Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 199/PMK.06/2018

Kategori : Lainnya

Tata Cara Penghapusbukuan Dan Penghapustagihan Piutang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 199/PMK.06/2018

TENTANG

TATA CARA PENGHAPUSBUKUAN DAN PENGHAPUSTAGIHAN PIUTANG
LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.06/2013 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Piutang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, telah diatur mengenai tata cara penghapusbukuan piutang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia;
  2. bahwa dalam rangka penyempurnaan tata cara penghapusbukuan piutang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.06/2013 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Piutang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Penghapustagihan Piutang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957);
  2. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGHAPUSBUKUAN DAN PENGHAPUSTAGIHAN PIUTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
  1. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
  2. Piutang LPEI yang selanjutnya disebut Piutang adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada LPEI sebagai akibat perjanjian pembiayaan, perjanjian penjaminan, kegiatan perasuransian dan/atau akibat lainnya yang sah.
  3. Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan oleh LPEI dalam membantu nasabahnya agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain penjadwalan kembali (reschedulling), persyaratan kembali (reconditioning), penataan kembali (restructuring), dan/atau upaya penyelesaian kewajiban lainnya sesuai perjanjian para pihak atau ketentuan peraturan di bidang jasa keuangan.
  4. Penghapusbukuan adalah tindakan administratif LPEI dengan menghapusbukukan akun Piutang dalam laporan posisi keuangan dengan tidak menghapuskan hak tagih.
  5. Penghapustagihan adalah tindakan LPEI untuk menghapus semua kewajiban nasabah yang tidak dapat diselesaikan setelah memenuhi kriteria tertentu.
  6. Pembiayaan Ekspor Nasional adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perseorangan dalam rangka mendorong ekspor nasional sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
  7. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  8. Dewan Direktur adalah Dewan Direktur sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
  9. Direktur Eksekutif adalah Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
  10. Nasabah adalah badan usaha dan/atau orang yang berutang kepada LPEI menurut peraturan, perjanjian pembiayaan, perjanjian penjaminan, kegiatan perasuransian dan/atau akibat lainnya yang sah, termasuk badan dan/atau orang yang menjamin penyelesaian sebagian atau seluruh utang.
  11. Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan yang selanjutnya disingkat RKAT adalah penjabaran tahunan dari Rencana Jangka Panjang yang menggambarkan rencana kerja dan anggaran LPEI mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember, termasuk strategi untuk merealisasikan rencana tersebut.
  12. Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) adalah pembiayaan di LPEI yang masuk dalam klasifikasi kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembinaan dan pengawasan LPEI.
  13. Piutang Macet adalah Piutang yang telah dinyatakan kualitas macet sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembinaan dan pengawasan LPEI.


BAB II
PENGHAPUSAN PIUTANG

Pasal 2


(1) Penghapusan Piutang dilakukan terhadap Piutang Macet yang walaupun telah dilakukan upaya Restrukturisasi, tetap tidak tertagih dan tidak disebabkan oleh adanya kesalahan dalam penyalurannya.
(2) Penghapusan Piutang Macet sebagaimana pada ayat (1) dilakukan secara bertahap melalui:
  1. Penghapusbukuan; dan
  2. Penghapustagihan.


BAB III
TATA CARA PENGHAPUSBUKUAN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 3


(1) Piutang Macet yang tetap tidak tertagih dan tidak disebabkan oleh adanya kesalahan dalam penyaluran dapat dihapusbukukan setelah:
  1. dilakukan Restrukturisasi; atau
  2. terdapat putusan atau penetapan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
(2) Dalam hal terjadinya Piutang Macet disebabkan oleh adanya kesalahan dalam penyalurannya, Penghapusbukuan Piutang Macet dilakukan sepanjang pihak yang bertanggung jawab atas penyaluran telah dikenakan sanksi.
(3) Kesalahan dalam penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kesalahan karena pelanggaran ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan Pembiayaan Ekspor Nasional.
(4) Dalam hal sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilaksanakan, Penghapusbukuan Piutang Macet dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 4


Penghapusbukuan Piutang Macet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dilakukan setelah tidak berhasil dilakukan Restrukturisasi.


Pasal 5


Penghapusbukuan Piutang Macet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dilakukan setelah LPEI menerima salinan:
  1. putusan/penetapan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
  2. penetapan pailit melalui Pengadilan Niaga yang telah berkekuatan hukum tetap; atau
  3. penetapan penutupan kepailitan oleh Pengadilan Niaga.


