Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 18/PJ.3/1989
Pengenaan PPN Atas Jasa Perusahaan Perjalanan Seri PPN - 140
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
26 April 1989
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 18/PJ.3/1989
TENTANG
PENGENAAN PPN ATAS JASA PERUSAHAAN PERJALANAN SERI PPN - 140
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 khususnya yang menyangkut masalah pengenaan PPN atas Jasa Perusahaan Perjalanan, maka setelah memperhatikan saran dan pendapat dalam pertemuan antara ASITA (Association of the Indonesian Tours & Travel Agencies) atau Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia dengan Direktorat Jenderal Pajak c.q. Direktorat Pajak Tidak Langsung pada tanggal 11 dan 18 April 1989 maka dengan ini diberikan petunjuk sebagai berikut:
1. | Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 maka Jasa Perusahaan Perjalanan adalah tergolong Jasa Kena Pajak. Oleh karena itu baik Biro Perjalanan Umum maupun Agen Perjalanan adalah Pengusaha Kena Pajak. Sesuai dengan Pengumuman Direktur Jenderal Pajak No.: PENG-139/PJ.63/1989 tanggal 27 Maret 1989 maka selambat-lambatnya tanggal 26 April 1989 mereka sudah harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. | ||||||||||||||
2. | Kegiatan usaha Perusahaan Perjalanan pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
|
||||||||||||||
3. | Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak menurut Pasal 1 huruf p adalah penggantian yakni: Nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan jasa, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-Undang PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Namun demikian mengingat jasa Perusahaan Perjalanan ini mempunyai sifat yang khusus yang antara lain menjualkan produk berupa jasa yang dikecualikan dari PPN, jasa yang sudah dikenakan PPN atau jasa yang akan dikonsumsi di luar negeri maka menerapkan Pasal 1 huruf p secara harfiah akan menyebabkan ketidakadilan serta menyebabkan persaingan yang tidak sehat yang bertentangan dengan asas netralitas yang dianut PPN. Seperti diketahui jasa angkutan udara dalam negeri telah dikenakan PPN atas seluruh harga tiket termasuk komisi untuk Biro Perjalanan, sedang jasa hotel, jasa angkutan darat/laut dikecualikan dari PPN. Sementara itu Paket Wisata luar negeri yang dijual di Indonesia pada dasarnya jasa tersebut akan dikonsumsi di luar negeri. | ||||||||||||||
4. | Sehubungan dengan itu untuk menghilangkan keraguan dan agar ada keseragaman dalam perhitungan PPN yang terutang serta untuk menghindarkan pengenaan pajak berganda dan menghindarkan pengenaan jasa yang seharusnya tidak terutang PPN maka ditetapkan pengaturan sebagai berikut:
|
||||||||||||||
5. | Karena penerima Jasa Perusahaan Perjalanan pada umumnya konsumen perorangan maka kepada Perusahaan Pelayaran ini diizinkan membuat Faktur Pajak Sederhana yang dapat berupa business invoice yang bersangkutan atau kwitansi. | ||||||||||||||
6. | Saat terutangnya PPN adalah pada saat penagihan atau saat penerbitan invoice, yang sekaligus berfungsi sebagai Faktur Pajak Sederhana. Oleh karena itu saat penyetoran PPN selambat-lambatnya adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah diterbitkannya invoice tersebut, sedang saat melaporkan perhitungan PPN dengan SPT Masa PPN adalah selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah diterbitkannya invoice. |
Demikian kiranya Saudara maklum dan agar dilaksanakan sebaik-baiknya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
Drs. MAR'IE MUHAMMAD
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.