Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 07/PJ/2021

Kategori : PPN

Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Usaha Di Bidang Ekspor Dan Impor Barang Kena Pajak Berwujud


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 07/PJ/2021

TENTANG

PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAS KEGIATAN USAHA DI BIDANG
EKSPOR DAN IMPOR BARANG KENA PAJAK BERWUJUD
                                        
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

                                        
Menimbang :

  1. bahwa untuk memberikan kepastian hukum serta kemudahan administrasi dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud bagi Pengusaha Kena Pajak dan impor Barang Kena Pajak Berwujud, perlu diatur secara khusus mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor dan impor Barang Kena Pajak Berwujud serta dilakukan penyesuaian ketentuan mengenai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2019 tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Usaha di Bidang Ekspor dan Impor Barang Kena Pajak Berwujud;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573)
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
  3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995, Nomor 3612) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1974) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 153);

                              

MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN USAHA DI BIDANG EKSPOR DAN IMPOR BARANG KENA PAJAK BERWUJUD.
             
                          

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP, adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN, adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
  3. Pajak Pertambahan Nilai, yang selanjutnya disingkat PPN, adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN
  4. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
  5. Barang Kena Pajak, yang selanjutnya disingkat BKP, adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
  6. Jasa Kena Pajak, yang selanjutnya disingkat JKP, adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN
  7. Ekspor BKP Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan BKP Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
  8. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
  9. Impor Sementara adalah pemasukan barang impor ke dalam Daerah Pabean yang benar-benar dimaksudkan untuk diekspor kembali dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.
  10. Eksportir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean.
  11. Importir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
  12. Pengusaha Kena Pajak, yang selanjutnya disingkat PKP, adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
  13. Pemilik Barang adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan mencatat hak atas barang berwujud.
  14. Penyelenggara Pos adalah badan usaha yang menyelenggarakan pos.
  15. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.
  16. Nomor Pokok Wajib Pajak, yang selanjutnya disingkat NPWP, adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
  17. Pusat adalah tempat tinggal yang sebenarnya bagi Wajib Pajak orang pribadi atau tempat kedudukan yang sebenarnya bagi Wajib Pajak badan.
  18. Cabang adalah tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang dapat berupa lokasi usaha, kantor cabang perusahaan, kantor perwakilan, gudang, unit pemasaran, atau tempat kegiatan usaha sejenis, yang digunakan untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, manajemen, atau berupa objek Pajak Bumi dan Bangunan.
  19. Pemberitahuan Ekspor Barang, yang selanjutnya disingkat PEB, adalah pemberitahuan pabean yang digunakan untuk memberitahukan ekspor barang dalam bentuk tulisan diatas formulir atau data elektronik.
  20. Pemberitahuan Impor Barang, yang selanjutnya disingkat PIB, adalah pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang impor yang diimpor untuk dipakai.
  21. Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak, yang selanjutnya disingkat SPPBMCP, adalah dokumen penetapan tarif dan nilai pabean yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani barang kiriman dan/atau sistem komputer pelayanan.
  22. Akses Kepabeanan adalah akses yang diberikan kepada pengguna jasa untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan baik yang menggunakan teknologi informasi maupun manual.
  23. Barang Ekspor adalah barang yang telah diajukan PEB dan telah mendapatkan nomor pendaftaran.
  24. Barang Kemasan adalah pembungkus atau wadah yang digunakan dalam rangka pengangkutan dan/atau pengemasan Barang Ekspor atau barang impor untuk melindungi produk.
  25. Barang Kiriman adalah barang yang dikirim melalui Penyelenggara Pos sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pos.
  26. Jasa Pengurusan Ekspor adalah kegiatan pengurusan Ekspor BKP Berwujud yang dilakukan oleh Eksportir atas permintaan Pemilik Barang.
  27. Jasa Pengurusan Impor adalah kegiatan pengurusan Impor yang dilakukan oleh Importir atas permintaan Pemilik Barang.
            
                            

Pasal 2


(1) PPN dikenakan atas Ekspor BKP Berwujud oleh PKP
(2) PEB atas Ekspor BKP Berwujud dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN.
(3) PPN dikenakan atas Impor BKP Berwujud.
(4) PIB atas Impor BKP Berwujud dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN.
(5) Pengkreditan Pajak Masukan atas Impor BKP Berwujud dilakukan oleh PKP Pemilik Barang sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
                       
                

