Peraturan Pemerintah Nomor : 50 TAHUN 2019

Kategori : PPN

Impor Dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu Serta Penyerahan Dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu Yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 50 TAHUN 2019

TENTANG

IMPOR DAN PENYERAHAN ALAT ANGKUTAN TERTENTU SERTA
PENYERAHAN DAN PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK TERKAIT ALAT
ANGKUTAN TERTENTU YANG TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa untuk lebih mendorong daya saing industri angkutan darat, air, dan udara, serta menjamin tersedianya peralatan pertahanan dan keamanan yang memadai untuk melindungi wilayah Republik Indonesia serta untuk lebih memberikan kepastian hukum dalam pemberian fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atas alat angkutan tertentu dan jasa terkait alat angkutan tertentu sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16B ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai;

Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG IMPOR DAN PENYERAHAN ALAT ANGKUTAN TERTENTU SERTA PENYERAHAN DAN PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK TERKAIT ALAT ANGKUTAN TERTENTU YANG TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.


Pasal 1


Alat angkutan tertentu yang atas impornya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
a. alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya, dan alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia, alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia yang diimpor oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya, dan alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia, alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia yang diimpor oleh pihak lain yang ditunjuk oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan impor tersebut;
c. kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang, serta suku cadangnya, alat perlengkapan kapal, alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional, dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau dan penyeberangan nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
d. pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional;
e. suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara kepada badan usaha angkutan udara niaga nasional;
f. kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diimpor dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum; dan
g. komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, yang digunakan untuk pembuatan:
  1. kereta api;
  2. suku cadang;
  3. peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan; dan/atau
  4. prasarana perkeretaapian,
yang akan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.


Pasal 2


Alat angkutan tertentu yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
a. alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya, dan alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia, alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia yang diserahkan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang, serta suku cadangnya, alat perlengkapan kapal, alat keselamatan pelayaran, dan alat keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
c. pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diserahkan kepada dan digunakan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional;
d. suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara kepada badan usaha angkutan udara niaga nasional;
e. kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum; dan
f. komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, yang digunakan untuk pembuatan:
  1. kereta api;
  2. suku cadang;
  3. peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan; dan/atau
  4. prasarana perkeretaapian,
yang akan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.


Pasal 3


Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
  1. jasa yang diterima oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional, dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan nasional yang meliputi:
    1. jasa persewaan kapal;
    2. jasa kepelabuhanan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh; dan
    3. jasa perawatan dan perbaikan kapal.
  2. jasa yang diterima oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang meliputi:
    1. jasa persewaan pesawat udara; dan
    2. jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara.
  3. jasa perawatan dan perbaikan kereta api yang diterima oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum.


Pasal 4


Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean terkait alat angkutan tertentu yang atas pemanfaatannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi jasa persewaan pesawat udara yang dimanfaatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional.


Pasal 5


(1) Terhadap alat angkutan tertentu yang atas impor dan/atau penyerahannya telah mendapat fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, dan Pasal 2 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat impor dan/atau perolehan:
  1. digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula; atau
  2. dipindah tangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya,
Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dipungut atas impor dan/atau perolehan alat angkutan tertentu tersebut wajib dibayar.
(2) Kewajiban pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberlakukan dalam hal pemindahtanganan dilakukan dalam keadaan kahar.
(3) Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak alat angkutan tertentu tersebut dialihkan  penggunaannya atau dipindah tangankan.
(4) Apabila sampai dengan jangka waktu 1 (satu) bulan kewajiban pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, diterbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(5) Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan.


Pasal 6


Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara impor dan penyerahan alat angkutan tertentu serta penyerahan dan pemanfaatan jasa kena pajak terkait alat angkutan tertentu yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sampai dengan Pasal 5 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.


Pasal 7


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap alat angkutan tertentu yang atas impor dan/atau penyerahannya telah mendapat fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5739), berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah ini.


Pasal 8


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 tentang tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5739), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.


Pasal 9


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 tentang tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5739), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 10


Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juli 2019
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juli 2019
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 133


 
PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 50 TAHUN 2019

TENTANG

IMPOR DAN PENYERAHAN ALAT ANGKUTAN TERTENTU SERTA
PENYERAHAN DAN PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK TERKAIT ALAT
ANGKUTAN TERTENTU YANG TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


I. UMUM

Untuk mendorong daya saing industri angkutan darat, air, dan udara; dan menjamin tersedianya peralatan pertahanan dan keamanan yang memadai untuk melindungi wilayah Negara Republik Indonesia serta untuk lebih memberikan kepastian hukum dalam pemberian fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atas alat angkutan tertentu dan jasa terkait alat angkutan tertentu, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16B ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu diberikan kemudahan dalam bidang perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atas pemanfaatan jasa kena pajak terkait alat angkutan tertentu yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.

Agar dalam penerapan tidak menyimpang, perlu dilakukan pengawasan dan dalam hal fasilitas yang diberikan tidak digunakan sesuai dengan maksud dan tujuan diberikannya kemudahan di bidang perpajakan tersebut maka dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
   
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Cukup jelas.


Huruf c


Kegiatan usahanya merupakan kegiatan usaha utama pengusaha di bidang pelayaran niaga, penangkapan ikan, penyelenggara jasa kepelabuhanan atau penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan. Namun, untuk kegiatan usaha di bidang jasa angkutan laut, kepemilikan surat izin usaha dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan, antara lain surat izin usaha pelayaran angkutan laut, tidak secara serta merta menjadikan pengusaha berhak atas fasilitas Pajak Pertambahan Nilai.


Huruf d


Cukup jelas.


Huruf e


Cukup jelas.


Huruf f


Cukup jelas.


Huruf g


Cukup jelas.


Pasal 2

Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Kegiatan usahanya merupakan kegiatan usaha utama pengusaha di bidang pelayaran niaga, penangkapan ikan, penyelenggara jasa kepelabuhanan atau penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan. Namun, untuk kegiatan usaha di bidang jasa angkutan laut, kepemilikan surat izin usaha dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan, antara lain surat izin usaha pelayaran angkutan laut, tidak secara serta merta menjadikan pengusaha berhak atas fasilitas Pajak Pertambahan Nilai.


Huruf c


Cukup jelas.


Huruf d


Cukup jelas.


Huruf e


Cukup jelas.


Huruf f


Cukup jelas.


Pasal 3

Cukup jelas.


Pasal 4

Cukup jelas.


Pasal 5

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Yang dimaksud dengan “dalam keadaan kahar” antara lain berupa pemberontakan, huru hara, atau bencana alam yang dinyatakan oleh instansi yang berwenang.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Cukup jelas.


Pasal 6

Cukup jelas.


Pasal 7

Cukup jelas.


Pasal 8

Cukup jelas.


Pasal 9

Cukup jelas.


Pasal 10

Cukup jelas.




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6366