Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 128/PMK.07/2018

Kategori : KUP

Tata Cara Pemotongan Pajak Rokok Sebagai Kontribusi Dukungan Program Jaminan Kesehatan


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 128/PMK.07/2018

TENTANG

TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK ROKOK SEBAGAI KONTRIBUSI
DUKUNGAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 100 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Rokok sebagai Kontribusi Dukungan Program Jaminan Kesehatan;

Mengingat :

  1. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 165);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1007) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.07/2017 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 223);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK ROKOK SEBAGAI KONTRIBUSI DUKUNGAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.
  2. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar Peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar Iuran Jaminan Kesehatan atau Iuran Jaminan Kesehatannya dibayar oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
  3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.
  4. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian/lembaga.
  5. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian/lembaga yang bersangkutan.
  6. Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
  7. Surat Ketetapan Penyetoran Pajak Rokok yang selanjutnya disingkat SKP-PR adalah dokumen sebagai dasar penyetoran Pajak Rokok yang memuat rincian jumlah Pajak Rokok per provinsi dalam periode tertentu.
  8. Surat Perintah Membayar Kontribusi Pajak Rokok untuk Mendukung Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut SPM Kontribusi Pajak Rokok adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk penyetoran penerimaan potongan Pajak Rokok ke rekening BPJS Kesehatan.


Pasal 2


(1) Pemerintah Daerah wajib mendukung penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan.
(2) Dukungan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kontribusi penerimaan yang bersumber dari Pajak Rokok bagian hak masing-masing daerah provinsi/kabupaten/kota.
(3) Kontribusi Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari 50% (lima puluh persen) atau ekuivalen sebesar 37,5% (tiga puluh tujuh koma lima persen) realisasi penerimaan yang bersumber dari Pajak Rokok masing-masing provinsi/kabupaten/kota.


BAB II
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KONTRIBUSI DAERAH

Pasal 3


(1) Pemerintah daerah merencanakan dan menganggarkan kontribusi untuk mendukung program Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setiap tahun.
(2) Penyusunan perencanaan dan penganggaran kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan dengan BPJS Kesehatan.
(3) Besaran anggaran kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperhitungkan Jaminan Kesehatan Daerah yang diintegrasikan ke dalam program Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.


Pasal 4


(1) Rencana dan anggaran kontribusi masing-masing daerah dituangkan dalam berita acara kesepakatan antara pemerintah daerah dengan BPJS Kesehatan yang memuat:
  1. rencana penerimaan Pajak Rokok; dan
  2. rencana anggaran jaminan kesehatan daerah yang diintegrasikan ke BPJS Kesehatan,
sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Berita acara kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk dengan pejabat BPJS Kesehatan.
(3) Berita acara kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada gubernur.


Pasal 5


(1) Berita acara kesepakatan dari daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota dalam satu provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dikompilasi oleh pemerintah provinsi, sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Kompilasi berita acara kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh gubernur atau pejabat yang ditunjuk dengan pejabat BPJS Kesehatan.
(3) Pemerintah provinsi menyampaikan kompilasi berita acara kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara tertulis kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat pada tanggal 31 Maret setiap tahun.
(4) Kompilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disampaikan secara elektronik dan diikuti dengan penyampaian dokumen fisik.


Pasal 6


Mekanisme pemotongan penerimaan Pajak Rokok untuk disetorkan ke rekening BPJS Kesehatan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. apabila anggaran kontribusi Jaminan Kesehatan pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang tercantum dalam kompilasi berita acara yang diserahkan oleh pemerintah provinsi, sebesar 37,5% (tiga puluh tujuh koma lima persen) atau lebih, tidak dilakukan pemotongan Pajak Rokok;
  2. apabila anggaran kontribusi Jaminan Kesehatan pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang tercantum dalam kompilasi berita acara yang diserahkan oleh pemerintah provinsi, kurang dari 37,5% (tiga puluh tujuh koma lima persen), pemotongan Pajak Rokok dilakukan sebesar selisih kurang dari 37,5% (tiga puluh tujuh koma lima persen); atau
  3. apabila pemerintah provinsi tidak menyampaikan kompilasi berita acara kesepakatan dikenakan pemotongan Pajak Rokok sebesar 37,5% (tiga puluh tujuh koma lima persen).


