Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 02/PJ.43/1992

Kategori : PPh

PPh Atas Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Deposito Dan Tabungan Berdasarkan Pp No.74 Tahun 1991


6 Januari 1992

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 02/PJ.43/1992

TENTANG

PPh ATAS BUNGA DEPOSITO BERJANGKA, SERTIFIKAT BANK INDONESIA, SERTIFIKAT DEPOSITO
DAN TABUNGAN BERDASARKAN PP NO.74 TAHUN 1991

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Bersama ini disampaikan:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 1991 tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Deposito dan Tabungan.
  2. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 1287/KMK.04/1991 tanggal 31 Desember 1991 tentang Tata cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Deposito, dan Tabungan.
  3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01/PJ.43/1992 tanggal 6 Januari 1992 tentang Bentuk, Ukuran, Kode dan Warna Formulir Pemotongan, Restitusi dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Deposito, dan Tabungan.

 

Sehubungan dengan dikeluarkannya ketentuan-ketentuan baru tersebut, dengan ini diberikan petunjuk sebagai berikut :

  1. Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh oleh Bank/LKBB
    1.1. Pemotongan Pajak Penghasilan atas bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dalam mata uang rupiah maupun asing dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :
    1.1.1. Dipotong PPh sebesar 15 persen yang bersifat final, yaitu dalam hal bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan serta diskonto SBI terutang atau dibayarkan kepada :
    • Wajib Pajak (WP) dalam negeri perseorangan, baik yang sudah mempunyai NPWP maupun yang belum ;
    • WP dalam negeri badan berbentuk organisasi yang semata-mata melakukan kegiatan dibidang keagamaan, sosial atau politik (partai politik dan Golongan Karya), organisasi pegawai negeri sipil (Korpri), organisasi istri pegawai negeri sipil dan ABRI (misalnya Dharma Wanita, Persit Kartika Candrakirana), serta organisasi serikat pekerja yaitu SPSI.
    1.1.2. Dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15 persen dan tidak bersifat final, yaitu dalam hal bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan tabungan serta diskonto SBI terutang atau dibayarkan kepada WP dalam negeri badan selain organisasi-organisasi seperti tercantum pada butir 1.1.1. di atas.
    1.1.3. Dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20 persen atau sesuai tarif yang ditetapkan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty), dalam hal bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan serta diskonto SBI terutang atau dibayarkan kepada WP luar negeri, baik perseorangan maupun badan.
    1.2. Dikecualikan/tidak dipotong PPh oleh Bank/LKBB Untuk melindungi para penabung kecil, mendukung kegiatan Palang Merah Indonesia dan Pramuka, serta untuk mendorong pemilikan perumahan sederhana, maka atas bunga/diskonto deposito berjangka, sertifikat deposito, dan SBI serta tabungan yang diterima atau diperoleh PRAMUKA dan PMI, dan bunga atas tabungan kecil serta tabungan untuk pemilikan rumah sederhana pada Bank yang ditunjuk Pemerintah, pengenaan PPh-nya masih tetap ditangguhkan dan oleh karena itu Bank dan LKBB tidak memotong PPh.
    Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 serta Pasal 23 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983, maka juga dikecualikan dari pemotongan PPh adalah dalam hal bunga/ diskonto tersebut diterima atau diperoleh bukan subyek PPh, Dana Pensiun yang telah disetujui Menteri Keuangan, dan Bank atau LKBB.
    Oleh karena itu Bank/LKBB tidak memotong PPh atas bunga/diskonto sebagai berikut:
    1.2.1. Bunga tabungan kecil, yaitu bunga atas tabungan yang diselenggarakan oleh bank dalam mata uang rupiah yang memenuhi syarat :
