Peraturan Presiden Nomor : 13 TAHUN 2018

Kategori : Lainnya

Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme


PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2018

TENTANG

PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI
DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG DAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme dapat mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, serta membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. bahwa berdasarkan standar internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, perlu adanya pengaturan dan mekanisme untuk mengenali pemilik manfaat dari suatu korporasi guna memperoleh informasi mengenai pemilik manfaat yang akurat, terkini, dan tersedia untuk umum;
  3. bahwa korporasi dapat dijadikan sarana baik langsung maupun tidak langsung oleh pelaku tindak pidana yang merupakan pemilik manfaat dari hasil tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, selama ini belum ada pengaturannya sehingga perlu mengatur penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme;


Mengingat :

  1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164);
  3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5406);



MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:

  1. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
  2. Pemilik Manfaat adalah orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada Korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan Korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari Korporasi baik langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham Korporasi dan/atau memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden ini.
  3. Instansi Berwenang adalah instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang memiliki kewenangan pendaftaran, pengesahan, persetujuan, pemberitahuan, perizinan usaha, atau pembubaran Korporasi, atau lembaga yang memiliki kewenangan pengawasan dan pengaturan bidang usaha Korporasi.
  4. Sistem Pelayanan Administrasi Korporasi adalah sistem administrasi yang diselenggarakan oleh Instansi Berwenang dalam pemberian pelayanan pendaftaran, pengesahan, persetujuan, pemberitahuan, perizinan usaha, atau pembubaran Korporasi, baik secara elektronik maupun nonelektronik.



Pasal 2

 

(1) Pengaturan dalam Peraturan Presiden ini melingkupi penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi.
(2) Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. perseroan terbatas;
  2. yayasan;
  3. perkumpulan;
  4. koperasi;
  5. persekutuan komanditer;
  6. persekutuan firma; dan
  7. bentuk korporasi lainnya.



BAB II
PENETAPAN PEMILIK MANFAAT KORPORASI

Pasal 3

 

(1) Setiap Korporasi wajib menetapkan Pemilik Manfaat dari Korporasi.
(2) Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit merupakan 1 (satu) personil yang memiliki masing-masing kriteria sesuai dengan bentuk Korporasi.


 

Pasal 4

 

(1) Pemilik Manfaat dari perseroan terbatas merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:
  1. memiliki saham lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada perseroan terbatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;
  2. memiliki hak suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada perseroan terbatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;
  3. menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh perseroan terbatas per tahun;
  4. memiliki kewenangan untuk mengangkat, menggantikan, atau memberhentikan anggota direksi dan anggota dewan komisaris;
  5. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perseroan terbatas tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;
  6. menerima manfaat dari perseroan terbatas; dan/atau
  7. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan saham perseroan terbatas.
(2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.



Pasal 5

 

(1) Pemilik Manfaat dari yayasan merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:
  1. memiliki kekayaan awal lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada yayasan sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;
  2. memiliki kewenangan untuk mengangkat atau memberhentikan pembina, pengurus, dan pengawas yayasan;
  3. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan yayasan tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;
  4. menerima manfaat dari yayasan; dan/atau
  5. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kekayaan lain atau penyertaan pada yayasan.
(2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b.



Pasal 6

 

(1) Pemilik Manfaat dari perkumpulan merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:
  1. memiliki sumber pendanaan lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada perkumpulan sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;
  2. menerima hasil kegiatan usaha lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh perkumpulan per tahun;
  3. memiliki kewenangan untuk mengangkat atau memberhentikan pengurus dan pengawas perkumpulan;
  4. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perkumpulan tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;
  5. menerima manfaat dari perkumpulan; dan/atau
  6. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas sumber pendanaan perkumpulan.
(2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c.



Pasal 7

 

(1) Pemilik Manfaat dari koperasi merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:
  1. menerima sisa hasil usaha lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh koperasi per tahun;
  2. memiliki kewenangan baik langsung maupun tidak langsung, dapat menunjuk atau memberhentikan pengurus dan pengawas koperasi;
  3. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan koperasi tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;
  4. menerima manfaat dari koperasi; dan/atau
  5. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas modal koperasi.
(2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b.



