Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 16/PJ/2018

Kategori : KUP, PPN

Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2017 Tentang Perlakuan Terhadap Penerbitan Dan/Atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah Oleh Wajib Pajak


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 16/PJ/2018

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-19/PJ/2017 TENTANG PERLAKUAN TERHADAP PENERBITAN
DAN/ATAU PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK TIDAK SAH OLEH WAJIB PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka meningkatkan kepastian hukum dalam proses penerbitan Keputusan Direktur Jenderal tentang Penetapan Status Suspend terhadap Wajib Pajak yang terindikasi menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah;
  2. bahwa dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan klarifikasi Wajib Pajak atas penetapan Status Suspend terhadap Wajib Pajak;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2017 tentang Perlakuan Terhadap Penerbitan dan/atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah oleh Wajib Pajak;

Mengingat :

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2017 tentang Perlakuan Terhadap Penerbitan dan/atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah Oleh Wajib Pajak;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-19/PJ/2017 TENTANG PERLAKUAN TERHADAP PENERBITAN DAN/ATAU PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK TIDAK SAH OLEH WAJIB PAJAK.


Pasal I


Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2017 tentang Perlakuan Terhadap Penerbitan dan/atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah Oleh Wajib Pajak diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan ayat (1) Pasal 2 diubah, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2


(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan Status Suspend terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit berdasarkan:
  1. hasil penelitian indikasi penerbit;
  2. hasil Pengembangan dan Analisis IDLP;
  3. hasil pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan Wajib Pajak lain;
  4. hasil pengembangan Penyidikan Wajib Pajak lain;
  5. informasi yang diperoleh pada saat Wajib Pajak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan; atau
  6. informasi yang diperoleh pada saat Wajib Pajak sedang dilakukan Penyidikan.
(2) Dalam rangka penetapan Status Suspend, terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penelitian atas kriteria sebagai berikut:
  1. keabsahan dokumen identitas Wajib Pajak, pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak;
  2. keberadaan Wajib Pajak, pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak, dan kesesuaian atau kewajaran profil Wajib Pajak, pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak;
  3. keberadaan dan kewajaran lokasi usaha Wajib Pajak; dan
  4. kesesuaian kegiatan usaha Wajib Pajak.
(3) Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan kondisi sebagai berikut:
  1. kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak terpenuhi;
  2. kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi namun kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak terpenuhi; atau
  3. kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b terpenuhi namun kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d tidak terpenuhi.
   
2. Ketentuan ayat (1) Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6


(1) Terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit yang ditetapkan Status Suspend, Direktur Intelijen Perpajakan atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend untuk menonaktifkan sementara Sertifikat Elektronik Wajib Pajak dengan cara menonaktifkan sementara akun Pengusaha Kena Pajak Wajib Pajak pada sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Penandatanganan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara biasa atau dengan tanda tangan elektronik, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
(3) Wajib Pajak Terindikasi Penerbit tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak terhitung sejak tanggal penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
   
3. Ketentuan ayat (2) Pasal 7 diubah dan ditambahkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3) dan ayat (4), sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7


