Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 70/PMK.04/2021

Kategori : Lainnya

Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian Perdagangan Preferensial Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah Republik Islam Pakistan


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 70/PMK.04/2021

TENTANG

TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR
BERDASARKAN PERJANJIAN PERDAGANGAN PREFERENSIAL
ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor sebagai pelaksanaan dari Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.04/2019 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional;
  2. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum dalam memberikan pelayanan kegiatan kepabeanan atas impor barang dari Republik Islam Pakistan guna mengakomodasi dinamika Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan, perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan;

Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2012 tentang Pengesahan Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan (Preferential Trade Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Islamic Republic of Pakistan) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 236);
  5. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR BERDASARKAN PERJANJIAN PERDAGANGAN PREFERENSIAL ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
  2. Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
  3. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
  4. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
  5. Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  6. Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
  7. Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
  8. Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
    1. penyelenggara kawasan berikat;
    2. penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
    3. pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
    4. penyelenggara gudang berikat;
    5. penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
    6. pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
  9. Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
    1. penyelenggara PLB;
    2. penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
    3. pengusaha di PLB merangkap sebagai penyelenggara di PLB.
  10. Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
    1. Badan Usaha KEK;
    2. Pelaku Usaha di KEK; atau
    3. Badan Usaha KEK sekaligus Pelaku Usaha di KEK.
  11. Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan.
  12. PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ-01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
  13. Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
  14. Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait.
  15. Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
  16. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
  17. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
  18. Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan untuk menentukan negara asal barang.
  19. Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan.
  20. Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan.
  21. Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan.
  22. Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari luar Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan.
  23. Aturan Khusus Produk (Product Specific Rules) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan yang merinci mengenai:
    1. barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (wholly obtained atau produced);
    2. proses produksi suatu barang yang menggunakan Bahan Non-Originating, dan Bahan Non-Originating tersebut harus mengalami perubahan klasifikasi atau Change in Tariff Classification (CTC);
    3. barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang memenuhi kriteria kandungan bilateral sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
    4. barang yang mengalami suatu proses pabrikasi atau proses operasional tertentu; atau
    5. kombinasi dari setiap kriteria tersebut.
  24. Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor yang diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form IP atas barang yang akan diekspor.
  25. Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan yang selanjutnya disebut SKA Form IP adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
  26. Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form IP yang berisi ketentuan mengenai pengisian SKA Form IP dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SKA Form IP.
  27. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill, manifest, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
  28. Surat Keterangan Asal Elektronik Form D yang selanjutnya disebut e-Form D adalah SKA Form D yang disusun sesuai dengan e-ATIGA Foim D Process Specification and Message Implementation Guideline, dan dikirim secara elektronik antar Negara Anggota.
  29. Invoice dari Negara/Pihak Ketiga yang selanjutnya disebut Third Country Invoice/Third Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (selain Negara Anggota) atau yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA.
  30. Surat Keterangan Asal Back-to-Back yang selanjutnya disebut SKA Back-to-Back adalah SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor kedua berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama.
  31. Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
  32. Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form IP.
  33. Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di Negara Anggota penerbit SKA untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA.
  34. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
  35. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  36. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

 

BAB II
TARIF PREFERENSI DAN KETENTUAN ASAL BARANG
(RULES OF ORIGIN)

Bagian Kesatu
Tarif Preferensi

Pasal 2


(1) Barang impor dapat dikenakan Tarif Preferensi yang besarnya dapat berbeda dari tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN).
(2) Besaran tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan.
(3) Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap:
  1. impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
  2. impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa pemberitahuan impor barang dari TPB, yang pada saat pemasukan barang ke TPB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi;
  3. impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa pemberitahuan impor barang dari PLB, yang pada saat pemasukan barang ke PLB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi;
  4. pengeluaran barang hasil produksi dari Kawasan Bebas ke TLDDP, sepanjang:
    1. bahan baku dan/atau bahan penolong berasal dari luar Daerah Pabean;
    2. pada saat pemasukan barang ke Kawasan Bebas telah mendapat persetujuan penggunaan Tarif Preferensi; dan
    3. dilakukan oleh pengusaha di Kawasan Bebas yang telah memenuhi persyaratan sebagai pengusaha yang dapat menggunakan Tarif Preferensi; atau
  5. pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP, yang pada saat pemasukan barang ke KEK telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi.
(4) Pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d angka 3, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. memiliki izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan;
  2. melakukan pemasukan bahan baku dan/atau bahan penolong, dan sekaligus melakukan pengeluaran barang hasil produksi ke TLDDP;
  3. memiliki dan menerapkan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) yang dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara online dan realtime, dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi;
  4. memiliki akses kepabeanan; dan
  5. menyampaikan konversi bahan baku menjadi barang hasil produksi dan blueprint proses produksi yang telah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean yang mengawasi, pada saat barang akan dikeluarkan ke TLDDP.