Pasal 8

 

(1) Pemilik Manfaat dari persekutuan komanditer merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:
  1. memiliki modal dan/atau nilai barang yang disetorkan lebih dari 25% (dua puluh lima persen) sebagaimana tercantum dalam perikatan pendirian persekutuan komanditer;
  2. menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh persekutuan komanditer per tahun;
  3. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan persekutuan komanditer tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;
  4. menerima manfaat dari persekutuan komanditer; dan/atau
  5. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas modal dan/atau nilai barang yang disetorkan pada persekutuan komanditer.
(2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b.

   

Pasal 9

 

(1) Pemilik Manfaat dari persekutuan firma merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:
  1. memiliki modal yang disetorkan lebih dari 25% (dua puluh lima persen) sebagaimana tercantum dalam perikatan pendirian persekutuan firma;
  2. menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh persekutuan firma per tahun;
  3. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan persekutuan firma tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;
  4. menerima manfaat dari persekutuan firma; dan/atau
  5. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas modal pada persekutuan firma.
(2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b.


 

Pasal 10

 

(1) Pemilik Manfaat dari bentuk korporasi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf g merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:
  1. memiliki modal, baik dalam bentuk uang atau aset lainnya yang bernilai lebih dari 25% (dua puluh lima persen) sebagaimana tercantum dalam perikatan pendirian korporasi;
  2. menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% (dua puluh lima persen) atau laba yang diperoleh korporasi per tahun;
  3. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan korporasi tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;
  4. menerima manfaat dari korporasi; dan/atau
  5. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas modal yang disetorkan pada korporasi.
(2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b.


 

Pasal 11

 

Korporasi menetapkan Pemilik Manfaat dari Korporasi berdasarkan informasi yang diperoleh melalui:

  1. anggaran dasar termasuk dokumen perubahan anggaran dasar, dan/atau akta pendirian Korporasi;
  2. dokumen perikatan pendirian Korporasi;
  3. dokumen keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS), dokumen keputusan rapat organ yayasan, dokumen keputusan rapat pengurus, atau dokumen keputusan rapat anggota;
  4. informasi Instansi Berwenang;
  5. informasi lembaga swasta yang menerima penempatan atau pentransferan dana dalam rangka pembelian saham perseroan terbatas;
  6. informasi lembaga swasta yang memberikan atau menyediakan manfaat dari Korporasi bagi Pemilik Manfaat;
  7. pernyataan dari anggota direksi, anggota dewan komisaris, pembina, pengurus, pengawas, dan/atau pejabat/pegawai Korporasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya;
  8. dokumen yang dimiliki oleh Korporasi atau pihak lain yang menunjukkan bahwa orang perseorangan dimaksud merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan saham perseroan terbatas;
  9. dokumen yang dimiliki oleh Korporasi atau pihak lain yang menunjukkan bahwa orang perseorangan dimaksud merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kekayaan lain atau penyertaan pada Korporasi;dan/atau
  10. informasi lain yang dapat pertanggungjawabkan kebenarannya.



Pasal 12

 

(1) Korporasi menentukan kategori penetapan Pemilik Manfaat dari Korporasi sesuai dengan informasi yang telah disampaikan oleh Korporasi kepada Instansi Berwenang.
(2) Penentuan kategori penetapan Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menilai tingkat kualitas informasi Pemilik Manfaat.
(3) Kategori penetapan Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagai berikut:
  1. teridentifikasinya Pemilik Manfaat;
  2. belum teridentifikasinya Pemilik Manfaat; atau
  3. belum terverifikasinya Pemilik Manfaat.
(4) Teridentifikasinya Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan kategori Korporasi yang telah menetapkan Pemilik Manfaat setelah dilakukan identifikasi dan verifikasi Pemilik Manfaat dari Korporasi.
(5) Belum teridentifikasinya Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan kategori Korporasi yang telah menetapkan Pemilik Manfaat dari Korporasi, namun belum dilakukan identifikasi dan verifikasi.
(6) Belum terverifikasinya Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan kategori Korporasi yang telah menetapkan Pemilik Manfaat dari Korporasi setelah identifikasi dilakukan, namun verifikasi belum dilakukan.



