Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 19/PJ.21/1985

Kategori : PPh

Penerapan Norma Penghitungan Pajak Penghasilan Untuk Menentukan Penghasilan Netto (Seri PPh Norma - 01)


4 Juni 1985


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 19/PJ.21/1985

TENTANG

PENERAPAN NORMA PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK MENENTUKAN PENGHASILAN NETTO
(SERI PPh NORMA - 01)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Berdasarkan informasi yang diterima di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, maka ternyata masih terdapat kesalahpahaman Wajib Pajak dalam menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto. Oleh karena itu dianggap perlu untuk memberikan penegasan tentang beberapa hal sebagai berikut :

  1. Sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 jo Pasal 28 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, Wajib Pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha dan atau pekerjaan bebas wajib menyelenggarakan pembukuan di Indonesia.

  1. Namun disadari, bahwa tidak semua Wajib Pajak mampu (keuangan dan keahlian) menyelenggarakan pembukuan berkenaan dengan usaha atau pekerjaan bebasnya, sehingga Wajib Pajak yang peredaran usahanya atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebasnya berjumlah kurang dari Rp. 60.000.000,- setahun, sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, diberi kesempatan untuk memilih guna dibebaskan dari kewajiban mengadakan pembukuan. Wajib Pajak yang dibebaskan dari kewajiban untuk mengadakan pembukuan, tetap diwajibkan untuk menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran atau penerimaan brutonya.

  1. Wajib Pajak sebagaimana tersebut pada butir 2 di atas, dapat menghitung penghasilan nettonya dengan menggunakan Norma Penghitungan, asal hal itu diberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.

Khusus untuk tahun pajak 1984 yang merupakan tahun pertama pelaksanaan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984, hal tersebut dapat diberitahukan bersamaan dengan kewajiban memasukkan SPT Pajak Penghasilan tahun pajak 1984. 

 

Dengan penerapan Norma tersebut, Wajib Pajak telah menetapkan sendiri ("self assessed") pajaknya yang terhutang.


  1. Sesuai dengan lampiran Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-02/PJ.5/1984 angka 1.2, Norma Penghitungan Pajak Penghasilan tersebut hanya diperuntukkan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebasnya kurang dari Rp. 60.000.000,- setahun. Selain itu sesuai dengan memori penjelasan dari Pasal 14 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984, Wajib Pajak yang memilih untuk menghitung penghasilan nettonya dengan menggunakan Norma Penghitungan harus dapat menunjukkan, bahwa jumlah peredaran usahanya atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebasnya dalam setahun kurang dari Rp. 60 juta, yaitu dengan jalan menunjukkan catatan yang diselenggarakannya itu. Mengenai kewajiban menyelenggarakan pencatatan tersebut, yang tetap harus dilaksanakan Wajib Pajak, walaupun Wajib Pajak tergolong Wajib Pajak yang mempergunakan Norma, masih perlu diberikan penjelasan dan penyuluhan dengan intensif kepada Wajib Pajak yang bersangkutan.

  1. Mengenai Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, tetapi ternyata telah menghitung penghasilan nettonya dengan menggunakan Norma Penghitungan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tanggal 21 Maret 1984 Nomor : KEP-02/PJ.5/1984 dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tanggal 16 September 1984 Nomor : KEP-07/PJ.5/1984, maka atas penghitungan Pajak Penghasilan terhutang pada SPT Tahunan yang disampaikan oleh Wajib Pajak tersebut harus diterbitkan Surat Ketetapan Pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% sesuai dengan Pasal 13 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

Kesalahan Wajib Pajak (dengan peredaran atau penerimaan bruto Rp. 60.000.000,- atau lebih) tersebut kemungkinan terjadi karena dalam buku Petunjuk Pemakaian Norma tersebut dicantumkan pula Norma Penghitungan untuk Peredaran atau Penerimaan bruto Rp. 60.000.000,- ke atas. Mengenai hal ini juga perlu Saudara berikan penjelasan dan penyuluhan dengan lebih intensif kepada Wajib Pajak yang bersangkutan. Wajib Pajak dengan peredaran atau penerimaan bruto Rp. 60.000.000,- ke atas tidak boleh menerapkan Norma Penghitungan sendiri, yaitu mereka tidak diperkenankan menghitung Penghasilan Netto dalam SPT-nya dengan menerapkan Norma Penghitungan tersebut. 

 

Pencantuman Norma Penghitungan tersebut adalah untuk dipergunakan oleh Kepala Inspeksi Pajak dalam rangka mengeluarkan SKP (dengan sanksi), dalam hal Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan itu, tidak memenuhi kewajibannya untuk menyelenggarakan pembukuan (Pasal 28 Undang-Undang KUP) atau tidak memenuhi kewajibannya untuk memperlihatkan pembukuan (Pasal 29 Undang-Undang KUP), sedangkan pemeriksaan yang dilakukan tidak berhasil menemukan penghasilan netto yang lebih tinggi.