Pasal 3


(1) PEB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dibuat oleh Eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(2) PEB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilampiri dengan nota pelayanan ekspor, invoice, dan bill of lading atau airway bill, merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Eksportir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
  1. Pemilik Barang; atau
  2. pihak lain yang melakukan penyerahan Jasa Pengurusan Ekspor kepada Pemilik Barang.
(4) Pemilik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a yang sesuai ketentuan merupakan PKP atau Pemilik Barang yang melakukan ekspor menggunakan Jasa Pengurusan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang sesuai ketentuan merupakan PKP, wajib melaporkan PEB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN.
(5) Penyerahan Jasa Pengurusan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan penyerahan JKP yang terutang PPN.
(6) Pihak yang menyerahkan Jasa Pengurusan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang sesuai ketentuan merupakan PKP, wajib:
  1. memungut PPN terutang dan membuat Faktur Pajak;
  2. menyetorkan PPN terutang; dan
  3. melaporkan PPN terutang Pemberitahuan Masa PPN,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(7) Eksportir selaku pihak yang melakukan penyerahan Jasa Pengurusan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b kepada Pemilik Barang, tidak dapat mencantumkan identitasnya sebagai Pemilik Barang dalam PEB.

                                        

Pasal 4


(1) Ekspor BKP Berwujud dapat dilakukan dengan cara konsolidasi.
(2) Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu mengumpulkan Barang Ekspor yang diberitahukan dalam 2 (dua) atau lebih PEB, dengan menggunakan 1 (satu) peti kemas sebelum kumpulan Barang Ekspor tersebut dimasukkan ke kawasan pabean untuk dimuat ke sarana pengangkut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(3) PKP yang melaporkan Ekspor BKP Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN merupakan Pemilik Barang sebagaimana tercantum dalam PEB yang dikonsolidasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

                                        

Pasal 5


(1) Terutangnya PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terjadi pada saat Ekspor BKP Berwujud.
(2) Saat Ekspor BKP Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu tanggal pendaftaran PEB yang merupakan tanggal diberikannya persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Tanggal pendaftaran PEB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan tanggal pelaporan Ekspor BKP Berwujud dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN.


Pasal 6


(1) PEB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) paling sedikit memuat:
  1. nama, alamat, dan NPWP Eksportir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3);
  2. nama, alamat, dan NPWP Pemilik Barang; dan
  3. dasar pengenaan pajak.
(2) PEB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) PKP dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Undang-Undang KUP dalam hal PKP membuat PEB yang tidak memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Pasal 7


(1) PKP yang memiliki lebih dari 1 (satu) tempat PPN terutang dapat memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat pemusatan PPN terutang.
(2) Dalam hal PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memilih 1 (satu) atau lebih tempat sebagai tempat pemusatan PPN terutang, maka administrasi penyerahan dan administrasi keuangan diselenggarakan secara terpisah antara PKP Pusat dan PKP Cabang.
(3) PKP Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan Ekspor BKP Berwujud dengan menggunakan Akses Kepabeanan PKP Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(4) Ekspor BKP Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Ekspor BKP Berwujud yang dilakukan oleh PKP Cabang, sepanjang dapat dibuktikan dengan:
  1. perikatan antara PKP Cabang dengan pembeli yang berada di luar Daerah Pabean; dan
  2. faktur penjualan yang diterbitkan oleh PKP Cabang kepada pembeli yang berada di luar Daerah Pabean.
(5) Ekspor BKP Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN oleh PKP Cabang.
(6) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak terpenuhi maka Ekspor BKP Berwujud tersebut merupakan Ekspor BKP Berwujud yang dilakukan oleh PKP Pusat dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN oleh PKP Pusat.
(7) Dalam hal Ekspor BKP Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan atas Barang Ekspor yang semula dimiliki oleh PKP Cabang maka Ekspor BKP Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (6) didahului dengan penyerahan BKP Berwujud dari PKP Cabang kepada PKP Pusat.
(8) Penyerahan BKP Berwujud dari PKP Cabang ke PKP Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) merupakan penyerahan yang terutang PPN.
    
     

Pasal 8


(1) Atas Ekspor BKP Berwujud berupa ekspor Barang Kemasan yang telah diberitahukan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bahwa Barang Kemasan tersebut ditujukan untuk diimpor kembali sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, tidak dipungut PPN.
(2) Impor kembali atas Barang Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut PPN dan tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN oleh PKP Pemilik Barang Kemasan sepanjang ekspor Barang Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi ketentuan:
  1. Barang Kemasan dicatat sebagai aset PKP Pemilik Barang Kemasan; dan/atau
  2. terdapat perikatan yang menjelaskan bahwa Barang Kemasan harus dikembalikan oleh pembeli di luar Daerah Pabean kepada PKP Pemilik Barang Kemasan.

