Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 07/PJ.3/1985

Kategori : Bea Meterai

Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1252/KMK.04/1984 Tanggal 18 Desember 1984


29 Januari 1985


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 07/PJ.3/1985

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1252/KMK.04/1984
TANGGAL 18 DESEMBER 1984

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1252/KMK.04/1984 tanggal 18 Desember 1984 mengenai perubahan bea meterai Rp. 10,- menjadi Rp. 100,- dan Rp. 25,- menjadi Rp. 500,-, maka mulai tanggal 1 Maret 1985 yaitu saat mulai berlakunya Keputusan Menteri Keuangan tersebut, atas kertas-kertas berharga jangka pendek sebagai dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) Aturan Bea Meterai 1921 tidak lagi terhutang Bea Meterai sebesar Rp. 10,- melainkan Bea Meterai sebesar Rp. 100,-.

Dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan tersebut, maka bersama ini disampaikan penjelasan dan penegasan sebagai berikut :

  1. Kertas-kertas berharga jangka pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) Aturan Bea Meterai 1921, yang ditarik/ditanda tangani sesudah tanggal 28 Pebruari 1985, sudah harus dibubuhi meterai sebesar seratus rupiah.

  2. Kertas-kertas berharga jangka pendek tersebut yang telah ditarik/ditanda tangani sebelum tanggal 1 Maret 1985 dan masih dalam peredaran, dan diuangkan setelah tanggal 1 Maret 1985 masih dibenarkan menggunakan bea meterai menurut tarif lama, yaitu sebesar Rp. 10,- sepanjang kertas-kertas berharga tersebut masih memenuhi syarat sebagai kertas jangka pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) Aturan Bea Meterai 1921.

     

     

    Dalam hal surat jangka pendek tersebut diperpanjang jangka waktunya atau bila surat jangka pendek tersebut beredar lebih dari tiga bulan maka atas surat jangka pendek tersebut terhutang bea meterai ex Pasal 69 ayat (1) menurut tarif baru yaitu sebesar lima ratus rupiah.

     

    Kekurangan atas bea meterai yang terhutang ini harus dilunasi tanpa dikenakan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) dan (3) Aturan Bea Meterai 1921.

  3. Kertas-kertas berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 Aturan Bea Meterai 1921, yang dibuat di luar negeri sebelum tanggal 1 Maret 1985 tetapi tanda tersebut baru dipergunakan di Indonesia (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3) Aturan Bea Meterai 1921) sesudah tanggal 28 Pebruari 1985 maka atasnya terhutang bea meterai menurut tarif baru.

  4. Untuk formulir-formulir cek yang masih ada dalam persediaan Bank-bank atau di tangan para nasabah yang masih dibubuhi bea meterai menurut tarif lama sebesar Rp. 10,-, agar diminta kepada Bank-bank yang bersangkutan untuk melakukan pemeteraian tambahan dengan meminta SKUM kepada Kepala Inspeksi Pajak setempat.

     

    Sesudah jumlah SKUM tersebut dilunaskan, maka kepada Bank yang bersangkutan diberi izin untuk membubuhi keterangan dengan cap sendiri pada cek tersebut dengan mencantumkan Pemeteraian tambahan sebesar Rp. 90,- telah dilunasi dengan SKUM tanggal ......... No. ..............

     

    Kebijaksanaan untuk membubuhi keterangan sendiri tersebut diberikan terhadap SKUM yang diterbitkan sampai dengan tanggal 1 Juni 1985.

     

    Untuk memperlancar pemeteraian tambahan terhadap persediaan blanko-blanko cek tersebut, dengan ini diminta agar Saudara segera melayani permintaan SKUM Bea Meterai oleh Bank-bank yang bersangkutan.

     

Demikianlah untuk perhatian Saudara.





A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK TIDAK LANGSUNG,


ttd

 

Drs. DJAFAR MAHFUD