(1) Atas penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Wajib Pajak dapat menyampaikan klarifikasi.
(2) Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak ke Kanwil DJP dan tidak diperkenankan untuk dikuasakan kepada pihak lain.
b. disampaikan secara tertulis paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend dikirimkan kepada Wajib Pajak dengan syarat terhadap Wajib Pajak belum dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Penyidikan;
c. disampaikan dengan menggunakan contoh format sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
d. dilampiri dokumen pendukung, sekurang-kurangnya berupa:
1. untuk Wajib Pajak Orang Pribadi:
a) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga bagi Warga Negara Indonesia (WNI) atau Paspor yang masih berlaku bagi Warga Negara Asing (WNA) dengan memperlihatkan dokumen asli;
b) surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari pejabat pemerintah daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa;
c) foto berwarna yang menunjukkan lokasi/tempat dan kegiatan usaha Wajib Pajak;
d) daftar penyedia barang (supplier list) selama 1 (satu) tahun terakhir;
e) rekening koran dan bukti penerimaan pembayaran selama 1 (satu) tahun terakhir; dan
f) dokumen transaksi seperti dokumen pemesanan pembelian (purchase order), surat jalan (delivery order), berita acara serah terima barang dan/atau berita acara penyelesaian pekerjaan selama 1 (satu) tahun terakhir, atau
2. untuk Wajib Pajak Badan:
a) fotokopi KTP dan Kartu Keluarga dalam hal pengurus dan/atau penanggung jawab merupakan WNI atau Paspor yang masih berlaku dalam hal pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak merupakan WNA dengan memperlihatkan dokumen asli;
b) fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap, yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
c) surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari pejabat pemerintah daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa;
d) foto berwarna yang menunjukkan lokasi/tempat dan kegiatan usaha Wajib Pajak;
e) daftar penyedia barang (supplier list) selama 1 (satu) tahun terakhir;
f) rekening koran dan bukti penerimaan pembayaran selama 1 (satu) tahun terakhir; dan
g) dokumen transaksi seperti dokumen pemesanan pembelian (purchase order), surat jalan (delivery order), berita acara serah terima barang dan/atau berita acara penyelesaian pekerjaan selama 1 (satu) tahun terakhir.
(3) Jangka waktu 1 (satu) tahun terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah jangka waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sampai dengan tanggal penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
(4) Kanwil DJP dapat meminta keterangan kepada Wajib Pajak, pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak pada saat penyampaian klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
   
4. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8


Pemeriksa yang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e atau PPNS DJP yang melakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf f dapat menyampaikan usulan kepada Direktur Intelijen Perpajakan, melalui Direktur Penegakan Hukum atau Kepala Kanwil DJP, untuk mencabut Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit dalam hal diperoleh informasi, bukti dan/atau keterangan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
   
5. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 9 diubah, sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9


(1) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak dokumen klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diterima:
  1. Direktur Intelijen Perpajakan atas nama Direktur Jenderal Pajak, berdasarkan hasil penelaahan atas klarifikasi dan usulan Kepala Kanwil DJP, menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pencabutan Penetapan Status Suspend, dalam hal klarifikasi Wajib Pajak dikabulkan; atau
  2. Kepala Kanwil DJP menerbitkan surat pemberitahuan penolakan klarifikasi atas penetapan Status Suspend, dalam hal klarifikasi Wajib Pajak ditolak.
(2) Dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kalender sejak Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dikirimkan kepada Wajib Pajak, berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Direktur Intelijen Perpajakan atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pencabutan Penetapan Status Suspend.
(3) Penandatanganan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang tentang Pencabutan Penetapan Status Suspend sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) dapat dilakukan secara biasa atau tanda tangan elektronik, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
   
6. Ketentuan Pasal 10 diubah, sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10


(1) Terhadap Wajib Pajak yang ditetapkan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dalam hal:
  1. Wajib Pajak tidak menyampaikan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) atau menyampaikan klarifikasi tetapi klarifikasi Wajib Pajak ditolak; atau
  2. Pemeriksa Bukti Permulaan atau PPNS DJP tidak menyampaikan usulan pencabutan Status Suspend sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
(2) Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
   
7. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11


Terhadap Wajib Pajak penerbit Faktur Pajak Tidak Sah yang berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dilakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan tanpa didahului penetapan Status Suspend.
   
8. Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2017 tentang Perlakuan Terhadap Penerbitan dan/atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah oleh Wajib Pajak diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal II


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
  1. terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend yang terbit sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini dan Wajib Pajak belum menyampaikan klarifikasi, penyampaian klarifikasi dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal ini; 
  2. terhadap klarifikasi yang telah diterima Direktorat Intelijen Perpajakan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, penelitian atas klarifikasi tetap diproses di Direktorat Intelijen Perpajakan namun dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal III


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juni 2018
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

ROBERT PAKPAHAN