Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 12/PJ.431/1991

Kategori : PPh

Penjelasan Buku Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 21 Dan Pasal 26 Tahun 1991 Dan Selanjutnya (Seri PPh Pasal 21 - 42)


9 April 1991


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 12/PJ.431/1991

TENTANG

PENJELASAN BUKU PETUNJUK PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN PASAL 26 TAHUN 1991 DAN SELANJUTNYA
(SERI PPh PASAL 21 - 42)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Bersama ini disampaikan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-106/PJ.431/1991 tanggal 14 Maret 1991 tentang Buku Petunjuk Pemotongan Pajak Penghasilan atas Pembayaran Gaji, Upah, Honorarium dan lain-lain Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Pribadi dan Persekutuan Tenaga Ahli untuk Tahun 1991 dan Selanjutnya (Buku Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 21 dan Pasal 26).

 

Berkenaan dengan Buku Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang baru tersebut, diminta perhatian akan beberapa perubahan dibandingkan dengan Buku Petunjuk yang lama, yaitu sebagai berikut :

  1. Sistimatika
    1.1. Dalam bab mengenai Pengurangan yang Diperbolehkan, semula dimulai Pasal 9 diubah dimulai Pasal 8.
    1.2.

    Hak Wajib Pajak untuk Mengajukan Keberatan dan Banding, semula ditempatkan dalam Bab mengenai Kewajiban dan Hak Wajib Pajak, diubah ditempatkan dalam Bab yang khusus mengenai Keberatan dan Banding (Bab VIII Pasal 23).

    1.3.

    Dalam bab mengenai Penentuan dan Ketetapan Pajak yang semula dimuat dalam Bab VII, dihapuskan seluruhnya, mengingat ketentuan tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983.

    1.4.

    Dalam Bab mengenai Pengurangan yang Diperbolehkan, diadakan perubahan urutan penempatan Pasal-pasal. Pengurangan berupa biaya jabatan, iuran pensiun, iuran THT, biaya pensiun dan PTKP yang semula dimuat dalam Pasal 9 diubah dimuat dalam Pasal 8. Sebaliknya ketentuan mengenai pengurangan yang diperbolehkan sehubungan dengan penghasilan berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, uang saku dan honorarium yang diterima oleh pegawai harian lepas, atau tenaga lepas lainnya, serta pemagang, yang semula ditempatkan pada Pasal 8 diubah ditempatkan dalam Pasal 9.

     

  2. Penghasilan Tidak Kena Pajak
    Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1209/KMK.04/1989 tentang Besarnya Faktor Penyesuaian untuk menentukan Penghasilan Tidak Kena Pajak, besarnya pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam Buku Petunjuk Tahun 1991 dan selanjutnya adalah :
    1. Rp. 1.440.000,- per/tahun untuk diri Wajib Pajak;
    2. Rp. 720.000,- per/tahun tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
    3. Rp. 720.000,- per/tahun tambahan untuk seorang isteri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lain;
    4. Rp. 720.000,- per/tahun tambahan untuk setiap orang keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

     

  3. Batas upah karyawan harian dan honorarium tidak teratur yang tidak dikenakan pajak.
    Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 13/KMK.04/1990 tentang Pelaksanaan Pemotongan PPh atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan Pegawai, Karyawan/Karyawati Harian dan Mingguan Serta atas Penghasilan Berupa Honorarium yang Tidak Teratur, maka penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan dan karyawati harian dan mingguan serta penghasilan bruto berupa honorarium yang tidak teratur, sepanjang jumlahnya tidak lebih dari Rp 12.000,- sehari tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 21. Ketentuan tersebut tidak berlaku apabila dalam satu bulan jumlah penghasilan tersebut melebihi Rp 120.000,- atau apabila penghasilan tersebut dibayarkan secara bulanan dan pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan atas jumlah yang dibayarkan setelah dikurangi dengan PTKP dari penerima penghasilan yang bersangkutan.

  4. Biaya Jabatan
    Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 14/KMK.04/1990 tentang Besarnya Biaya untuk Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, maka besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, dengan setinggi-tingginya Rp 540.000,- setahun atau Rp 45.000,-sebulan, sedangkan besarnya biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara uang pensiun ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, dengan setinggi-tingginya Rp 180.000,- setahun atau Rp 15.000,- sebulan.

  5. Organisasi Internasional yang pejabatnya dikecualikan sebagai Subyek PPh.
    Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 392/KMK.04/1990 tentang Organisasi-organisasi Internasional yang Pejabat-pejabat Perwakilannya Tidak Termasuk Sebagai Subyek Pajak dari Pajak Penghasilan dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 830/KMK.01/1990 tentang Perubahan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan tentang Organisasi-organisasi Internasional yang Pejabat-pejabat Perwakilannya Tidak Termasuk Sebagai Subyek Pajak dari Pajak Penghasilan, di samping terdapat penambahan organisasi-organisasi Internasional dimaksud terdapat pula penggantian nama dari organisasi internasional yang semula telah tercantum dalam keputusan sebelumnya. Perlu ditegaskan bahwa yang dikecualikan sebagai Subyek Pajak dari Pajak Penghasilan adalah para pejabat perwakilannya, sedangkan mengenai organisasi internasionalnya sendiri tidak selalu dikecualikan sebagai Subyek Pajak, hal itu tergantung pada status masing-masing organisasi internasional yang bersangkutan berdasarkan konvensi yang berlaku atau persetujuan pendiriannya dimana Negara Indonesia ikut menandatangani atau meratifikasinya.

  6. Pengertian penghasilan teratur.
    Pengertian "penghasilan teratur" yang semula adalah "gaji yang dibayarkan secara berkala" diubah menjadi "penghasilan yang dibayarkan secara berkala", sehingga pengertiannya menjadi lebih luas, tidak terbatas dengan apa yang dinamakan gaji saja.