    1. jumlah setoran terendah yang ditentukan Bank penyelenggara tidak melebihi Rp.2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah); dan
    2. saldo terendah untuk penghitungan bunga adalah tidak melebihi Rp.10.000,00 (sepuluh ribu rupiah); dan
    3. saldo bulanan tertinggi adalah tidak melebihi Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah).
    Dalam hal saldo menunjukkan lebih dari Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), maka tidak lagi memenuhi kriteria tabungan kecil. Dengan demikian seluruh bunganya yang diterima/diperoleh dalam bulan yang bersangkutan dipotong PPh.
    1.2.2. Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang telah disetujui oleh Menteri Keuangan.
    Untuk dapat dikecualikan dari pemotongan PPh atas bunga Deposito Berjangka, Sertifikat deposito dan Tabungan serta diskonto SBI, maka dana pensiun yang bersangkutan harus menyerahkan foto copy surat persetujuan Menteri Keuangan tentang pembentukan dana pensiun yang bersangkutan yang telah dilegalisasi oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak di mana dana pensiun dimaksud terdaftar sebagai WP.
    1.2.3. Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat deposito dan Tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Gerakan Pramuka Indonesia (PRAMUKA) dan Palang Merah Indonesia (PMI).
    Untuk dapat dikecualikan dari pemotongan PPh atas bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan serta diskonto SBI, maka Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan dan SBI yang bersangkutan harus atas nama Pramuka atau PMI. Dalam hal atas nama pengurus maka harus melampirkan surat penunjukan dari pengurus Pramuka atau PMI yang bersangkutan secara tertulis dibuat rangkap 2 (dua), yaitu 1 (satu) lembar untuk bank tempat deposito/tabungan ditempatkan dan 1 (satu) lembar untuk Kantor Pelayanan Pajak tempat Pramuka atau PMI berdomisili.
    1.2.4. Bunga dari tabungan dalam rangka pemilikan rumah sederhana, kaveling siap bangun, atau rumah susun sederhana pada bank tertentu yang ditunjuk oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sepanjang untuk dihuni sendiri.
    1.2.5. Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh bukan subyek PPh, yaitu perwakilan negara asing, organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan, beserta para pejabatnya, sepanjang pejabat yang bersangkutan bukan warga negara Indonesia dan tidak melakukan pekerjaan lain atau kegiatan usaha di Indonesia, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik Untuk dapat dikecualikan dari pemotongan PPh atas bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan serta diskonto SBI, maka pejabat yang bersangkutan harus menyampaikan foto copy paspor dan surat keterangan/ pernyataan dari Departemen Luar Negeri atau Sekretariat Kabinet kepada Bank/ LKBB tempat deposito/tabungan ditempatkan, yang menyatakan bahwa :
    1. pejabat yang bersangkutan bukan warga negara Indonesia, dan
    2. pejabat yang bersangkutan tidak melakukan pekerjaan lain atau kegiatan usaha di Indonesia, dan
    3. negara yang diwakili pejabat yang bersangkutan memberikan perlakuan yang sama terhadap penghasilan sejenis yang diterima pejabat Indonesia.
    1.2.6. Bunga atau diskonto yang diterima atau diperoleh Bank dan LKBB.

    Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa bunga atau diskonto tersebut dibebaskan dari pengenaan PPh, melainkan pelunasan PPh yang terutang dilaksanakan sendiri oleh Bank/LKBB penerima hasil melalui Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983. Dengan demikian maka bunga atau diskonto yang diterima atau diperoleh tersebut harus digunggungkan dengan penghasilan lainnya dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Bank/LKBB yang bersangkutan.

