Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 16/BC/2019

Kategori : Lainnya

Bentuk Fisik Dan/Atau Spesifikasi Desain Pita Cukai Hasil Tembakau Dan Pita Cukai Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol Tahun 2020


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 16/BC/2019

TENTANG

BENTUK FISIK DAN/ATAU SPESIFIKASI DESAIN
PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN PITA CUKAI MINUMAN
YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL TAHUN 2020

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2009 tentang Bentuk Fisik dan/atau Spesifikasi Desain Pita Cukai Hasil Tembakau dan Minuman Mengandung Etil Alkohol, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Bentuk Fisik Dan/Atau Spesifikasi Desain Pita Cukai Hasil Tembakau Dan Pita Cukai Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol;
  2. bahwa untuk memberikan kepastian hukum, meningkatkan pengawasan dan pelayanan di bidang cukai, serta untuk menyelaraskan dengan ketentuan mengenai pemberlakuan kepabeanan, perpajakan dan cukai serta tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari serta berada di kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Bentuk Fisik dan/atau Spesifikasi Desain Pita Cukai Hasil Tembakau dan Pita Cukai Minuman yang Mengandung Etil Alkohol Tahun 2020;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2009 tentang Bentuk Fisik Dan/Atau Spesifikasi Desain Pita Cukai Hasil Tembakau Dan Minuman Mengandung Etil Alkohol;
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.04/2012 tentang Penyediaan Pita Cukai Dan Tanda Pelunasan Cukai Lainnya;
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.04/2018 tentang Pelunasan Cukai.


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG BENTUK FISIK DAN/ATAU SPESIFIKASI DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN PITA CUKAI MINUMAN YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL TAHUN 2020.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan :
  1. Sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
  2. Sigaret Kretek Mesin yang selanjutnya disingkat SKM adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya atau sebagian menggunakan mesin.
  3. Sigaret Putih Mesin yang selanjutnya disingkat SPM adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya atau sebagian menggunakan mesin.
  4. Sigaret Kretek Tangan yang selanjutnya disingkat SKT adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
  5. Sigaret Kretek Tangan Filter yang selanjutnya disingkat SKTF adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
  6. Sigaret Putih Tangan yang selanjutnya disingkat SPT adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
  7. Sigaret Putih Tangan Filter yang selanjutnya disingkat SPTF adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
  8. Tembaku Iris yang selanjutnya disingkat TIS adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
  9. Rokok Daun atau Klobot yang selanjutnya disingkat KLB adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
  10. Sigaret Kelembak Menyan yang selanjutnya disingkat KLM adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
  11. Cerutu yang selanjutnya disingkat CRT adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
  12. Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya yang selanjutnya disingkat HPTL adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam angka 2 sampai dengan angka 11 yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
  13. Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol yang selanjutnya disingkat MMEA adalah MMEA yang dibuat di Indonesia dengan kadar etil alkohol lebih dari 5% (lima persen) atau MMEA asal impor yang diimpor untuk dipakai dalam daerah pabean dengan kadar etil alkohol berapapun.


BAB II
PENYEDIAAN PITA CUKAI

Pasal 2


(1) Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengelola:
  1. pita cukai hasil tembakau; dan
  2. pita cukai MMEA,
yang disediakan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai bentuk fisik dan/atau spesifikasi desain pita cukai.
(2) Pengusaha pabrik atau importir mengajukan permohonan penyediaan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat diterbitkan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai.


BAB III
PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU

Pasal 3


(1) Pita cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a disediakan dalam bentuk lembaran dalam 3 (tiga) seri, yaitu seri I, seri II, dan seri III.
(2) Pita cukai hasil tembakau seri III sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disediakan dalam bentuk lembaran berupa seri III tanpa perekat dan seri III dengan perekat.


Pasal 4


Pita cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri dari:
  1. Seri I berjumlah 120 (seratus dua puluh) keping per lembar dengan ukuran setiap keping 1,2 cm X 11,7 cm;
  2. Seri II berjumlah 56 (lima puluh enam) keping per lembar dengan ukuran setiap keping 1,7 cm X 17,7 cm; dan
  3. Seri III tanpa perekat berjumlah 150 (seratus lima puluh) keping per lembar dengan ukuran setiap keping 2,3 cm X 4,8 cm dan Seri III dengan perekat berjumlah 60 (enam puluh) keping per lembar dengan ukuran setiap keping 1,9 cm X 7,4 cm.


Pasal 5


(1) Pada setiap keping pita cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 terdapat hologram dengan ukuran lebar sebagai berikut:
  1. 0,7 cm untuk pita cukai seri I;
  2. 0,5 cm untuk pita cukai seri II;
  3. 0,5 cm untuk pita cukai seri III tanpa perekat dan 0,6 cm untuk pita cukai seri III dengan perekat.
(2) Hologram sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat teks BC dan teks RI.


Pasal 6


Setiap keping pita cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 paling kurang memiliki spesifikasi desain yaitu:
  1. lambang Negara Republik Indonesia;
  2. lambang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. tarif cukai;
  4. angka tahun anggaran;
  5. harga jual eceran dan/atau jumlah isi kemasan;
  6. teks 'REPUBLIK" atau 'INDONESIA";
  7. teks "CUKAI HASIL TEMBAKAU"; dan
  8. jenis hasil tembakau.