 

  1. Perlu diingatkan kepada Saudara, bahwa sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Pasal 8 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983), kepada Wajib Pajak masih diberikan kesempatan untuk melakukan pembetulan sendiri atas kekeliruan yang dibuatnya dalam pengisian SPT, termasuk juga kekeliruan berkenaan dengan penerapan Norma Penghitungan tersebut pada butir 5 di atas. 

Dengan adanya pembetulan sendiri SPT tersebut, secara garis besar dapat mengakibatkan dua kemungkinan mengenai perubahan jumlah pajak yang terhutang, yaitu :

    1. Hutang pajaknya menjadi lebih besar, sehingga menimbulkan kekurangan pembayaran pajak.
    2. Hutang pajaknya menjadi lebih kecil, sehingga menimbulkan kelebihan pembayaran pajak.

 

  1. Dalam hal pembetulan tersebut dilakukan sebelum pemeriksaan dan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat adanya pembetulan sendiri SPT itu, maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada Wajib Pajak yang bersangkutan dikenakan sanksi berupa bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sampai dengan tanggal pembayaran karena adanya pembetulan SPT tersebut (Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983). Sedangkan apabila sebagai akibat dari pembetulan sendiri SPT tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak, maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983.

  1. Dalam hal terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat pembetulan sendiri SPT oleh Wajib Pajak tersebut dilaksanakan sesudah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi sebelum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya tindak pidana yang dilakukan Wajib Pajak, maka Wajib Pajak yang bersangkutan harus melunasi pajak yang sebenarnya terhutang beserta denda administrasi sebesar dua kali dari jumlah pajak yang kurang dibayar tersebut.

  1. Surat Ketetapan Pajak (dengan sanksi seperti telah diuraikan pada butir 5) dapat dikeluarkan atas Wajib Pajak, yang telah menerapkan Norma padahal sebenarnya tidak boleh dilakukannya (juga telah diuraikan pada butir 5) dan tidak bersedia membetulkan SPT-nya. Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) huruf a Undang-Undang. KUP, Surat Ketetapan Pajak tersebut dikeluarkan atas dasar :

    1. keterangan atau data yang kita miliki yang telah dapat digunakan sebagai dasar penghitungan PPh yang terhutang dari Wajib Pajak yang bersangkutan, atau
    2. pemeriksaan terhadap SPT Wajib Pajak yang bersangkutan, apabila pada kita belum terdapat keterangan atau data yang lengkap untuk dapat menghitung Pajak Penghasilan yang terhutang.

 

Dalam pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan Wajib Pajak besar tersebut, hendaklah dilakukan juga dengan jalan menjabarkan kembali penghitungan penghasilan netto dari Wajib Pajak yang diperiksa. Dengan demikian sesudah diketemukannya jumlah peredaran usaha atau jumlah penerimaan bruto dari pekerjaan bebasnya, pemeriksa hendaknya mengusahakan untuk dapat mengetahui jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan sedemikian rupa, sehingga dapat dihitung kembali penghasilan netto dari Wajib Pajak yang sedang diperiksa tersebut. 

 

Apabila penghasilan netto menurut hasil pemeriksaan tersebut jumlahnya lebih besar dari penghasilan netto menurut Norma Penghitungan, maka jumlah Pajak Penghasilan yang terhutang dihitung berdasarkan penghasilan netto menurut hasil pemeriksaan itu. Dan dalam hal jumlah penghasilan netto menurut Norma Penghitungan lebih besar dari penghasilan netto menurut hasil pemeriksaan, maka jumlah Pajak Penghasilan yang terhutang dihitung berdasarkan penghasilan netto menurut Norma Penghitungan.


  1. Pelaksanaan penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam butir 5 dan butir 9 di atas, diatur lebih lanjut dalam surat edaran tersendiri, khususnya surat edaran tentang Crash Program.

  1. Tidak berkelebihan kiranya apabila bersama ini ditegaskan pula, bahwa apabila dalam suatu tahun pajak Wajib Pajak sebagaimana tersebut pada butir 3 di atas, menerima atau memperoleh penghasilan di luar kegiatan usaha atau pekerjaan bebasnya, maka penghasilan tersebut harus juga dilaporkan dalam SPT Tahunannya bersama-sama dengan penghasilan netto yang telah dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Pajak Penghasilan.

 

Demikian penegasan kami, untuk dilaksanakan sebaik-baiknya.





DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


ttd

 

Drs. SALAMUN A.T.