    1.3. Penyetoran dan Pelaporan oleh Bank/LKBB
    1.3.1. Bank/LKBB berkewajiban menyetorkan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito, Tabungan dan diskonto SBI selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya ke Bank Penerima Setoran Pajak atau Kantor Pos dan Giro.
    1.3.2. Untuk pemotongan PPh Pasal 23 atas bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan, serta diskonto SBI, bank/LKBB wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 23 (Formulir KP PPh 3.53) yang dibuat rangkap 3 (tiga) :
    • lembar pertama untuk Wajib Pajak;
    • lembar kedua untuk dilampirkan pada Laporan Pemotongan dan Penyetoran PPh atas Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI (KP PPh 3.62) yang disampaikan ke KPP tempat bank/LKBB yang bersangkutan terdaftar;
    • lembar ketiga untuk arsip bank/LKBB yang bersangkutan
    1.3.3. Laporan Pemotongan dan Penyetoran PPh atas bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan serta diskonto SBI (KP PPh 3.62) diperlakukan sama dengan SPT Masa PPh Pasal 23/26 (KP PPh 3.28). Dengan demikian ketentuan yang berlaku untuk SPT Masa PPh Pasal 23/26 berlaku juga untuk laporan pemotongan dan penyetoran PPh atas bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan serta diskonto SBI ini.
    1.3.4. Formulir-formulir tersebut, kecuali SPMKP, dapat diadakan sendiri oleh bank/LKBB sepanjang bentuk, isi dan warnanya sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-01/PJ.43/1992 (terlampir).

  1. Pelaporan dalam SPT Tahunan PPh.

    Berdasarkan ketentuan pada butir 1, maka penghasilan berupa bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh :

    2.1. WP Perseorangan, tidak perlu dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan WP yang bersangkutan dan PPh atas Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan serta diskonto SBI yang sudah dipotong oleh Bank/LKBB tidak dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
    2.2.

    WP Badan, harus digunggungkan dengan seluruh penghasilan lainnya dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan dan PPh Pasal 23 yang sudah dipotong oleh bank/LKBB dapat dikreditkan dalam penghitungan PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983, yang dimaksud dengan WP Badan adalah meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, BUMN/BUMD, firma, kongsi, koperasi, yayasan, lembaga, perkumpulan, bentuk usaha tetap, dan sebagainya. Adapun terhadap organisasi-organisasi tertentu sebagaimana dikemukakan pada butir 1 diberikan perlakuan perpajakan yang sama dengan WP Perseorangan.

