang menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Pertambahan Nilai yang Seharusnya Tidak Mendapat Fasilitas Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Alat Angkutan Tertentu yang Telah Mendapat Fasilitas Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai yang Digunakan Tidak Sesuai dengan Tujuan Semula atau Dipindahtangankan kepada Pihak Lain Baik Sebagian atau Seluruhnya serta Pengenaan Sanksi atas Keterlambatan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, terdapat beberapa perubahan proses bisnis dalam pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor dan penyerahan alat angkutan tertentu serta penyerahan dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu.
Perubahan proses bisnis tersebut dilakukan dalam rangka memberikan kemudahan pelayanan kepada Wajib Pajak, antara lain:
1. perubahan saluran utama yang digunakan dalam penyampaian permohonan, dari penyampaian permohonan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak menjadi secara elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak;
2. dihilangkannya prosedur pencabutan Surat Keterangan Tidak Dipungut dan prosedur permohonan pembatalan Surat Keterangan Tidak Dipungut; dan
3. perubahan periode penyampaian laporan realisasi impor dan/atau perolehan dari triwulanan menjadi tahunan.
Untuk mengakomodasi perubahan proses bisnis tersebut, perlu menetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk pelaksanaan pemberian fasilitas tidak dipungut PPN atas impor dan penyerahan alat angkutan tertentu serta penyerahan dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu sebagai pengganti Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 78/PJ/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Fasilitas Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu.
   
B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan dan pengadministrasian pemberian fasilitas tidak dipungut PPN atas impor dan penyerahan alat angkutan tertentu serta penyerahan dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu, dan pengawasannya.
2. Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai prosedur:
  1. pengajuan permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut secara elektronik dan penelitian dokumen pendukung permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut di Kantor Pelayanan Pajak;
  2. penyelesaian permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut yang diajukan secara langsung di Kantor Pelayanan Pajak;
  3. penyelesaian penerbitan Surat Keterangan Tidak Dipungut Pengganti;
  4. penyelesaian permohonan perubahan Rencana Kebutuhan Impor dan Perolehan;
  5. penerimaan dan pengelolaan Laporan Realisasi Impor dan/atau Perolehan;
  6. pembatalan Surat Keterangan Tidak Dipungut; dan
  7. pengawasan terkait Surat Keterangan Tidak Dipungut.
   
C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
  1. Pengertian.
  2. Ketentuan umum.
  3. Prosedur Pelayanan Administrasi Perpajakan, yang meliputi prosedur:
    1. pengajuan permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut secara elektronik dan penelitian dokumen pendukung permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut di Kantor Pelayanan Pajak;
    2. penyelesaian permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut yang diajukan secara langsung di Kantor Pelayanan Pajak;
    3. penerbitan Surat Keterangan Tidak Dipungut Pengganti;
    4. penyelesaian permohonan perubahan Rencana Kebutuhan Impor dan Perolehan;
    5. penerimaan dan pengelolaan Laporan Realisasi Impor dan/atau Perolehan; dan
    6. pembatalan Surat Keterangan Tidak Dipungut.
  4. Contoh format dokumen.
  5. Penjelasan lainnya.
  6. Contoh kasus.
   
D. Dasar

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069).
2. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6366).
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.03/2020 tentang Persyaratan dan Tata Cara Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
   