Pasal 3


(1) Ketentuan Asal Barang terdiri dari:
  1. kriteria asal barang (origin criteria);
  2. kriteria pengiriman (consignment criteria); dan
  3. ketentuan prosedural (procedural provisions).
(2) Rincian lebih lanjut mengenai Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kedua
Kriteria Asal Barang
(Origin Criteria)

Pasal 4


(1) Kriteria asal barang (Origin Criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, meliputi:
  1. barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (wholly obtained atau produced); atau
  2. barang yang tidak seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (not wholly obtained atau produced).
(2) Kriteria asal barang (Origin Criteria) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
  1. barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating dengan nilai tidak lebih dari 60% (enam puluh persen) dari nilai Free-on-Board (FOB), sepanjang proses akhir produksi dilakukan di wilayah Negara Anggota pengekspor;
  2. Barang Originating dari Negara Anggota yang digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi barang jadi di Negara Anggota lain, dianggap sebagai Bahan Originating Negara Anggota tempat dilakukan proses produksi, sepanjang barang jadi memiliki kandungan nilai bilateral yang mencapai nilai persentase paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari nilai Free-on-Board (FOB); atau
  3. barang yang termasuk dalam daftar PSR sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Attachment B Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan.
(3) Dalam hal klasifikasi barang termasuk dalam daftar PSR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, kriteria asal barang (origin criteria) harus ditetapkan berdasarkan daftar PSR dimaksud, walaupun kriteria yang terdapat pada ayat (2) huruf a atau huruf b telah terpenuhi.


Bagian Ketiga
Kriteria Pengiriman
(Consignment criteria)

Pasal 5


(1) Kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, meliputi:
  1. barang impor dikirim langsung dari Negara Anggota yang menerbitkan SKA Form IP ke dalam Daerah Pabean; atau
  2. barang impor dikirim melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota.
(2) Barang impor dapat dikirim dari Negara Anggota yang menerbitkan SKA Form IP melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, untuk tujuan transit dan/atau transhipment atau penimbunan sementara, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. semata-mata ditujukan untuk alasan geografis atau pertimbangan khusus terkait persyaratan pengangkutan;
  2. tidak diperdagangkan atau dikonsumsi di negara tujuan transit dan/atau transhipment atau penimbunan sementara; dan
  3. tidak mengalami proses produksi selain bongkar, muat, atau kegiatan lain yang diperlukan untuk menjaga agar barang tetap dalam kondisi baik.


Bagian Keempat
Ketentuan Prosedural
(Procedural Provisions)

Pasal 6


(1) Ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c terkait dengan penerbitan SKA Form IP, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. diterbitkan dalam bahasa Inggris pada kertas ukuran ISO A4 dengan bentuk dan format SKA Form IP sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran huruf A angka VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, termasuk halaman depan dan Overleaf Notes;
  2. memuat nomor referensi SKA Form IP, tanda tangan pejabat yang berwenang, dan stempel resmi dari Instansi Penerbit SKA;
  3. ditandatangani oleh pemohon (eksportir);
  4. diterbitkan sebelum, pada saat, atau sampai dengan paling lambat 3 (tiga) hari setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi;
  5. mencantumkan kriteria asal barang (origin criteria) untuk setiap uraian barang, dalam hal SKA Form IP mencantumkan lebih dari 1 (satu) uraian barang;
  6. kolom pada SKA Form IP diisi sesuai dengan ketentuan pengisian pada Overleaf Notes; dan
  7. SKA Form IP berlaku selama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerbitan.
(2) Instansi Penerbit SKA dapat menerbitkan SKA Form IP lebih dari 3 (tiga) hari setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi, namun tidak melebihi jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi dengan ketentuan memberikan tanda/tulisan/cap "ISSUED RETROSPECTIVELY" pada kolom 11 SKA Form IP.
(3) Dalam hal SKA Form IP hilang atau rusak, dapat digunakan SKA Form IP pengganti, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. diterbitkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2);
  2. diberikan tanda/tulisan/cap “CERTIFIED TRUE COPY" pada kolom 13 SKA Form IP pengganti;
  3. diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerbitan SKA Form IP yang hilang atau rusak; dan
  4. mencantumkan tanggal penerbitan SKA Form IP yang hilang atau rusak.
(4) Dalam hal terdapat kesalahan pada saat pengisian SKA Form IP, koreksi atas pengisian dilakukan dengan cara melakukan perbaikan, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. mencoret data yang salah;
  2. menambahkan data yang benar; dan
  3. menandasahkan perbaikan tersebut oleh pejabat yang berwenang dari Instansi Penerbit SKA.
(5) Dalam hal pada bill of lading atau dokumen pengangkutan lainnya terdapat tanggal penerbitan dan tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut, Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi ditentukan pada saat tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut.