  2. PPh yang telah dipotong Bank/LKBB yang dapat dimintakan restitusi
    3.1. Atas bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh yayasan tetap dipotong PPh Pasal 23 oleh Bank/LKBB. Bagi yayasan yang penghasilannya berupa bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan serta diskonto SBI, berdasarkan penelitian Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat yayasan yang bersangkutan terdaftar, ternyata digunakan untuk membiayai kegiatan usaha yang semata-mata ditujukan untuk kepentingan umum, maka PPh yang sudah dipotong oleh Bank/LKBB tersebut dapat dimintakan restitusi sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 780/KMK.04/1990 tentang Tatacara Penerbitan SKKPP Perhitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan.
    3.2. PPh atas bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh WP Perseorangan yang jumlah seluruh penghasilannya (termasuk bunga/diskonto tersebut) dalam tahun bersangkutan tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dapat dimintakan restitusi melalui prosedur restitusi sederhana, dengan tatacara sebagai berikut:
    3.2.1. Bagi Wajib Pajak
    WP Perseorangan yang atas penghasilannya berupa bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan serta diskonto SBI telah dipotong PPh oleh Bank/LKBB, akan tetapi jumlah seluruh penghasilannya termasuk bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan serta diskonto SBI tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), maka :
    1. Setiap akhir tahun takwim, kepala keluarga dari deposan/penabung dapat mengajukan Surat Permohonan Restitusi (KP PPh 3.56) rangkap dua yang dilampiri dengan Perincian Penghasilan (KP PPh 3.57 bagi WP Perseorangan yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas atau KP PPh 3.58 bagi WP Perseorangan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas), Daftar Bukti Pemotongan serta bukti-bukti asli pemotongan PPh, dan foto copy Kartu Keluarga/Surat Keterangan Keluarga kepada Kepala KPP tempat Kepala Keluarga yang bersangkutan berdomisili.
    1. Permohonan restitusi dimaksud, diajukan kepada Kepala KPP selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya.
    1. Bila Surat Permohonan Restitusi tersebut telah lengkap, pemohon yang bersangkutan menerima kembali lembar kedua Surat Permohonan Restitusi setelah dibubuhi tanda terima oleh petugas KPP.
    1. Dalam hal permohonan disetujui, pemohon akan menerima asli SPMKP (KP PPh 3.60) dari Kepala KPP untuk diuangkan pada Kantor Pos dan Giro yang ditunjuk.
    1. Dalam hal permohonan ditolak, pemohon akan menerima Surat Pemberitahuan Penolakan (KP PPh 3.61) dari Kepala KPP.
    3.2.2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak.
    Melayani WP Perseorangan yang mengajukan permohonan restitusi sebagai berikut:
    1. Menyediakan formulir Surat Permohonan Restitusi (KP PPh 3.56) dan memberikan kepada WP Perseorangan yang memintanya.
    2. Menerima dan meneliti Surat Permohonan Restitusi beserta lampiran-lampirannya.
    3. Membuat tanda terima dan membukukan permohonan dalam buku register tersendiri.
    4. Menyerahkan kembali lembar kedua Surat Permohonan Restitusi (KP PPh 3.56) kepada pemohon.
    5. Dalam hal permohonan disetujui, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan, Kepala KPP menerbitkan SPMKP (KP PPh 3.60) rangkap 7 (tujuh) diperuntukkan: dua lembar untuk Sentral Giro, masing-masing satu lembar untuk pemohon, KPKN, Biro Keuangan Departemen Keuangan, Kantor Pos dan Giro yang akan melakukan pembayaran restitusi dan arsip Kantor Pelayanan Pajak.
    6. Menerima kembali satu lembar SPMKP (KP PPh 3.60) yang telah diuangkan dari Sentral Giro.
    7. Dalam hal permohonan ditolak, Kepala KPP memberitahukan dengan Surat Pemberitahuan Penolakan (KP PPh 3.61) selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak permohonan diterima.
    3.3. WP Perseorangan yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam permohonan restitusinya harus melampirkan Formulir KP PPh 3.57, sedangkan WP Perseorangan yan melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas harus melampirkan Formulir KP PPh 3.58.

  1. Contoh Kasus WP Perseorangan yang dapat mengajukan restitusi sederhana.

    Berikut ini disampaikan contoh tentang WP Perseorangan yang dapat diberikan restitusi melalui prosedur restitusi sederhana:

    4.1. Dalam hal penghasilan setahun deposan/penabung dibawah PKP:
    4.1.1. Wajib Pajak A seorang pensiunan bertempat tinggal di Bogor mempunyai deposito berjangka sebesar Rp.5.000.000,00 di Bank X, bunga 20 % setahun. Penghasilan A dari bunga setahun sebesar 20 % x Rp.5.000.000,00 = Rp.1.000.000,00. Dan dari uang pensiun Rp.1800.000,00 setahun. Bank X memotong PPh bunga deposito A sebesar 15 % X Rp.1.000.000,00 = Rp.150.000,00.
    • Istri A adalah ibu rumah tangga, memiliki tabungan sebesar Rp.2.000.000,00 di Bank Y, bunga 18 % setahun. Penghasilan Ny. A setahun sebesar 18 % x Rp.2.000.000,00 = Rp.360.000,00. Bank Y memotong PPh bunga tabungan Ny. A sebesar 15 % x Rp.360.000,00 = Rp.54.000,00.
    • A mempunyai seorang anak bernama B yang menjadi tanggungannya dan kuliah di Yogyakarta, memiliki deposito sebesar Rp.5.000.000,00 di Bank Z, bunga 22% setahun. Penghasilan B dari bunga deposito setahun 22 % X Rp.5.000.000,00 = Rp.1.100.000,00. Bank Z memotong PPh bunga deposito B sebesar 15% x Rp.1.100.000,00 = Rp.165.000,00.
    • A juga mempunyai 2 orang anak lainnya yang masih menjadi tanggungan A sepenuhnya.