Pasal 13

 

(1) Selain Pemilik Manfaat yang telah ditetapkan oleh Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Instansi Berwenang dapat menetapkan Pemilik Manfaat lain.
(2) Penetapan Pemilik Manfaat lain oleh Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar penilaian Instansi Berwenang yang bersumber dari:
  1. hasil audit terhadap Korporasi yang dilakukan oleh Instansi Berwenang berdasarkan Peraturan Presiden ini;
  2. informasi instansi pemerintah atau lembaga swasta yang mengelola data dan/atau informasi Pemilik Manfaat, dan/atau menerima laporan dari profesi tertentu yang memuat informasi Pemilik Manfaat; dan/atau
  3. informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
(3) Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum untuk perseroan terbatas, yayasan, dan perkumpulan;
  2. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah untuk koperasi;
  3. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan untuk persekutuan komanditer, persekutuan firma, dan bentuk korporasi lainnya; dan
  4. lembaga yang memiliki kewenangan pengawasan dan pengaturan bidang usaha Korporasi.



BAB III
PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT

Pasal 14

 

(1) Korporasi wajib menerapkan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi.
(2) Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menunjuk pejabat atau pegawai untuk:
  1. melaksanakan penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi; dan
  2. menyediakan informasi mengenai Korporasi dan Pemilik Manfaat dari Korporasi atas dasar permintaan Instansi Berwenang dan instansi penegak hukum.



Pasal 15

 

(1) Prinsip mengenali Pemilik Manfaat oleh Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 meliputi:
  1. identifikasi Pemilik Manfaat; dan
  2. verifikasi Pemilik Manfaat.
(2) Penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat oleh Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat:
  1. permohonan pendirian, pendaftaran, pengesahan, persetujuan, atau perizinan usaha Korporasi; dan/atau
  2. Korporasi menjalankan usaha atau kegiatannya.



Pasal 16

 

(1) Korporasi melakukan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a melalui pengumpulan informasi Pemilik Manfaat dari Korporasi.
(2) Pengumpulan informasi Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup:
  1. nama lengkap;
  2. nomor identitas kependudukan, surat izin mengemudi, atau paspor;
  3. tempat dan tanggal lahir;
  4. kewarganegaraan;
  5. alamat tempat tinggal yang tercantum dalam kartu identitas;
  6. alamat di negara asal dalam hal warga negara asing;
  7. Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor identitas perpajakan yang sejenis; dan
  8. hubungan antara Korporasi dengan Pemilik Manfaat.
(3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilengkapi dengan dokumen pendukung.

 

Pasal 17

 

(1) Korporasi melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b melalui penelitian kesesuaian antara informasi Pemilik Manfaat dengan dokumen pendukung.
(2) Dalam hal diperlukan, Instansi Berwenang dapat melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b.



Pasal 18

 

(1) Korporasi wajib menyampaikan informasi yang benar mengenai Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang.
(2) Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan surat pernyataan dari Korporasi mengenai kebenaran informasi yang disampaikan kepada Instansi Berwenang.
(3) Pihak yang dapat menyampaikan informasi Pemilik Manfaat dari Korporasi meliputi:
  1. pendiri atau pengurus Korporasi;
  2. notaris; atau
  3. pihak lain yang diberi kuasa oleh pendiri atau pengurus Korporasi untuk menyampaikan informasi Pemilik Manfaat dari Korporasi.



Pasal 19

 

(1) Penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi pada saat permohonan pendirian, pendaftaran, pengesahan, persetujuan, atau perizinan usaha Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a dilakukan melalui:
  1. penyampaian informasi Pemilik Manfaat dalam hal Korporasi telah menetapkan Pemilik Manfaat; atau
  2. penyampaian surat pernyataan kesediaan Korporasi untuk menyampaikan informasi Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang dalam hal Korporasi belum menetapkan Pemilik Manfaat.
(2) Korporasi yang belum menyampaikan informasi Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib menetapkan dan menyampaikan informasi Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah Korporasi mendapat izin usaha/tanda terdaftar dari instansi/lembaga berwenang.
(3) Korporasi menyampaikan informasi atau surat pernyataan Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) melalui Sistem Pelayanan Administrasi Korporasi.