 

Pasal 7


(1) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Importir wajib:
  1. menyerahkan lembar asli SKA Form IP;
  2. mencantumkan kode fasilitas Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) secara benar; dan
  3. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form IP pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) secara benar.
(2) Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam kategori jalur kuning atau jalur merah, penyerahan lembar asli SKA Form IP ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form IP wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat pada pukul 12.00 pada hari berikutnya; atau
  2. untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form IP wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat pada pukul 12.00 pada hari kerja berikutnya,
terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Pemberitahuan Jalur Kuning (SPJK) atau Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM).
(3) Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam kategori jalur hijau, penyerahan lembar asli SKA Form IP ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan sebagai kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form IP wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 3 (tiga) hari; atau
  2. untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form IP wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 3 (tiga) hari kerja,
terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
(4) Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO), lembar asli SKA Form IP wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
(5) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha TPB wajib:
  1. menyerahkan lembar asli SKA Form IP kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi TPB, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. menyerahkan lembar asli SKA IP kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi TPB, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Penyelenggara/Pengusaha TPB telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO);
  3. mencantumkan kode fasilitas Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB secara benar; dan
  4. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form IP pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB secara benar.
(6) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha PLB wajib:
  1. menyerahkan lembar asli SKA Form IP kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi PLB, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. menyerahkan lembar asli SKA Form IP kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi PLB, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Penyelenggara/Pengusaha PLB telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO);
  3. mencantumkan kode fasilitas Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB secara benar; dan
  4. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form IP pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB secara benar.
(7) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, wajib:
  1. menyerahkan lembar asli SKA Form IP dan hasil cetak dokumen PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean, kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang melakukan penelitian dokumen, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. mencantumkan kode fasilitas Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan pada PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean secara benar; dan
  3. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form IP pada PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean secara benar.
(8) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(9) Dalam hal telah ditetapkan dokumen pemberitahuan pabean khusus untuk KEK, untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, wajib:
  1. menyerahkan lembar asli SKA Form IP kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang melakukan penelitian, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. menyerahkan lembar asli SKA Form IP kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang melakukan penelitian, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan atau Economic Operator (AEO);
  3. mencantumkan kode fasilitas Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan pada pemberitahuan pabean pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK secara benar; dan
  4. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form IP pada pemberitahuan pabean pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK secara benar.
(10) Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, menyerahkan Dokumen Pelengkap Pabean dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(11) Dalam hal penyerahan dokumen secara elektronik telah tersedia dalam SKP, Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat diserahkan secara elektronik.
(12) Lembar asli SKA Form IP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (9) meliputi:
  1. lembar asli dari SKA Form IP atas barang yang diimpor;
  2. lembar asli SKA Form IP ISSUED RETROSPECTIVELY, dalam hal SKA Form IP diterbitkan lebih dari 3 (tiga) hari setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi;
  3. lembar asli SKA Form IP pengganti (Certified True Copy), dalam hal SKA Form IP asli hilang atau rusak; atau
  4. lembar asli SKA Form IP sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c, yang telah dikoreksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4).
(13) SKA Form IP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (9) harus masih berlaku pada saat:
  1. Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
  2. pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB;
  3. pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB;
  4. PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean; atau
  5. pemberitahuan pabean pemasukan barang ke KEK dari luar Daerah Pabean,
mendapat nomor pendaftaran dari Kantor Pabean.
      

Pasal 8


(1) SKA Form IP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat disampaikan secara elektronik oleh Instansi Penerbit SKA kepada Kantor Pabean sesuai dengan:
  1. mekanisme e-Form D, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau
  2. hasil kesepakatan Negara Anggota.
(2) Dalam hal SKA Form IP disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemenuhan kewajiban penyerahan lembar asli SKA Form IP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dikecualikan untuk Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK.
(3) Tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan SKA Form IP yang disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan:
  1. tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan e-Form D, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau
  2. tata cara importasi dan penelitian yang diatur berdasarkan hasil kesepakatan Negara Anggota.


BAB III
PENELITIAN DAN PENGENAAN TARIF PREFERENSI

Bagian Kesatu
Penelitian SKA Form IP

Pasal 9


(1) Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap SKA Form IP untuk pengenaan Tarif Preferensi.
(2) Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta informasi kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(3) Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor dengan menggunakan SKA Form IP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.