    Berdasarkan data di atas, maka :

    • seluruh penghasilan A beserta keluarganya yang berasal dari bunga deposito dan tabungan serta uang pensiun dalam setahun adalah sebesar Rp.1.000.000,00 + Rp.1.800.000,00 + Rp.360.000,00 + Rp.1.100.000,00 = Rp.4.260.000,00
    • PPh Bunga deposito/tabungan milik A da keluarga yang sudah dipotong oleh bank sebesar Rp.150.000,00 + Rp.54.000,00 + Rp.165.000,00 = Rp.369.000,00.
    • PTKP A adalah adalah Rp.4.320.000,00 (K/3)

    Karena seluruh penghasilan A beserta keluarganya dalam setahun tidak melebihi PTKP, maka A dapat mengajukan permohonan restitusi sederhana sebesar Rp.369.000,00.
    4.1.2. Wajib Pajak bernama D, seorang konsultan di Medan, pada tahun 1992 memperoleh penghasilan netto dari usaha sebesar Rp.2.310.000,00 D mempunyai Deposito Berjangka sebesar Rp.4.500.000,00 di Bank P dengan bunga 20 % setahun. Penghasilan D dari bunga Deposito berjangka = 20 % x Rp.4.500.000,00 = Rp.900.000,00

    Bank P memotong Bunga Deposito sebesar 15 % x Rp.900.000,00 = Rp.135.000,00.

    Istri D, ibu rumah tangga memiliki tabungan sebesar Rp.5.000.000,00 di Bank S dengan bunga sebesar 15 % setahun. Penghasilan Ny.D dari tabungan sebesar = 15 % x Rp.5.000.000,00 = Rp.750.000,00

    Bank S memotong PPh sebesar 15 % x Rp. 750.000,00 = Rp.112.500,00 D mempunyai anak 3 orang yang masih menjadi tanggungan sepenuhnya.

    Berdasarkan data di atas maka :

    Seluruh penghasilan netto Wajib Pajak D beserta keluarganya pada tahun 1992 adalah :

    Dari usaha Rp. 2.310.000,00
    Dari Deposito Berjangka Rp. 900.000,00
    Dari tabungan Rp. 750.000,00
      Rp. 3.960.000,00
    PTKP D adalah (K/3) Rp. 4.320.000.00

    Karena seluruh penghasilan netto D beserta keluarganya dalam setahun tidak melebihi PTKP maka A dapat mengajukan restitusi sederhana.

    4.1.3. Wajib Perseorangan "A" usaha dagang elektronika memperoleh penghasilan dalam tahun 1992 sebagai berikut:
    Peredaran usaha = Rp. 20.000.000,00
    Harga Pokok Penjualan dan Biaya Perusahaan = Rp. 30.000.000,00
    Penghasilan netto (rugi) = (Rp. 10.000.000,00)

    Penghasilan bunga deposito berjangka :
    a.n. WP (A) = Rp. 3.000.000,00
    a.n. Istri (B) = Rp. 2.500.000,00
    a.n. Anak (C) = Rp. 1.000.000,00
      = Rp. 6.500.000,00

    Atas penghasilan berupa bunga deposito berjangka telah dipotong PPh atas bunga deposito, sertifikat Bank Indonesia, sertifikat deposito da tabungan oleh Bank dimana A, B dan C mendepositokan uangnya sebesar :

    a.n. A = Rp. 450.000,00
    a.n. B = Rp. 375.000,00
    a.n. C = Rp. 150.000,00
      Rp. 975.000,00

    Tanggungan keluarga Wajib Pajak adalah 1 orang isteri dan 3 orang anak sehingga PTKP (K/3) Rp. 4320.000,00.