Pasal 6


Penghapusbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan setelah dibentuk cadangan kerugian penurunan nilai sebesar 100% (seratus persen).


Bagian Kedua
Kewenangan Penghapusbukuan

Pasal 7


(1) Penghapusbukuan Piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan oleh:
  1. Direktur Eksekutif dengan persetujuan Dewan Direktur untuk jumlah Piutang sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
  2. Dewan Direktur dengan persetujuan Menteri untuk jumlah Piutang lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); dan
  3. Menteri untuk jumlah Piutang lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(2) Kewenangan Menteri dalam Penghapusbukuan Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dilimpahkan secara mandat kepada Direktur Jenderal yang membidangi kekayaan negara.
(3) Direktur Jenderal yang membidangi kekayaan negara bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Piutang dalam satuan mata uang asing:
  1. nilai pengajuan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada saat pengajuan; dan
  2. nilai pencatatan Piutang yang dihapusbukukan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal pembukuan.


Bagian Ketiga
Persyaratan Penghapusbukuan

Pasal 8


Persyaratan Piutang Macet yang dapat diusulkan untuk dihapusbukukan, yaitu:
  1. memenuhi kriteria Piutang Macet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 atau Pasal 5;
  2. telah dibentuk cadangan kerugian penurunan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
  3. Penghapusbukuan Piutang Macet telah dicantumkan dalam RKAT tahun berjalan; dan
  4. telah dilakukan verifikasi oleh internal audit LPEI bahwa Piutang Macet tidak disebabkan oleh kesalahan dalam penyaluran.


Bagian Keempat
Proses Pengajuan Permohonan Penghapusbukuan

Pasal 9


(1) Direktur Eksekutif mengajukan permohonan persetujuan Penghapusbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, kepada Dewan Direktur, dengan melampirkan:
a. RKAT yang mencantumkan rencana Penghapusbukuan;
b. verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c;
c. resume Piutang yang paling kurang memuat informasi sebagai berikut:
1) identitas Nasabah;
2) bidang usaha Nasabah;
3) keadaan usaha Nasabah pada saat Piutang diserahkan;
4) dasar hukum terjadinya Piutang;
5) jenis Piutang;
6) penjamin utang (jika ada);
7) sebab Piutang dinyatakan macet;
8) tanggal terjadinya Piutang dan tanggal mengategorikan kualitas Piutang sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembinaan dan pengawasan LPEI;
9) rincian Piutang yang terdiri dari saldo Piutang, pokok, bunga, denda, dan ongkos/beban lainnya;
10) daftar barang agunan yang memuat uraian barang, pengikatan, kondisi dan nilai barang agunan pada saat penyerahan dan nilai wajar serta nilai likuidasi barang agunan, dalam hal penyerahan didukung barang agunan;
11) daftar harta kekayaan lain Nasabah (jika ada);
12) penjelasan singkat tentang upaya penyelesaian Piutang yang telah dilakukan; dan
13) informasi lainnya yang dianggap perlu antara lain penetapan pailit.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Direktur memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap.
(3) Dalam hal permohonan Penghapusbukuan disetujui, Direktur Eksekutif menerbitkan keputusan Penghapusbukuan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya persetujuan.


Pasal 10


Penghapusbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
  1. Direktur Eksekutif mengajukan permohonan kepada Dewan Direktur dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1).
  2. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Dewan Direktur melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap.
  3. Dalam hal permohonan Penghapusbukuan dapat diterima, Dewan Direktur menyampaikan permohonan persetujuan kepada Menteri disertai dengan alasan Penghapusbukuan dengan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).


Pasal 11


(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c, Menteri melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap.
(2) Dalam hal permohonan Penghapusbukuan disetujui, Dewan Direktur menerbitkan Keputusan Penghapusbukuan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 12


(1) Penghapusbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
  1. Direktur Eksekutif mengajukan permohonan kepada Dewan Direktur dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1).
  2. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Dewan Direktur melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
  3. Dalam hal permohonan Penghapusbukuan dapat diterima, Dewan Direktur menyampaikan permohonan persetujuan kepada Menteri disertai dengan alasan Penghapusbukuan dengan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Menteri melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap.
(3) Dalam hal permohonan Penghapusbukuan dapat diterima, Menteri memberikan persetujuan, yang keputusan Penghapusbukuannya ditetapkan oleh Direktur Jenderal yang membidangi kekayaan negara atas nama Menteri.