Pasal 10


(1) Penelitian terhadap SKA Form IP untuk pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, meliputi:
  1. pemenuhan kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
  2. pemenuhan kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
  3. pemenuhan ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8;
  4. jenis, jumlah, dan klasifikasi barang yang mendapatkan Tarif Preferensi;
  5. besaran tarif bea masuk yang diberitahukan berdasarkan Tarif Preferensi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan;
  6. kesesuaian antara data pada pemberitahuan pabean impor dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean dengan data pada SKA Form IP; dan
  7. kesesuaian antara fisik barang dengan uraian barang yang diberitahukan pada pemberitahuan pabean impor, SKA Form IP, dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean, dalam hal barang impor dilakukan pemeriksaan fisik.
(2) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c menunjukkan bahwa barang impor tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih ketentuan dalam Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), S KA Form IP ditolak dan atas barang impor dimaksud dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN);
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sampai dengan huruf g menunjukkan:
  1. total jumlah barang yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor lebih besar dari jumlah barang yang tercantum dalam SKA Form IP, atas kelebihan jumlah barang tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Favoured Nation/MFN);
  2. Tarif Preferensi yang diberitahukan berbeda dengan yang seharusnya dikenakan, Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif bea masuk atas barang impor sesuai dengan tarif bea masuk yang tercantum dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan;
  3. spesifikasi barang yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor berbeda dengan spesifikasi barang yang tercantum dalam SKA Form IP, atas barang impor yang berbeda tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN);
  4. ketidaksesuaian antara fisik barang dengan uraian barang yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor, SKA Form IP dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean, atas barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN); atau
  5. klasifikasi barang yang tercantum dalam SKA Form IP berbeda dengan klasifikasi barang yang ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai, berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. klasifikasi barang yang digunakan sebagai dasar pengenaan Tarif Preferensi yakni hasil penetapan Pejabat Bea dan Cukai;
    2. penelitian kriteria asal barang (origin criteria) yang terdapat dalam daftar PSR menggunakan klasifikasi barang hasil penetapan Pejabat Bea dan Cukai; dan
    3. Tarif Preferensi tetap dapat diberikan terhadap barang impor yang telah memenuhi Ketentuan Asal Barang, sepanjang klasifikasi barang yang ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai tercantum dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan.
(4) SKA Form IP diragukan keabsahan dan kebenaran isinya, jika berdasarkan hasil penelitian terdapat:
  1. keraguan berkaitan dengan pemenuhan kriteria asal barang (origin criteria);
  2. keraguan berkaitan dengan pemenuhan kriteria pengiriman (consignment criteria);
  3. ketidaksesuaian antara tanda tangan pejabat yang menandatangani SKA Form IP dan/atau stempel antara SKA Form IP dengan spesimen yang menimbulkan keraguan;
  4. ketidaksesuaian informasi lainnya antara SKA Form IP dengan Dokumen Pelengkap Pabean;
  5. keraguan berkaitan dengan pemenuhan ketentuan prosedural (procedural provision) lainnya; dan/atau
  6. ketidaksesuaian lainnya antara SKA Form IP dengan informasi relevan lainnya.
(5) Dalam hal SKA Form IP terdiri dari beberapa jenis barang, penolakan terhadap salah satu jenis barang tidak membatalkan pengenaan Tarif Preferensi atas jenis barang lain yang memenuhi Ketentuan Asal Barang.


Pasal 11


(1) SKA Form IP tetap sah dalam hal terdapat perbedaan yang bersifat minor (minor discrepancies).
(2) Perbedaan yang bersifat minor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. kesalahan pengetikan dan/atau ejaan pada SKA Form IP, sepanjang dapat diketahui kebenarannya melalui Dokumen Pelengkap Pabean;
  2. perbedaan kecil antara tanda tangan pada SKA Form IP dengan spesimen;
  3. perbedaan satuan pengukuran (antara lain: satuan berat, satuan panjang) pada SKA Form IP dengan Dokumen Pelengkap Pabean;
  4. perbedaan kecil pada ukuran kertas yang digunakan;
  5. perbedaan kecil pada warna tinta yang digunakan dalam pengisian SKA Form IP; dan/atau
  6. kesalahan kecil pada penulisan uraian barang antara SKA Form IP dengan Dokumen Pelengkap Pabean, sepanjang dapat dibuktikan bahwa barang tersebut merupakan barang yang sama.