    Penghasilan netto dari usaha (rugi) = (Rp. 10.000.000,00)
    Penghasilan berupa bunga = Rp 6.500.000,00
    Penghasilan netto 1992 = (Rp 3.500.000,00)
    P T K P = Rp 4.320.000,00
    Penghasilan Kena Pajak = N I H I L

    Catatan :

    1. PPh atas bunga deposito sebesar Rp. 975.000,00 dapat direstitusi melalui prosedur restitusi sederhana.
    2. Deposan B maupun C tidak diperkenankan mengajukan permohonan restitusi, karena masih menjadi tanggungan sepenuhnya dari WP A.
    4.2. Dalam hal penghasilan netto setahun WP perseorangan melebihi PTKP :
    4.2.1. WP bernama M, seorang manager suatu Perseroan Terbatas di Jakarta mempunyai Deposito Berjangka sebesar Rp. 10.000.000,00 di Bank X dengan bunga 20 % setahun. Penghasilan M dari bunga deposito setahun sebesar 20 % x Rp. 10.000.000,00 = Rp.2.000.000,00,- dan gaji (termasuk tunjangan, bonus, jasa produksi) setahun = Rp.15.000.000,00. Bank x memotong PPh Bunga Deposito M sebesar = 15 % x Rp. 2.000.000,00 = Rp.300.000,00.
    • Isteri M adalah ibu rumah tangga memiliki tabungan sebesar Rp.20.000.000,00 di Bank Y. Bunga 18 % setahun. Penghasilan Ny. M setahun sebesar : 18% x Rp.20.000.000,00 = Rp.3.600.000,00. PPh yang dipotong Bank Y = 15 % x Rp.3.600.000,00 = Rp.540.000,00.
    • M mempunyai anak 2 orang, tetapi sudah tidak menjadi tanggungannya.
    • Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa seluruh penghasilan M beserta keluarganya yang berasal dari bunga deposito dan tabungan serta gaji dalam setahun adalah :
      Gaji = Rp. 15.000.000,00
      Bunga Deposito di Bank X = Rp. 2.000.000,00
      Bunga Deposito di Bank Y = Rp. 3.600.000,00
      Jumlah Penghasilan setahun = Rp. 20.600.000,00
      PTKP ( K/I ) = Rp. 2.160.000,00
      Penghasilan Kena Pajak = Rp. 18.440.000,00
    Karena penghasilan M melebihi PTKP, maka PPh yang dipotong oleh Bank X dan Bank Y tidak dapat dimintakan restitusi.
    4.2.2. Wajib Pajak mempunyai anak 3 orang yang masih menjadi tanggungannya, berpenghasilan dari gaji selama setahun Rp.4.000.000,00. Mempunyai deposito sebesar Rp.10.000.000,00 dengan bunga 20 % setahun di Bank Z.

    Dari data ini diperoleh perhitungan sebagai berikut :

    • Penghasilan dari gaji setahun Rp.4.000.000,00
    • Bunga deposito : 20 % x Rp.10.000.000,00 = Rp.2.000.000,00

    Jumlah seluruh penghasilan = Rp.6.000.000,00

    • PPh atas Bunga 155 x Rp.2.000.000,00 = Rp. 300.000,00
    • PTKP (K/3) Rp. 4.320.000,00
    • Berhubung seluruh penghasilan A melebihi PTKP, maka PPh atas bunga deposito tidak dapat dimintakan restitusi.

  1. Lain-lain
    5.1. Dalam masa transisi, formulir SPMKP (KP PPh 3.40) masih dapat digunakan selama persediaan masih ada dengan Ketentuan kata-kata "P 21 Tahun 1989" diganti dengan PP 74 Tahun 1991.
    5.2. Sehubungan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 1991 beserta peraturan pelaksanaannya ini, kepada Kepala KPP diminta untuk memberikan penyuluhan kepada bank-bank/LKBB yang terdaftar di wilayahnya.

 

Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.






DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

ttd

 

Drs. MAR'IE MUHAMMAD