 

Pasal 20

 

(1) Penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi pada saat Korporasi menjalankan usaha atau kegiatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan cara Korporasi menyampaikan setiap perubahan informasi Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang melalui Sistem Pelayanan Administrasi Korporasi.
(2) Penyampaian perubahan informasi Pemilik Manfaat oleh Korporasi kepada Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak terjadinya perubahan informasi Pemilik Manfaat.


 

Pasal 21


Korporasi wajib melakukan pengkinian informasi Pemilik Manfaat secara berkala setiap 1 (satu) tahun.


Pasal 22

 

(1) Korporasi, notaris, atau pihak lain yang menerima kuasa dari Korporasi wajib menatausahakan dokumen terkait Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun sejak tanggal pendirian atau pengesahan Korporasi.
(2) Dalam hal Korporasi bubar, likuidator wajib menatausahakan dokumen terkait Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun sejak pembubaran Korporasi.
(3) Dokumen terkait Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
  1. dokumen perubahan Pemilik Manfaat dari Korporasi;
  2. dokumen pengkinian informasi Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; dan
  3. dokumen lain terkait informasi Pemilik Manfaat dari Korporasi.

  

BAB IV
PENGAWASAN

Pasal 23

 

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dilakukan oleh Instansi Berwenang.
(2) Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Berwenang memiliki kewenangan:
  1. menetapkan regulasi atau pedoman sebagai pelaksanaan Peraturan Presiden ini sesuai dengan kewenangannya;
  2. melakukan audit terhadap Korporasi; dan
  3. mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini.
(3) Pengawasan oleh Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil penilaian risiko tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.
(4) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Berwenang bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
(5) Dalam hal diperlukan untuk kepentingan pengawasan, Instansi Berwenang dapat berkoordinasi dengan lembaga terkait sesuai dengan kewenangannya.



Pasal 24

 

Korporasi yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 14, dan Pasal 18 sampai dengan Pasal 22 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



BAB V
KERJA SAMA DAN PERMINTAAN INFORMASI PEMILIK MANFAAT

Bagian Kesatu
Kerja Sama Informasi Pemilik Manfaat

Pasal 25

 

Instansi Berwenang mengelola informasi mengenai Pemilik Manfaat yang disampaikan oleh Korporasi dalam Sistem Pelayanan Administrasi Korporasi.



Pasal 26

 

(1) Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme oleh Korporasi, Instansi Berwenang dapat melaksanakan kerja sama pertukaran informasi Pemilik Manfaat dengan instansi peminta, baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
(2) Pelaksanaan keija sama pertukaran informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam lingkup nasional dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pelaksanaan kerja sama pertukaran informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam lingkup internasional dilakukan oleh Instansi Berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang hubungan luar negeri dan perjanjian internasional.


 

Pasal 27

 

(1) Kerja sama pertukaran informasi Pemilik Manfaat antara Instansi Berwenang dengan instansi peminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) berupa permintaan atau pemberian informasi Pemilik Manfaat secara elektronik atau nonelektronik.
(2) Instansi peminta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. instansi penegak hukum;
  2. instansi pemerintah; dan
  3. otoritas berwenang negara atau yurisdiksi lain.
(3) Pemberian informasi Pemilik Manfaat secara elektronik oleh Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemberian hak akses kepada instansi peminta.
(4) Pemberian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada kerja sama antara Instansi Berwenang dan instansi peminta.


  

Pasal 28

 

(1) Selain dengan instansi peminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Instansi Berwenang dapat melaksanakan kerja sama pertukaran informasi Pemilik Manfaat dengan pihak pelapor.
(2) Pihak pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan setiap orang yang menurut peraturan perundang-undangan mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang wajib menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
(3) Pemberian informasi Pemilik Manfaat kepada pihak pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Instansi Berwenang dalam rangka penerapan prinsip mengenali pengguna jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Bagian Kedua
Permintaan Informasi Pemilik Manfaat

Pasal 29

 

(1) Setiap orang dapat meminta informasi Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang.
(2) Permintaan informasi mengenai Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai keterbukaan informasi publik.


  

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30

 

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Korporasi yang telah mendapatkan atau masih dalam proses pendaftaran, pengesahan, persetujuan, pemberitahuan, dan perizinan usaha berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan, wajib mengikuti penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Peraturan Presiden ini paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Presiden ini berlaku.


BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31


Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Maret 2018
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Maret 2018
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY 




LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 23