Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 01/PJ/2021

Kategori : Bea Meterai

Tata Cara Pelunasan Selisih Kurang Bea Meterai Yang Terutang Atas Dokumen Berupa Cek Dan Bilyet Giro


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 01/PJ/2021

TENTANG

TATA CARA PELUNASAN SELISIH KURANG BEA METERAI YANG TERUTANG
ATAS DOKUMEN BERUPA CEK DAN BILYET GIRO

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang :

bahwa dalam rangka memberikan kemudahan administrasi pelunasan selisih kurang bea meterai yang terutang atas dokumen berupa cek dan bilyet giro sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pelunasan Selisih Kurang Bea Meterai yang Terutang atas Dokumen Berupa Cek dan Bilyet Giro;

Mengingat :

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6571);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PELUNASAN SELISIH KURANG BEA METERAI YANG TERUTANG ATAS DOKUMEN BERUPA CEK DAN BILYET GIRO.


Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
  1. Bea Meterai adalah pajak atas dokumen.
  2. Dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan.
  3. Pihak Yang Terutang adalah pihak yang dikenai Bea Meterai dan wajib membayar Bea Meterai yang terutang.
  4. Bank Penyedia Cek dan/atau Bilyet Giro, yang selanjutnya disebut Bank Penyedia, adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, yang menyediakan cek dan/atau bilyet giro.
  5. Surat Setoran Pajak, yang selanjutnya disingkat SSP, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
  6. Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh sistem billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan wajib pajak, wajib bayar, atau wajib setor.
  7. Nomor Transaksi Penerimaan Negara, yang selanjutnya disingkat NTPN, adalah nomor tanda bukti pembayaran atau penyetoran ke kas negara yang diterbitkan melalui modul penerimaan negara atau oleh sistem penerimaan negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memfasilitasi penyelesaian proses pembayaran dan pemberian NTPN.
  8. Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disingkat KPP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.


Pasal 2


(1) Bea Meterai dikenakan atas Dokumen berupa cek atau bilyet giro.
(2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Bea Meterai dengan tarif tetap sebesar Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).
(3) Saat terutang Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu pada saat cek atau bilyet giro selesai dibuat.
(4) Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terutang oleh Pihak Yang Terutang.
(5) Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan pihak yang menerbitkan cek dan/atau bilyet giro.
(6) Ketentuan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menghalangi:
  1. Bank Penyedia; atau
  2. pembawa cek dan/atau bilyet giro,
untuk membayar Bea Meterai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Pasal 3


(1) Dalam hal cek atau bilyet giro belum selesai dibuat tetapi telah dibubuhi tanda Bea Meterai lunas dengan menggunakan teknologi percetakan dengan tarif Bea Meterai yang lebih kecil daripada Bea Meterai yang seharusnya terutang:
  1. Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5); atau
  2. Bank Penyedia atau pembawa cek dan/atau bilyet giro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6),
melunasi selisih kurang Bea Meterai yang terutang.
(2) Pelunasan selisih kurang Bea Meterai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan:
  1. mesin teraan meterai digital; atau
  2. SSP.

  

Pasal 4


(1) Pelunasan selisih kurang Bea Meterai dengan menggunakan mesin teraan meterai digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dilakukan dengan membubuhkan teraan Bea Meterai lunas pada cek dan/atau bilyet giro.
(2) Pembubuhan teraan Bea Meterai lunas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
  1. Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5);
  2. Bank Penyedia atau pembawa cek dan/atau bilyet giro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6); atau
  3. pihak lain,
yang telah memiliki izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas dengan menggunakan mesin teraan meterai digital.
(3) Teraan Bea Meterai lunas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memiliki unsur-unsur:
  1. tulisan nama pembubuh teraan Bea Meterai lunas;
  2. tulisan nominal selisih kurang Bea Meterai; dan
  3. tulisan tanggal, bulan, dan tahun dilaksanakannya pembubuhan teraan Bea Meterai lunas.


Pasal 5


(1) Pelunasan selisih kurang Bea Meterai dengan menggunakan SSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dilakukan dengan membayar selisih kurang Bea Meterai ke kas negara dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 dan kode jenis setoran 100.
(2) Formulir SSP atau Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat keterangan mengenai nomor seri cek dan/atau bilyet giro.
(3) Atas pelunasan selisih kurang Bea Meterai dengan menggunakan SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5); atau
  2. Bank Penyedia atau pembawa cek dan/atau bilyet giro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6),
meminta cap bukti pelunasan selisih kurang Bea Meterai ke KPP.
(4) Permintaan cap bukti pelunasan selisih kurang Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan melampirkan:
  1. cek dan/atau bilyet giro yang akan dibubuhi cap bukti pelunasan selisih kurang Bea Meterai; dan
  2. SSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b yang telah mendapatkan NTPN.


Pasal 6


(1) Kepala KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) melalui Kepala Seksi Pelayanan, memastikan:
  1. kebenaran SSP yang telah mendapatkan NTPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf b;
  2. kesesuaian nilai pembayaran dalam SSP yang telah mendapatkan NTPN dengan jumlah selisih kurang Bea Meterai yang harus dilunasi;
  3. kesesuaian keterangan pada SSP dengan cek dan/atau bilyet giro yang dimintakan cap bukti pelunasan selisih kurang Bea Meterai; dan
  4. kesesuaian kode akun pajak dan kode jenis setoran.
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terpenuhi, Kepala KPP melalui Kepala Seksi Pelayanan membubuhkan:
  1. cap bukti pelunasan selisih kurang Bea Meterai pada sisi muka cek dan/atau bilyet giro; dan
  2. tanda tangan, nama terang, dan cap KPP pada sisi belakang cek dan/atau bilyet giro.


Pasal 7


Cap bukti pelunasan selisih kurang Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) paling sedikit memiliki unsur-unsur:
a. tulisan “BEA METERAI LUNAS”; dan
b. tulisan nominal selisih kurang Bea Meterai.
 

Pasal 8


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Januari 2021
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

SURYO UTOMO