Bagian Kedua
Retroactive Check

Pasal 12


(1) Terhadap SKA Form IP yang diragukan keabsahan dan kebenaran isinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), dilakukan Permintaan Retroactive Check kepada Instansi Penerbit SKA, dan atas barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Favoured Nation/MFN).
(2) Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara acak (random).
(3) Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilampiri dengan copy atau pindaian SKA Form IP, dengan menyebutkan alasan, dan disertai dengan:
  1. permintaan penjelasan keabsahan dan kebenaran isi SKA Form IP; dan/atau
  2. permintaan informasi, catatan, bukti dan/atau data pendukung terkait.
(4) Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh:
  1. direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang Audit Kepabeanan dan Penelitian Ulang;
  2. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai;
  4. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; atau
  5. Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
(5) Permintaan Retroactive Check dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali apabila jawaban tidak disertai dengan bukti pendukung atau jawaban tidak memberikan keyakinan yang cukup bagi Pejabat Bea dan Cukai, dengan memperhatikan jangka waktu yang telah disepakati sesuai dengan Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan.
(6) SKA Form IP ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan jika jawaban atas Permintaan Retroactive Check tidak disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tanggal diterimanya Permintaan Retroactive Check, dan/atau jawaban tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form IP.


Pasal 13


(1) Pihak yang terlibat dalam proses Permintaan Retroactive Check harus menjaga kerahasiaan informasi.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diungkapkan oleh instansi yang berwenang melakukan penelitian dan penindakan terkait Ketentuan Asal Barang.


Pasal 14


(1) Dalam hal jawaban atas Permintaan Retroactive Check, SKA Form IP diduga palsu atau dipalsukan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(2) Terhadap Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK yang menggunakan SKA Form IP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemutakhiran profil dan koordinasi dengan Negara Anggota penerbit SKA Form IP terkait dengan penyelesaian hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti yang cukup adanya dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 15


Dalam hal hasil koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) menyatakan bahwa eksportir terlibat dalam SKA Form IP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), terhadap importasi yang berasal dari eksportir yang bersangkutan tidak diberikan Tarif Preferensi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak eksportir dinyatakan terlibat oleh Negara Anggota penerbit SKA Form IP.


BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 16


(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemanfaatan SKA Form IP di wilayah kerja masing-masing secara periodik.
(2) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai menyampaikan hasil monitoring dan/atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kerja sama kepabeanan internasional sebagai bahan evaluasi kebijakan pemanfaatan SKA Form IP.


BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 17


(1) Barang impor yang berasal dari Negara Anggota pengekspor dengan nilai Free-on-Board (FOB) tidak melebihi US$200.00 (dua ratus United States Dollar), dapat dikenakan Tarif Preferensi tanpa harus melampirkan SKA Form IP.
(2) Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan, sepanjang importasi tersebut:
  1. bukan merupakan bagian dari 1 (satu) atau lebih importasi lainnya yang bertujuan untuk menghindari kewajiban penyerahan SKA Form IP; dan
  2. dibuktikan dengan pernyataan dari eksportir yang menerangkan bahwa barang merupakan Barang Originating dari Negara Anggota pengekspor.
(3) Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya diberikan terhadap barang impor yang menggunakan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).


Pasal 18


(1) Penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi:
  1. atas impor barang untuk dipakai dari TPB dan PLB; dan
  2. atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP,
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi atas pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran huruf B angka I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Dalam hal telah ditetapkan dokumen pemberitahuan pabean khusus untuk KEK, penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi atas pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran huruf B angka IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 19


Dalam hal SKA Form IP dibatalkan oleh Instansi Penerbit SKA, Tarif Preferensi tidak diberikan.


Pasal 20


Tata cara penyerahan SKA Form IP beserta Dokumen Pelengkap Pabean selama Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara penyerahan Surat Keterangan Asal beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian Surat Keterangan Asal dalam rangka pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional selama pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).


Pasal 21


(1) Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure), Menteri dapat menetapkan prosedur pemberian Tarif Preferensi.
(2) Penetapan prosedur pemberian Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kewenangannya kepada Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri.
(3) Direktur Jenderal yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
  1. wajib memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
  3. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pihak lainnya.


Pasal 22


Petunjuk teknis mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan, dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
 

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23


Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini berlaku terhadap barang impor yang dokumen pemberitahuan pabeannya telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dari Kantor Pabean tempat dipenuhinya kewajiban pabean terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.


Pasal 24


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan skema Indonesia Pakistan Preferential Trade Agreement sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1980) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.04/2019 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 985), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 25


Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juni 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juni 2021
KEPALA BADAN
PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 719