BAB III
PENYETORAN POTONGAN PAJAK ROKOK

Bagian Kesatu
Pejabat Perbendaharaan

Pasal 7


(1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara merupakan PA atas pemotongan dan penyetoran hasil pemotongan Pajak Rokok.
(2) Menteri Keuangan menunjuk Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk melaksanakan fungsi PA atas pemotongan penerimaan Pajak Rokok dan penyetoran hasil pemotongan Pajak Rokok ke rekening BPJS Kesehatan.
(3) Menteri Keuangan menunjuk Direktur Pendapatan dan Kapasitas Keuangan Daerah selaku KPA atas pemotongan penerimaan Pajak Rokok dan penyetoran hasil pemotongan Pajak Rokok ke rekening BPJS, yang sekaligus merupakan KPA pemungutan dan penyetoran Pajak Rokok.
(4) Dalam hal Direktur Pendapatan dan Kapasitas Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhalangan tetap, Menteri Keuangan menunjuk Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan selaku KPA atas pemotongan penerimaan Pajak Rokok dan penyetoran hasil pemotongan Pajak Rokok ke rekening BPJS Kesehatan.


Bagian Kedua
Penerbitan SPM Kontribusi Pajak Rokok

Pasal 8


(1) Berdasarkan pemotongan sesuar dengan mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, KPA mencantumkan besaran potongan penerimaan Pajak Rokok secara proporsional dengan realisasi penerimaan Pajak Rokok dalam SKP-PR.
(2) Berdasarkan SKP-PR, PPSPM menerbitkan SPM Kontribusi Pajak Rokok.


BAB IV
REKONSILIASI DAN PELAPORAN

Pasal 9


(1) Pemotongan penerimaan Pajak Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberitahukan oleh KPA kepada Provinsi yang bersangkutan dan BPJS Kesehatan sebagai dasar penghitungan bagi hasil kepada kabupaten/kota dan bukti penerimaan Pajak Rokok.
(2) Berdasarkan pemberitahuan dari KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi/kabupaten/kota melakukan rekonsiliasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan dengan BPJS Kesehatan, sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdapat selisih kurang anggaran Jaminan Kesehatan Daerah yang terintegrasi dengan BPJS Kesehatan, atas selisih tersebut diperhitungkan dalam berita acara kesepakatan tahun berikutnya.


BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 10


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, terhadap pemotongan Pajak Rokok untuk mendukung program Jaminan Kesehatan tahun 2018, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. pemotongan Pajak Rokok sesuai dengan mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diberlakukan mulai periode penyetoran triwulan ketiga;
  2. pemotongan Pajak Rokok sebagaimana dimaksud dalam huruf a selain memperhitungkan Jaminan Kesehatan Daerah yang terintegrasi dengan BPJS Kesehatan termasuk memperhitungkan Jaminan Kesehatan Daerah yang belum terintegrasi sampai dengan Desember 2018;
  3. besaran pemotongan Pajak Rokok untuk triwulan ketiga sebesar 37,5% (tiga puluh tujuh koma lima persen) dari realisasi penyetoran Pajak Rokok;
  4. dalam hal terdapat selisih kurang Jaminan Kesehatan Daerah, selisih tersebut diperhitungkan pada saat pemotongan triwulan keempat; dan
  5. potongan Pajak Rokok untuk triwulan keempat dilakukan dengan memperhitungkan selisih sebagaimana dimaksud dalam huruf c, dan dilakukan setelah kompilasi berita acara kesepakatan dibuat sesuai dengan format sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dan disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat akhir bulan November.


Pasal 11


Ketentuan penyetoran Pajak Rokok ke Rekening Kas Umum Daerah dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.07/2017 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok setelah memperhitungkan pemotongan Pajak Rokok yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri ini.


Pasal 12


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.












Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 September 2018
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

 

 

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 September 2018
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA


 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 1348