Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 02/PJ.3/1992

Kategori : PPN

Kebijaksanaan Baru Di Bidang PPN.bm (Seri PPN - 176.A)


7 Januari 1992

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 02/PJ.3/1992

TENTANG

KEBIJAKSANAAN BARU DI BIDANG PPn.BM (SERI PPN - 176.A)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Bersama ini disampaikan copy dari :

-

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1991.

-

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1285/KMK.04/1991 tanggal 31 Desember 1991 tentang Macam dan Jenis Kendaraan Bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan

-

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1286/KMK.04/1991 tanggal 31 Desember 1991 tentang Perubahan Lampiran I, Lampiran II dan Lampiran III Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1183/KMK.04/1991 tentang Macam dan Jenis Barang Kena Pajak yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah selain kendaraan bermotor.


Beberapa hal yang perlu disampaikan sehubungan dengan peraturan baru dibidang PPn BM tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 1991.
    Peraturan Pemerintah ini merupakan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1991, dan berlaku sejak tanggal 1 Januari 1992. Dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1991, terdapat perubahan-perubahan antara lain sebagai berikut :
    1.1. Beberapa jenis Barang Kena Pajak yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1991 dikenakan PPn BM dengan tarif 10% (sepuluh persen), dengan Peraturan Pemerintah ini dinaikkan menjadi 20% (dua puluh persen), yaitu minuman yang tidak mengandung alkohol, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya atau aroma, termasuk air soda, misalnya Coca Cola, Pepsi Cola, Fanta, Sprite dan sebagainya.
    1.2. Dalam kelompok Barang Kena Pajak dengan tarif 20% (dua puluh persen) ditambahkan kendaraan bermotor jenis pick up dan semua jenis permadani, kecuali permadani yang sudah termasuk dalam kelompok barang mewah yang dikenakan PPn BM dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen).
    1.3. Beberapa jenis Barang Kena Pajak yang semula tidak dikenakan PPn BM, dengan ketentuan baru tersebut atas impornya dikenakan PPn BM dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen), misalnya barang-barang perabot rumah tangga dan kantor, barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari kulit atau kulit tiruan, sepatu dan lain-lain.

     

  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1285/KMK.04/1991.
    Keputusan Menteri Keuangan ini merupakan pengganti dari keputusan Menteri Keuangan Nomor 1184/KMK.04/1991 tentang Macam dan Jenis Kendaraan Bermotor yang atas Penyerahan atau Impornya terutang PPn BM dengan Tarif 20% (dua puluh persen) dan 35% (tiga puluh lima persen).
    2.1. Pabrikan atau Importir adalah PKP yang atas penyerahan atau impor kendaraan bermotor tertentu dikenakan PPn BM. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPn BM adalah harga jual yang diminta atau seharusnya diminta oleh PKP atau nilai impor kendaraan bermotor dimaksud. Dalam hal PKP tersebut mempunyai hubungan istimewa dengan Distributor utama/Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur, sehingga harga jualnya menjadi lebih rendah dari yang seharusnya, maka DPP ditetapkan sebesar harga jual dari Distributor Utama/Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur kepada pihak lain. Harga jual dianggap dipengaruhi hubungan istimewa apabila perbedaan antara harga jual dari PKP kepada Distributor Utama/Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur melebihi suatu prosentase tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Untuk pertama kali sejak berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, prosentase tersebut ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Sepanjang selisih harga jual dari PKP kepada Distributor Utama/Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur tidak melebihi 10 % (sepuluh persen), untuk penentuan DPP PPn BM tidak perlu dilakukan koreksi harga jual, sedangkan apabila selisihnya melebihi 10% (sepuluh persen), maka harga jual Distributor Utama/Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur ditetapkan sebagai DPP untuk pengenaan PPn BM.
    Contoh :
    PKP "A" menjual kendaraan bermotor yang terutang PPn BM kepada Distributor "X" seharga Rp 30 juta. Atas kendaraan bermotor tersebut, Distributor "X" menjual dengan harga jual Rp 35 juta. Prosentase adalah 5 juta/30 juta x 100% = 16,7%. Oleh karena 16,7% melebihi 10%, maka koreksi harga jual harus dilakukan. Dalam hal demikian, DPP untuk pengenaan PPn BM untuk PKP ditetapkan sebesar harga jual kendaraan bermotor oleh Distributor "X" kepada pihak lain, yaitu sebesar Rp 35 juta.
    2.2. Berbeda dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1184/KMK.04/1991 yang menentukan bahwa Distributor Utama/Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur adalah PKP yang atas penyerahan kendaraan bermotor minibus, van, kombi dan bus dikenakan PPn BM, dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1285/KMK.04/1991 ini yang ditunjuk sebagai PKP adalah Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) untuk mengenakan PPn BM atas penyerahan minibus, van, kombi, dan bus yang berasal dari chassis minibus dan chassis truck, menggantikan kedudukan Distributor Utama/Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur yang membuat atau menyuruh membuat minibus, van, kombi, dan bus. DPP untuk penghitungan PPn BM atas minibus ditetapkan sebesar harga jual chassis untuk minibus, kombi atau van dari ATPM/PKP ditambah 25% (dua puluh lima persen). Tambahan tersebut adalah angka rata-rata untuk biaya karoseri. Untuk bus yang berasal dari chassis truck angka rata-rata biaya karoseri tersebut ditetapkan sebesar 35% (tiga puluh lima persen) dari harga chassis truck.
    Contoh :
    - Harga jual chassis minibus = Rp 5.000.000,-
    - PPn BM = 20% x Rp 5.000.000,- = Rp 1.000.000,-
    - Tambahan (untuk PPn BM atas karoseri)
    20% x (25% x Rp 5.000.000,-)
    = Rp 250.000,-
    PPn BM yang dikenakan atas penyerahan dimaksud adalah Rp 1.250.000,-
    Dalam hal minibus, kombi, van, dan bus sebagaimana tersebut di atas dipergunakan untuk angkutan umum atau angkutan barang, maka PPn BM yang telah dipungut dapat diminta kembali. Untuk itu yang bersangkutan harus menunjukkan bukti berupa STNK yang menyatakan kendaraan tersebut digunakan untuk angkutan umum (Nomor Polisi dengan plat dasar berwarna kuning) dan untuk kendaraan yang dipergunakan untuk angkutan barang berupa surat tanda uji kendaraan dari instansi yang berwenang.
    2.3. Dalam Keputusan Menteri Keuangan dimaksud diatur bahwa PPn BM dikenakan dengan tarif 20% (dua puluh persen) terhadap penyerahan atau impor pick up, kecuali kendaraan tersebut dipergunakan untuk angkutan umum dan atau angkutan barang. Untuk itu PPn BM dikenakan atas setiap impor atau setiap penyerahan pick up oleh PKP. Apabila Wajib Pajak kemudian dapat menunjukkan bahwa pick up tersebut dipergunakan untuk angkutan umum atau angkutan barang, PPn BM yang telah dipungut dapat diminta kembali. Untuk itu yang bersangkutan harus menunjukkan bukti berupa STNK yang menyatakan kendaraan tersebut digunakan untuk angkutan umum (Nomor Polisi dengan plat dasar berwarna kuning) dan untuk pick up yang dipergunakan untuk angkutan barang berupa surat tanda uji kendaraan dari instansi yang berwenang.