Pasal 13


(1) Dalam hal permohonan penghapusbukuan Piutang tidak dapat diterima, Dewan Direktur atau Menteri mengembalikan permohonan Penghapusbukuan kepada Direktur Eksekutif disertai dasar pertimbangan pengembalian permohonan.
(2) Permohonan Penghapusbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan kembali sepanjang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.


Pasal 14


Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur kerja pemberian persetujuan atau penetapan Penghapusbukuan Piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dan huruf c diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal yang membidangi kekayaan negara.


BAB IV
TATA CARA PENGHAPUSTAGIHAN

Bagian Pertama
Upaya Penagihan Piutang Yang Telah Dihapusbukukan

Pasal 15


(1) LPEI melakukan upaya penagihan secara terus menerus atas Piutang yang telah dihapusbukukan sebelum Piutang tersebut dihapus tagih.
(2) Pelaksanaan upaya penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diserahkan kepada pihak lain sesuai peraturan perundang-undangan.
(3) Upaya penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antara lain:
  1. penagihan langsung ke domisili Nasabah;
  2. pengumuman di media massa cetak dan elektronik; atau
  3. upaya lainnya yang dapat dilakukan oleh LPEI.

 

Bagian Kedua
Kewenangan Penghapustagihan

Pasal 16


Kewenangan Penghapustagihan Piutang dilaksanakan oleh Direktur Eksekutif setelah memperoleh persetujuan Dewan Direktur.


Bagian Ketiga
Persyaratan Penghapustagihan

Pasal 17


Piutang yang dapat dihapustagihkan adalah Piutang yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Piutang telah dihapusbukukan;
  2. telah dilakukan upaya penagihan Piutang dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun sejak dihapusbukukan dan tetap tidak tertagih; dan
  3. perkiraan biaya tagih lebih besar dibandingkan dengan hasil tagih.


Bagian Keempat
Proses Pengajuan Permohonan Penghapustagihan

Pasal 18


(1) Direktur Eksekutif mengajukan permohonan persetujuan Penghapustagihan Piutang kepada Dewan Direktur, dengan ketentuan:
  1. diajukan setelah lewat waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal keputusan Penghapusbukuan;
  2. adanya penjelasan dari Direktur Eksekutif bahwa penagihan Piutang telah dilakukan secara optimal dan penanggung hutang tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan sisa kewajibannya; dan
  3. perhitungan perkiraan biaya penagihan yang lebih besar dibandingkan dengan hasil tagih.
(2) Dewan Direktur memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan.
(3) Direktur Eksekutif menerbitkan keputusan Penghapustagihan Piutang paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya persetujuan Penghapustagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Pasal 19


(1) Direktur Eksekutif menyampaikan keputusan Penghapustagihan Piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) kepada Menteri, paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah keputusan ditetapkan.
(2) Penyampaian keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen yang memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).


Pasal 20


(1) Dalam hal permohonan Penghapustagihan Piutang tidak dapat diterima, Dewan Direktur mengembalikan permohonan Penghapustagihan kepada Direktur Eksekutif disertai dasar pertimbangan pengembalian permohonan.
(2) Permohonan Penghapustagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan kembali sepanjang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.


BAB V
MONITORING DAN PELAPORAN

Pasal 21


Dewan Direktur melakukan pemantauan perkembangan Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) LPEI setiap bulan dalam rapat Dewan Direktur.


Pasal 22


(1) Dewan Direktur menyampaikan laporan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 kepada Menteri secara triwulanan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat:
  1. identitas Nasabah;
  2. rincian Piutang yang terdiri dari saldo Piutang pokok, bunga, denda, dan ongkos/beban lainnya;
  3. daftar agunan;
  4. kolektibilitas Nasabah;
  5. permasalahan utama;
  6. progres penanganan Nasabah; dan
  7. rencana tindak lanjut.


Pasal 23


Direktur Eksekutif menyampaikan laporan pelaksanaan Penghapusbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dan/atau Penghapustagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 kepada Dewan Direktur dan Menteri secara triwulanan.


Pasal 24


Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 paling kurang memuat:
  1. identitas Nasabah;
  2. rincian Piutang yang terdiri dari saldo Piutang pokok, bunga, denda, dan ongkos/beban lainnya;
  3. perkembangan penyelesaian Piutang; dan
  4. rencana tindak lanjut.


BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 25


Pada saat Peraturan Menteri mi berlaku, Keputusan Penghapusbukuan yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.06/2013 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Piutang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dinyatakan tetap berlaku.


BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 26


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
  1. Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.06/2013 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Piutang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.06/2013 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Piutang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 27


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2018
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2018
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 1843