E. Materi

1. Pengertian
  1. Surat Keterangan Tidak Dipungut, yang selanjutnya disingkat SKTD, adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN atas impor dan/atau penyerahan alat angkutan tertentu serta perolehan dan/atau pemanfaatan Jasa kena Pajak terkait alat angkutan tertentu.
  2. Rencana Kebutuhan Impor dan Perolehan, yang selanjutnya disingkat RKIP, adalah daftar alat angkutan tertentu yang direncanakan untuk diimpor dan/atau diperoleh, yang digunakan untuk memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN.
  3. Laporan Realisasi Impor dan/atau Perolehan adalah laporan yang memuat informasi realisasi impor dan/atau perolehan alat angkutan tertentu yang menggunakan fasilitas tidak dipungut PPN.
  4. Surat Keterangan Tidak Dipungut Pengganti, yang selanjutnya disingkat SKTD Pengganti, adalah surat keterangan yang diterbitkan untuk mengganti SKTD dalam hal terdapat kesalahan dalam penerbitan SKTD.
  5. Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disingkat KPP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak pemohon terdaftar yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
  6. Laman Direktorat Jenderal Pajak, yang selanjutnya disebut Laman DJP, adalah saluran elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau saluran yang terintegrasi dengan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.03/2020, yang selanjutnya disebut PMK 41/PMK.03/2020, adalah Peraturan Menteri Keuangan tentang Persyaratan dan Tata Cara Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan peraturan perubahannya.
2. Ketentuan Umum
2.1. SKTD
a. SKTD terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:
1) SKTD yang berlaku untuk setiap impor atau penyerahan, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E PMK 41/PMK.03/2020; dan
2) SKTD yang berlaku sampai dengan 31 Desember:
a) tahun takwim dilakukan impor, perolehan, dan/atau pemanfaatan, dalam hal permohonan untuk memperoleh SKTD diajukan sebelum tahun takwim dimaksud; atau
b) tahun penerbitan SKTD, dalam hal permohonan untuk memperoleh SKTD diajukan dalam tahun takwim dimaksud,
sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F PMK 41/PMK.03/2020.
b. SKTD yang berlaku untuk setiap impor atau penyerahan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) diajukan oleh Wajib Pajak (WP) sebagai berikut:
1) kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan;
2) Tentara Nasional Indonesia (TNI);
3) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI);
4) pihak lain yang ditunjuk oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan, TNI, dan POLRI; atau
5) pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.
c. SKTD yang berlaku sampai dengan 31 Desember sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2) diajukan oleh WP sebagai berikut:
1) Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional;
2) Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional;
3) Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional;
4) Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional;
5) Badan Usaha Angkutan Udara Nasional;
6)  pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Nasional;
7) Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum; dan/atau
8) Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.
d. WP yang menghendaki fasilitas tidak dipungut PPN atas impor dan/atau penyerahan alat angkutan tertentu serta perolehan dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) terkait alat angkutan tertentu wajib memiliki SKTD sebagaimana dimaksud pada huruf a sebelum pengajuan pemberitahuan pabean impor, menerima penyerahan, dan/atau melakukan pemanfaatan.
e. WP mengajukan permohonan SKTD kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui Laman DJP.
f. WP yang mengajukan permohonan SKTD melalui Laman DJP harus mengisi informasi dan mengunggah salinan digital (softcopy) dokumen pendukung yang dipersyaratkan.
g. Informasi dan dokumen pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada huruf f, yaitu sesuai dengan daftar yang tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
h. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf f, Direktorat Jenderal Pajak:
1) menerbitkan SKTD secara otomatis melalui Laman DJP, segera setelah permohonan disampaikan, dalam hal WP:
a) telah memenuhi ketentuan Pasal 7 ayat (1) PMK 41/PMK.03/2020;
b) melampirkan RKIP dengan mengunggah salinan digital (softcopy) RKIP sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D PMK 41/PMK.03/2020, dalam hal permohonan diajukan untuk SKTD yang berlaku sampai dengan 31 Desember sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2);
c) mengisi informasi dalam permohonan SKTD melalui Laman DJP dengan lengkap; dan
d) mengunggah salinan digital (softcopy) dokumen pendukung sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Ini;
2)  tidak memproses permohonan, dalam hal WP:
a) tidak memenuhi ketentuan Pasal 7 ayat (1) PMK 41/PMK.03/2020;
b) tidak melampirkan RKIP, dalam hal permohonan diajukan untuk SKTD yang berlaku sampai dengan 31 Desember sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2);
c) tidak mengisi informasi dalam permohonan SKTD melalui Laman DJP dengan lengkap; dan/atau
d) tidak mengunggah salinan digital (softcopy dokumen pendukung sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
i. Dalam hal WP telah mengunggah salinan digital (softcopy) dokumen pendukung melalui Laman DJP sebagaimana dimaksud pada huruf f, WP dianggap telah melakukan penyampaian dokumen pendukung secara langsung ke KPP.
j. Kepala KPP harus menyelesaikan penelitian terhadap dokumen pendukung permohonan SKTD yang telah diunggah oleh WP melalui Laman DJP dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima informasi melalui aplikasi sistem informasi DJP terkait penerbitan SKTD sebagaimana dimaksud pada huruf h angka 1), dan menuangkan hasil penelitian tersebut dalam Uraian Penelitian Dokumen Pendukung Permohonan SKTD sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini. Dalam hal diperlukan, KPP dapat meminta kepada WP untuk menunjukkan asli dokumen pendukung.
k. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf j diketahui bahwa dokumen pendukung yang diunggah WP tidak lengkap, tidak sesuai dengan data yang diisikan WP di Laman DJP, dan/atau tidak sesuai dengan persyaratan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak membatalkan pemberian fasilitas tidak dipungut PPN dengan menerbitkan Surat Keterangan Pembatalan SKTD, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L PMK 41/PMK.03/2020.
l. Dalam hal saluran pengajuan permohonan SKTD secara elektronik melalui Laman DJP belum tersedia atau tidak dapat diakses, WP dapat mengajukan permohonan SKTD secara langsung ke KPP yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala KPP.
m.  Pengajuan permohonan SKTD secara langsung sebagaimana dimaksud pada huruf I dilakukan dengan menyampaikan:
1) surat permohonan SKTD sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B atau huruf C PMK 41/PMK.03/2020; dan
2) dokumen pendukung sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
n. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf m, Kepala KPP melakukan penelitian dan menuangkannya dalam Uraian Penelitian Permohonan Penerbitan SKTD sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini, serta memberikan keputusan dengan menerbitkan:
1) SKTD, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan; atau
2) Surat Penolakan Penerbitan SKTD sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I PMK 41/PMK.03/2020, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan,
paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan SKTD diterima lengkap,
o. Prosedur:
1) pengajuan permohonan SKTD secara elektronik dan penelitian dokumen pendukung permohonan SKTD di KPP tercantum dalam Lampiran huruf D; dan
2) penyelesaian permohonan SKTD yang diajukan secara langsung ke KPP tercantum dalam Lampiran huruf E,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
2.2. SKTD Pengganti
a. SKTD Pengganti dapat diterbitkan berdasarkan permohonan atau secara jabatan dalam hal terdapat kesalahan penerbitan SKTD yang meliputi:
1) kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan pada SKTD yang berlaku untuk setiap impor atau penyerahan; dan/atau
2) kesalahan tulis pada SKTD yang berlaku sampai dengan 31 Desember sebagaimana dimaksud pada angka 2.1. huruf a angka 2).
b. Dalam hal terdapat kesalahan penerbitan SKTD sebagaimana dimaksud pada huruf a, WP tidak dapat mengajukan kembali permohonan penerbitan SKTD untuk substansi permohonan yang sama dan telah diterbitkan SKTD sebelumnya, tetapi harus mengajukan permohonan penggantian SKTD.
c. Permohonan penggantian SKTD disampaikan secara langsung kepada Kepala KPP secara tertulis, dengan disertai alasan penggantian dan harus dilampiri SKTD yang telah diterbitkan.
d. Dalam hal saluran pengajuan permohonan secara elektronik telah tersedia dan dapat diakses, WP dapat mengajukan permohonan penggantian SKTD secara elektronik melalui Laman DJP.
e. Dokumen yang diperlukan untuk mengajukan permohonan penggantian SKTD yaitu:
1) surat permohonan penggantian SKTD yang disertai alasan pengajuan permohonan penggantian;
2) asli SKTD yang telah diterbitkan; dan
3) Surat Kuasa Khusus, dalam hal permohonan dikuasakan.
f. Berdasarkan permohonan penggantian SKTD sebagaimana dimaksud pada huruf c, Kepala KPP melakukan penelitian dan menuangkannya dalam Uraian Penelitian Penggantian SKTD sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini, serta memberikan keputusan dengan menerbitkan:
1) SKTD Pengganti sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H angka I atau angka II PMK 41/PMK.03/2020, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan; atau
2) Surat Penolakan Penerbitan SKTD Pengganti sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I PMK 41/PMK.03/2020, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan,
paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap,
g. Prosedur penerbitan SKTD Pengganti tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
2.3. RKIP Perubahan
a. WPdapat mengajukan permohonan perubahan RKIP,dalam hal terdapat:
1) perubahan, penambahan, atau pengurangan jenis alat angkutan tertentu;
2) penambahan atau pengurangan jumlah alat angkutan tertentu;
3) perubahan, penambahan, atau pengurangan pelabuhan, dalam hal impor; dan/atau
4) perubahan, penambahan, atau pengurangan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan alat angkutan tertentu, dalam hal penyerahan.
b. RKIP perubahan harus dimiliki sebelum pengajuan pemberitahuan pabean impor dan/atau menerima penyerahan.
c. WP mengajukan permohonan perubahan RKIP kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui Laman DJP dengan mengisi informasi dan mengunggah salinan digital (softcopy) dokumen RKIP perubahan yang dimohonkan.
d. Dalam hal saluran pengajuan permohonan perubahan RKIP secara elektronik melalui Laman DJP belum tersedia atau tidak dapat diakses, WP dapat mengajukan permohonan perubahan RKIP secara langsung ke KPP yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala KPP.
e. Dokumen yang diperlukan untuk mengajukan permohonan perubahan RKIP sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d yaitu:
1) Surat permohonan perubahan RKIP;
2) Formulir RKIP perubahan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J PMK 41/PMK.03/2020, dengan ketentuan hanya diisi pada bagian yang terkait alat angkutan tertentu yang berubah serta nomor dan tanggal RKIP perubahan tidak perlu diisi; dan
3) Surat Kuasa Khusus, dalam hal permohonan dikuasakan.
f. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf d, Kepala KPP melakukan penelitian dan menuangkannya dalam Uraian Penelitian Permohonan Perubahan RKIP sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini, serta memberikan keputusan dengan menerbitkan:
1) RKIP perubahan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J PMK 41/PMK.03/2020, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan; atau
2) Surat Penolakan Penerbitan RKIP Perubahan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I PMK 41/PMK.03/2020, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan,
paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap.
g. RKIP perubahan:
1) merupakan pengganti atas RKIP sebelumnya dan menjadi lampiran dari SKTD yang berlaku sampai dengan 31 Desember sebagaimana dimaksud pada angka 2.1. huruf a angka 2); dan
2) memuat daftar seluruh alat angkutan tertentu yang disetujui untuk diberikan fasilitas tidak dipungut PPN.
h. Penerbitan RKIP perubahan dilakukan tanpa mengubah SKTD yang masih berlaku.
i. Prosedur penyelesaian permohonan perubahan RKIP tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
2.4.  Laporan Realisasi Impor dan/atau Perolehan
  1. WP yang telah menerima SKTD yang dilampiri RKIP harus menyampaikan Laporan Realisasi Impor dan/atau Perolehan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K PMK 41/PMK.03/2020, secara elektronik melalui Laman DJP.
  2. Laporan Realisasi Impor dan/atau Perolehan dibuat untuk periode sesuai dengan masa berlakunya SKTD sebagaimana dimaksud pada angka 2.1. huruf a angka 2) dan disampaikan paling lambat akhir bulan Januari tahun takwim berikutnya.
  3. Dalam hal WP tidak melakukan impor dan/atau perolehan alat angkutan tertentu yang tidak dipungut PPN, Laporan Realisasi Impor dan/atau Perolehan tetap harus disampaikan.
  4. Dalam hal saluran penyampaian Laporan Realisasi Impor dan/atau Perolehan secara elektronik melalui Laman DJP sebagaimana dimaksud pada huruf a belum tersedia atau tidak dapat diakses, WP menyampaikan secara langsung Laporan Realisasi Impor dan/atau Perolehan ke KPP yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala KPP.
  5. Account Representative (AR) Seksi Pengawasan dan Konsultasi II/III/IV atau AR Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan melakukan pengawasan atas penyampaian Laporan Realisasi Impor dan/atau Perolehan.
  6. Dalam hal terdapat WP yang belum menyampaikan Laporan Realisasi Impor dan/atau Perolehan maka AR Seksi Pengawasan dan Konsultasi II/III/IV atau AR Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan mengirimkan himbauan kepada WP untuk menyampaikan Laporan Realisasi Impor dan/atau Perolehan.
  7. Prosedur penerimaan dan pengelolaan Laporan Realisasi Impor dan/atau Perolehan tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
2.5. Pembatalan SKTD
a. Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak membatalkan pemberian fasilitas tidak dipungut PPN dengan menerbitkan Surat Keterangan Pembatalan SKTD sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L PMK 41/PMK.03/2020, dalam hal:
1) terhadap WP telah diterbitkan SKTD namun berdasarkan penelitian dokumen pendukung diketahui bahwa dokumen pendukung tidak lengkap, tidak sesuai dengan data yang diisikan WP di Laman DJP, dan/atau tidak sesuai dengan persyaratan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
2) diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa WP tidak berhak memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN yang terdapat dalam SKTD.
b. Pembatalan SKTD sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) dilakukan berdasarkan penelitian dokumen pendukung permohonan SKTD sebagaimana dimaksud pada angka 2.1. huruf j dan huruf k.
c. Pembatalan SKTD sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2) dilakukan berdasarkan penelitian atas data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa WP tidak berhak memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN, yang dituangkan dalam Uraian Penelitian Pembatalan SKTD, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
d. Prosedur pembatalan SKTD sebagaimana dimaksud pada huruf c tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
2.6. Pengawasan
a. Kepala KPP melakukan pengawasan atas penerbitan SKTD, SKTD Pengganti, RKIP perubahan, Surat Keterangan Pembatalan SKTD, dan penyampaian Laporan Realisasi Impor dan/atau Perolehan.
b. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilaksanakan dengan:
1) memanfaatkan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak; dan
2) melakukan kegiatan penelitian dan tindak lanjut antara lain atas:
a) kebenaran materiil dokumen pendukung permohonan yang disampaikan WP;
b) data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa WP tidak berhak memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN yang terdapat dalam SKTD;
c) penggunaan alat angkutan tertentu yang digunakan WP tidak sesuai dengan tujuan semula atau pemindahtanganan alat angkutan tertentu oleh WP kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat impor dan/atau perolehan alat angkutan tertentu;
d) pelaporan realisasi impor dan/atau perolehan;
e) WP yang melakukan impor alat angkutan tertentu, menerima penyerahan alat angkutan tertentu, melakukan pemanfaatan JKP terkait alat angkutan tertentu dan/atau menerima penyerahan JKP terkait alat angkutan tertentu dengan menggunakan fasilitas tidak dipungut PPN sebelum memiliki SKTD;
f) WP yang melakukan impor atau menerima penyerahan alat angkutan tertentu dengan menggunakan fasilitas tidak dipungut PPN, melebihi jumlah alat angkutan tertentu yang disetujui dalam SKTD untuk setiap impor atau penyerahan atau jumlah yang disetujui dalam RKIP atau RKIP perubahan; atau
g) WP yang melakukan impor atau menerima penyerahan barang dengan menggunakan fasilitas tidak dipungut PPN, yang tidak termasuk dalam jenis alat angkutan tertentu yang tidak dipungut PPN atas impor atau perolehannya.
c. Pengawasan sebagaimana yang dimaksud pada huruf b, dilaksanakan menggunakan prosedur pengawasan WP sesuai dengan yang dijelaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai pengawasan WP.
   