     

  3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1286/KMK.04/1991. Keputusan ini mengubah Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1183/KMK.04/1991. Pada prinsipnya, pengelompokan barang-barang yang dikenakan PPn BM dengan tarif 10% (sepuluh persen), 20% (dua puluh persen) dan 35% (tiga puluh lima persen) dalam Keputusan Menteri Keuangan yang dimaksud tidak berbeda dengan pengelompokan dalam Keputusan Menteri Keuangan sebelumnya. Perubahan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1286/KMK.04/1991 merupakan pelaksanaan dari perubahan-perubahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 1991. Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini penulisan pada beberapa Nomor kode HS dicantumkan kata "ex". Hal ini dimaksudkan untuk memberi petunjuk bahwa tidak seluruh jenis barang yang termasuk dalam Nomor Kode HS tersebut dikenakan PPn BM, mengingat dalam Nomor Kode HS tersebut terdiri dari beberapa jenis barang yang tidak seluruhnya dikenakan PPn BM. Yang dikenakan PPn BM hanya jenis barang yang jelas-jelas disebutkan pada kolom Uraian Barang.

  4. Sehubungan dengan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dengan ini diminta perhatian Saudara atas hal-hal sebagai berikut :
    4.1. Memberikan penjelasan dan penyuluhan seluas-luasnya kepada semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan pengenaan PPn BM ini, baik dengan cara penjelasan langsung, penataran, penyuluhan atau menyampaikan langsung copy dari peraturan-peraturan PPn BM tersebut di atas.
    4.2. Meneliti adanya kemungkinan hubungan istimewa antara Pabrikan/Importir/Pemegang Merk dengan Distributor Utama/Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur yang menyebabkan terjadinya penggeseran Harga Jual dari PKP sehingga DPP PPn BM menjadi lebih rendah dari yang semestinya. Penelitian dapat dilakukan dengan cara cross check, tukar menukar informasi antar KPP, atau antar Kanwil apabila Distributor Utama/Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur tidak berada dalam satu wilayah wewenang KPP/Kanwil dengan Pabrikan/Importir/Pemegang Merk.

     

  5. Mengenai saat berlakunya Peraturan Pemerintah dan kedua Keputusan Menteri Keuangan dimaksud, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
    5.1. Untuk Barang Kena Pajak selain kendaraan bermotor ketentuan baru ini berlaku untuk penyerahan oleh Pabrikan dan atau impor yang dilakukan sejak tanggal 1 Januari 1992.
    5.2. Untuk kendaraan bermotor ketentuan baru ini berlaku untuk penyerahan dan atau impor yang Faktur Pajaknya dibuat atau dokumen impornya diselesaikan sejak tanggal 1 Januari 1992.

     

Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini maka penjelasan tentang pelaksanaan PPn BM yang diuraikan di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ.52/1991 tanggal 20 November 1991 (Seri PPN 176) yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 1991 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1285/KMK.04/1991 dan Nomor 1286/KMK.04/1991 dinyatakan tidak berlaku.

 

Demikian agar dilaksanakan sebaik-baiknya.






DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

ttd

 

Drs. MAR'IE MUHAMMAD