  7. Penerima honorarium, komisi, dsb.
    Kelompok "penerima honorarium, komisi, uang saku, bea siswa atau imbalan lainnya, ditambah dengan peserta sidang, peserta pendidikan, latihan dan pemagangan.

  8. Anggota Dewan Komisaris.
    Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 untuk honorarium/gaji yang dibayarkan kepada anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas dibedakan antara anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang berkedudukan sebagai pegawai tetap dan anggota dewan komisaris yang berkedudukan sebagai pegawai tidak tetap.

  9. Penghasilan yang dibayarkan dalam bentuk natura dan Kenikmatan (fringe benefits).
    Wajib Pajak yang wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 atas penghasilan yang dibayarkan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun (fringe benefits) diperluas, menjadi :
    1. Wajib Pajak/perusahaan yang :
      1) Penghasilan Nettonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto;
      2) Penghasilan Kena Pajaknya dihitung berdasarkan perkiraan penghasilan netto (deemed profit);
      3) Masih menikmati masa bebas pajak (Tax Holiday);
    2. Yayasan yang dalam kegiatan/usahanya semata-mata untuk kepentingan umum.

     

  10. Iuran Pensiun dan Iuran THT.
    Untuk menghilangkan kekeliruan penafsiran yang sering terjadi mengenai perlakuan pajak atas Iuran Pensiun dan Iuran Tunjangan Hari Tua (THT), maka :
    1. Istilah "ditanggung" mengenai Iuran Pensiun dan Iuran THT diubah menjadi "dibayar". Hal ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas bahwa Iuran Pensiun dan Iuran THT yang "dibayar" oleh pemberi kerja adalah bukan termasuk dalam penghasilan yang dibayar dalam bentuk natura atau kenikmatan lainnya (fringe benefits).
    2. Agar Iuran Pensiun dan Iuran THT yang dibayar oleh majikan tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21, ditegaskan persyaratannya yaitu "yang dibayarkan kepada Dana Pensiun yang disetujui oleh Menteri Keuangan dan penyelenggara Taspen dan Astek".

     

  11. Pegawai yang bekerja kurang dari satu tahun pajak.
    Pada Pasal 18 ditambahkan ayat baru yang dimaksud untuk memberikan penegasan bahwa penghitungan besarnya PPh Pasal 21 harus dikaitkan dengan kewajiban pajak subyektif dari Wajib Pajak yang bersangkutan, sesuai dengan Pasal 17 ayat (4) UU PPh 1984.
    Sesuai dengan ketentuan ini, dasar penghitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap yang bekerja kurang dari 1 (satu) tahun dibedakan sebagai berikut :
    1. Dalam hal pegawai tetap yang bekerja kurang dari 1 (satu) tahun tersebut kewajiban pajak subyektifnya sudah ada sejak permulaan tahun pajak dan/atau tidak berakhir di dalam tahun pajak yang bersangkutan (dengan perkataan lain kewajiban pajak subyektifnya meliputi masa satu tahun penuh), maka penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan yang sesungguhnya diterima dalam tahun pajak yang bersangkutan (tidak disetahunkan).
    1. Dalam hal pegawai tetap yang bekerja kurang dari satu tahun tersebut kewajiban pajak subyektifnya dimulai setelah permulaan tahun pajak dan/atau berakhir dalam tahun pajak (dengan perkataan lain kewajiban pajak subyektifnya hanya meliputi sebagian tahun pajak), maka penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah yang diperoleh dari jumlah penghasilan yang sebenarnya diterima atau diperoleh dalam sebagian tahun pajak yang bersangkutan yang disetahunkan, sesuai dengan pasal 17 ayat (4) UU PPh 1984. Untuk memudahkan pemahamannya, diberikan contoh-contoh penerapannya dalam Lampiran Buku Petunjuk.

  12. Masalah pembulatan perhitungan.
    Untuk menghitung PPh Pasal 21 yang harus dipotong perlu diperhatikan ketentuan sebagai berikut :
    1. Dalam hal tarif Pasal 17 UU PPh 1984 diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak maka dasar pengenaannya dibulatkan ke bawah menjadi ribuan penuh.
    2. Dalam hal tarif Pasal 17 UU PPh 1984 diterapkan atas Penghasilan Bruto atau Penghasilan Netto atau Perkiraan Penghasilan Netto, maka tidak dilakukan pembulatan terhadap dasar pengenaannya.

     

  13. Mengenai Formulir 1721-A1
    1. Dalam hal ada pegawai berkebangsaan asing (karyawan asing), maka foto copy surat izin kerja yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau Departemen Tenaga Kerja agar dilampirkan.
    2. Terdapat perubahan dalam cara pengisian SPT (Formulir 1721 A1), khususnya terhadap pegawai yang dipindah-tugaskan.

     

  14. Perubahan nama unit-unit organisasi.
    Sehubungan dengan reorganisasi Dit. Jen. Pajak, nama-nama unit organisasi telah disesuaikan dengan nama-nama unit organisasi yang baru.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut berlaku mulai tahun pajak 1991 dan selanjutnya, hal itu juga berarti bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-41/PJ.23/1988 Tentang Buku Petunjuk Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Pembayaran Gaji, Upah, Honorarium dan Lain-lain sehubungan dengan pekerjaan atas Jasa Pribadi Tahun 1988 dan selanjutnya, hanya berlaku untuk tahun 1988, 1989 dan 1990.

 

Demikian untuk mendapat perhatian Saudara dalam pelaksanaannya.





DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

ttd

 

Drs. MAR'IE MUHAMMAD