F. Penjelasan Lainnya

1. Dalam hal telah tersedia:
  1. sistem terintegrasi antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC);
  2. data/informasi terkait SKTD pada akun PKP lawan transaksi; dan/atau
  3. sistem pengawasan dalam sistem informasi DJP,
pengiriman dokumen berupa SKTD, RKIP, SKTD Pengganti, RKIP perubahan, dan/atau Surat Keterangan Pembatalan SKTD yang diterbitkan melalui pencetakan oleh Seksi Pelayanan ke DJBC, PKP lawan transaksi, atau KPP lawan transaksi, dapat ditiadakan.
2. Permohonan SKTD dan RKIP yang diajukan sebelum tersedianya aplikasi Direktorat Jenderal Pajak yang mengakomodasi PMK 41/PMK.03/2020, diselesaikan dengan aplikasi dan dokumen hasil cetakan aplikasi yang tersedia sebelum PMK 41/PMK.03/2020 berlaku.
3. Dalam hal Laman DJP telah tersedia namun tidak dapat diakses oleh WP, permohonan penerbitan SKTD, RKIP, SKTD Pengganti, RKIP perubahan, dan penyampaian Laporan Realisasi Impor dan/atau Perolehan diselesaikan sesuai ketentuan mengenai tata cara pemberian layanan administrasi dan penerbitan produk hukum perpajakan dalam hal terjadi gangguan pada sistem informasi dan/atau keadaan kahar.
4. Untuk lebih memberikan pemahaman dalam pemberian fasilitas PPN tidak dipungut atas impor dan penyerahan alat angkutan tertentu serta penyerahan dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu, diberikan contoh kasus sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
G. Penutup

1. Para Kepala Kanwil DJP agar melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
2. Para Kepala KPP agar melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait atas pelaksanaan Surat Edaran Direktur Jenderal ini serta melakukan sosialisasi dan pengawasan pelaksanaannya.
3. Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-78/PJ/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Fasilitas Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor dan/atau Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Juni 2020
DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

SURYO UTOMO