     

Pasal 9


(1) PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dibuat oleh lmportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(2) PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP yang dilampiri dengan surat setoran pajak, surat setoran pabean, cukai, dan pajak, dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan;
  1. Pemilik Barang; atau
  2. pihak lain yang melakukan penyerahan Jasa Pengurusan Impor kepada Pemilik Barang.
(4) Pemilik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a yang sesuai ketentuan merupakan PKP atau Pemilik Barang yang melakukan impor menggunakan Jasa Pengurusan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang sesuai ketentuan merupakan PKP, melaporkan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN.
(5) Penyerahan Jasa Pengurusan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan penyerahan JKP yang terutang PPN.
(6) Pihak yang menyerahkan Jasa Pengurusan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang sesuai dengan ketentuan merupakan PKP, wajib:
  1. memungut PPN terutang dan membuat Faktur Pajak;
  2. menyetorkan PPN terutang; dan
  3. melaporkan PPN terutang dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(7) Importir selaku pihak yang melakukan penyerahan Jasa Pengurusan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b kepada Pemilik Barang, tidak dapat mencantumkan identitasnya sebagai Pemilik Barang dalam PIB.


Pasal 10


(1) Atas Impor BKP Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) berupa Impor Barang Kemasan yang telah mendapatkan izin Impor Sementara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, tidak dipungut PPN.
(2) Ekspor kembali atas Barang Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN oleh PKP sepanjang Impor Barang Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi ketentuan:
  1. Barang Kemasan tidak dicatat sebagai aset PKP; dan/atau
  2. terdapat perikatan yang menjelaskan bahwa Barang Kemasan harus dikembalikan oleh PKP kepada penjual di luar Daerah Pabean.

                              

Pasal 11


(1) SPPBMCP atas Barang Kiriman termasuk dalam dokumen PIB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) PPN yang harus dilunasi dalam SPPBMCP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar oleh Pemilik Barang melalui Penyelenggara Pos dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran pajak.
(3) Pembayaran PPN Impor melalui Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat merupakan gabungan beberapa SPPBMCP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) SPPBMCP yang mencantumkan identitas Pemilik Barang berupa nama, alamat, dan NPWP, serta dilampiri dengan bukti pembayaran PPN Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.

                                        

Pasal 12


(1) PPN atas Impor BKP Berwujud yang tercantum dalam PIB sebagai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP Pemilik Barang.
(2) Pengkreditan Pajak Masukan atas Impor BKP Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang PPN.
(3) Dalam hal terdapat selisih atas nilai impor sehubungan dengan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha berdasarkan data yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak, pengkreditan Pajak Masukan atas Impor BKP Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan formal dan material sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 13 ayat (9) Undang-Undang PPN.
(4) Dalam hal selisih atas nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan:
  1. selisih lebih antara PPN Impor yang tercantum dalam PIB yang merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang PPN dengan PPN Impor sehubungan dengan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka selisih lebih tersebut dapat dikreditkan oleh PKP Pemilik Barang; atau
  2. selisih kurang antara PPN lmpor yang tercantum dalam PIB yang merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang PPN dengan PPN Impor sehubungan dengan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka atas kekurangan pembayaran PPN Impor tersebut:
    1. dibayarkan oleh PKP Pemilik Barang; atau
    2. diterbitkan surat ketetapan pajak.
(5) Pembayaran atas selisih kurang PPN Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP Pemilik Barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

                                        

Pasal 13


PPN Impor yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP Pemilik Barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sepanjang:
  1. terdapat nomor transaksi penerimaan negara dalam surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran pajak; dan
  2. transaksi pembayaran atas PPN Impor telah terdapat dalam Sistem Komputer Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan telah dipertukarkan secara elektronik dengan Direktorat Jenderal Pajak.
                                        

Pasal 14


Contoh kasus Ekspor dan Impor BKP Berwujud tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 

Pasal 15


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
a. PKP Pemilik Barang yang telah melakukan Ekspor BKP Berwujud melalui Eksportir dengan menggunakan PEB yang belum memuat identitas Pemilik Barang, melaporkan Ekspor BKP Berwujud tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN PKP Pemilik Barang, sepanjang terdapat:
1. bukti transaksi antara PKP Pemilik Barang dengan pembeli yang berada di luar Daerah Pabean; dan
2. perikatan yang menyatakan bahwa PKP Pemilik Barang meminta Eksportir melakukan Ekspor BKP Berwujud untuk dan atas kepentingannya;
dan
b. PKP Cabang yang telah melakukan Ekspor BKP Berwujud dengan menggunakan Akses Kepabeanan PKP Pusat dan menggunakan PEB yang belum memuat identitas Pemilik Barang, melaporkan Ekspor BKP Berwujud tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN PKP Cabang, sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).
          
                             

Pasal 16


Pasal 16 Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2019 tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak, dinyatakan tetap berlaku, kecuali mengenai:
  1. PIB berupa SPPBMCP atas Barang Kiriman; dan
  2. persyaratan formal PEB.


Pasal 17


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
                         


               
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Maret 2021
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

SURYO UTOMO