Pasal 7


(1) Pita cukai hasil tembakau seri I dan/atau seri II digunakan untuk jenis SKT, SPT, SKTF, SPTF, KLB, TIS, KLM, dan CRT.
(2) Pita cukai hasil tembakau seri III dengan perekat digunakan untuk jenis SKM, SPM, CRT, dan HPTL dengan kemasan untuk penjualan eceran berupa botol dan sejenisnya.
(3) Pita cukai hasil tembakau seri III tanpa perekat digunakan untuk jenis SKM, SPM, CRT, dan HPTL dengan kemasan untuk penjualan eceran berupa selain botol dan sejenisnya.
(4) Pita cukai hasil tembakau seri III tanpa perekat digunakan untuk jenis TIS yang diimpor untuk dipakai di dalam daerah pabean.


Pasal 8


(1) Pita cukai hasil tembakau untuk pabrik hasil tembakau tertentu diberi tambahan identitas khusus yang selanjutnya disebut personalisasi pita cukai hasil tembakau.
(2) Identitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penambahan karakter yang secara umum diambil dari nama pabrik.
(3) Personalisasi pita cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada hasil tembakau jenis:
  1. SKM dan SPM yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan II;
  2. SKT dan SPT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan II, dan Golongan III; dan
  3. SKTF, SPTF, TIS, KLB, KLM, dan CRT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik.


Pasal 9


(1) Pita cukai hasil tembakau yang diproduksi di Indonesia dan yang diimpor untuk dipakai di dalam daerah pabean memiliki warna sebagai berikut:
  1. Warna biru, digunakan untuk hasil tembakau dari jenis SKM, SPM, SKT, dan SPT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan I;
  2. Warna ungu, digunakan untuk hasil tembakau dari jenis SKM, SPM, SKT, dan SPT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan II;
  3. Warna jingga, digunakan untuk hasil tembakau dari jenis SKT dan SPT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan III;
  4. Warna hijau, digunakan untuk hasil tembakau dari jenis SKTF, SPTF, TIS, KLB, KLM, CRT, dan HPTL; dan
  5. Warna cokelat, digunakan untuk hasil tembakau yang diimpor untuk dipakai di dalam daerah pabean.
(2) Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) khusus hasil tembakau yang diproduksi dan dikonsumsi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, dan yang diimpor untuk dipakai di dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dicantumkan tulisan "KAWASAN BEBAS".


BAB IV
PITA CUKAI MMEA

Pasal 10


Pita cukai MMEA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b disediakan dalam bentuk lembaran dalam 1 (satu) seri.


Pasal 11


Pita cukai MMEA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, berjumlah 60 (enam puluh) keping per lembar dengan ukuran setiap keping 1,9 cm X 7,4 cm.


Pasal 12


Setiap keping pita cukai MMEA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 terdapat hologram dengan ukuran lebar 0,6 cm yang paling kurang memuat teks BC dan teks RI.


Pasal 13


Spesifikasi desain setiap keping pita cukai MMEA, paling kurang memuat:
  1. teks " REPUBLIK INDONESIA";
  2. teks "CUKAI MMEA IMPOR" atau "CUKAI MMEA DALAM NEGERI";
  3. golongan;
  4. kadar alkohol;
  5. tarif cukai per liter;
  6. volume/isi kemasan;
  7. angka tahun anggaran;
  8. teks mikro "BEA CUKAI BEA CUKAI"; dan
  9. teks "BCBC".


Pasal 14


(1) Pita cukai MMEA untuk pabrik MMEA di dalam negeri, diberi tambahan identitas khusus yang selanjutnya disebut personalisasi pita cukai MMEA.
(2) Identitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penambahan karakter yang secara umum diambil dari nama pabrik.


Pasal 15


(1) Pita cukai MMEA yang diproduksi di Indonesia memiliki warna sebagai berikut:
  1. warna biru, digunakan untuk MMEA Golongan B dengan kadar alkohol lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); dan
  2. warna cokelat, digunakan untuk MMEA Golongan C dengan kadar alkohol lebih dari 20% (dua puluh persen).
(2) Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) khusus MMEA yang diproduksi dan dikonsumsi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dicantumkan tulisan "KAWASAN BEBAS".


Pasal 16


(1) Pita cukai MMEA yang diimpor untuk dipakai di dalam daerah pabean memiliki warna sebagai berikut:
  1. warna hijau, digunakan untuk MMEA Golongan A dengan kadar alkohol kurang dari atau sama dengan 5% (lima persen);
  2. warna merah, digunakan untuk MMEA Golongan B dengan kadar alkohol lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); dan
  3. warna ungu, digunakan untuk MMEA Golongan C dengan kadar alkohol lebih dari 20% (dua puluh persen).
(2) Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) khusus MMEA yang diimpor untuk dipakai di dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dicantumkan tulisan "KAWASAN BEBAS".


BAB V
PENUTUP

Pasal 17


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 November 2019
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

-ttd-

HERU PAMBUDI